Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan kurikulum pendidikan kebidanan yang lebih
berorientasi pada kompetensi (KBK) tentu memberikan implikasi pada
berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik
dalam memeberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan.
Pada kondisi ini maka peranan seorang Clinical Instructor (CI) sangat
penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan
laboratorium sampai pada tatanan klinik/lapangan nyata.
Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang
yang menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan
pantas dari seseorang. Oleh karena itu seharusnya seorang CI diberi
wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan perannya dalam
merancang, mengelola dan mengevaluasi pemebelajaran klinik terhadap
peserta didik di tatanan klinik. Namun seringkali kita melihat dan
merasakan keadaan yang berbeda dimana seorang CI sulit sekali
menunjukkan kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena
berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan
ketidakjelasan peranan yang di berikan institusi pendidikan pada para CI
tersebut. Hal inilah yang mendorong pentingnya pembahasan peran CI ini
dalam pelatihan Clinical Instructor saat ini, semoga memberi kejelasan akan
peran fungsi dan tanggung jawabnya dalam membimbing para peserta didik
di tatanan klinik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja issue-isue yang terkait dalam pembelajaran praktek klinik?
2. Apa saja tantangan pada pembelajaran klinik?
3. Bagaimana komunikasi dalam bimbingan klinik?

1
4. Apa yang dimaksud dengan perilaku asertif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui issue-isue yang terkait dalam pembelajaran praktek
klinik.
2. Untuk mengetahui tantangan pada pembelajaran klinik.
3. Untuk mengetahui cara komunikasi dalam bimbingan klinik.
4. Untuk mengetahui maksud dari perilaku asertif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isue-Isue Terkait Pembelajaran Praktek Klinik


1. Lotus Birth
Isu terkini dalam praktik kebidanan yang sangat fenomenal adalah lotus
birth yang membuat Robin Lim mendapat penghargaan yang
membanggakan sejawat di seluruh dunia. Lotus Birth, atau tali pusat
yang tidak dipotong, adalah praktek meninggalkan tali pusat yang tidak
diklem dan lahir secara utuh, daripada ikut menghalangi proses fisiologis
normal dalam perubahan Wharton’s jelly yang menghasilkan
pengkleman internal alami dalam 10-20 menit pasca persalinan.

Tali pusat kemudian Kering dan akhirnya lepas dari umbilicus.

Pelepasan tersebut umumnya terjadi 3-10 hari setelah lahir.
 Organisasi

Kesehatan Dunia(WHO) menekankan pentingnya penyatuan atau


penggabungan pendekatan untuk asuhan ibu dan bayi, dan menyatakan
dengan jelas (dalam Panduan Praktis Asuhan Persalinan Normal:,
Geneva, Swiss, 1997) “Penundaan Pengkleman (atau tidak sama sekali
diklem) adalah cara fisiologis dalam perawatan tali pusat, dan
pengkleman tali pusat secara dini merupakan intervensi yang masih

memerlukan pembuktian lebih lanjut.”
 Lotus Birth jarang dilakukan di

rumah sakit tetapi umumnya dilakukan di klinik dan rumah bersalin,

3
sehingga proses bonding attachment antara ibu dan bayi dapat
dilakukan, hal ini tentunya bermanfaat bagi ibu dan bayi yang baru lahir
.

Meskipun merupakan suatu fenomena alternatif yang baru, penundaan


pemotongan tali pusat sudah ada dalam budaya Bali dan budaya orang

Aborigin.
 Oleh karena itu, keputusan untuk dilakukannya Lotus Birth

serta dampak fisiologis yang dapat terjadi karena Lotus Birth merupakan
tanggungjawab dari klien yang telah memilih dan membaut keputusan
tentang tindakan tersebut.
Praktik Modern dari Lotus Birth menunjukkan bahwa mamalia yang
mempunyai 99% bahan genetik hampir sama dengan manusia, yaitu
simpanse pun membiarkan plasenta utuh, tidak merusak atau
memotongnya. Hal tersebut dikenal dengan fakta primatologistsSampai
sekarang belum ada penelitian lebih lanjut mengenai adanya kehilangan

berat badan bayi dan penyakit kuning karena tindakan Lotus Birth.


Beberapa alasan ibu untuk memilih Lotus Birth:


1. Tidak ada keinginan ibu untuk memisahkan plasenta dari bayi
dengan cara memotong tali pusat
2. Supaya proses transisi bayi terjadi secara lembut dan damai, yang
memungkinkan penolong persalinan untuk memotong tali pusat pada
waktu yang tepat.

4
3. Merupakan suatu penghormatan terhadap bayi dan plasenta.
4. Mendorong ibu untuk menenangkan diri pada minggu pertama
postpartum sebagai masa pemulihan sehingga bayi mendapat
perhatian penuh.
5. Mengurangi kematian bayi karena pengunjung yang ingin bertemu
bayi. Sebagian besar pengunjung akan lebih memilih untuk
menunggu hingga plasenta telah lepas.

6. Alasan rohani atau emosional.


7. Tradisi budaya yang harus dilakukan.


8. Tidak khawatir tentang bagaimana mengklem, memotong atau

mengikat tali pusat.


9. Kemungkinan menurunkan risiko infeksi (Lotus Birth memastikan


sistem tertutup antara plasenta, tali pusat, dan bayi sehingga tidak
ada luka terbuka)
10. Kemungkinan menurunkan waktu penyembuhan luka pada perut
(adanya luka membutuhkan waktu untuk penyembuhan.sedangkan
jika tidak ada luka, waktu penyembuhan akan minimal).

Beberapa manfaat dilakukannya Lotus Birth diantaranya :


1. Tali pusat dibiarkan terus berdenyut sehingga memungkinkan
terjadinya perpanjangan aliran darah ibu ke janin.
2. Oksigen vital yang melalui tali pusat dapat sampai ke bayi sebelum
bayi benar-benar dapat mulai bernafas sendiri.
3. Lotus Birth juga memungkinkan bayi cepat untuk menangis segera
setelah lahir.
4. Bayi tetap berada dekat ibu setelah kelahiran sehingga
memungkinkan terjadinya waktu yang lebih lama untuk bounding
attachment.

5
5. Dr Sarah Buckley mengatakan :”bayi akan menerima tambahan 50-
100 ml darah yang dikenal sebagai transfusi placenta. Darah transfusi
ini mengandung zat besi, sel darah merah, keeping darah dan bahan
gizi lain, yang akan bermanfaat bagi bayi sampai tahun

pertama.”
 Hilangnya 30 ml darah ke bayi baru lahir adalah setara

dengan hilangnya 600 mL darah untuk orang dewasa. Asuhan


persalinan umum dengan pemotongan tali pusat sebelum berhenti
berdenyut memungkinkan bayi baru lahir kehilangan 60 ml darah,
yang setara dengan 1200 ml darah orang dewasa.

2. Persalinan dengan Teknik ILA


Ibu hamil selalu menantikan saat-saat membahagiakan
melahirkan seorang bayi, akan tetapi rasa senang itu dapat mendadak
menjadi saat-saat yang mengerikan karena terbayang kesakitan yang
sangat saat melahirkan. Hal ini memerlukan pengertian, bantuan dan
dukungan bagi ibu hamil yang akan melahirkan tersebut. Dan berbagai
cara dilakukan agar ibu melahirkan dalam keadaan yang tidak terlalu
sakit dan nyaman. Salah satu yang dikembangkan saat ini adalah
Suntikan Analgesia Epidural (Intrathecal Labour Analgesia) atau
Persalinan Tanpa Rasa Sakit (Painless Labor).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks , dan
janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-
42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :


Kala I :

6
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm) .
Proses ini berlangsung antara 18-24 jam terbagi dalam 2 fase, fase laten
(± 8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif ( ± 7jam) serviks
membuka dari 3 sampai 10 cm dengan kecepatan ± 1 cm per jam.
Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.

Kala II :
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

Kala III :
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahir sampai lahirnya plasenta,
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Kala IV :
Dimulai pada saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

Persalinan Tanpa Rasa Sakit


Tiga hal penting dan perlu diperhatikan untuk menghilangkan rasa sakit
persalinan adalah : Keamanan, kemudahan dan jaminan terhadap
homeostasis janin.
Ibu bersalin yang diberikan analgesia harus dimonitor dengan baik.
Menurut Read ( 1944 ) intensitas nyeri persalinan berhubungan dengan
tingkat emosional. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
meningkatnya intensitas nyeri persalinan dan kelahiran adalah :
Nuliparitas, Induksi Persalinan, Usia Ibu yang masih muda, Riwayat
‘Low Back Pain’ yang menyertai menstruasi dan peningkatan berat
badan ibu ataupun janin. Dari semua ini, prediktor yang paling penting
adalah nuliparitas dan induksi persalinan (Pacuan). Nyeri persalinan ini
dapat diantisipasi dengan latihan / senam hamil.

7
Nyeri Persalinan dan ILA
Kontraksi ritmik uterus dan dilatasi servik yang progresif pada kala I
menyebabkan sensasi nyeri selama kala I persalinan. Impuls saraf aferen
dari servik dan uterus ditransmisikan ke medula spinalis melalui segmen
Thorakal 10 – Lumbal 1. Hal ini biasanya akan menyebabkan nyeri pada
daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sakrum. Berbeda
dengan kala I, pada kala II transmisi melalui segmen Sakral 2 – 4, dan
nyeri disebabkan oleh regangan pada vulva/vagina dan perineum yang
juga bertumpang tindih dengan nyeri akibat kontraksi uterus.

Keuntungan ILA :
 Efektif menghilangkan nyeri persalinan selama kala I dan II
persalinan.
 Memfasilitasi kooperasi (Kerjasama) pasien selama persalinan dan
kelahiran.
 Anestesi untuk tindakan episiotomi atau Persalinan Pervagina
dengan Tindakan Operatif (PPTO).
 Dapat untuk anestesi operasi sesar (Time Related).
 Tidak menyebabkan depresi napas baik pada janin maupun ibu yang
disebabkan oleh opioid.

Tindakan ILA ini seharusnya hanya dilakukan oleh seorang yang ahli
dan ditempat yang memiliki fasilitas, alat dan obat-obatan untuk
resusitasi. Termasuk didalamnya adalah oksigen, suction dan alat-alat /
obat-obatan resusitasi kardioplulmonar. Dan tindakan ILA dilakukan
setelah dilakukan pemeriksaan terhadap ibu dan janin serta kemajuan
persalinannya. ILA tidak diberikan sebelum diagnosa persalinan sudah
ditegakkan dan sebelum ibu bersalin meminta untuk meredakan nyeri
persalinannya.

8
Kontraindikasi dari ILA
Ada beberapa kontraindikasi dari I L A yaitu :
 Persangkaan Disproporsi Kepala Panggul (Resiko Ruptura Uteri).
 Penolakan oleh pasien.
 Perdarahan Aktif
 Maternal Septicemia
 Infeksi disekitar lokasi suntikan.
 Kelainan Pembekuan darah.

Efek ILA pada persalinan diantaranya adalah dapat


memperpanjang kala I dan II persalinan, dan meningkatkan penggunaan
oksitosin untuk akselerasi persalinan serta penggunaan instrumentasi
pada kelahiran dengan menggunakan tarikan vakum atau forsep. ILA
tidak signifikan meningkatkan angka operasi sesar.
Yang perlu disadari disini bahwa penggunaan ILA untuk
‘Painless Labor’ adalah untuk mengatasi nyeri persalinan, sedangkan
perjalanan proses persalinan itu sendiri adalah tetap. Jadi tidak berarti
bahwa dengan ILA akan pasti dapat lahir pervaginam. Tindakan sesar
adalah atas dasar indikasi Obstetri.
Tindakan ILA ini dilakukan setelah pembukaan serviks 3-5 cm,
kecuali bila dilakukan induksi dengan oksitosi tindakan dapat diakukan
lebih awal. Akan tetapi secara umum tindakan ILA dilakukan setelah
diagnosa persalinan telah ditegakkan dan pasien telah meminta untuk
meredakan nyeri persalinannya .

Komplikasi ILA
Komplikasi dari tindakan ILA yang paling sering adalah
hipotensi. Untuk itu diperlukan pemberian cairan elektrolit isotolus
sebelum tindakan. Komplikasi yang lain adalah sakit kepala, retensio
urin, meningitis, kejang, akan tetapi ini adalah komplikasi yang jarang

9
terjadi. Dua komplikasi yang umum terjadi adalah Hipotensi dan sakit
kepala.
Crawford (1985) dari Birmingham Maternity Hospital, Inggris
melaporkan mulai dari 1968-1985 lebih dari 26.000 pasien mendapatkan
ILA dan tidak ditemukan adanya kematian, jadi tindakan ini cukup
aman.

Pemantauan Persalinan
Persalinan harus dipantau baik dari status umum maupun
kemajuan persalinannya. Yang perlu dievaluasi adalah : Denyut Jantung
Janin, His (Kontraksi Uterus), Penurunan bagian terendah janin,
Lingkaran retraksi Bandl. Kemajuan persalinan dievaluasi sesuai dengan
pembukaan servik dengan penurunan bagian terendah janin (kepala)
sesuai partograf atau kurva Friedman.
Penting juga untuk diketahui bahwa karena nyeri persalinan telah
hilang, maka reflek ingin mengejan pada kala II pun akan berkurang
sensasinya, sehingga diperlukan edukasi pada ibu dan diberitahu kapan
harus mengejan.

B. Tantangan pada Pembelajaran Klinik


Tantangan dari pembelajaran klinik adalah sebagai berikut :
1. Dibatasi oleh waktu
2. Berorientasi pada tuntutan klinik
3. Meningkatnya jumlah mahasiswa
4. Jumlah klien yang sedikit
5. Lingkungan klinik terkadang kurang kondusif bagi pembelajaran (sarana
dan prasarana)
6. Reward yang diterima oleh pembimbing klinik kurang memenuhi
standar

10
C. Komunikasi dalam Bimbingan Klinik dan Perilaku Asertif
1. Pengertian Komunikasi Efektif
Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang
dalam komunikasi. Atau penerimaan pesan oleh komunikan sesuai
dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian komunikan
memberikan respon yang positif sesuai dengan yang diharapkan.

2. Tujuan Komunikasi Efektif


Tujuannya adalah untuk memberi kemudahan dalam memahami pesan
yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih
jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang, dan melatih
penggunaan bahasa nonverbal secara baik.

3. Syarat Komunikasi Efektif


 Credibility (kredibilitas)
Adalah pengakuan komunikan terhadap keberadaan komunikator.
Posisi dan kedudukan dalam strata sosiokultural tertentu
mempengaruhi pengakuan dan kredibilitas seseorang.
 Context (konteks)
Situasi dan kondisi relevan dengan keadaan si penerima pesan.
Situasi dan kondisi dapat meliputi konsentrasi dan perhatian individu
yang terlibat dalam komunikasi maupun situasi / kondisi lingkungan
tempat penyelenggaraan komunikasi.
 Content (isi)
Merupakan materi yang akan disampaikan sebagai pesan oleh
komunikator, yang berpengaruh bagi penerima pesan.
 Clarity (kejelasan)
Pesan yang disampaikan oleh komunikator diterima dan dimengerti
oleh penerima.
 Continuity dan consistency (kontinuitas dan konsistensi)

11
Pesan yang disampaikan konsisten dan berkesinambungan dan tidak
menyimpang dari topik dan tujuan komunikasi yang telah ditetapkan.
 Channel (saluran)
Saluran yang digunakan dalam komunikasi sesuai yang
memungkinkan penerimaan yang baik oleh komunikan

 Capability of audience (kemampuan komunikasi)


Materi (isi pesan) dan teknik penyampaian pesan disesuaikan dengan
kemampuan penerimaan sasaran, sedangkan pesan itu sendiri mudah
diterima dan tidak membingungkan.

Prinsip komunikasi yang efekif :


 Complex : lengkap
 Clear : jelas
 Concise : singkat
 Correct : benar / tepat
 Courteus : sopan

4. Proses Komunikasi Efektif


 Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga
dapat menarik perhatian komunikan.
 Pesan harus menggunakan lambing-lambang tertuju pada
pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan,
sehingga sama-sama mengerti.
 Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
 Pesan harus menyarankan status jalan untuk memperoleh kebutuhan
komunikan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan

12
pada saat digerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikehendaki.
 Selanjutnya seorang komunikator harus meneliti sedalam dalamnya
tujuan komunikan meliputi hal-hal :
 Waktu yang tepat untuk suatu pesan
 Bahasa yabg harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti.
 Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif.
 Jenis kelompok dimana komunikasi akan dilaksanakan.
 Perlu juga diperhatikan bawa komunikan dapat dan akan menerima
sebuah pesan jika terdapat kondisi berikut secara simultan:
komunikan dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi. Pada
saat komunikan mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa
keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

5. Unsur-Unsur Komunikasi Efektif


 Hubungan antara sumber dan penerima hendaknya baik, wajar dan
saling percaya.
 Hendaknya bersifat dua arah.
 Hendaknya terbuka dan tidak dibuat-buat.
 Usahan pesan / gagasan cukup jelas.
 Tegaskan maksud dan tujuan sebenarnya.
 Memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan dan lingkungan.
 Konsultasi dengan orang yang lebih kompeten.
 Mencari unsur-unsur yang menguntungkan bagi penerima dan
menggunakan contoh-contoh / pengalaman.
 Harus ada follow up dari tiap komunikaasi.

6. Teknik Komunikasi Secara Efekif


 Memahami maksud dan tujuan berkomunikasi.
 Mengenali komunikan.
 Berorientasi pada tema komunikasi.

13
 Menyampaikan pesan dengan jelas
 Menggunakan alat bantu yang sesuai.
 Menjadi pendengar yang baik.
 Memusatkan perhatian.
 Menghindari terjadinya gangguan.
 Membuat suasana menyenangkan.
 Memanfaatkan bahasa tubuh dengan benar.

7. Perilaku Asertif
Hayes (2002) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan suatu cara
untuk mengekspresikan diri dengan cara berkomunikasi secara lugas dan
jelas, menyatakan sudut pandang dengan perilaku yang sopan dan
menghindari penggunaan kalimat yang berkonotasi negatif. Sedangkan
Rakos (2006) menjelaskan bahwa perilaku asertif adalah suatu
keterampilan untuk mencari, mempertahankan dan meningkatkan
pemahaman atau perasaan saat menghadapi situasi yang kurang
menyenangkan. Perilaku asertif dapat mendukung individu dalam
memecahkan permasalahan, mengatasi konflik yang ada dalam
kelompok, dan dapat mencegah terjadinya depresi individu (Johnson &
Johnson, 2009).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengalaman belajar klinik dan lapangan merupakan proses
pembelajaran yang penting diberikan kepada peserta didik untuk
mempersiapkan mereka menjadi bidan profesional.
Klinik dan lapangan diharapkan dapat membentuk kemampuan
akademik dan professional, mampu mengembangkan keterampilan dalam
memberikan pelayanan atau asuhan kebidanan professional, serta dapat
berorientasi dengan peran profesionalnya.

B. Saran
Bagi mahasiswa disarankan untuk mengikuti pembelajaran praktek
klinik untuk mempersiapkan menjadi bidan yang professional.

15

Anda mungkin juga menyukai