PENDAHULUAN
Di Indonesia Hampir setiap tahun terjadi bencana akibat gempa bumi di berbagai
daerah dimulai dari intesitas rendah hingga intensitas tinggi, Hal ini dapat dilihat pada
riwayat kejadian-kejadian gempa yang telah terjadi selama ini seperti pada gempa flores
tahun 1992, gempa aceh tahun 2004, Gempa Alor Tahun 2004, gempa padang tahun
2009. Selain itu gempa juga telah menimbulkan kerugian yang sangat besar berupa
kerusakan sarana prasarana dan bangunan. Guna mengantisipasi terjadinya bencana
serupa di kemudian hari perlu upaya serius untuk meningkatkan kualitas konstruksi
bangunan gedung di Indonesia. Ini merupakan suatu tuntutan logis yang harus ditindak
lanjuti sebagai konsekuensi hidup di daerah yang rawan gempa.
Terlebih Pada saat ini, pembangunan di kota besar menitikberatkan bangunan
bertingkat tinggi. Bangunan bertingkat umumnya digunakan sebagai gedung-gedung
pemerintah seperti perkantoran dan rumah sakit, Hotel dan Pusat perbelanjaan.
Pembangunan gedung bertingkat juga didasari karena ketersediaan lahan yang semakin
sempit sehingga tidak dimungkinkan pengembangan bangunan ke arah samping
(Horizontal) melainkan pada Arah vertikal. Namun pengembangan bangunan ke arah
vertical diperlukan Elemen Tangga yang berfungsi sebagai alat penghubung antar lantai.
Dalam perencanaannya penempatan Elemen tangga juga bergantung pada
fungsinya, ada yang berfungsi sebagai tangga darurat yaitu ditempatkan di luar atau
terpisah dari gedung dan ada juga tangga utama yang ditempatkan di dalam gedung.
Penempatan tangga dalam gedung tentunya berpengaruh pada bentuk konfigurasi
bangunan pasalnya pada frame daerah tangga yang terdapat Bordes mengalami
perubahan konfigurasi pada arah vertikal yang semula terdiri dari 6 lantai menjadi 12
lantai. Tentunya hal tersebut sangat berpengaruh terhadap Respon bangunan, melihat
hal tersebut maka perlu dilakukan analisis terhadap pengaruh elemen tangga pada
struktur bangunan gedung dengan melihat perilaku Respon Inelastik kedua Model
gedung yang direncanakan yang memliki elemen tangga dan tanpa tangga sebagai
bahan perbandingan dan juga melihat pola kegagalan elemen struktur pada daerah
tangga.
I-1
Berdasarkan ketentuan SNI 03-2847-2013, pola kegagalan struktur hanya boleh
mengikuti pola kegagalan kolom kuat balok lemah.Dimana kegagalan hanya boleh terjadi
akibat kegagalan lentur dengan terbentuknya sendi plastis pada pangkal-pangkal balok
kemudian pada pangkal kolom lantai dasar, dan ujung-ujung atas kolom dari lantai
puncak.
Kondisi ini dapat dicapai melalui: pertama, mencegah terjadinya kegagalan geser
pada balok, dengan cara menetapkan gaya geser berdasarkan kondisi sendi plastis yang
terjadi pada kedua ujung-ujung balok. Kedua, mencegah terjadinya kegagalan lentur,
geser lentur dengan normal pada elemen kolom kecuali, pada daerah kolom yang telah
di sebutkan di atas. Ketiga, mencegah terjadinya kegagalan joint balok dan kolom.
Konsep kolom kuat balok lemah tersebut belum dapat dipastikan akan terjadi pada
kondisi riil. Karena gaya-gaya yang digunakan dalam desain, kususnya pada tahap awal
di desain balok adalah gaya-gaya yang diperoleh dari analisis elastis. Karena itu
walaupun konsep ini digunakan tetapi perilaku struktur pasca elastis belum dapat
dipastikan dengan baik. Salah satu cara untuk memastikan perilaku struktur pasca elastis
adalah dengan, melakukan analisis respon spektrum menggunakan analisis pushover
melalui pertimbangan-pertimbangan yang telah di sepakati.
Berdasarkan pembahasan tersebut maka dipandang perlu untuk melakukan desain
atas rangka beton bertulang pemikul momen khusus yang dilanjutkan dengan evaluasi
pengaruh Tangga terhadap perilaku respon in-elastisnya menggunakan metode pushover
analiysis oleh karena itu penelitian ini mengambil judul : “DESAIN STRUKTUR BETON
BERTULANG SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DAN
ANALISIS PENGARUH TANGGA TERHADAP PERILAKU RESPONS IN – ELASTIS
DENGAN MENGGUNAKAN METODE PUSHOVER ANALYSIS”
I-4
I-5