Anda di halaman 1dari 22

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Uraian Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimental yaitu dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk

mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel

yang diselidiki. Metode eksperimental dapat dilakukan di dalam ataupun di luar

laboratorium. Penelitian ini dilakukan di dalam laboratorium Fakultas Teknik

UNS Surakarta.

Bentuk benda uji yang diteliti dalam penelitian beban kejut adalah

piringan dengan ukuran diameter 20 cm dan tinggi 4 cm dan kuat desak adalah

silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm untuk beton normal dan

beton ringan. Alat yang digunakan untuk pengujian beban kejut adalah ITM

(Impact Testing Machine) dan alat yang digunakan untuk pengujian kuat desak

adalah CTM (Compressing Testing Machine).

B. Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam penelitian beban kejut berupa beton

berbentuk piringan dengan diameter 20 cm, tinggi 4 cm sebanyak 30 buah yaitu 3

buah untuk setiap mutu beton dan untuk penelitian kuat desak berupa beton

berbentuk silinder dengan diameter 15 cm, tinggi 30 cm sebanyak 30 buah yaitu 3


24

buah untuk setiap mutu beton benda uji. Adapun jenis sampel secara detail dapat

ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jenis Benda Uji Beban Kejut dan Kuat Desak

Mutu Beton Jenis Benda Uji Mutu Beton Jenis Benda Uji
(MPa) (MPa)
SN15-1 SR15-1
15 SN15-2 15 SR15-2
SN15-3 SR15-3
SN18-1 SR18-1
18 SN18-2 18 SR18-2
SN18-3 SR18-3
SN21-1 SR21-1
21 SN21-2 21 SR21-2
SN21-3 SR21-3
SN24-1 SR24-1
24 SN24-2 24 SR24-2
SN24-3 SR24-3
SN27-1 SR27-1
27 SN27-2 27 SR27-2
SN27-3 SR27-3

Mutu Beton Jenis Benda Uji Mutu Beton Jenis Benda Uji
(MPa) (MPa)
SN15-1 SR15-1
15 SN15-2 15 SR15-2
SN15-3 SR15-3
SN18-1 SR18-1
18 SN18-2 18 SR18-2
SN18-3 SR18-3
SN21-1 SR21-1
21 SN21-2 21 SR21-2
SN21-3 SR21-3
SN24-1 SR24-1
24 SN24-2 24 SR24-2
SN24-3 SR24-3
SN27-1 SR27-1
27 SN27-2 27 SR27-2
SN27-3 SR27-3
25

C. Tahap dan Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap penelitian,

mulai dari pemilihan material beton (sisa bakar batu bara, ALWA, pasir, kerikil,

semen, air), pengujian material, pembuatan benda uji yaitu beton ringan dan beton

normal, pengujian benda uji, analisis data dan penarikan kesimpulan hasil

penelitian.

Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam

sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga nantinya diperoleh hasil

yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan

penelitian dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap I

Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang

dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian

dapat berjalan lancar.

2. Tahap II

Disebut tahap uji bahan. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat

kasar dan agregat halus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan

karakteristik bahan tersebut. Selain itu untuk mengetahui apakah agregat kasar

maupun halus tersebut memenuhi persyaratan atau tidak.

3. Tahap III

Disebut tahap pembuatan benda uji. Pada tahap ini dilakukan pekerjaan

sebagai berikut :

a) Penetapan rancang campur (mix design) adukan beton.


26

b) Pembuatan adukan beton.

c) Pemeriksaan nilai slump.

d) Pembuatan benda uji.

4. Tahap IV

Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada

tahap III. Perawatan untuk beton dengan cara merendam benda uji pada hari

kedua selama 14 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan ditutup dengan

karung goni yang setiap hari disiram air. Perawatan ini dilakukan sampai

benda uji berumur 21 hari. Kemudian beton diangin–anginkan hingga waktu

dilakukan pengujian terhadap benda uji yaitu pada umur 28 hari.

5. Tahap V

Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat desak dan beban kejut pada beton

ringan dan beton normal.

6. Tahap VI

Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil

pengujian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara

variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

7. Tahap VII

Disebut tahap pengambilan kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah

dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan

penelitian.
27

Persiapan Tahap I

Sem Agregat Kasar Agregat Halus A


en (ALWA dan (SBBB dan Pasir) ir

Uji Bahan :
 Kandungan zat organik
 Kadar lumpur
 Gradasi
 Keausan
 Spesific gravity
 Absorsi Tahap II

Pembuatan Benda Uji :


 Rancang campur
 Pembuatan adukan
 Slump test
 Pembuatan benda uji
Tahap III

Perawatan (curing)
Tahap IV

Pengujian Benda
Uji Tahap V

Analisa Data
Tahap VI

Kesimpulan
Tahap VII

Gambar 3.1 Bagan Alir Tahap-tahap Metodologi Penelitian


28

D. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material pembentuk beton,

maka dalam penelitian ini perlu dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan

pembentuk beton sesuai standar yang ada. Dalam penelitian ini dilakukan

pengujian terhadap agregat halus dan kasar. Sedangkan air yang digunakan sesuai

dengan spesifikasi standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6.

1. Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus

Pengujian agregat halus dilakukan berdasarkan standar ASTM dan

dibandingkan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM dan PBI 1971.

Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-23 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat halus.

b. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik

agregat halus.

c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos

ayakan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

d. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity dari

agregat halus.

e. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk pengujian gradasi agregat halus.

Spesifikasi untuk agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

b. PBI 1997 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.


29

2. Standar pengujian Terhadap Agregat Kasar

Pengujian agregat kasar ALWA dilakukan berdasarkan standar ASTM

dan dibandingkan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM dan PBI 1971.

Standar pengujian terhadap agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-29 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat kasar.

b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk pengujian spesific gravity agregat

kasar.

c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk pengujian gradasi agregat kasar.

e. ASTM C-566 : Standar penelitian untuk pengujian kadar air agregat kasar.

Spesifikasi untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-330 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar berbobot ringan.

b. PBI 1997 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

E. Alat-alat yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium

Bahan dan Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Maret.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Timbangan.

Ada dua jenis timbangan yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu :
30

a. Neraca merk Murayama Seisakusho Ltd Japan, Kapasitas 5 kg, ketelitian

sampai 0,1 gram, digunakan untuk mengukur berat material yang berada

dibawah kapasitasnya.

b. Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, Kapasitasnya 150 kg

ketelitian sampai 0,1 kg, digunakan untuk mengukur berat sampel dan

material sesuai dengan kapasitasnya.

2. Oven merk “Memmenrt”.

Oven merk “Memmenrt” West berkapasitas 2200 C, 1500 W, digunakan untuk

mengeringkan material (pasir, kerikil, ALWA dan Sisa Bakar Batu Bara) dan

benda uji.

3. Ayakan dan mesin penggetar ayakan.

Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls”, Italy,

bentuk lubang ayakan adalah bujur sangkar dengan ukuran yang tersedia

adalah 50 mm, 38,1 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36

mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,3 mm, 0,15 mm, 0 mm.

4. Corong Konik/Conical Mould.

Corong Konik/Conical Mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter

bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini

digunakan untuk mengukur keadaan “SSD” (Saturated Surface Dry), agregat

halus pasir.

5. Mesin Los Angeles.


31

Mesin Los Angeles merk “Controls” Italy, yang dilengkapi dengan 11 buah

bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat

kasar.

6. Molen

Molen yang digunakan berkapasitas 120 liter dan bertenaga dinamo listrik

sebesar 1500 rpm.

7. Corong/Kerucut Abram

Kerucut Abram dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah

20 cm, tinggi 30 cm, lengkap dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan,

panjang 60 cm, diameter 16 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur nilai

slump adukan beton.

8. Cetakan beton

Bentuk cetakan ini adalah silinder terbuat dari besi diameter 15 cm dan tinggi

30 cm serta piringan diameter 20 cm dan tinggi 4 cm.

9. Alat bantu

Untuk kelancaran dan kemudahan pelaksanaan penelitian pada persiapan benda

uji digunakan beberapa alat bantu antara lain:

a. Vibrator untuk pemadatan pada waktu membuat benda uji.

b. Cetok dan cangkul, digunakan untuk memindahkan bahan batuan dan

memasukkan campuran beton ke dalam cetakan beton.

c. Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah air.

d. Ember untuk tempat air.

10. Satu set alat uji kuat desak CTM (Compressing Testing Machine).
32

11. Satu set alat uji beban kejut ITM (Impact Testing Machine).

F. Pengujian Bahan Dasar Beton

Sifat dan karakteristik bahan dasar pembentuk beton diketahui melalui

pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton. Pengujian hanya meliputi

pengujian terhadap agregat halus dan agregat kasar, sedangkan terhadap semen

tidak dilakukan pengujian. Air yang digunakan sesuai dengan spesifikasi standar

untuk air dalam PBI 1971 bab 3.6.

1. Agregat halus (pasir dan sisa bakar batu bara)

a. Pengujian kadar lumpur agregat halus

Sisa bakar batu bara adalah salah satu bahan dasar yang akan dipakai

pada penelitian beton ringan yaitu sebagai agregat halus. Sisa bakar batu bara

sebagai pengganti pasir yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi

beberapa persyaratan, salah satunya adalah harus bersih dan tidak boleh

mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian

dari pasir yang lolos ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka

pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan adukan beton.

Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan standar ASTM C-117 dan PBI NI

1971 pasal 3.3 ayat 3.

Kadar lumpur pasir dihitung dengan rumus sebagai berikut :

G0  G1
Kadar Lumpur   100% (3.1)
G1
33

dengan :

G0 = berat pasir awal (100 gram)

G1 = berat pasir akhir (gram)

b. Pengujian kadar zat organik dalam agregat halus

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir

dan sisa bakar batu-bara. Dimana pasir dalam adukan beton tidak boleh

mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengurangi kekuatan beton

yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna

Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3%. Pasir yang akan

digunakan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan aturan

yang terdapat pada standar ASTM C-40 dan PBI NI 1971 pasal 3.3 ayat 4.

Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal

kekuatan tekan adukan tesebut pada umur 28 hari tidak kurang dari 95 % dari

kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3% yang

kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sama. Untuk

mengetahui kandungan zat organik dalam pasir digunakan dengan melakukan

pengamatan warna air yang ada pada gelas ukur, lalu membandingkan warna hasil

pengamatan dengan warna pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2. Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Persentase Penurunan Kekuatan
Beton
Warna Penurunan Kekuatan ( %)
Jernih 0
Kuning muda 0 – 10
Kuning tua 10 – 20
Kuning kemerahan 20 – 30
Coklat kemerahan 30 – 50
Coklat tua 50 – 100
Sumber: Prof. Ir. Roosseno, 1954
34

c. Pengujian specific gravity agregat halus

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam

merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel

tersebut dapat dihitung volume agregat halus yang diperlukan oleh sebab itu

dilakukan pengujian specifik grafity untuk mengetahui nilai bulk specific gravity

(perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total),

bulk specific gravity SSD (perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi

kering permukaan dengan volume pasir total), apparent specific gravity

(perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir) dan

absorption (perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering)

pengujian dilakukan berdasarkan standar ASTM C-128.

a
Bulk Specific Grafity : (3.2)
b  500  c

500
Bulk Specific Gravity SSD : (3.3)
b  500  c

a
Apparent Specific Grafity : (3.4)
abc

500  a
Absorption :  100% (3.5)
a

dengan :

a = berat pasir kering oven (gram)

b = berat Volumetric Flask berisi air (gram)

c = berat Volumetric Flask berisi agregat halus dan air (gram)

500 = berat agregat halus keadaan kering permukaan


35

d. Pengujian gradasi agregat halus

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variasi diameter butiran pasir,

persentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan merupakan angka

yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam

agregat.Gradasi dan keseragaman diameter agregat halus lebih diperhitungkan

daripada agregat kasar karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi

campuran adukan beton, selain itu gradasi agregat halus sangat menentukan

pemakaian semen dalam pembuatan beton. Standar yang dipakai dalam pengujian

ini adalah ASTM C-136.

Tabel 3.3. Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM


Diameter Ayakan (mm) Berat Lolos Sesuai Standar ASTM (%)
9,5 100
4,75 90 – 100
2,36 75 – 100
1,18 55 – 90
0,6 35 – 59
0,3 8 – 30
0,15 0 – 10
0 0

(%kom)  100
Modulus Halus : (3.6)
100

(%kom) : Persentase kumulatif berat agregat halus yang tertinggal

selain dalam pan.

2. Agregat Kasar (ALWA dan kerikil)

a. Pengujian specific gravity agregat kasar

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam

merencanakan campuran adukan beton karena dengan mengetahui variabel


36

tersebut dapat dihitung volume agregat kasar yang diperlukan oleh sebab itu

dilakukan pengujian specifik grafity untuk mengetahui nilai bulk specific gravity

(perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil

total), bulk specific gravity SSD (perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam

kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total), apparent specific gravity

(perbandingan berat butiran kondisi kering dan selisih berat butiran dalam

keadaan kering dengan berat dalam air) dan absorption (perbandingan antara berat

air yang diserap oleh kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan berat

kerikil kering) dan pengujian dilakukan berdasarkan standar ASTM C-127.

a
Bulk Specific Grafity : (3.7)
bc

b
Bulk Specific Gravity SSD : (3.8)
bc

a
Apparent Specific Grafity : (3.9)
ac

ba
Absorption :  100% (3.10)
a

dengan :

a = berat agregat kasar kering sebanyak 1500 gram

b = berat agregat kasar kondisi SSD (direndam 24 jam dan dilap)

c = berat agregat kasar dalam air (gram)

b. Pengujian abrasi agregat kasar

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan agregat kasar

terhadap gesekan. Agregat kasar kerikil (split) merupakan salah satu bahan dasar
37

beton yang harus memenuhi standar tertentu berdasarkan standar ASTM C-131

untuk daya tahan keausan akibat gesekan. Standar ini dapat diketahui dengan

mengadakan pengujian dengan alat yang disebut bejana Los Angelos. Agregat

kasar harus tahan terhadap daya aus gesek. Bagian yang hilang karena gesekan

tidak boleh lebih dari 50% jika melebihi batas berarti kerikil tersebut tidak layak

sebagai bahan pembuat beton.

ab
Persentase berat yang hilang   100% (3.11)
a

dengan :

a = berat agregat kasar kering oven sebelum pengausan (gram)

b = berat agregat kasar kering oven sesudah pengausan (gram)

c. Pengujian gradasi agregat kasar

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variasi diameter butiran

kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan merupakan

angka yang menunjukan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam agregat.

Gradasi dan keseragaman diameter agregat kasar menentukan pemakaian semen

dalam pembuatan beton. Standar yang dipakai dalam pengujian ini adalah ASTM

C-136.

(%kom)  100
Modulus Halus : (3.12)
100

(%kom) : Persentase kumulatif berat agregat kasar yang tertinggal

selain dalam pan.


38

G. Perancangan Campuran Beton

Tujuan utama perancangan campuran beton adalah untuk mendapatkan

kuat desak dan kemudahan pengerjaannya. Tingkat kemudahan pengerjaan

berkaitan dengan tingkat keenceran adukan beton, semakin cair maka akan

semakin mudah pengerjaannya. Untuk mengetahui tingkat keenceran adukan

beton maka dilakukan pengujian slump. Semakin besar nilai slump yang didapat

berarti adukan beton semakin encer dan semakin mudah pengerjaannya.

Bahan–bahan penyusun beton ringan dalam penelitian ini terdiri dari

semen, sisa bakar batu bara, air dan ALWA. Langkah–langkah merancang

campuran beton ringan dengan agregat kasar ALWA menurut metode Dreux–

Corrise sebagai berikut :

1. Menentukan rasio semen dengan air dari grafik hubungan antara densitas

beton, massa jenis ALWA untuk berbagai kadar semen dan grafik kadar semen

untuk berbagai nilai slump. Sebelumnya dengan rumus Bolomey ditetapkan

terlebih dahulu untuk kuat tekan rata-rata dan nilai slump yang diharapkan.

2. Menentukan rasio ALWA dan pasir dari grafik hubungan antara rasio ALWA

dan pasir, berbagai kadar semen serta ukuran maksimum diameter ALWA.

3. Menentukan koefisien kemampatan beton dari tabel koefisien kemampatan

beton untuk berbagai kondisi nilai slump. Langkah ini dilakukan untuk

mendapatkan volume absolut dari benda padatnya.

Dari langkah–langkah tersebut akan diperoleh kebutuhan bahan–bahan

penyusun beton ringan per 1 m3. Dalam pengerjaannya, susunan campuran ini
39

akan berubah tergantung kondisinya. Adapun patokan dalam melakukan koreksi

atau penyesuaian campuran yaitu :

1. Bila kekuatan tekannya lebih rendah dari yang direncanakan, maka kekuatan

adukan semen perlu ditingkatkan atau rasio kerikil dengan pasir perlu

dikurangi.

2. Bila ternyata densitasnya tinggi, maka dengan menaikkan kadar ALWA akan

dapat membantu menurunkan densitasnya. Penambahan dilakukan dengan

cermat untuk mengantisipasi penurunan kekuatannya.

3. Bila kekentalan tidak memenuhi syarat, maka kadar pasir dapat dinaikkan

terutama butir halusnya dan menambah kadar air yang mungkin berakibat

menurunnya kekuatan betonnya.

Bahan–bahan penyusun beton normal dalam penelitian ini terdiri dari

semen, pasir, air dan kerikil. Langkah–langkah merancang campuran beton

normal menurut metode Departemen Pekerjaan Umum sebagai berikut :

1. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) pada umur tertentu.

2. Penetapan nilai deviasi standar (s).

3. Penghitungan nilai tambah (“margin”), (M).

4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan.

5. Penetapan jenis semen Portland.

6. Penetapan jenis agregat.

7. Tetapkan faktor air-semen.

8. Penetapan faktor air-semen maksimum.

9. Penetapan nilai slam.


40

10. Penetapan besar butir agregat maksimum.

11. Tetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan

ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan slam yang diinginkan.

12. Hitung berat semen yang diperlukan.

13. Kebutuhan semen minimum.

14. Penyesuaian kebutuhan.

15. Penyesuaian jumlah air atau faktor air-semen.

16. Penentuan daerah gradasi agregat halus.

17. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar.

18. Berat jenis agregat campuran.

19. Penentuan berat jenis beton.

20. Kebutuhan agregat campuran.

21. Hitung berat agregat halus yang diperlukan, berdasarkan hasil langkah (17)

dan (20).

22. Hitung berat agregat kasar yang diperlukan, berdasarkan hasil langkah (20)

dan (21).

H. Pembuatan Benda Uji

Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini diuraikan

sebagai berikut:

1. Menyiapkan material (air, semen, pasir, kerikil,, sisa bakar batu bara dan

ALWA) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.

2. Menyiapkan cetakan beton.


41

3. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan mix design

beton. Khusus untuk beton ringan perhitungan mix design berdasarkan metode

Dreux-Corrise dan untuk beton normal perhitungan mix design-nya berdasar

cara DPU.

4. Membuat adukan beton dengan cara memasukkan material yang telah

ditimbang ke dalam mixer, dengan urutan alwa terlebih dahulu, kemudian sisa

bakar batu bara, semen, dan air untuk beton ringan. Untuk beton normal cara

pembuatan adukan dengan memasukkan kerikil, pasir, semen dan air.

5. Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.

6. Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton kedalam

cetakan.

7. Kemudian dilakukan pemadatan. Setelah cetakan terisi penuh dan diratakan,

dibiarkan selama 24 jam.

8. Mengeluarkan beton dari cetakan dan diberi tanda untuk masing masing

sampel.

9. Merawat balok beton dengan cara merendamnya dalam air selama 14 hari

kemudian menutupinya dengan karung basah selama 7 hari. Setelah itu

mengangin-anginkan sampai waktu pengujian.

I. Perawatan (Curing)

Perawatan beton ialah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton

segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup

keras. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin proses reaksi hidrasi semen
42

berlangsung dengan sempurna sehingga timbulnya retak-retak dapat dihindarkan

dan mutu beton dapat terjamin.

Pada penelitian ini perawatan dilakukan dengan melepas cetakan beton

setelah berumur 1 hari dan merendam beton dalam air pada hari kedua selama 14

hari. Setelah itu beton dikeluarkan dari dalam air dan perawatan dilanjutkan

dengan cara menyelimuti permukaan beton dengan karung basah selama 7 hari

kemudian diangin-anginkan sampai beton berumur 28 hari.

J. Pengujian Kuat Desak

Sesuai dengan judul skripsi, pengujian desak beton hanya sebagai

pelengkap. Uji desak beton beton menggunakan silinder dengan diameter 15 cm

dan tinggi 30 cm. Langkah-langkah pengujian dengan alat uji kuat desak

(compression testing machine) adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan benda uji pada ruang pendesak compression testing machine.

2. Menghidupkan mesin desak.

3. Mengamati setiap perubahan/penambahan kuat desak pada uji desak, pada

jarum pengukurnya.

4. Bila jarum sudah tidak bergerak lagi maka mesin dimatikan, dengan kata lain

betonnya sudah hancur.

5. Membaca dan mencatat angka pada jarum ukur yang merupakan besarnya

beban desak beton.

6. Menghitung kuat desak beton dengan rumus dibawah ini :

P
f' c  (3.13)
A
43

dengan :

f’c = kuat desak beton yang didapat dari benda uji (MPa)

P = beban desak maksimum (N)

A = luas permukaan benda uji (mm2)

K. Pengujian Beban Kejut

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya energi serapan yang

diterima oleh benda uji sesudah terjadi tumbukan. Besar energi ini dihitung

berdasarkan banyaknya jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda

uji retak pertama dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda uji

runtuh total. Retak pertama ditandai dengan adanya retak rambut pada permukaan

benda uji. Sedang runtuh total ditandai dengan terbelahnya benda uji. Pengujian

ini menggunakan alat uji beban kejut (Impact Testing Machine) manual yang ada

di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik UNS. Beban yang digunakan sebesar 1

kg dengan tinggi jatuh 47,5 cm.

Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut :

1. Meletakkan benda uji pada dudukannya.

2. Memasang alat pemukul beserta pipa pralon untuk memposisikan jatuhnya

beban.

3. Menjatuhkan alat pemukul dan mengamati retak yang terjadi secara visual,

baik saat benda uji mengalami retak pertama maupun pada saat benda uji

mengalami runtuh total.


44

4. Mencatat jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda uji retak

pertama dan jumlah pukulan untuk membuat benda uji runtuh total.

Anda mungkin juga menyukai