Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Yang Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Makna Income dalam konteks perpajakan dapat berbeda atau bahkan berbeda dengan makna
income dalam akuntansi atau pelaporan keuangan. Dalam perpajakan, income dimaknai
sebagai jumlah kotor sehingga diterjemahan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan
dalam Standart Akuntansi Keuangan. Dalam buku-buku teks akuntansi (khususnya teori
akuntansi), istilah income pada umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih singgah istilah
laba lebih menggambarkan apa yang dimaksud income dalam buku-buku tersebut. Laba
dalam teori akuntansi biasanya lebih menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut dengan
laba komprehensif. Laba komprehensif dimaknai sebagai kenaikan asset bersih selain yang
berasal dari transaksi dengan pemilik. Buku ini menggunakan istilah laba untuk income yang
digunakan dalam konteks akuntansi.
Masalah pelik yang berkaitan dengan laba adalah menentukan konsep laba secara
tepat untuk pelaporan keuangan sehingga angka laba merupakan angka yang bermakna
(meaningful) baik secara intuitif maupun ekonimik bagi berbagai pemakai statemen
keuangan. Pemakanaan atau pendefinisian laba mempunyai implikasi terhadap pengukuran
dan penyajian laba.
Karena akuntansi secara umum menganut konsep kos historis, asas akrual, dan konsep
penandingan, laba akuntansi yang sekarang dianut dimaknai sebagai selisih antara
pendapatan dan biaya. Sementara itu, pendapatan dan biaya diukur dan diakui melalui
prosedur tertentu sesuai .dengan akuntansi berterima umum (PABU). Bab 9 membahas secara
mendalam prosedur penentuan biaya untuk menentukan laba sesuai PABU tersebut.
Pendefinisian laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara
struktual atau sintaktik karena laba tidak didefinisi secara terpisah dari pengertian pendapatan
dan biaya. Pendapatan dan biaya masuk dalam defini laba sehingga orang harus mendefinisi
pendapatan dan biaya untuk memaknai laba. Jadi, laba merupakan hasil penerapan prosedur
bukan sesuatu yang bermakna semantik. Untuk menangkap makna laba akuntansi orang harus

1
paham akuntansi. Dengan demikian, laba tidak dapat diiterpretasi secara intuitif. Leih dari itu,
pengukuran pendapatan dan biaya sesuai PABU lebih didasarkan pada konsep kos historis
sehingga laba yang dihasilkan tidak selalu setara dengan laba ekonomik yang pada umumnya
mempertimbangkan perubahan daya beli dan perubahan harga.
Karena laba dipandang sebagai elemen yang cukup kaya (komprehensif) untuk
merepresentasikan kinerja suatu entitas secara keseluruhan, pembahasan tentang laba tidak
dibatasi pada tataran sintaktik tetapi meliputi pula tataran semantik dan pragmatik. Hal inilah
yang membedakan cakupan pembahasan laba dengan elemen-elemen statemen keuangan
lainnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tujuan Pelaporan Laba
Telah disinggung di atas bahwa pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang
ini adalah laba merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual. Pengertian
semacam ini akan memudahkan pengukuran pengukuran dan pelaporan laba secara objektif.
Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba semacam itu bermanfaat bagi para pemakai
statemen keuangan khususnya investor dan kreditor. Pendefinisian laba seperti ini jelas akan
lebih bermakna sebagai pengukur kembalian atas investasi (return on investment) daripada
sekedar perubahan kas. Hal ini ditegaskan oleh FASB dalam SFAC No. (prg. 44) sebagai
berikut:
Information about enterprise earnings and its components measured by accrual
accounting generally provides a better indication of enterprise performance than
information about current cash receipts and payments.
Dalam kenyataannya, para pemakai mempunyai konsep laba dan model pengambilan
keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara pengukurannya, laba akuntansi
dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai:
a. Indikator efesiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested
capital).
b. Pengukur pretasi atau kinerja badan usaha dan manajemen.
c. Dasar penetuan besarnya pengenaan pajak.
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu Negara.
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik.
f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
i. Dasar pembagian deviden.
Teori akuntansi tentang laba akan melibatkan pengukuran dan penyajian laba yang dapat
memenuhi berbagai tujuan diatas. Untuk melayani berbagai kebutuhan diatas, ada dua
pendekatan yang harus dipertimbangkan dalam akuntansi laba yaitu satu laba untuk berbagai
tujuan (single income for different purposes) atau beda tujuan beda laba (different incomes
for different purpuses). Pendekatan pertama berusaha untuk memformulasi konsep laba

3
tunggal (umum) dan menyajikannya untuk memnuhi berbagai tujuan secara umum. Inilah
pendekatan yang dicapai dalam merekayasa pelaporan keuangan umum (general purpose
financial reporting).
Walaupun teori tentang konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan ini, akuntansi
juga berusaha untuk menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat dipenuhi dengan
menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat dipenuhi dengan menyediakan informasi
yang memungkinkan pemakai untuk menentukan konsep laba sesuai dengan kebutuhan
spesifiknya. Pendekatan kedua menggunakan berbagai konsep laba dan menjanjikannya
secara jelas berbagai konsep laba tersebut secara khusus. Kebutuhan khusus ini dapat dilayani
dengan meyertai statemen keuangan umum (khususnya statemen laba-rugi) dengan berbagai
laporan penlengkap.

2.3. Konsep Laba Kovensional


Teori tentang laba masih harus dikembangkan dan dimantapkan agar dicapai interpretasi
yang tepat secara intutif maupun ekonomik sehingga angka laba akuntansi mempunyai
manfaat yang tinggi khususnya bagai investor dan kreditor. Hendriksen dan van Breda
(1992) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang sekarang berjalan (konvensional) masih
problematic secara teoretis. Laba akuntansi mempunyai beberapa kelemahan berikut :
a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantic dan jelas sehingga laba tersebut
secara intutif dan ekonomik bermakna.
b. Penyejian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa atau
residual
c. Prinsip akuntansi berterima umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba masih
mamberi peluang untuk terjadinya ketaktaatasasan (inkonsistensi) antar perusahaan
d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum
memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga
e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditor
memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih
bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang
mendesak.
Atas tujuan dan kelemahan laba akuntansi diatas, bab ini membahas dua spek pkok
teori laba yaitu (1) Interpretasi laba dan implikasinya dalam tiap tataran teori (2) Lingkup
laba atas kegiatan operasi dan teori entitas.

4
2.3.1. Konsep Laba dalam Tataran Semantik
Telah dibahas di Bab 1 bahwa teori akuntansi dapat dibahas dari sudut
semiotika yang terdiri atas tataran semantic, sintaktik, dan pragmatic. Karena
karakteristik laba, tia dapat dibahas dalam tiga tataran ini.
Konsep laba dalam tataran semantic berkaitan dengan masalah makna apa
yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada symbol atau elemen laba
sehingga laba bermanfaat (useful) dan bermakna (meaningful) sebagai informasi. Pada
tataran ini, teori berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah yang harus
direpresentasi oleh laba. Seperti teori tentang asset, realitas atau kegiatan entitas apa
yang harus direpresentasi oleh angka laba. Makna yang dikandung dalam laba
akhirnya harus diinterpretasi oleh pemakai. Pemaknaan laba secara sentaktik yaitu
pengukuran dan penyajiannya.

2.4. Pengukur Kinerja


Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam pelaporan
keuangan, dianggap bahwa mereka bahwa mereka berkepentingan dengan informasi masa
lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan dimasa datang. FASB, misalnya menetapkan
salah satu tujuan pelaporan keuangan sebagai berikut:
Financial reporting should procide information about an enterprise’s financial
performation about an enterprise’s performance provided... The primary focus of
financial reporting is information about an enterprise’s performance provided by
measures of earnings and its components… Financial reporting should provide
information about how management of an enterprise has management of an
enterprise has discharged its stewardship responsibility to owners (stockholders) for
the use of enterprise resources entrusted to it.
Tujuan diatas mensyiratkan bahwa laba peroda (earnings) dimaknai sebagai informasi
tentang kinerja masa lalu yang meliputi daya melaba (earning power), akuntabilitas, dan
efesiensi. Daya melaba dan efesiensi merupakan konsep yang saling berkaitan. Kinerja
perusahaan merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga laba dapat pula
diinterpretasi sebagai pengukur keefektifan dan keefesiensi manajemen dalam mengelola
sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Halnya ini dikemukakan oleh Paton dan Littleton
(1967) sebagai berikut:

5
Accounting exists primarily a means of computing a residuum, a balance, the
difference between cost (as efforts) and revenues (as accomplishment) for individual
enterprises. The difference reflects managerial effectiveness and is of particular significance
to those who furnish the capital and take the ultimate responsibility.
Pelaporan keuangan berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan atai daya
melaba suatu kesatuan usaha dengan sumber (asset) yang dikuasainya dalam suatu periode.
Daya melaba merupakan informasi semantic keuangan yaitu diharapkan dibawa oleh
informasi akuntansi melalui statemen keuangan yaitu objek (element), ukuran (size), dan
hubungan (relationship). Daya melaba akan mempunyai makna kalau laba dikaitkan dengan
perioda dan sumber daya yang digunakan. Jadi, untuk menentukan daya melaba, tiga
komponen harus diketahui yaitu laba, perioda, dan tingkat sumber daya (investasi). Laba
dapat diinterpretasi sebagai pengukur keefisienan (efesiensi) bila dihubungkan dengan tingkat
investasi karena efesiensi secara konseptual merupakan suatu hubungan atau indeks.
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran (output) tertinggi
dengan sumber daya terendah (minimum) yang dimungkinkan. Dalam akuntansi, laba
dimaknai dan diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi oleh investor dalam bentuk kembalian
atas investasi (return on investment atau ROI). Bagi manajemen, efisiensi dapat diinterpretasi
sebagai pengukur efisiensi pengginaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas asset
(return on assets atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga
(return on loan atau ROL). Jadi, angka laba itu sendiri tidak dihubungkan dengan tingkat
investasi atau tolok ukur atau patok duga (benchmark) tertentu misalnya
pendaptan/penjualan. Efisiensi perusahaan akan bermakna kalau dihubungkan dengan tolok
ukur diluar perusahan ,isalnya efisiensi perusahaan lain yang sejenis atau standar industri.
Jadi, laba dapat merepresentasi kinerja efisiensi karena laba menentukan ROI, ROA,
dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan usaha sangat kompleks, laba dipandang
cukup kaya (komprehensif) umtuk merepresentasikan pengukur efisiensi. Naman, validitas
pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaiman laba dan tingkat investasi diukur serta
dari sudut pandang siapa ,informasi efisiensi ditujukan. Sebagai analogi, indeks pretsi atau IP
mahasiswa dipandang cukup kaya untuk merepresentasi kinerja beljar mahasiswa. Akan
tetapi, validitas indeks tersebut sangat bergantung pada bagaimana IP tersebut diperoleh dan
diukur.

2.5. Konfirmasi Harapan Investor

6
Perekayasa pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk menyakinkan bahwa
harapan-harapan investor atau pemakai lainnya dimasa lalu tentang kinerja perusahaan
memang terrealisasi. Dengan demikian, laba dapat terinterpretasi sebagai sarana untuk
mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut. Asumsinya adalah para investor telah
menggunakan segala informasi yang tersedia secara public sebagai basis keputusan
investasinya melalui prediksi laba. Bila diasumsi bahwa pasar cukup efisien, laba yang
diprediksi investor harus mendekati atau sama dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini
terjadi, laba merupakan sarana untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor
diharapkan tidak berreaksi terhadap pengumuman laba.
Bila pasar tidak cukup efisien, angka laba justru ditunggu-tunggu investor sebagai
basis untuk mengambil atau mengubah keputusan. Dengan kata lain, laba diinterpretasi
sebagai sarana untuk menyampaikan informasi privat perusahaan sehingga laba harus
mempunyai kandungan informasi (information content) baru lebih dari apa yang telah
ditangkap oleh pasar. Dengan demikian, pasar diterorikan akan berreaksi terhadap
pengumuman laba.

2.6. Estimator Laba Ekonomik


Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatan suatu angka yang lebih bermakna
secara ekonomik dari pada sekerdar kenaikan atau penurunan kas dalam suatu periode.
Angka laba akan bermakna kalau tidak merepresentasi perubahan kemakmuran (wealth) atau
penciptaan nilai (value creation) sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha. Secara
teknis, perubahan kemakmuran atau nilai diwujudkan dalam kegiatan produktif (menghsilkan
barang dan jasa).
Dengan asas akrual, pengajruan (accruing) dan pengguhan (deferring) atas dasar
konsep upaya dan hasil serta konsep kos historis merupakan proses yang sangat lekat dengan
penentuan laba akuntansi. Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan
mendekati laba ekonomik perusahaan. Dengan demikian, laba akuntansi masih tetap
brmanfaat bagi investor yang mungkin lebih berkepentingan dengan laba ekonomik.
Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau kesatuan usaha
karena keperluan untuk menyajikan informs secara objektif dan terandalkan. Oleh karena itu,
laba akuntansi didasarkan pada data yang telah terjadi bukanya data hipotesis yang dapat
berupa kos kesempatan (opportunity cost). Pengertian ekonomik dari segi akuntansi adalah
kelayakan ekonomik (economic reasonableness) jangka panjang dan bukan penilaian

7
ekonomik (economic valuation) jangka pendek. Oleh karena itu, depresiasi dalam akuntansi
merupakan proses alokasi dan bukan proses penilaian.
Sementara itu, laba ekonomik adalah laba dari kaca mata investor karena keperluan
untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat subjektif bergantung
pada karakteristik investor. Dalam menilai investasinya, investor selalu mendasarkan diri
pada kos kesempatan yang diwujudkan dalam bentuk tingkat kembalian pasar (market rate of
return), laba dimata investor adalah tingkat kembalian internal (internal rate of return)
aliran-aliran kas dimana datang yang dapat dihasilkan seandainya investor menanamkan asset
ditempat lain (kos kesempatan). Di mata investor, penilaian asset lebih banyak didasarkan
pada informasi pasar yang berubah-ubah setiap saat dan dapresiasi dipandang sebagai proses
penilaian asset (penurunan nilai).
Perbedaan sudut pandang diatas menjadikan laba akuntansi berbeda dengan laba
ekonomik. Hendriksen dan van Breda (1992, hlm. 316) menyederhanakan perbedaan laba
akuntansi dan ekonomik atas dasar konsep depresiasi. Laba akuntansi dihitung atas dasar
depresiasi akuntansi (alokasi) dan laba ekonomik dihitung atas dasar depresiasi ekonomik
(penurunan nilai).
Selain perbedaan diatas, laba ekonomik berbeda dengan laba akuntansi karena pada
umumnya laba ekonomik memperhitungkan perubahan daya beli uang (perubahan harga
umum) dan perubahan harga spesifik asset. Daya beli uang di perhitungkan karena investor
lebih berkepentingan dengan kos kesempatan untuk menilai secara ekonomik investasinya.
Dalam hal ini, akuntansi juga berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi dengan cara
melengkapi seperangkat statemen pokok (kos historis) dengan laporan pelengkap untuk
menunjukan pengaruh harga dan daya beli.
Schroeder dan Clark (1998) menunjukan pembedaan laba oleh Bedford atas dasar
sifatnya menjadi laba psikik, real, dan uang. Laba psikik (psychic income) adalah laba yang
berupa kanaikan dalam pemuasan keinginan manusia. Laba ini dapat dirasakan maknanya
tetapi sulit dikuantifikasi secara umum karena kepuasan manusia bergantung pada tingkat
kemakmuran dan status social yang telah dicapai. Artinya, angka rupiah yang sama tidak
memberi kepuasan yang sama antara orang yang satu dan lainnya. Laba real (real income)
adalah laba yang berupa kenaikan kamkmuran ekonomik (economic wealth) dan menjadi
fokus pengukuran laba ekonomik. Laba uang (money income) adalah laba yang berupa
kenaikan satuan uang dalam suatu perioda tanpa memperhatikan pengaruh perbedaan daya

8
beli dan menjadi fokus pengukuran laba akuntansi. Jadi, laba akuntansi berkepentingan
dengan laba uang sedangkan laba ekonomik berkepentingan dengan laba real.
Laba akuntansi juga berbeda dengan laba ekonomik karena konsep dasar yang dianut.
Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha yang memandang asset sebagai sisa
potensi jasa sihingga kos historis menjadi basis pengukurannya. Sementara itu, laba
ekonomik dilandasi oleh konsep likuidasi yang melihat asset sebagai simpanan atau sediaan
nilai (store of value) setiap sehingga nilai sekarang menjadi basis pengukurannya. Dengan
demikian, laba dipandang sebagai perubahan nilai dalam suatu perioda.
Jadi, dari beberapa aspek, laba akuntansi memang dan harus berbeda dengan laba
ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi estimator atau indicator laba
ekonomik. Gambar dibawah ini meringkas perbedaan antara laba akuntansi dan laba
ekonomik.
Gambar 10.1
Perbandingan antara Laba Akuntansi dan Ekonomik
Aspek Pembeda Laba Akuntansi Laba Ekonomik

Sudut pandang pemaknaan Perekayasa akuntansi,


penyususn standar, atau
penyusunan statemen
keuangan Pemegang saham
Dasar pengukuran Kos kesempatan, nilai
Kos historis pasar, nilai likuidasi
Pengertian “ekonomik” Kelayakan ekonomik jangka Penilaian ekonomik jangka
panjang pendek
Makna depresiasi
Alokasi kos Penurunan nilai ekonomik
Unit pengukur
Rupiah nominal Daya beli
Sasaran pengukuran atau
sifat laba
Laba uang/nominal Laba real
Konsep dasar yang Kontinuitas usaha, asas
melandasi akrual Likuidasi, nilai tunai

9
Fungsi aset Sisa potensi jasa Simpanan/sediaan nilai

Pertanyaan teoretis selanjutnya adalah apakah akintansi juga harus menyajikan laba
ekonomik? Karena reliabilitas menjadi sasaran akuntansi, akuntansi tidak harus menentukan
laba ekonomik yang subjektif. Akan tetapi, akunatansi harus berusaha untuk menyajikan dan
memformulasi laba akuntansi yang dapat membantu investor dalam menentukan laba
ekonomik sesuai dengan persepsi para investor. Jadi, akuntansi cukup menyediakan
informasi laba daan aliran kas yang layak dan menyerahkan semua analisis dan perhitungan
laba ekonomik kepada investor atau pemakai lainnya. Hal ini sesuai dengan gagasan FASB
dalam merekayasa pelaporan keuangan sebagai berikut (SFAC No. 1, prg.41):
Investor, melalui analisis sekuritas, pada umumnya lebih mendasarkan diri pada laba
ekonomik untuk memprediksi aliran kas atau return saham perusahaan dimasa datang.
Analisis memandang bahwa laba akuntansi mengandung gangguan (noise) akibat penerapan
PABU yang dalam banyak hal tidak merefleksi realitas ekonomik (misalnya penggunaan kos
historis) atau akibat manajemen laba (earnings management). Oleh karena itu, kalau laba
akuntansi bebas dari gangguan dan mendekati laba ekonomik, kaba akuntansi akan menjadi
predikator yang andal juga. Dengan demikian, kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi
dan laba ekonomik akan menentukan kualitas laba akuntansi (earnings quality).

2.7 Makna Laba


Pembahasan dalam seksi ini masih merupakan bagian dari konsep laba pada tataran semantik.
Pemaknaan laba sebagai pengukuran efisiensi, konfirmasi harapan investor, dan estimator
laba ekonomik merupakan gagasan-gagasan untuk menemukan definisi (konsep atau makna)
laba yang tepat untuk tujuan akuntansi. Secara semantic, belum terdapat kesepakatan tentang
makna laba yang mantap yang menjadi basis akuntansi dalam jangka panjang. Hendriksen
van Breda (1992) mengemukakan kritik terhadap laba akuntansi sebagai berikut:
Ther is long-run theoretical basis for the computation and presentation of accounting
income.
Kritik diatas didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat banyak definisi atau makna
yang diletakkan pada simbol laba oleh berbagai sumber. Akan tetapi, masih belum dapat
diidentifikasi secara mantap makna manakah yang sebenarnya dianut atau harus dianut
akuntansi.sebgai basis pembahasan dan pencairan konsep laba, beberapa gagsan atau sumber
dibahs berikut ini:

10
FASB menetapkan laba (disebut laba komprehensif) sebagai elemen statemen
keuangan dan mendefinisinya sebagai berikut (SFAC No.6, prg.70):
Comprehensive income is the change In equity of a business enterprise during a
period from transaction and other events and circumstances from nonowner sources.
It includes all changes in equity during a period except those resulting from
investmen by owner and distributions to owners.
Sejalan dengan definisi diatas adalah apa yang dikemukakan Barton sebegaimana
dikutip oleh Godfrey, Hudgson, dan Holmes (1997) sebgai berikut:
After removing the effects of any additional capital contributions or withdrawls by
owners from the initial capital investment, the increase in net wealth is the income of
the period.
Dua definisi diatas membatasi laba dari sudut pandang pemegang saham redual
sehingga laba didefinisi sebagai perubahan/kenaikan ekuiditas atau aset bersih atau
kemakmuran bersih pemilik (pemegang saham) dalam suatu perioda yang berasal dari
transaksi operasi dan bukan transaksi modal (setoran dari dan distrinusi ke pemilik). Dari
sudut pandang perusahan sebagai entitas, Godfrey, Hudgson, dan Holmes (1997) juga
mengutip makna laba dari Bedford sebagai berikut:
It is the reward paid by the individuals to business entities for their productivity which
represents business income and therefore it is the reward… wgich acts as the
motivating force in a free market economy.
Laba dimaknai sebagai ombalan atas supaya perusahaan menghasilkan barang dan
jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan diatas biaya (kos total yang melekat
kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa). Pengertian ini sejalan dengan konsep
kesatuan usahsa yang dikemukakan Paton dan Littleon (1967) yang memandang laba sebagai
kenaikan aset perusahaan sebagai berikut:
The figure of income, in turn, expresses the amount of resources which may be drawn
upon (if in disponsinle form) to meet the interest charges, income taxes, and dividen
appropriations without impairment of capital surplus as of beginning of the period.
Laba adalah kenaikan aset dalam suatu periosa akibat kegiatan produktif yang dapat
dibagi atau didistribusi kepada kreditor, pemerintah, pemegang saham (dalam bentuk bunga,
pajak dan deviden) tanpa memperngaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham pemula. Sejalan
dengan pengertian yang diberikan Barton, ini berarti bahwa pengaruh akuitas akibat transaksi

11
modal (the effects of any additional capital contributions or withdrawls by owner) haru
dikeluarkan dari perhitungan laba.
Dengan nada yang sama, Schoroeder dan Clark (1998) mengutip pergertian laba dari
sudut pandang perorangan/individual yang dikarakterisasi (diberi karakter) oleh Hicks
sebagai berikut:
The pipose of income calculation in practical affairs os to give people an indication of
the amount they can comsume without impoverishing themselves,. Folloing out this
idea it would seem that we ought to define a man’s income as the maximum value
which he can consume during a week, and still expect to be as well off at the end of
the week as he at the beginning.
Karena sudut pandang individual, pengertian mengkonsumsi (to consume) disini
adalah menggunakan kenaikan kemakmuran untuk keperluan pribadi atau noninvestasi seprti
membeli baju, membelanjani isteri, atau membayar sekolah anak-anak. Pengertian di sini
akan sama dengan pengertian dari sudut pandang badan usaha (perusahaan) yang
dikemukakan Paton dan Littleton kalau kata mengkonsumsi diganti dengan mendistribusi
(to distribute) atau ditarik darinya (to be drawn upon) untuk didistribusi ked an digunakan/
dibelanjakan/dikonsumsikan untuk keperluan apapun oleh pihak pemegang pancang
(kreditor, pemerintah, dan pemegan saham)
Dari berbagai saham pengertian laba diatas, dapat disimpulkan bahwa laba secara
konseptual mempunyai karakterisik umum berikut:
a. Kenikan kemakmuran (wealth atau well-offness) yang dimiliki atau dikuasai suatu
entitas. Entitas dapat berupa perorangan/individual, institusi, badan, lembaga, atau
perusahaan.
b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu (perioda) sehingga harus diidentifikasi
kemakmuran awal dan kemakmuran akhir.
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang menguasai
kamkmuran asalkan kemakmuran awal dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih, aset, modal, pemegang saham, kekayaan,
investasi,sumber daya ekonomik, uang, atau apapun yang bernilai uang atau yang dapat
dinilai dengan uang. Kemakmuran tesebut secara umum disebut capital (capital). Capital
disini berbeda dengan modal karena modal mempunyai pengertian khusus dalam akuntansi
yaitu ekuitas pemegang saham. Bila istilah kipital digunakan, harus selalu dibayagkan siapa

12
yang mengusai atau memiliki. Gambar 10.2 dibawah ini melukiskan pengertian capital dari
berbagai sudut pandang dalam konteks pembahasan laba dan akuntansi.
Gambar 10.2
Pengertian Kapital Dalam Konteks Laba Akuntansi
Kapital bagi pihak yang
Capital bagi badan usaha mempunyai/menguasi
atau manahemen yang klaim (ditandai dengan
mengusai sumber ekonomik sertifikat utang,
Utang
ini (fisis atau financial). misalnya obligasi)
aset
Catatan: Ekuitas
Kapital bagi badan usaha
atau manajemen dapat Kapital bagi pihak yang
berupa aset total atau aset mempunyai/menguasai
bersih (net assets). klaim )ditandai dengan
Bila berupa aset total, sertifikat saham)
capital dapat dipandang
sebagai capital fisis atau
financial,. Bila berupa aset
bersih, capital bersifat
dinansial saja.

Bagi pemegang obligasi dan pemegang saham, klaim atas nilai yang tertanam
diperusahaan akan masuk klasifikasi yang disebut capital keuangan (financial capital). Bagi
perusahan, capital dapat diklasifikasi sebagai capital fisis (physical capital) kalau seluruh aset
dipandang sebagai himpunan kapasitas produktif atau dapat juga diklsifikasi sebagai capital
financial kalau seluruh aset dipandang sebagai nilai uang. Dalam bahsa investasi, capital
financial sering disebut juga dengan aset financial (financial asset) sedangkan capital fasis
disebut aset real (real asset).

1. Laba dan Kapital


Pembahasan laba tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan capital tetapi makna keduanya
harus dibedakan. Dengan mendasarkan diri pada pengertian capital yang dikemukakan oleh

13
Irving Fisher, Gendriksen dan van Breda (1992) membedakan lana dan capital sebagai
berikut:
Capital is a stock of wealth at an instant time. Income is a flow of services through
time. Capital is the embodiment of future services, and incime is the enjoyment of
these services over a specific period of time.
Pengertian semacam itu sejalan dengan implikasi konsep dasar kontinuitas usaha yang
dilukiskan dalam Gambar 5.6. capital dapat diasosiasi dengan sediaan atau potensi jasa (stock
concept). Jadi, laba adalah aliran potensi jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu
tertentu dengan tetap mempertahankan tingkat potensi jasa mula-mula.
Bila dianalogi dengan tanki air (resevoar), capital adalah kandungan air sampai level
tertentu pada suatu saat. Dalam suatu perioda, air dalam tanki akan diisi dan juga sekaligus
digunakan. Laba adalah aliran air yang keluar dari tanki (digunakan atau dinikmati untuk
berbagai keperluan rumah tangga) dalam suatu perioda dengan tetap mempertahankan
kandungan air di tanki pada level semula. Dalam hal kegiatan usaha, pengertian “dinikmati”
(to be enjoyed) adalah dikonsumsi, didistribusi, atau ditarik untuk keperluan pribadi atau
noninvestasi.
Berbada dengan tanki air yang kapasitasnya terbatas, kegiatan usaha biasanya
berkembang terus. Oleh karena out, laba tidak jaru selalu dinikmati tetapi dapat terus
tertanam di perusahaan sehingga menambah tingkat investasi. Kalau laba harus dinikmati
maka hal tersebut hanya dapat dilakukan sejauh tidak melampaui tingkat capital semula.
Pengertian laba semacam ini disebut laba atas dasar konsep pemertahankan capital semula
atau kemakmuran (capital atau wealth maintenance concept). Karakteristik umum laba ketiga
yang dibahas sebelumnya (karakteristik c) merupakan konsekuensi dianutnya konsep ini.

Konsep Pemertahanan Kapital


Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas (perusahaan atau investor) berhak
mendaoatkan kembalian/imbalan atau return dan menikmatinya setelah capital (investasi)
dipertahankan keutuhannya atau pulih seperti sedia kala (recovered). Harapan umum dalam
kegiatan bisnis adalah capital atau investasi yang tertanam selalu berkemabang. Konsep ini
mempunyai arti penting atau konsekuensi dalam beberapa hal yang saling berkaitan sebagai
berikut:
a. Membedakan antara kembalian atas investasi (return on investment) dan
pengembalian investasi (return of investment).

14
b. Memisahkan dan membedakan transaksi opeerasi (porduktif) dalam arti luas dengan
transaksi pendanaan dari pemilik (owner transactions).
c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung pengembalian
investasi. Artinya, kalau laba suatu perioda harus dikonsumsi/didistribusi seluruhnya,
jumlah tersebut harus benar-benar merefleksi jumlah yang memenuhi definisi laba
sehingga entitas mempunyai kemampuan ekonomik yang sama dengan kemampuan
mula-mula.
d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian capital (capital adjustment) untuk
mempertahankan kemampuan ekonomik (capital) awal perioda akibat perubahan
harga dan daya beli sehingga laba ekonomik akan terukur pula.
e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk menentukan tingkat
capital pada saat tertentu (awal dan akhir)
f. Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban (asset-liability approach)
secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati
angka laba akuntansi akan mendekati angka laba ekonomik. Laba didefinisi sebagai
perubahan aset bersih bukan sebagai antara pendapatan dikurangi biaya. Dengan kata
lain, laba merupakan selisih pengukuran/penilaian aset bersih pada dua titik waktu
yang berbeda.

Atas dasar berbagai uraian di atas, laba kemungkinan dapat didefinisi secara umum,
formal, dan semantic sebagai berikut:
Laba adalah tambahan ekonomik yang ditandai dengan kenaikan capital dalam suatu
perioda yang berasal dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau
ditarik oleh entitas penguasa/pemilik capital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik
capital mula-mula (awal perioda).

Definisi di atsa bersifat umum karena tidak membatasi entitas pada pemegang saham
saja tetapi entitas dapat berupa kreditor, badan usaha, individual, atau kesatuan usaha.
Definisi di atas juga menuntut pengukuran atau penilaian capital pada dua titik waktu (awal
dan akhir perioda) tetapi tidak membatasi bagaimana capital laba. Tentang bagaimana capital
dinilai merupakan masalah dalam tataran sintaktik yang akan dibahas berikut nanti.

Contoh Angka

15
Kasus hipotetis berikut digunakan untuk lebih memahami makna laba sebagaimana didefinisi
di atas. Pada awal perioda, suatu entitas memiliku capital berupa kas Rp.200 juta. Kas
tersebut digunakan untuk usaha yang pada akhir perioda dilikuidasi. Setelah itu, entitas
tersebut memiliki kas sebesar Rp250 juta. Pada awal perioda., indeks harga umu adalah 100
sedangkan pada akhir tahun indeks harga adalah 105. Berapakah laba entitas dengan konsep
pemertahanan capital? Untuk menjawab masalah ini, gambar 10.3 memperagakan makna laba
dalam kasus tersebut.
Gambar 10.3
Makna Laba Atas Dasar Konsep Pemertahanan Kapital

Nilai (juta rupiah)


H G
250 E F

210 Penyesuaian kapital

200 D C D C Kapital yang harus


Kapital yang harus
dipertahankan atas
dipertahankan atas dasar rupiah
daya beli
dasar rupiah nominal

Waktu
A B A B
Kapital Awal Kapital Akhir

Besarnya laba atas dasar konsep pemertahanan kapital bergantung pada dasar penilaian
kapital. Bila digunakan dasar kos historis (rupiah nominal), capital akhir sebesar ABCD
(Rp200 juta) dianggap cukup mempertahankan capital awal ABCD sehingga laba yang dapat
dikonsimsi adalah sejumlah DCGH (Rp50 juta). Bila digunakan dasar daya beli, kapital akhir
yang harus dipertahankan adalah ABFE (Rp210 juta) sehingga laba yang dapat dikonsumsi
adalah EFGH (Rp40 juta). DCFE merupakan penyesuaian kapital yaitu jumlah untuk
menjadikan kemampuan ekonomik akhir tetap sama dengan kemampuan ekonomik awal

16
perioda. DCFE buka merupakan laba karena kalau jumlah tersebut didistribusi maka entitas
dipertahamkan. Bila DCFE tetap dikonsumsi/didistribusi, jumlah tersebut merupakan
likuiditas atau pengembalian kapital (return of capital). Kembalian atas kapital (return on
capital) yang sesungguhnya adalah EFGH.

Konsep Laba dalam Tataran Sintaktik


Makna semantic laba yang dikembangkan diatas akhirnya harus dapat dijabarkan dalam
tataran sintaktik. Ini berarti konsep laba harus dioperasionalkan dalam bentuk standard an
prosedur akuntansi yang mantap dan objektif sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan
dalam statemen keuangan.
Salah satu bentuk penjabaran makna laba secara sintaktik adalah mendefinisi laba
sebagai selisih pengukuran dan perbandingan antara pendaptan dan biaya.dengan melihat
kembali Gambar 8.1 tentang pendapatan, masalah teoritis pendapatan dan biaya adalah
definisi dan pengukuran dalam arti luas. Definisi merupakan masalah pada tataran semantic.
Pengukuran dalam arti luas yang meliputi pengakuan, saat pengakuan, dan prosedur
pengakuan ditambah cara mengungkapkan (disclosures) merupakan masalah pada tataran
sintaktik. Bila laba didefinisi sebagai pendapatan dikurangi biaya, masalahnya adalah kapan
laba timbul sehingga harus diuku dan diakui? Pararel dengan masalah pengukuran
pendapatan, terdapat dua criteria atau pendekatan dalam pengukuran laba yaitu pendekatan
transaksi (transactions approach) dan pendekatan kegiatan (activities approach).

Pendekatan Transaksi

Dengan pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi (terutama
transaksi eksternal) yang kemudian terakumulasi sampai akhir periode. Karena laba didefinisi
sebagai pendapatan dikurangi biaya, pengukuran dan pengakuan pendapatan dan biaya dalam
suatu periode sebenarnya juga merupakan pengukuran dan pengakuan laba. Oleh karena itu,
pengukuran dan pengakuan laba juga akan pararel dengan criteria pengakuan pendapatan dan
biaya. Dengan demikian, pengakuan laba atas dasar pendekatan ini sama dengan pengakuan
pendapatan atas dasar criteria konsumsi manfaat (consumption of benefit). Beberapa transaksi
berikut sebenarnya merefleksi pengakuan laba.

17
Kas………………………………………………………………………………..
Rp. 100.000

Penjualan (Pelanggan Y)…………………………………..


Rp. 100.000

Kos Barang Terjual (Produk Y)………………………………………. Rp.


60.000

Sediaan Barang Dagangan………………………………..


Rp. 60.000

Biaya Gaji Administratif………………………………………………… Rp.


10.000

Biaya Gaji Pemasaran…………………………………………………… Rp.


11.500

Biaya Bunga………………………………………………………………….
Rp. 2.500

Kas…………………………………………………………………..
Rp. 24.000

Kas……………………………………………………………………………….
Rp. 2.000

Depresiasi Akumulasian- Mesin (X)…………………………….. Rp.


24.000

Mesin (X)………………………………………………………..
Rp. 25.000

Untung Penjualan Mesin (X)…………………………..


Rp. 1.000

18
Karena laba melekat pada pendaptan (penjualan), dengan pendekatan transaksi dapat
dikatakan bahwa laba timbul dan diakui pada saat penjualan atau pertukaran terjadi. Laba
akan terhitung setelah biaya yang diperkirakan mendatangkan pendapatan jasa juga akui
(konsep penandingan). Dengan contoh transaksi diatas, dapat dilihat beberapa keuntungan
pendekatan transaksi bagi akuntansi untuk pelaporan laba yaitu antara lain:

a. Komponen pembentuk laba bersih dapat dirinsi dengan berbagai basis antara lain atas
dasar produk atau pelanggan untuk kepentingan manajerial.
b. Laba yang berasal dari berbagai sumber/jenis transaksi (utama, tambahan, dan luar
biasa) dapat dipisahkan dan dilaporkan untuk kepentingan eksternal.
c. Perubahan aset dan kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui secara objektif
pada saat perubahan terjadi akibat transaksi penjualan (pendaptan) dan biaya dengan
pihak eksternal.
d. Jumlah rupiah serta jenis aset dan kewajiban secara automatis tersedia pada akhir
perioda. Jumlah rupiah yang tersedia (kos historis) dapat dijadikan basis untuk
penilaian berbagai aset dan kewajiban tanpa harus melakukan mempertimbangkan
perubahan nilai.
e. Karena perubahan nilai pasar aset tidak diakui, artikulasi antarstatemen keuangan
dapat dipertahankan. Ini berarti, pendapatan dikurangi biaya akan sama dengan
perubahan ekuitas pemegang saham. Namun demikian, perubahan nilai pasar aset
(misalnya sediaan) bila perlu dapat diakui pada akhir perioda sebagai penyesuaian.
Hal ini merefleksi penerapan konsep pemertahanan kapital.

Pendekatan Kegiatan

Dengan pendekatan ini, laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan
atau kejadian bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu. Pendekatan ini pararel
dengan konsep penghimpunan atau pembentukan perdapatan (earning process) sebagai basis
pengakuan pendaptan. Dengan konsep ini pendapatan (dengan sendirinya laba) dapat
dinyatakan telah terbentuk (earned) bersamaan dengan telah dilakukannya kegiatan operasi
perusahaan dalam arti luas (produksi, penjualan, dan pengumpulan kas).

19
Pendekatan ini mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen melakukan analisisis
internal. Berbagai konsep laba dapat diciptakan untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas
tiap kegiatan/bagian operasi, mengendalikan perilaku manajer divisi dengan sistem
pengendalian manajemen, dan menentukan kompensasi.

Dalam aplikasinya, kedua pendekatan diatas tidak berdiri sendiri tetapi saling melengkapi.
Laba tidak dapat diakui hanya atas dasar salah satu pendekatan. Itulah sebabnya, kriteria
pendapatan adalah terealisasi dan terbentuk. Artinya kedua kriteria harus dipenuhi. Oleh
karena itu, praktik akuntansi (dalam kaitan dengan laba) yang sekarang banyak dianut
sebenarnya merupakan kombinasi dari pendekatan transaksi dan pendekatan kegiatan.

Pendekatan Pemertahanan Kapital

Kedua pendekatan yang dibahas di atas sebenarnya mengikuti pendekatan pendapatan-biaya


(revenue-expense approach) dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (asset dan
kewajiban). Nilai asset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran pendapatan
dan biaya atas dasar penandingan.
Dengan konsep pemertahanan kapital, laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital
pada dua titik waktu yang berbeda. Dengan konsep ini, elemen statement keuangan diukur
atas dasar pendekatan asset-kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba adalah perubahan
atau kenaikan kapital dalam suatu periode. Dengan kata lain, laba adalah perbedaan nilai
kapital pada dua saat yang berbeda. Masalah teoritis dalam hal ini adalah bagaimana kapital
diukur atau dinilai dan bagaimana laba ditentukan. Seksi berikut membahas hal ini.
Pengukuran atau Penilaian Kapital
Pembahasan dalam seksi ini masih merupakan bagian dari pembahasan laba pada
tataran sintaktik. Pengukuran capital pada dua titik waktu menimbulkan masalah konseptual
karena dengan berjalannya waktu beberapa hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus di
pertimbangkan yaitu unit atau skala pengukur dan dasar pengukuran. Hal lain yang
menentukan cara menilai kapital adalah jenis kapital (fisis atau finansial) dan dasar penilaian.
Jenis Kapital
Telah disinggung dalam uraian Gambar 10.2 bahwa pengertian kapital harus dilihat dari
sudut pandang pihak yang menguasai kapital tersebut. Jenis kapital berkaitan dengan
karakteristik dan wujud kapital dari kacamata yang menguasai serta apa yang harus
dipertahankan untuk menentukan laba. Dalam hal ini terdapat dua jenis konsep kapital, yaitu
kapital finansial dan fisis:

20
1. Kapital Finansial
Kapital financial adalah klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang melekat
padanya tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut, tapi jika capital tersebut
berwujud fisis, itu merupakan instrument atau asset finansial. Pada umumnya, capital
finansial adalah kapital yang dikuasai pemegang saham atau obligasi. Dengan konsep
ini, laba atas kapital financial (return on financial capital) akan timbul bila jumlah
rupiah klaim finansial pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah klaim finansial
pada awal periode (setelah pengaruh transaksi pemilik/penguasa klaim selama periode
dikeluarkan. Dari sudut pandang pemegang saham suatu perusahaan, laba atau
kembalian atas kapital finansial akan timbul bila jumlah rupiah aset bersih (net assets)
pada akhir jumlah periode melebihi jumlah rupiah aset bersih pada awal periode (tentu
saja setelah pengaruh transaksi pemilik dikeluarkan). Dengan pendekatan ini, yang harus
dipertahankan dalam penentuan laba adalah nilai ekonomik dalam arti nilai tukar
kapital.
Kapital finansial dari sudut badan usaha adalah jumlah rupiah yang melekat pada asset
total badan usaha tanpa memandang jenis atau komponen asset. Laba atau kembalian
atas kapital finansial akan timbul bilamana jumlah rupiah aset pada akhir periode
melebihi jumlah rupiah aset pada awal periode (tentu saja telah terpengaruh transaksi
ekuitas dan utang dikeluarkan). Dalam analisi statemen keuangan tradisional, tingkat
pengembalian kapital finansial ini dinyatakan sebagai tingkat pengembalian atas aset
total atau rate of return on assets (ROA), yang rumusnya sebagai berikut :
Laba bersih + Biaya bunga
𝑅𝑂𝐴 =
Aset total rata − rata
Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah pinjaman yang tertanam
di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman ditambah bunga yang menjadi hak kreditor
selama periode merupakan kapital akhir. Dengan demikian, bunga yang menjadi hak
kreditur merupakan laba kreditor.
2. Kapital Fisis
Kapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang
sebagai kapasitas produksi fisis (physical productive capacity) yaitu kemampuan
menghasilkan barang dan jasa. Dalam konteks akuntansi, entitas yang dimaksud adalah
badan usaha yang dijalankan oleh manajemen. Kapital fisis secara umum tidak relevan
dari sudut pandang investor dan kreditor. Dengan konsep ini, laba atas kapital fisis
(return on physical capital) akan timbul bila kapasitas produksi fisis pada akhir suatu

21
periode melebihi kapasitas produksi fisis pada awal periode. Yang harus dipertahankan
dalam menentukan laba adalah kapasitas produksi fisis (tentu saja setelah pengaruh
transaksi ekuitas dan utang di keluarkan).
Laba pada akhirnya harus dinyatakan dalam jumlah rupiah. Oleh karena itu, kapsitas
produksi fisis akhirnya harus dinyatakan dalam jumlah rupiah pula. Dengan konsep ini,
kapital dapat dipertahankan kalau aset nonmoneter diukur atas dasar kos sekarang
(current cost) atau kos pengganti (replacement cost) pada saat pengukuran/penilaian.
Selisih antara kos akhir dengan kos sekarang awal (atau kos historis) merupakan
jumlah rupiah penyesuaian untuk mempertahankan kapital sehingga tidak masuk
sebagai bagian dari laba.
Perbedaan utama antara kedua konsep diatas adalah perlakuan terhadap pengaruh
perubahan harga ata aset yang ditahan atau kewajiban yang ditanggung selama suatu
periode seandainya pengaruh tersebut diakui. Dalam konsep kapital finansial, pengaruh
perubahan akan diakui sebagai untung atau rugi menahan atau penahanan (holding
gains or losses) dan dilaporkan melaui statemen laba-rugi. Dalam konsep fisis,
pengaruh perubahan diakui sebagai penyesuai kapital (capital adjustment) dan tidak
masuk dalam statemen laba-rugi.
Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah unit pengukuran yang dapat dilekatkan pada suatu objek
sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar kecilnya dari objek yang lain atas dasar unit
pengukur tersebut. dalam teori pengukuran, dikenal empat macam skala pengukuran yaitu
kategoris/nominal, ordinal, interval, dan rasio. Pengukuran dalam akuntansi bersifat rasio
karena angka nol menunjukan ketiadaan atau kekosongan nilai (devoid of value).
Karena kapital harus dinyatakan dalam satuan uang atau moneter sementara nilai satuan uang
dapat berbeda antara waktu, skala satuan uang mana yang akan dipakai untuk mengukur
kapital? Dengan kata lain skala satuan uang (rupiah) mana yang dipakai.
Skala Nominal
Skala nominal atau lebih tepatnya skala rupiah nominal adalah satuan rupiah
sebagaimana telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya
waktu akibat perubahan kondisi ekonomik. Dengan kata lain, jumlah rupiah untuk waktu
yang berbeda dianggap homogenus atau berdaya beli sama sehungga dapat saling
dijumlahkan atau dikurangkan. Karena nilai rupiah dianggap konstan sepanjang masa,
akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi dengan asumsi nilai rupiah

22
konstan yang di Amerika disebut “constant dollar accounting”. Pengukuran dengan skala
rupiah nominal lebih menitikberatkan pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya beli.
Karena dalam kenyataannya nilai satuan uang berubah karena inflasi, pengukuran atas dasar
skala rupiah nominal mengandung kelemahan. Bila jumlah rupiah diwaktu yang berbeda
ditambahkan (misalnya Rp10.000 ditahun 2000 ditambah Rp10.000 ditahun 2004), hasil
penjumlahan (Rp20.000) sebenarnya tidak bermakna lagi karena dua skala yang berbeda
telah ditambahkan. Penambahan semacam ini sering disebut adding oranges and apples.lima
jeruk ditambah lima apel tidak sama dengan 10 jeruk dan apel.
Kam (1990, hlm.200-201) mengibaratkan uang sebagai meteran atau tongkat pengukur
(measuring stick) nilai suatu objek. Namun, nilai uang berubah sehingga objek yang sama
yang diukur dengan nilai uang yang berbeda (skala berbeda) dapat menghasilkan angka
rupiah atau nilai yang berbeda. Perbedaan skala ini dilukiskan Kam dalam Gambar 10.4 di
bawah ini.
Gambar 10.4
Skala rupiah nominal sebagai meteran

23
Seandainya terjadi inflasi menerus selama 1995-2000, meteran dengan skala rupiah nominal
sebenarnya telah mengerut (warped) seperti tampak pada gambar diatas. Bila suatu objek
yang sama diukur dengan meteran yang berbeda, angka hasil pengukuran berbeda walaupun
nilai ekonomiknya sama. Misalnya jarak AB menggambarkan nilai ekonomik suatu objek,
pengukuran dengan dua meteran yang berbeda skalanya akan memberi angka pengukuran
yang berbeda yaitu Rp2 dengan meteran 1995 dan Rp 3,30 denganmeteran 2000.
Skala Daya Beli
Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala daya beli konstan
merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal. Dengan skala ini, rupiah
nominal dinyatakan kembali dalam bentuk rupiah daya beli atas dasar indeks harga tertentu.
Karena unit pengukur dinyatakan dalam rupiah daya beli yang sama, penambahan hasil
pengukuran akan memberi hasil yang bermakna.
Perubahan skala pengukuran dari rupiah nominal ke rupiah daya beli secara substantive tidak
berpengaruh terhadap laba sebagai perubahan nilai ekonomik kapital. Yang berubah adalah
skala pengukurnya sebagai mana tambahan berat seseorang dalam suatu periode tidak akan
berubah hanya karna pengukurnya diubah dari kilogram menjadi pon.. Walaupun demikian,
pengukuran dengan rupiah daya beli akan menimbulkan untung atau rugi daya beli
(purchasing power gains or losses), terutama kalau suatu entitas menahan asset moneter.
Dasar atau Atribut Pengukuran
Seperti aset, kapital dapat diukur atas dasar berbagai atribut sebagaimana telah
diringkas dan ditunjukan dalam Gambar 6.4 dan 6,7 tentang penilaian aset. Walaupun banyak
atribut atau dasar penilaian yang dapat digunakan, di sini hanya akan dibahas dua dasar
penilaian penting yang berpaut dengan penentuan laba, yaitu kos historis (historical cost) dan
kos sekarang (current cost) yang keduanya merupakan nilai masukan (input value)

Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang telah
tercatat dalam system pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos tersebut objektif
dan dapat diuji kebenaranya (verifiable).
Masalah kos historis hendaknya dibedakan dengan skala rupiah nominal. Kos historis
berkaitan dengan masalah pilihan jumlah rupiah mana yang akan dilekatkan pada elemen
statemen keuangan sedangkan skala nominal berkaitan dengan pilihan unit pengukur yang
akan digunakan. Dengan demikian, dapat saja dasar pengukuran tetap historis tetapi skala

24
yang digunakan adalah skala rupiah daya beli. Dengan kata lain, kalau digunakan kos historis
sebagai dasar penilaian tidak dengan sendirinya skala yang digunakan adalah skalah rupiah
nominal.
Kos Sekarang
Kos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang (current input cost)
menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang
oleh unit usaha untuk memperoleh asset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya
yang setara (ekuivalennya). Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang yang
sekarang digunakan kesatuan usaha sehingga harga pertukaran akan menggambarkan dengan
tepat nilai asset bersangkutan.
Selisih antara kos historis dan kos sekarang harus dibedakan dengan selisih akibat
dijabarkannnya rupiah nominal menjadi rupiah daya beli.Kos sekarang berbeda dengan kos
historis bukan karena perubahan harga umum tetapi karena perubahan selera, teknologi, dan
fungsi. Sebagai contoh, harga handphone jenis tertentu dapat menjadi lebih murah beberapa
waktu kemudian meskipun terjadi inflasi.haltersebeut dapat terjadi karena selera dan
teknologi berubah. Demikian juga, suatu jenis sepeda motor bekas tertentu menjadi lebih
mahal dari model baru karena sepeda motor bekas tersebut dipersepsi sebagai barang antik
yang diburu banyak orang. Jadi, penggunaan kos sekarang masih tetap dapat dilakukan atas
dasar skala rupiah nominal.
Pengukuran Laba dengan Mempertahankan Kapital
Adanya tiga factor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian) yang saling
berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau basis penilaian kapital. Tiap
pendekatan sebenarnya merefleksikan kombinasi antara ketiga faktor yang dipertimbangkan.
Pengukuran laba akan dibahas disini masih bersifat konseptual karena belum menunjukan
prosedur akuntansi dan cara menyajikannnya. Pembahasan lebih lanjut tentang hal ini nanti
diberikan di bab12. Tujuan pembahasan disini adalah untuk menggambarkan atau merasakan
makna laba secara umum sebagai perubahan kapital atas dasar konsep pemertahanan kapital.
Berbagai pendekatan penilaian kapital dibahas dan disarankan oleh banyak penulis. Oleh
karena itu, terdapat juga berbagai pengukuran laba sebagai hasil penilaian kapital pada dua
waktu yang berbeda. Pendekatan yang dimaksud disini adalah cara atau prosedur untuk
mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan penilaian kapital dan
implikasinya terhadap penentuan laba antara lain:
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash flow)

25
2. Penilaian pasar atas asset bersih perusahaan (market valuation of the firm)
3. Setara kas sekarang (current cash equivalen)
4. Harga masukan historis (historical input prices)
5. Harga masukan sekarang (current input prices)
6. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant purchasing power)
Kapitalisasi Aliran Kas Harapan
Pendekatan ini berpaut dengan pengukuran laba dari kaca mata pemegang saham atau
investor sebagai entitas. Oleh karena itu, kapital disini adalah kapital finansial berupa
investasi yang tertanam di perusahaan yang menjadi klaim pemegang saham.
Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan konsep ini, akan di tentukan
nilai kapitalisasian (capitalized value) investasi pemegang saham pada awal dan akhir
periode. Nilai kapitalisasian adalah nilai diskonan (discounted value) atau nilai sekarang
semua aliran kas masa akan datang dari investasi selama periode yang diharapkan
investor. Aliran kas ini berupa deviden kas periodik dan kas hasil penjualan atau likuidasi
seluruh investasi akhir periode yang diharapkan. Bila tidak ada pembagian deviden, aliran
kas adalah kas yang akan diterima seandainya sebagian investasi dijual secara periodik
sebanyakan kenaikan nilai investasi.
Dalam hal ini, laba merupakan selisih nilai kapitalisasian awal dan akhir periode. Tentu
saja untuk dapat menghitung nilai kapitalisasian harus diketahui aliran kas harapan riap
peiode, faktor kapitalisasi, dan jangka investasi. Faktor kapitalisasi didasarkan pada
tingkat kembalian harapan (expected rate of return) yang biasanya merupakan kos
kesempatan investasi.
Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah aliran kas yang diharapkan diterima oleh pemegang
saham dari investasinya pada tiap akhir tahun selama empat tahun. Pada akhir tahun ke
empat, investor mengharapkan untuk menjual/melepas seluruh investasinya. Pada akhir
tahun ke empat, investasi dijual seluruhnya atau perusahaan dilikuidasi dan investor
mendapatkan pengembalian investasi.
Tahun 1 ..................................................... Rp 6.000.000
Tahun 2 ..................................................... 9.000.000
Tahun 3 ..................................................... 12.000.000
Tahun 4 ..................................................... 18.000.000
Dianggap aliran kas tahun 1 sampai 3 berasal dari deviden dan aliran kas tahun 4 berasal
dari deviden ditambah hasil penjualan atau pengembalian seluruh investasi. Investor

26
mengharapkan tingkat kembalian 20%. Atas dasar tersebut, nilai kapitalisasian tiap akhir
tahun dapat ditentukan dengan menjumlah nilai sekarang (NS) semua aliran kas masa
datang sebagai berikut:
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 :
NS aliran kas tahun 1 : Rp 6.000.000 x 0,8333 = Rp 5.000.000
NS aliran kas tahun 2 : Rp 9.000.000 x 0,6944 = Rp 6.250.000
NS aliran kas tahun 3 : Rp 12.000.000 x 0,5787 = Rp 6.944.400
NS aliran kas tahun 4 : Rp 18.000.000 x 0,4832 = Rp 8.680.600
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 (awal tahun 2):
NS aliran kas tahun 2 : Rp 9.000.000 x 0,8333 = Rp 7.500.000
NS aliran kas tahun 3 : Rp 12.000.000 x 0,6944 = Rp 8.333.300
NS aliran kas tahun 4 : Rp 18.000.000 x 0,5787 = Rp 10.416.700
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 26.250.000
Nilai kapitalisasian akhir tahun ditambah aliran kas yang diterima pada akhir tahun
mempresentasikan nilai kapital bagi investor pada tiap akhir tahun tersebut. Laba adalah
selisih nilai kapital awal dan akhir tahun. Dengan contoh diatas, laba tahun 1 dapat dihitung
sebagai berikut :
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 26.250.000
Kas diterima pada akhir tahun 1 6.000.000
Nilai kapital akhir tahun 1 32.250.000
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000
Laba Tahun 1 5.375.000
Laba untuk tahun 2 dan 3 dapat dihitung dengan cara yang sama. Dianggap investor tidak
mengubah harapannya tentang aliran kas serta tingkat kapitalisasi (rate of return) tiap akhir
tahun dan kas yang diterima dibelanjakan untuk konsumsi noninvestasi. Gambar 10.5
menyajikan diagram penilaian kapital dan penentuan laba untuk kasus diatas.
Gambar 10.5
Penilaian kapital dan penentuan laba

27
Laba menurun karena dianggap kas yang diterima investor tidak di reinvestasi tetapi di
konsumsi dan tidak ada perubahan harapan karena kasus dianggap berjalan dalam kondisi
kepastian. Contoh ini juga tidak realistik karena dianggap tidak ada lagi aliran kas setelah
tahun ke empat yang berasal dari alternatif investasi ditempat lain sehingga nilai
kapitalisasian nol.
Walaupun distribusi kas diharapkan Rp6.000.000, laba untuk tahun 1 hanya Rp5.375.000.
artinya, kalau pemegang saham ingin mempertahanka tingkat kemakmurannya dan sekaligus
menikmati aliran kemakmuran tersebut, jumlah kemakmuran yang dapat dinikmati hanyalah
Rp5.375.000. jumlah ini menunjukan kenaikan total nilai kapitalisasian (level kemakmuran)
dan besarnya akan sama dengan 20% tingkat kapitalisasi awal. Dengan kata lain, jumlah
tersebut menunjukan bunga atau tingkat kembalian investasi pemilik. Selisihnya merupakan
jumlah untuk mempertahankan kapital.
Agar realistik, aliran kas masa datang mestinya tidak dibatasi hanya empat tahun tetapi tidak
terbatas (konsep kontinuitas usaha) dan tiap akhir tahun dilakukan antisipasi baru terhadap
aliran kas masa datang. Oleh karena itu, nilai kapitalisasian harus dihitung atas dasar formula
perpetuitas.
Dari kacamata perusahaan atau manajemen, uraian diatas dapat diterapkan dengan mengganti
kapital dengan aset bersih yang merefleksi nilai perusahaan (value of the firm). Aliran kas
dipandang sebagai laba tunai masa akan datang. Karena dapat dikatakan bahwa pemegang
saham memiliki perusahaan maka kapital bagi manajemen juga akan sama dengan kapital
bagi pemegang saham hanya berbeda dari sudut pandang saja. Kenaikan aset bersih
perusahaan merupakan laba yang dapat di distribusi dalam bentuk deviden kas. Paralel
dengan perhitungan laba oleh pemegang saham diatas, bila harapan manajemen sama dengan
harapan investor, laba perusahaan tahun1 dapat di hitung sebagai berikut:
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 26.250.000
Pembagian laba (deviden kas) pada akhir tahun 1 6.000.000
Nilai perusahaan akhir tahun 1 sebelum deviden 32.250.000

28
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000
Laba perusahaan Tahun 1 5.375.000
Laba perusahaan Rp5.375.000 diatas menunjukan laba yang dapat didistribusi tanpa
mempengaruhi kapital (aset bersih) awal. Bila perusahaan membagi deviden kas sebesar
Rp6.000.000 maka aset bersih awal akan berkurang sebesar selisihnya. Selisih ini sebenarnya
menggambarkan likuidasi atas pengembalian kapital (return of capital) seperti dijelaskan
dalam uraian gambar 10.
Walaupun konsep kapitalisasi mempunyai keunggulan dalam pengukuran laba yang
mendekati laba ekonomik, sistem pembukuan perusahaan mungkin tidak mendukung
pengoperasian konsep ini. Dengan kata lain konsep ini tidak praktis dan operasional.
Beberapa keberatan yang diajukan terhadap konsep ini antara lain:
1. Tarif kapitalisasi yang digunakan dimata perusahaan tidak selalu sama dengan tarif
menurut persepsi investor. Hal ini disebabkan persepsi dan preferensi resiko pemakai
laporan tidak dapat diketahui dengan pasti sehingga tarif kapitalisasi yang digunakan
perusahaan sering tidak merefleksi resiko yang melekat pada investasi. Dengan
demikian informasi laba yang disajikan mungkin tidak relevan bagi pemakai atau
bahkan menyesatkan.
2. Angka laba yang dihasilkan tidak intuitif karena komponen-komponen pembentuknya
tidak tampak.
3. Konsep ini terlalu menekankan pada nilai waktu uang dan aliran kas dan
mengabarkan faktor-faktor ekonomik yang lain.
4. Informasi tentang operasi dan efisiensi manajemen perusahaan tidak dapat terungkap
melalui laporan laba rugi.
5. Karena laba dihubungkan dengan harapan-harapan masa mendatang, informasi yang
disajikan kurang mempunyai daya konfirmasi terhadap harapan-harapan masa yang
lalu. Dengan kata lain nilai balikan (feedback value) sebagai kualitas informasi tidak
diperoleh.
6. Karena semua informasi yang digunakan dalam menghitung laba didasarkan pada
prediksi yang sering tidak konsisten dari periode ke periode. Informasi laba tidak
dapat diverifikasi sehingga kurang dapat diandalkan.

Penilaian pasar atas perusahaan

29
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini merupakan
alternatif kapitalisasi aliran kas. Kapital diukur atas dasar berapa jumlah rupiah yang investor
bersedia membayar untuk seluruh kekayaan perusahaan di kurangi seluruh kewajiban.
Penilaian ini dimaksudkan untuk menghilangkan subjektifitas penyaji laporan keuangan.
Penilaian ini diserahkan kepada pihak lain dengan harapan penilaian tersebut objektif.
Walaupun demikian, subjektivitas investor tetap berperan sehingga hasil penilaian dapat
berbias.
Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan alternative penilaian
yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara volume saham yang beredar dengan harga
pasar saham pada awal dan akhir periode. Cara ini sering dianggap lebih unggul dari
kapitalisasi dalam hal keterujiannya. Disamping itu, harga saham pasar dianggap telah
merefleksi resiko yang melekat pada investasi dan kondisi ekonomi yang melingkupi.
Setara kas sekarang
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran adalah
gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi jumlah rupiah setara
tunai semua utang. Jumlah rupiah setara tunai ini didasarkan atas harga pasar penjualan pos
aset secara individual yang dimiliki/dikuasai perusahaan. Untuk dapat mengukur laba, tentu
saja perubahan aset atau utang akibat transaksi pendanaan harus dikeluarkan.
Berbeda dengan penilaian pasar atas perusahaan yang di bahas sebelumnya, penilaian
ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual. Ini berarti bahwa
harga pasar dianggap sebagai nilai kesempatan (opportunity value). Jumlah rupiah penilaian
atas dasar ke dua pendekatan tersebut dapat berbeda khususnya kalau ada goodwill yang
melekat pada perusahaan secara keseluruhan kemungkinan lebih tinggi dari gungungan harga
pasar tiap-tiap jenis aset.
Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk tiap jenis asettidak selalu ada
sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekedar taksiran (bahkan mungkin
merupakan nilai likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar sebagai pembanding.
Kalau akhirnya semua harga pasar sekarang merupakan nilai likuidasi, laba yang diperoleh
adalah laba seandainya perusahaan dilikuidasi tiap akhir periode. Secara teknis, hal ini akan
sukar untuk dilaksanakan dalam sistem akuntansi perusahaan dan bertentangan dengan
konsep kontinuitas usaha. Oleh karena itu, keterandalan nilai kapital dengan pendekatan ini
boleh jadi tidak setinggi kos historis.
Laba dan Harga Saham

30
Kebermanfaatan laba dapat antara laba dan harga saham bahwa laba merupakan
prediktor aliran kas investor yang dibahas di atas sebenarnya menunjukkan bahwa laba
menentukan harga saham. Aliran kas datang ke investor digunakan untuk menentukan apa
yang disebut nilai intrinsik (intrinsic value) sekuritas atau saham." Jones (1998) mendefinisi
nilai intrinsik sebagai berikut:

The intrinsic value of an asset is that value that exists when the asset is correctly
calued its "true" value based on the capitalization of income process value is simply the
preserst value concept used in a financial context

Nilai intrinsik ini pada akhirnya akan menentukan yang terjadi modal pada saat
tertentu. Investor atau saham dan harga pasar sekarang menengarai terjadi salah harga
mengaktifkan perdagangan antara nilai intrinsik harga pasar sekarang (NPS), strategi
investasi digambar kan sebagai berikut :

Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus dibeli

atau ditahan bila telah dimiliki.

Bila NI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus

dihindari, dijual bila telah dimiliki, atau lakukan short sale.

Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai lebih benar dan terjadi ekuilibrium harga.

Analisis di atas terjadi pada level investor secara individual. Karena ketidak pastian
masa datang dan investor berbeda dalam terhadap risiko, dan tarif diskon yang diharapkan,
maka akan ada intrinsik yang berbeda-beda untuk sekuritas yang sama. Hal ini menjelaskan
mengapa untuk sekuritas tertentu sebagian investor bersedia menjual dan sebagian lainnya
bersedia membeli. Sebagian investor berpikir telah terjadi harga lebih (over price) dan bagian
lainnya berpikir terjadi harga kurang (underprice). Harga pasar akhirnya merupakan nilai
intrinsik konsensus. Hal penting yang dalam uraian ini adalah bahwa laba akuntansi akan
menentukan harga saham sehingga bermanfaat bagi investor.

Perkontrakan Efisien

Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian atau


turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai aspek dan

31
implikasi hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah hubungan antara prinsipal
(principal) dan agen (agent) yang di dalamnya agen bertindak atas nama dan untuk
kepentingan prinsipal dan atas tindakannya (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan
tertentu. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kontrak. Dalam teori
keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi
selalu berusaha memenuhi kontrak. Kontrak dikatakan efisien apabila mendorong pihak yang
berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan pihak mendapatkan
hasil (outcome) yang paling optimal dari berbagai kemungkinan alternatif tindakan yang
dapat dilakukan agen. Kontrak efisien adalah kontrak yang tidak banyak menimbulkan
persengketaan dan yang mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang
diperjanjikan.

Dalam konteks pelaporan keuangan, hubungan antara investor dan manajemen dapat
dikarakterisasi sebagai hubungan keagenan pemegang saham sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Dengan demikian, perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan
teori keagenan ini apapun makna semantik laba dan apapun kelemahan laba akuntansi, dalam
kenyataanya mempunyai dampak keperilakuan dalam dunia nyata. Secara empiris dapat
ditunjukkan bahwa banyak sekali kontrak yang di dalamnya memuat pasal yang
mensyaratken laba sebagai unsur kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, aspek
pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan bahwa kontrak akan
efisien kalau akuntansi menjadi kriteria dalam kontrak tanpa memandang aspek semantik
(makna) laba tersebut. Gagasan ini didasari oleh kenyataan empiris bahwa masyarakat
umumnya bersedia memenuhi aturan main apapun yang dipilihnya tanpa memperhatikan
apakah aturan tersebut masuk akal. Secara pragmatik, banyak kontrak yang memasukkan laba
akuntansi sebagai hal yang harus dipenuhí tanpa memperhatikan apa makna dan bagaimana
laba akuntansi dihitung. Jadi, laba akuntansi mempunyai manfaat karena secara pragmatik
tiadak dijadikan alat untuk mencapai kontrak yang efisien (optimal).

Pengendalian Manajemen

ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor atau
pihak tetapi juga antara para perusahaan. Kontrak merupakan salah satu contoh kontrak
internal. Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan untuk
mengendalikan perilaku para partisipan dalam perusahaan. Dalam tataran pragmatik, laba
digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting

32
dalam sistem pengendalian manajemen (management control system). Sistem dirancang
untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan
dirinya atau divisinya (self interest) tetapi pada saat yang sama kepentingan perusahaan
secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini tercapai, terjadilah apa disebut keselarasan
tujuan (goal congruence). Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara
mengaitkan kompensasi dengan pengukur kinerja. Pengendalian akan efektif apabila manajer
mempunyai bahwa laba sebagai pengukur kinerja benar-benar laba yang diakibatkan tindakan
atau upayanya (actions and efforts). Oleh karena itu, dalam pengendalian manajemen terdapat
berbagai tingkat laba dengan berbagai sebutan pengukur kinerja manajer. Anthony dan
Govindarajan (1998) melukiskan berbagai tingkat dan sebutan laba untuk pengukuran
manajer dalam Gambar 10.7 halaman berikut. Penyajian laba seperti gambar tersebut relevan
untuk divisi diperlaku kan sebagai pusat laba (profit center). Laporan tersebut lebih ditujukan
untuk menunjukkan kinerja manajemen (management performance) dari pada kinerja
ekonomik (economic performance) pusat laba sebagai suatu entitas. Kinerja ekonomik harus
memperhitungkan alokasi ke pusat laba termasuk porsi overhead kantor pusat. Masalah
teoretisnya adalah manakah sublaba (margin penjualan, margin kontribusi, atau laba bersih)
yang dijadikan dasar untuk meng- ukur kinerja manajemen agar tercapai kongruensi tujuan?

Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal yang


memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi, secara
pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen. Hal memberi indikasi bahwa
laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.

Teori Pasar Efisien

Telah disinggung Bab 1 bahwa teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya


pada pengaruh terhadap perubahan perilaku pemakai. Perekayasa akuntansi menyediakan
informasi tertentu agar pemakai bereaksi dan bertindak ke arah yang diharapkan demi
kepentingan luas (negara). Apakah informasi sampai ke ditujukan diinterpretasi tepat
merupakan masalah keefektifan komunikasi. Apakah akhirnya pihak yang dituju informasi
memakai informasi tersebut untuk dasar pengambilan keputusan merupakan masalah ke
bermanfaatan (usefulness) informasi. Jadi, kebermanfaatan informasi akan menentukan
keefektifan pencapaian tujuan pelaporan keuangan.

33
Seksi ini membahas apakah para pemakai statemen menggunakan laba pengambilan
dan apakah mempengaruhi perilaku (khususnya investor). langsung pemakai apakah mereka
menggunakan angka laba akuntansi merupakan cara untuk mengetahui kebermanfaatan
kelemahan cara ini pemakai tidak selalu dapat menjelaskan proses atau pengambilan
keputusannya sehingga jawabannya lebih banyak bersifat intuitif. Kelemahan lain bahwa
pertanyaan diajukan kepada pemakai secara kemudian hasilnya diagregasi sehingga dinamika
pemakai secara kelompok tidak tertangkap. karena pemakai individual mempunyai perspektif
kepentingan berbeda-beda, cara ini kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermanfaatan
laba. Cara lain adalah menerapkan konsep yang dikemukakan Lev (1989) bahwa kelau para
pemakai secara bersama bertindak seakan-akan menggunakan informasi tertentu, maka
informasi tersebut dapat dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat merepresentasi para
pemakai informasi secara bersama. Pasar sarana untuk mempertemukan pengguna dana dan
penyedia dana (pemodal) serta sarana untuk memperjual-belikan surat-surat berharga
khususnya saham.

Variabel penting pasar modal adalah harga saham (stock price), voluma perdagangan
saham, return atau kembalian saham, dan indeks harga saham gabungan HSG Pelaku pasar
modal biasanya selalu mengikuti hurga saham dan mencari informasi tentang perusahaan
untuk menentukan saham. Oleh karena itu, reaksi pasar modal terhadap informasi dapat
digunakan untuk mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi. Hubungan antara
informasi dan harga saham dibahas dalam konteks yang disebut efisiensi pasar (market
efficiency) atau hipotesis pasar efisien (efficient hypothesis). Beaver (1989) mendefinisi
efisiensi pasar sebagai berikut:

security market to be efficient with respect information if only if the as if everyone


observes the from that informa system. In words, prices act if there is universal knowledge of
information. have this property, they "fully reflect" the information yetem Chlm.

Efisiensi pasar juga berkaitan dengan kecepatan suatu signal dicerna dan refleksi
dalam harga saham. Jones (1998) menegaskan sebagai berikut: An efficient market is one in
which the prices of all securities quickly fully reflect available information about the assets.

Kedua definisi di atas menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus dikaitkan dengan
sistem informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi dengan segala regulasi yang berlaku
dalam lingkup beroperasinya pasar modal. Sistem informasi menghasilkan sehimpunan

34
informasi bagi pasar untuk menentukan saham. Pasar dikatakan efisien dalam kaitan
informasi atau signal tertentu hanya jika harga saham berperilaku seakan-akan semua pelaku
pasar menangkap signal tersebut dan segera merevisi harga saham harapannya (tercermin
dalam kutipan harga saham atau quoted price sebelum signal) kemudian mengambil strategi
investasi (jual, beli, sehingga terjadi ekuilibrium baru. Pengertian merefleksi secara penuh
(fully reflect) adalah bahwa semua signal yang tersedia telah tertangkap oleh pelaku pasar
dan terefleksi dalam harga saham ekuilibrium baru. Untuk dikatakan ekuibrium baru harus
tercapai dalam waktu yang cukup cepat. Dalam efisien, pelaku pasar dengan strategi apapun
tidak akan dapat memperoleh keuntungan lebih (return abnormal) dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, tidak seorang pun atau mengecoh pasar (no one can beat or fool the
market) bila pasar tersebut efisien.

Bentuk Efisiensi Pasar Karena efisiensi pasar hanya dapat dikaitkan dengan informasi
atau signal tertentu dalam suatu mekanisme penyediaan informasi, terdapat tiga bentuk
efisiensi yaitu lemah (weak), semi-kuat (semi-strong), dan kuat (strong). Bentuk Lemah.
Pasar adalah efisien dalam bentuk lemah harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi
harga dan volume sekuritas masa yang biasanya tersedia secara publik. Dalam bentuk ini,
dianggap pelaku hanya menggunakan data pasar modal historis untuk menilai investasinya
sehing data tersebut tidak bermanfaat lagi untuk memprediksi perubahan harga masa datang.
Dengan kata lain, pelaku pasar masih dimungkinkan untuk memperoleh return abnormal
dengan memanfaatkan informasi selain data pasar. Bentuk Semi-kuat. Pasar adalah efisien
dalam bentuk semi-kuat jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi yang
tersedia secara publik termasuk data statemen keuangan. Karena semua pelaku pasar
memperoleh akses yang sama terhadap informasi publik, strategi investasi yang
mengandalkan data statemen keuangan publikasian akan mampu menghasilkan return
abnormal secara terus-menerus. Pasar adalah efisien dalam bëntuk kuat jika harga sekuritas
secara penuh semua informasi termasuk informasi privat atau dalam (inside information)
yang tidak dipublikasi atau off the records. Dengan efisiensi semacam ini, pelaku pasar yang
mempunyai akses terhadap informasi dalam sekalipun tidak akan memperoleh return yang
berlebih dalam jangka panjang.

Laba Sebagal Signal signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal.
Walaupun hipote return lebih hanya atas pengetahuannya terhadap data laba, penelitian
empiris menunjukkan bahwa laba (per saham) yang diumumkan via statemen keuangan

35
mempunyai dampak terhadap harga saham. Oleh karena itu, sebagaimana telah dibahas
sebelum ini, data laba juga sangat diperlukan oleh investor untuk memprediksi laba dan harga
masa datang. Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen, rencana
manajemen, pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan, dan sebagainya yang tidak
tersedia secara publik akhirnya ekan terefleksi dalam angka laba per saham yang
dipublikasikan statemen keuangan. Dengan kata lain, laba merupakan sarana untuk
menyampaikan signal-signal dari manajemen yang tidak disampaikan secara publik Jadi, laba
mempunyai kandungan informasi (information content) yang penting bagi pasar modal.
Sementara itu, investor berusaha untuk mencari informasi untuk memprediksi laba yang akan
diumumkan atas dasar data yang tersedia secara publik. Oleh karena itu, informasi laba
sangat diharapkan para analis untuk menangkap informasi privat atau dalam yang
dikandungnya dan untuk mengkonfirmasi laba harapan investor.

Pengujian kandungan informasi laba apakah laba mengandung indormasi dapat


ditunjukkan oleh rekasi pasar terhadap pengumuman laba (earnings announcement) sebagai
suatu peristiwa (event). Bila angka mengandung informasi, diteorikan bahwa pasar akan
bereaksi terhadap pengumuman laba. Pada diumumkan, pasar telah mempunyai harapan
tentang berapa besarnya perusahaan atas dasar semua informasi yang tersedia secara publik.
Berbagai model prakiraan merupakan cara untuk menentukan laba harapan (expected
earnings). Selisih antara harapan dan laba laporan atau aktual (reported atau actual earnings)
disebut kejutan (unexpected earnings). Laba kejutan mempresentasi informasi yang belum
tertangkap oleh pasar sehingga pasar akan bereaksi saat pengumuman. Laba aktual dapat pula
berada di bawah laba harapan. Seperti pada pembahasan nilai intrinsik, laba kejutan adalah
angka yang ada dalam persepsi investor individual. Oleh karena itu, laba kejutan untuk
perusahaan tertentu dapat berbeda-beda antar investor karena berbagai faktor.

Reaksi ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pasar (return saham) perusahaan
tertentu yang cukup mencolok pada saat pengumuman laba yang dimaksud mencolok adalah
terdapat perbedaan yang besar return yang terjadi (actual return) dengan return harapan
(expected return). Dengan kata lain, terjadi return kejutan atau abnormal (unexpected atau
abnormal return) pada saat pengumuman laba. Berikut ini dibahas komponen-komponen
penentu reaksi pasar serta pengukurannya. Return kembalian adalah apa yang diperoleh
investor dari investasinya dalam suatu perioda yang dalam saham dapat berupa dividen dan
untung kapital (capital gain) yaitu kenaikan nilai investasi. Return umumnya dinyatakan

36
dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return saham suatu perusahaan dapat dinyatakan
sebagai berikut:

Bila tidak ada dividen dan harga (price) dinotasi dengan P maka return perusahaan
pada periode dapat dinyatakan sebagai berikut:

R merupakan return aktual. mengetahui adanya return abnormal, harus ditentukan


suatu pembanding dianggap sebagai return normal return harapan (expected returns).
berbagai macam model estimasi untuk menentukan return normal baik menggunakan hanya
data perusahaan maupun menggunakan data pasar. Bila digunakan hanya data perusahaan,
return normal yang digunakan adalah rata-rata return perusahaan masa lalu (R ). Model ini
disebut return sesuaian mean (mean adjusted returns). Dapat juga di gunakan return pasar
(Rm) sebagai pembanding. Return (Rm) adalah rata-rata berbobot nilai (value-weighted
seluruh saham perusahaan yang tercatat di bursa saham pada tertentu. yang terakhir disebut
dengan return sesuaian pasar (market adjusted returns).

Karena reaksi pasar tidak selalu terjadi seketika pada hari pengumuman, reaksi dapat
diukur untuk periode beberapa hari sebelum dan sesudah peristiwa (disebut jendela peristiwa
atau event window). Dalam menentukan Rj untuk suatu perusahaan, return untuk jendela
peristiwa bilasanya tidak diperhitungkan. Periode-periode (lamanya hari) yang
diperhitungkan dalam menentukan R disebut periode estimasi (estimation period). Dengan
jendela peristiwa yang lebar, perbedaan kecepatan reaksi antar pelaku pasar dapat
diakomodasi. Reaksi pasar kemudian diukur dengan apa yang disebut return abnormal
kumulatif/RAK (cumulative abnormal return/CAR). RAK untuk jendela peristiwa antara f,
dan t, dapat dinyatakan sebagai berikut:

Untuk menguji kandungan informasi laba, dua pendekatan dapat dilakukan yaitu
pendekatan asosiasi dan pendekatan peristiwa. Penelitian yang mendasarkan pendekatan
asosiasi sering disebut studi asosiasi (association studies) sedangkan penelitian yang
menekankan reaksi pasar disebut studi peristiwa (event studies). Variabel-variabel di atas
ditentukan untuk perusahaan secara individual. Pengujian harus dilakukan pada level pasar
sehingga diperlukan beberapa perusa- haan sebagai sampel untuk mengujinya.

Periode estimasi dalam model return sesuaian menjelaskan pada umumnya cukup
panjang bahkan dalam beberapa penelitian periode estimasi mencapai 250 hari (misalnya hari
-255 sampai dengan hari -5). Dalam model return pasar sesuaian, perioda estimasi tidak

37
diperlukan karena setiap saat (hari) return pasar dapat ditentukan dan return pasar tersebut
berfluktunsi mengikuti dinamika pasar.

Pengujian Asosiasi

Studi asosiasi sering disebut pula studi koefisien respons laba (earnings response
coefficient atau ERC). Koefisien respons laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap
rupiah laba kejutan. Bila semua variabel dapat ditentukan untuk sampel perusahaan, model-
model pengujian berikut dapat digunakan:

Dalam model-model di atas, LK adalah laba kejutan dan p, adalah koefisien asosiasi.
Untuk model terakhir, (t,t) adalah jendela peristiwa. Model-model tersebut hanya
menggambarkan secara sederhana hubungan antara laba dan pasar modal. Dalam banyak
penelitian akuntansi, model-model yang lebih canggih telah banyak dikembangkan. Bila
secara statistis tidak sama dengan nol, berarti secara umum terdapat asosiasi antara laba dan
return saham. Pengujian ini menunjukkan bahwa pada tatanan pragmatik, memang
mengandung informasi sehingga bermanfaat bagi investor.

Studi empiris menunjukkan asosiasi atau korelasi antara laba turn tidak kuat atau tidak
sempurna. Beberapa alasan dikemukakan menjelaskan ini. Pertama, laba hanya merupakan
sebagian kecil yang mempengaruhi harga persepsi investor risiko, ekonomi, sentimen politik
menjadi faktor penentu pasar. Kedua, fluktuasi tidak selalu menggambarkan perubahan
okonomik perusahaan tetapi semata-mata merupakan perubahan metode akuntansi. Ketiga,
laba akuntansi dapat dipengaruhi oleh manajemen dan konsistensi internal akuntansi sehingga
angka laba mengandung gangguan (noise). Perubahan laba akuntansi sering lebih merupakan
perubahan kosmetik dari pada perubahan fundametal ekonomik dalam perusahaan. Keempat,
investor tidak selalu seragam dalam menginterpretasi informasi yang tersedia di terakhir,
pasar sering berperilaku yang tak terprediksi (idiosinkratik).

Pengujian peristiwa

Angka Laba tidak lagi digunakan dalam pengujian ini karena yang menjadi fokus
adalah peristiwa pengumuman laba. Reaksi sebagai return abnormal mean/RAM (mean
abnormal returns) atau abnormal kumulatif mean/ RAKM (mean cumulative abnormal return)
untuk seluruh atau sampel perusahaan di pasar modal RAM Dan RAKM. Reaksi pasar di
anggap ada bilamana RAM Dan RAKM secara statistics tidak sama dengan nol. Bila RAM

38
dan RAKM secara statistics positif berarti terjadi reaksi positif terhadap laba sehingga laba di
anggap membawa berita baik (good news) demikian pula sebaliknya.

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa laba efek pragmatik terhadap
perilaku pasar modal. Reaksi pasar paling tidak menunjukan bahwa secara empiris perilaku
pasar modal seolah-olah telah menggunakan Iaba bahwa laba bermanfaat. Entitas Telah
diuraikan dalam pembahasan makna laba bahwa laba sehingga dapat di katakan bahwa laba
bermanfaat bagi infestor.

Laba Dan Teori Entitas

Telah diuraikan dalam pembahasan makna laba bahwa adalah kenaikan kemakmuran
suatu entitas yang dapat dikonsumsi tanpa mempengaruhi semula. Dari aspek pengukuran
dan prosedur akuntansi, laba adalah selisih pendapatan dan biaya. Persoalannya adalah kapan
penandingan pos-pos biaya dengan pendapatan berhenti sehingga selisihnya dapat disebut
laba. Ini sama saja dengan masalah apakah suatu pos merupakan biaya atau merupakan
pembagian laba. Untuk menjawab hal pengertian laba harus dikaitkan dengan entitas yang
berkepentingan. Untuk siapa suatu jumlah rupiah dapat disebut laba bergantung pada sudut
pandang atau teori entitas yang dianut. Teori entitas berkaitan dengan penentuan siapa yang
dianggap paling berkepentingan dengan suatu kegiatan ekonomik sehingga pihak tersebut
berhak untuk menikmati laba. Karena berkaitan dengan siapa yang berhak atas laba, teori
entitas (kesatuan) sering disebut pula dengan teori ekuitas (equity theory). Konsep dasar
kesatuan usaha (business entity) dengan implikasinya yang dibahas di Bab 5 sebenarnya
hanya merupakan salah konsep dasar yang dapat dipilih dalam perekayasaan akuntansi.
Konsep kesatuan (entitas) mempunyai implikasi terhadap pengertian pendapatan, biaya, dan
laba. Teori entitas atau ekuitas yang banyak dalam literatur teori akuntansi adalah :

1.Entitas usaha bersama (enterprise theory)

2.Entitas usaha atau bisnis(business entity theory)

3. Entitas investor (investor theory)

4. Entitas pemilik (proprietary/stockholder theory)

5. Entitas pemilik residual (residual proprietary/stockholder theory)

6. Entitas pengendali (commander theory)

39
7.Entitas dana (fund theory)

Teori entitas selalu di kaitkan dengan partisipan Salam kegiatan ekonomik yaitu
manajer, karyawan, investor, kreditor, pemerintah, Dan entitas lain yang terlibat. Mereka
merupakan pihak yang akhirnya menerima manfaat dari nilai tambahan yang timbul akibat
kegiatan ekonomik. Teori kesatuan juga mempunyai implikasi tentang tujuan pelaporan
keuangan dan bentuk atau susunan statemen laba-rugi (income statement).

Entitas Usaha Bersama

Dengan sudut pandang ini, kesatuan yang menjadi pusat perhatian akuntansi adalah
kegiatan usaha bersama yang melibatkan berbagai pihak sebagai bagian dari kegiatan
ekonomi. Semua partisipan menanggung segala aspek kegiatan bersama sehingga mereka
disebut secara bersama sebagai pemegang pancang (stakeholders) yang terdiri atas manager,
karyawan, pemegang saham, kreditor, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Perusahaan
berfungsi sebagai alat, pengikat, pancang, atau pusat (nexus) kegiatan.

Sudut pandang ini menjadi relevan manakala perusahaan menjadi sangat besar (large
corporation). Pandangan ini dilandasi oleh gagasan bahwa perusahaan yang besar berfungsi
sebagai institusi sosial yang mempunyai pengaruh ekonomi yang luas dan kompleks sehingga
darinya dituntut pertanggung jawaban sosial. Perusahaan besar tidak dapat lagi dijalankan
untuk kepentingan pemegang saham semata-mata. Walaupun para pemegang saham
mempunyai hak yuridis sebagai pemilik, kepentingan para pemegang pancang secara
bersama demi berlangsungnya dan kemakmuran perusahaan harus didahulukan. Sebagai
institusi sosial, perusahaan harus menunjukkan kontribusi ekonomik terhadap masyarakat
luas. Semua partisipan merupakan kontributor dalam menciptakan nilai tambahan (value-
added atau added value) akibat kegiatan usaha bersama tersebut. Nilai tambahan merupakan
ukuran kinerja ekonomi usana bersama sehingga para pemegang pancang berhak untuk
mendapatkan bagian dari nilai-tambahan tersebut.

Dengan sudut pandang ini, laba didefinisi sebagai seluruh jumlah rupiah nilai
tambahan (kenaikan kemakmuran) yang dihasilkan oleh kegiatan para partisipan secara
bersama-sama dikurangi dengan kos material dan mesin/peralatan (bahan baku, overhead
nontenaga kerja dan depresiasi). Laba merupakan hasil upaya bersama (cooperative efforts)
para pemegang pancang. Jumlah rupiah yang dibayarkan kepada partisipan bukan merupakan
biaya tetapi merupakan distribusi dari nilai tambahan (laba) atau pembagian laba. Statemen

40
laba rugi harus disusun dengan pendekatan nilai-tambahan (value-added statement) untuk
merefleksi karakteristik perusahaan sebagai institusi sosial. Untuk mengukur nilal-tambahan,
jumlah itu harus dikurangi dengan kos bahan baku dan overhead nontenaga kerja karena
keduanya merupakan nilai tambahan yang di ciptakan oleh institusi sosial lainnya yang
sedang di transfer kesatuan usaha Bersama. Jadi, secara ekonomik, nilai tambahan yang di
laporkan hanyalah yang di ciptakan oleh kesatuan usaha bersama tersebut.

Masalah teoretis muncul berkaitan dengan makna depresiasi. Apakah depresiasi


diperlakukan sebagai barang transfer (mengurangi nilai tambahan) atau sebagai reinvestasi
(distribusi nilai tambahan) Pendukung depresiasi sebagai barang transfer berargumen bahwa
kalau depresiasi dikeluarkan dari perhitungan nilai-tambahan, akan timbul kesan seolah-olah
nilai-tambahan tercipta tanpa kontribusi fasilitas fisis yang dibeli dari kesatuan lainnya.
Fasilitas fisis (plant and equipment) merupakan produk kesatuan lainnya sehingga
depresiasinya harus dikurangkan terhadap penjualan untuk menunjukkan nilai-tambahan
bersih oleh kesatuan usaha bersama yang besangkutan. Selain itu, pengurangan depresiasi
untuk menentukan nilai-tambahan juga sesuai dengan asas akrual dan konsep dasar
penandingan. Lebih jauh, dikurangkannya depresiasi akan memberi rasa adil dalam distribusi
nilai-tambah. Sebagai contoh, bila kesatuan usaha bersama menambah fasilitas fisis yang
didanai dari permegang saham, pemegang saham mestinya lebih berhak atas nilai-tambahan
akibat tambahan fasilitas fisis dari pada karyawan atau pemerintah. Bila depresiasi tidak
dikurangkan, para karyawan dapat mempunyai persepsi bahwa bagian laba yang diterimanya
lebih kecil dari yang seharusnya (atas dasar jumlah nilai-tambahan sebelum depresiasi).

Pendapat yang lain, berargumen bahwa pengurangan depresiasi untuk mendapatkan


nilai tambahan neto akan mengurangi makna sesungguhnya dari nilai tambahan yang dapat
diciptakan oleh kesatuan usaha bersama. Lebih dari itu, nilai tambahan yang di peroleh juga
akan kehilangan objektivitasnya karena depresiasi adalah angka taksiran. Depresiasi tidak
dikurangkan karena jumlah rupiah pembelian fasilitas fisis dari kesatuan lain telah diakui
sebagai nilai tambahan oleh kesatuan lain tersebut. Oleh karena itu, depresiasi harus dianggap
sebagai distribusi laba untuk mempertahankan kapasitas produktif aset yang dikuasai
kesatuan usaha bersama dan untuk membatasi jumlah yang dapat didistribusi kepada para
pemegang saham merupakan laba yang tidak dapat didistribusi guna mengganti fasilitas fisis.
Pendekatan ini lebih sesuai dengan konsep laba dengan mempertahankan kapital. Seperti
depresiasi, reinvestasi perlu dilakukan karena usaha bersama harus berkembang dan maju

41
sehingga reinvestasi setara dengan laba ditahan Entitas Usaha atau Bisnis Teori entitas ini
mendasari konsep dasar kesatuan usaha yang dibahas di Bab 5 Perusahaan dipandang sebagai
orang atau badan yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri, serta terpisah dari
investor, kreditor, dan pihak eksternal lainnya. Jadi, perusahaan dipersonifikasi sehingga
tidak seakan-akan dapat melakukan transaksi dan kegiatan (tentu saja melalui manajemen dan
karyawan). Perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan menjadi subjek pelaporan.

Dengan teori ini, laba dipandang sebagai kenaikan aset karena pendapatan dianggap
sebagai aliran masuk (kenaikan aset) dan biaya sebagai aliran keluar aset (penurunan aset)
akibat kegiatan operasi perusahaan. Pemilik, kreditor, pemerintah, serta pihak lainnya
diperlakukan sebagai pihak luar. Oleh karena itu, jumlah rupiah yang didistribusi ke mereka
diperlakukan sebagai biaya. Transaksi modal (transaksi dengan pemilik) tidak dibedakan
dengan transaksi operasi.

Laba entitas Rpl.600.000 sama dengan reivestasi dalam statemen nilai tambahan
dalam jumlah ini merupakan tambahan aset yang dikelola oleh kesatuan usaha. Karena teori
kesatuan usaha memandang penyedia dana sebagai pihak luar, pemegang saham dan kreditor
tidak dibedakan dan keduanya di pandang sebagai pemegang ekuitas (equity holders)
sehingga persamaan akuntansi dapat di nyatakan sebagai berikut:

Aset = Ekuitas

Karena pemegang saham sama kedudukannya dengan kreditor, utang atau kewajiban
merupakan keharusan (obligation) kesatuan usaha kepada kreditor bukan keharusan
pemegang saham. Sementara itu, apa yang biasa diperlakukan bagai klaim dari pemegang
saham dipandang sebagai keharusan kesatuan usaha kepada pemegang saham sehingga bunga
dan dividen keduanya merupakan biaya statemen keuangan merupakan pertanggung jelasan
kesatuan usaha kepada pemegang ekuitas unluk memenuhi persyaratan hukum dan menjaga
hubungan baik bukan untuk memenuhi pertanggung jelasan keuangan dan kepengurusan
(financial and stewardship accountability). Interpretasi semacam ini dilandasi oleh gagasan
bahwa kesatuan usaha bertindak atas namanya sendiri bukan atas nama pemegang saham atau
kreditor. Teori entitas semacam ini sering disebut sudut pandang entitas baru alau
kontemporer (new or contemporary view of entity).

Entitas Investor

42
Entitas Investor Investor di sini adalah investor dalam arti luas yaitu kreditor (jangka
panjang) dan pemegang saham (preferensi dan biasa). Jadi, investor adalah penyedia dana
utama perusahaan. Dengan teori ini, pusat perhatian akuntansi adalah kedua kelompok
tersebut dan keduanya dipandang sebagai mitra manajemen (management associates) bukan
sebagai pihak luar sebagaimana dalam sudut pandang kesatuan usaha. Dengan kata lain,
perusahaan melalui manajemen bertindak atas nama investor. Oleh karena itu, pelaporan
keuangan harus dilaksanakan untuk kepenting an kedua kelompok lersebut. Teori ini dapat
dinyatakan dalam di halaman berikut. Persamaan akuntansinya dapat dinyatakan bagai
berikut:

Aset - Utang jangka pendek = Ekuitas Investor

Dengan sudut pandang ini, laba kemudian didefinisi sebagai jumlah rupiah yang
menjadi hak investor. Sebagai konsekuensi, bunga kepada kreditor jangka panjang dan
dividen kepada pemegang saham bukan merupakan biaya tetapi lebih merupakan distribusi
laba. Penyajian statemen laba-rugi akan tampak di halaman berikut. Karena kreditor dan
pemegang saham merupakan mitra manajemen dan imanajemen bertindak atas nama
investor, laba kesatuan usaha investor adalah sebesar Rp3.200.000. Dalam hal ini, pajak
berstatus sebagai biaya bagi investor berbeda dengan kesatuan usaha, bunga dan dividen
merupakan pembagian laba bukan biaya. Teori entitas semacam ini sering disebut sudut
pandang entitas tradisional (traditional vicw of entity).

Entitas Pemilik

Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa) sebagai pemilik
(proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Kreditor dianggap sebagai pihak luar.
Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi milik pribadi pemegang
saham sehingga utang merupakan keharusan pemegang saham artinya, pemegang saham
menanggung segala risiko yang berkaitan dengan utang. Dengan sudut pandang ini, aset
bersih menjadi perhatian utama bagi pemegang saham. Teori ini dapat dinyatakan dalam
persamaan akuntansi berikut:

Aset - Kewajiban = Ekuitas

Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen) dianggap
sebagai pihak luar pemilik sehingga semua kos yang dikorbankan yang bersangkutan dengan

43
pihak tersebut (misalnya gaji, bunga, dan pajak) akan dianggap sebagai biaya bukannya
distribusi laba. Laba dalam teori entitas ini adalah selisih pendapatan dan biaya yang menjadi
hak akhir pemilik. Dengan kata lain, laba merupakan kenaikan aset bersih. Aset dipandang
sebagai kapital finansial bagi pemegang saham sebagai pemilik sehingga aset bersih menjadi
pusat perhatiannya. Pemilik dianggap berkepentingan dengan nilai kapital finansialnya
sehingga nilai sekarang (current value) bukannya kos historis sering dipakai sebagai basis
penilaian untuk menentukan nilai aset bersih.

Teori ini popular dan berpaut dengan perusahaan perseorangan yang pemiliknya
merangkap sebagai manajer. Untuk perusahaan besar yang berbentuk perseroan, sudut
pandang ini sebenarnya tidak tepat karena manajemen dan pemegang saham merupakan
pihak yang terpisah tidak hanya secara konseptual tetapi secara fisis dan operasi. Untuk
perseroan, sudut pandang kesatuan usaha lebih konsisten dengan praktik bisnis yang
memisahkan pemilikan dan pengelolaan. Untuk perusahaan perseorangan sekalipun sudut
pandang kesatuan usaha lebih cocok karena secara administratif (akuntansi) pemisahan
pemilikan dan pengelolaan perusahaan merupakan praktik yang sehat. Penggunaan laba
sebenarnya tidak tersaji dalam statemen laba rugi tetapi dalam statemen perubahan laba
ditahan. Data tersebut disajikan di sini semata-mata untuk membandingkan dengan penyajian
atas dasar sudut pandang yang lain.

Walaupun akuntansi sekarang ini mendasarkan pada sudut pandang kesatuan usaha,
dalam praktiknya penyajian statemen laba rugi. Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan
terjadi inkonsistensi. Sebenarnya, konsep kesatuan usaha merupakan konsep yang dianut
dalam rangka menjelaskan mekanisme penciptaan data akuntansi melalui sistem akuntansi
agar proses atau struktur akuntansi mudah dipelajari dan dipahami. Dengan konsep kesatuan
usaha, akan mudah dipahami mengapa buku besar mempunyai hubungan funsional seperti
yang dinyatakan dalam persa- maan akuntansi A = K + E + P - B + I - D. Dalam hal ini, A =
aset, K =kewaJiban, Eekuitas, P = pendapatan, B = biaya, I = investasi, dan D= distribusi.

Bila dikaitkan dengan konsep laba, teori entitas yang dibahas di sini lebih berkaitan
dengan masalah penyajian statemen laba-rugi. Oleh karena itu, penyajian laba dapat saja
menggunakan konsep yang berbeda dengan konsep untuk penciptaan laba. Jadi, sebenarnya
tidak terjadi inkonsistensi. Yang terjadi adalah konsep yang berbeda untuk tujuan yang
berbeda (different concepts for different purposes). Dengan kata lain, data akuntansi yang

44
ditangkap dan diciptakan atas dasar konsep kesatuan usaha dapat disajikan untuk pelaporan
laba-rugi dengan konsep kesatuan pemilik.

Entitas pemilik residual konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa
(residual equity) sebagai pusat perhatian akuntansi. Pendekatan ini sebenarnya tidak berbeda
dengan sudut pandang pemilik (proprietary concept) yang telah dijelaskan di atas. Hanya
dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang saham biasa. Pemegang saham istimewa
dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen untuk mereka dipandang sebagai biaya. Kalau
disimbolkan, persamaan akuntansi untuk merefleksi konsep ini adalah sebagai berikut:

Aset - Ekuitas spesifik = Ekuitas residual

Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas saham istimewa.
Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah pihak yang akhirnya
menanggung risiko ketidak pastian masa datang tetapi juga menikmati segala kembalian
setelah pihak lain terpenuhi haknya. Hak pemegang saham istimewa sudah cukup pasti
sehingga mereka tidak berkepentingan dengan laba akuntansi. Oleh karena itu, penyajian laba
harus dipusatkan pada pemegang saham biasa (residual stockholders) untuk membantu
mereka memprediksi aliran kas masa datang. Laba dan laba per saham untuk pemegang
saham biasa menjadi informasi penting yang harus disajikan dalam statemen laba-rugi

Entitas Pengendali

Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi lebih berkaitan
dengan penyajian data akuntansi secara keseluruhan. Teori ini meniti beratkan pandangannya
kepada pihak yang mengendalikan (to control) sumber ekonomi perusahaan tanpa
memperhatikan pemilikan (ownership) seperti konsep kesatuan yang lain. Pengendalian
hanya dapat dilakukan oleh manusia dan karenanya siapa yang mengendalikan sumber
ekonomi perusahaan harus diidenntifikasi dan kemudian akuntansi memusatkan perhatiannya
pada para pengendali tersebut dengan demikian tujuan dan fungsi akuntansi (pelaporan
keuangan) dapat lebih mudah ditafsirkan tanpa harus mengadakan abstraksi semua seperti ke
satuan usaha atau kesatuan dana. Konsep ini sebenarnya sejalan dengan konsep kesatuan
usaha, tetapi konsep ini lebih menekankan pada orang yang mengelola dana (manajemen)
dari pada menekankan pada wadah (kesatuan) operasinya.

45
Implikasi konsep ini tidak berbeda dengan implikasi konsep kesatuan usaha karena
kemampuan mengendalikan sumber ekonomi lebih penting dari pada pemilikan. Karena
manajemen mempunyai tingkatan (hierarki), pengendalian juga bertingkat dan tingkat
manajemen tertentu mengendalikan tingkat manajemen di bawahnya. Dengan teori ini, sudut
pandang akuntansi adalah manajemen puncak sebagai pengendali bukan pemilik sehingga
neraca dipandang sebagai statemen tentang sumber dan penggunaan dana yang menunjukkan
pertanggung jelasan (accountability) manajemen. Statemen laba-rugi dipandang sebagai
penjelasan atas kegiatan manajemen dari sudut pandang manajemen sehingga statemen laba
rugi harus menunjukkan hasil (laba) untuk tiap kegiatan yang dapat berupa projek, produk,
atau segmen bisnis lainnya. Meskipun demikian, manajemen juga menyiapkan statemen laba
rugi untuk menunjukkan kinerja kesatuan usaha secara keseluruhan.

Entitas Dana

Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling dirancumkan. Dana dapat
diartikan sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan (financial resources) yang
dapat digunakan untuk mendanai suatu kegiatan, program, atau projek dalam rangka
mencapai tujuan tertentu (spesifik). Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang
dapat berupa kegiatan, program, atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut. Berikut
ini adalah pengertian dana sebagai kesatuan menurut National Committee on Governmental
Accounting (NCGA) A fund is defined as an independent fiscal and accounting entity with a
selfy bal ancing set of accounts recording cash and other financial resources, together with all
related liabilities and residual equities or balances, and changes there in, which are segregated
for the purpose of carrying on specific activities or attaining certain objectives in accordance
with special regulations, restrictions limitations.

Jadi, dana dapat berarti sebagai kesatuan akuntansi (accounting entity). Konsep ini
memandang bahwa kegiatan, program, projek, atau unit kegiatan lainnya sebagai kesatuan
atau entitas yang berdiri sendiri dan menjadi pusat pelaporan yang disebut dana. Sumber
keuangan yang dianggarkan dan diserahkan untuk pelaksanaan kegiatan dipertanggung
jelaskan melalui kegiatan tersebut sebagai dana yang berdiri sendiri terpisah dengan dana
yang lain. Untuk itu, diperlukan seperangkat sistem akuntansi yang dapat menghasilkan data
akuntansi dan statemen keuangan untuk pertanggung jelaskan kesatuan dana tersebut. Teori
ekuitas dana dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut:

46
Aset = Pembatasan penggunaan aset

Konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi


kepemerintahan. Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi terhadap persamaan di
atas bergantung apakah unit tersebut mengelola aset (keuangan negare) yang dipisahkan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) atau tidak. Dalam pembahasan akuntansi kepemerintahan, dikenal dua
kelompok kesatuan dana yaitu dana nonbelanja atau usaha (nonerpendable atau business
(type fund) dan dana belanja (expendable atau governmental type fund). Yang pertama
berkaitan dengan pengalolaan keuangan negara yang dipisahkan sedangkan yang terakhir
berkaitan dengan pengelolaan keuangan melalui anggaran negara. Bila dipisahkan, keuangan
negara dikelola misalnya melalui badan usaha milik negara/daerah (BUMN/D). Pembatasan
penggunaan aset adalah pembatasan dalam hal lingkup operasi BUMN/D. Artinya aset yang
dikelola BUMN/D hanya dapat digunakan dalam rangka melaksanakan misi yang diemban
oleh badan usaha tersebut dan aset dalam persamaan di atas pengertiannya sama dengan aset.
dalam konsep kesatuan usaha (yaitu terdiri atas aset lancar dan tetap). Bentuk, isi, dan
susunan statemen keuangun juga akan sama dengan statemen keuangan organisasi bisnis.

Bila suatu unit pemerintah mengelola keuangan negara yang dilaksanakan melalui
APBN/D, special regulations, restrictions, or limitations dalam definisi di atas biasanya
diwujudkan terutama dalam bentuk anggaran (APBN atau APBD sesuai dengan tingkat unit
kepemerintahan). Persamaan akuntansi dana pada awal dan akhir periode kemudian dapat
dinyatakan sebagai berikut:

Aset likuid (financial resources)= Saldo dana (fund balance).

Aset dalam persamaan di adalah kas atau sumber keuangan likuid (lancar) yang
dikuasai atau dikelola oleh kesatuan dana pada suatu saat, Setiap kali suatu dana likuid masuk
ke dalam unit kegiatan (program atau projek) maka unit kegiatan harus menggunakan dana
tersebut untuk tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum unit kegiatan menggunakan sumber
keuangan likuid tersebut maka kesatuan tersebut mempunyai "utang" sebesar saldo dana.
Utang di sini bermakna sebagai utang pertanggung jelasan keuangan kepada pemberi dana.
Utang ini akan berkurang kalau unit kegiatan telah membelanjakan sumber likuid sesuai
dengan tujuan (objek anggaran belanja) dan dinyatakan sah atau wajar oleh pihak berwenang
(auditor). Kalau aset likuid telah dibelanjakan semua sesuai dengan tujuan dan telah

47
dinyatakan sah maka dengan sendirinya saldo dana akan sama dengan nol yang berarti bahwa
unit kegiatan telah mempertanggung jelaskan semua dana untuk membiayai kegiatan
bersangkutan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa penerimaan sumber likuid dari anggaran
(misalnya untuk belanja pegawai) atau pendapatan sendiri (misalnya PAD dalam hal pemda)
akan menaikkan saldo dana sedangkan penggunaannya secara sah sesuai dengan anggaran
akan mengurangi saldo dana.

Untuk suatu program/projek, sumber pendapatan atau penerimaan adalah anggaran


belanja atau hibah (block grant) untuk program tersebut. Untuk suatu pemda, sumber
penerimaan dapat berupa dana pusat (anggaran untuk dibelanjakan), pendapatan asli daerah,
pembiayaan dari utang jangka panjang, dan sumber lainnya. Objek belanja atau pengeluaran
dapat berupa gaji/honorarium, bahan habis pakai, barang (inventaris), dan barang modal (aset
tetap). Bila aset likuid, kewajiban likuid (lancar), saldo dana, pendapatan, belanja dinotasi
dengan AL, KL, SD, P, dan B, dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi dana belanja
selama periode sebagai berikut:

Awal perioda: AL = KL+ SD

Selama perioda: AL* = KL*+ SD + P - B

Akhir perioda: AL* = KL*+ SD*

Status AL KL*+ SD merupakan neraca akhir, P - B membentuk statemen kegiatan


atau operasi unit kepemerintahan (statement of revenues and expenditures) yang dapat
menghasilkan surplus atau defisit. Perubahan saldo dana awal menjadi akhir dapat disajikan
dalam bentuk analisis perubahan saldo dana (analysis of changes in fund balance). Karena
neraca hanya menyajikan aset dan utang likuid, aset tetap dan utang jangka panjang dicatat
dalam sistem terpisah yang disebut perangkat akun non dana (non fund group of accounts)
dengan persamaan akuntansi berikut ini.

Untuk aset tetap : Aset tetap = Investasi Salam aset tetap

Untuk Utang jangka panjang : Dana pelunasan harus disediakan + Dana

telah tersedia = Utang jangka panjang.

48
Bila unit kepemerintahan (misalnya pemda) dapat menerbitkan utang jangka panjang
(obligasi pemerintah), penerimaan kas dari penerbitan tersebut merupakan pendapatan.
Jumlah rupiah utang yang terjadi dicatat dan dilaporkan melalui perangkat akun utang jangka
panjang umum (general long term debt group of accounts) dan laporannya dapat disebut
daftar utang jangka panjang.

Bila unit kepemerintahan menggunakan dana untuk pembelian barang dan


pembangunan sarana fisis (jembatan, jalan, dan gedung), pengeluaran tersebut harus
dipertanggung jelaskan pada tahun anggaran bersangkutan sebagai belanja (expenditures).
Barang dan sarana fisis dicatat melalui perangkat akun aset tetap umum (general fixed asset
group of accounts) dan laporannya dapat disebut daftar aset tetap atau daftar inventaris atau
nama lain yang deskriptif.

Uraian tentang teori-teori entitas di atas menunjukkan bahwa susunan dan penyajian
statemen laba-rugi ditentukan oleh sudut pandang atau teori entitas yang dianut. Artinya,
penyajian laba terakhir (bottom line) ditentukan oleh siapa yang dituju

Penyajian Laba

Walaupun teori entitas yang dibahas di atas berkaitan dengan masalah penyajian
masalah lebih difokuskan pada masalah konseptual tentang apa yang disebut laba. Masalah
konseptual yang erat kaitannya dengan penyajian adalah pemisahan pelaporan pos-pos
transaksi operasi dan pos-pos transaksi dengan pemilik (transaksi modal). Pos-pos operasi
dalam arti luas (transaksi nonpemilik) pada umumnya dilaporkan melalui statemen laba-rugi
sedangkan pos-pos yang jelas-jelas merupakan transaksi modal dilaporkan melalui statemen
laba ditahan atau statemen perubahan ekuitas. Hal ini dibahas lebih lanjut di bab sesudah ini.

49
PENUTUP

Kesimpulan :

Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba
diharapkan cukup kaya untuk mempresentasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan
tetapi, teori akuntansi sampai saat ini belum mencapai kemantapan dalam pemaknaan dan
pengukurab laba. Oleh karena itu, berbeda dengan elemen statemen keuangan lainnya,
pembahasan laba meliputi tiga tataran yaitu sematik, sintaktik, dan pragmatick.

Makna laba secara umum adalah kenaikan kemakmuran dalam suatu periode yang
dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan kemakmuran awal masih tetap di
pertahankan. Pengertian semacam ini didasarkan pada konsep pemertahanan kapital.

Penulis berpendapat bahwa konsep kesatuan usaha tetap dapat digunakan sebagai
konsep yang melandasi rerangka dasar mekanisme pengolahan dan pengungkapan data
akuntansi dalam menciptakan data dasar akuntasi (basic data).

Saran :

Untuk tujuan penyusunan dan penyajian statemen laba rugi, dapat digunakan salah
satu sudut pandang. Jadi konsep yang melandasi rerangka dasar pengelolaan data tidak harus
sama dengan konsep yang melandasi bentuk, susunan, dan penyajian statemen laba rugi.

Laba dapat dipandang sebagai perubahan aset bersih sehingga berbagai dasar
penilaian kapital dapat diterapkan.

Kebijakan manajemen baik jangka pendek maupun jangka panjang akan terefleksi
dalam laba. Laba merupakan signal kebijakan manajemen (baik yang berdampak negatif
maupun positif).

50
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono , 2013. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga ,


BPFF. Yogyakarta

51

Anda mungkin juga menyukai