Anda di halaman 1dari 17

INOVASI BIROKRASI

STUDI TENTANG PELAYANAN PEMBUATAN KTP


ELEKTRONIK DI KOTA SOLOK
SUMATERA BARAT

DOSEN
Dr. Drs.Affan Sulaeman,M.A

DISUSUN OLEH
Agung Rahmat Prasetyo
170410150039

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB 1
LATAR BELAKANG

Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas resmi Penduduk sebagai


bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal
Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah
kawin. Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun
juga wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal
berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan.
KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap. Khusus warga
yang telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak
perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali.

Setiap Warga Negara baik Indonesia maupun Asing wajib memiliki kartu
tanda penduduk. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126
Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun
2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 A merupakan Identitas resmi bukti domisili penduduk; Bukti diri
penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi
pemerintahan; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan
publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan
Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha,
Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan.

Program KTP-el dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP


konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki
lebih dari satu KTP . Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang
menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi
peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan
manggandakan KTP-nya.

Penyelenggaraan pelayanan KTP-el dibeberapa daerah di Indonesia masih


mengalami banyak kendala. Dibuktikannya masih banyak kendala dalam proses
pelayanan pembuatan KTP-el. Kendala tersebut antara lain masih ada masyarakat
yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur

birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan
tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan
prasana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan yang baik dari
pegawai, banyaknya antrian dalam proses pembuatan KTP-el, sosialisasi yang
kurang dan sosialisasi yang kurang.

Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan


prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat
menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi
kependudukan khususnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.

Satu hal yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah dalam
kaitannya dalam hubungan antar rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam
bidang public service (pelayanan umum), terutama dalam hal kualitas atau mutu
pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah sebagai service
provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan
yang semakin berkualitas. Apalagi dalam menghadapi kompetisi di era globalisasi,
kualitas dan pelayanan aparatur pemerintah akan semakin ditantang untuk semakin
optimal dan mampu menjawab tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat, baik
dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas pelayanan.

Aparat birokrasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan


pelayanan kepada masyarakat. Dan yang diandalkan mampu mengubah citra "minta
dilayani", menjadi "melayani" (Mulyadi,2007).
BAB 2

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pelayanan yang diberikan pemerintah dalam hal pelayanan


publik di Kota Solok Sumatera Barat?
2. Apa saja kendala yang terjadi dalam pembuatan KTP Elektronik di Kota
Solok Sumatera Barat?

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah pelayanan publik, menurut UU No. 25 Tahun 2009, adalah kegiatan


atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.

Prinsip pelayanan, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri


PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14
unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada
untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: (1)
prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) persyaratan
Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) kejelasan petugas
pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan
(nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) kedisiplinan petugas
pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama
terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) tanggung jawab
petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) kemampuan petugas pelayanan,
yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/
menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; (7) kecepatan pelayanan, yaitu target
waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan; (8) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan
pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
(9) kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati; (10) kewajaran biaya pelayanan, yaitu
keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit
pelayanan; (11) kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; (12) kepastian jadwal pelayanan,
yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
(13) kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima
pelayanan; (14) keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan
lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan,
sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-
resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Menurut Mardiasmo(2002) informasi dalam pengukuran kinerja sektor


publik ada dua yaitu informasi finansial dan informasi non-finansial. Informasi
finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Informasi
nonfinansial dapat dijadikan tolok ukur lainnya, dapat menambah keyakinan
terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Jadi informasi finansial
mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi terhadap pengorbanan sumber daya
melalui media anggaran, akuntansi dan audit. Sedangkan informasi non-finansial
merupakan aspek pelayanan yang mengukur tingkat kepuasan penerima layanan,
contohnya seperti pengukuran pelayanan KTP elektronik.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam
Negeri Republik Indonesia (2012) mengungkapkan bahwa KTP berbasis NIK
secara Nasional yang selanjutnya disebut KTP elektronik adalah KTP yang
memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus
yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kabupaten/kota.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013,


perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi
kependudukan menjelaskan bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik selanjutnya
disingkat KTP-el merupakan Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang
merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh
instansi pelaksana. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang
memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau
pernah kawin wajib memiliki KTP-el yang berlaku secara nasional sebagai SIN
(Single Identity Number) yang berbasis NIK dengan menggunakan teknologi
komputer dan basis data yang integratif. NIK adalah nomor identitas kependudukan
yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar
sebagai penduduk Indonesia. NIK hanya bisa diterbitkan oleh instansi pelaksana
dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
KTP-el untuk WNI berlaku seumur hidup dan bagi orang asing berlaku sesuai masa
izin tinggal tetap. Hal ini ditujukan untuk Efisiensi Anggaran. Dengan KTP-el
masyarakat tidak perlu lagi memperpanjangnya tiap lima tahun. Kecuali bagi warga
negara yang mengalami peristiwa atau perubahan status kependudukan. Seperti
status pernikahan, gelar pendidikan, atau perubahan domisili.

Sedangkan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun


2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009
Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A
merupakan:

a. Identitas resmi bukti domisili penduduk;


b. Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan
administrasi pemerintahan;

c. Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi


Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan
dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan,
Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan. Menurut Pasal 10 (1)KTP non elektronik
tetap berlaku dan harus disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling lambat
tanggal 31 Desember 2013. (2) Dalam hal penduduk yang sudah melakukan
perekaman KTP Elektronik tetapi belum menerima KTP Elektronik, KTP non
elektronik yang telah habis masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku. (3) Masa
berlaku KTP non elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan
penduduk yang bersangkutan menerima KTP Elektronik.

Manfaat KTP elektronik sebagai berikut :

1. Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu,
sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi penduduk
2. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat,
sehingga Data Pemilih dalam Pemilu dan Pemilukada yang selama ini
sering bermasalah tidak akan terjadi lagi, dan semua Warga Negara
Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya.
3. Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif
dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para
pelaku kriminal termasuk teroris, TKI Ilegal dan perdagangan orang
umumnya menggunakan KTP ganda dan KTP Palsu.
4. Bahwa KTP Elektronik merupakan KTP Nasional yang sudah memenuhi
semua Ketentuan yagn diatur dalam UU No.23 Tahun 2006 dan Perpres
No.26 tahun 2009 dan Perpres No.35 tahun 2010, sehingga berlaku secara
nasional. Dengan demikian mempermudah penduduk untuk mendapatkan
pelayanan dari Lembaga Pemerintah Swasta , karena tidak lagi memerlukan
KTP setempat.

Dasar hukum Penerapan KTP-el di Indonesia yaitu

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 26 ayat 3 tentang hal-hal mengenai warga


negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
2. Undang-undang No.23 th 2006 tentang administrasi kependudukan
a. PP No.37 th 2007 tentang pelaksanaan UU No.23/2006 terkait
Administrasi Kependudukan
b. PERPRES No.25 th 2008 tentang cara dan persyaratan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil
c. PERPRES no.26 th 2009 tentang penerapan KTP berbasis NIK secara
nasional
d. PERPRES no.35 th 2010 tentang perubahan atas PERPRES no.26/2009
Penerapan KTP elektronik paling lambat akhir 2012
e. KEPRES No.10 th 2010 tentang tim pengarah
f. PERMENDAGRI no.6 th 2011 tentang spesifikasi perangkat keras,
lunak, blanko KTP Elektronik
g. PERMENDAGRI no.9 th 2011 tentang pedoman penerapan KTP
berbasis NIK Secara Nasional

Kebijakan yang berkenaan dengan penerbitan kartu tanda penduduk berbasis


elektronik, diatur melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor No 09 Tahun
2011 tentang Pelayanan Pembuatan e-KTP atau KTP-el.

Prosedur pelayanan KTP-el sebagai berikut :

1. Perekaman data penduduk


a. Penduduk membawa surat panggilan dan KTP lama (bagi yang sudah
memiliki KTP)
b. Penduduk menyerahkan surat panggilan dan memperlihatkan KTP lama
(bagi yang sudah memiliki KTP) kepada petugas
c. Penduduk menunggu panggilan
d. Petugas operator melakukan verifikasi data penduduk dan perekaman
pas photo, tanda tangan, sidik jari dan iris (selaput bola mata yang ada
dibelakang kornea mata membentuk batas pupil yang memberikan
warna khusus), petugas membubuhkan tanda tangan dan stempel tempat
pelayanan KTP elektronik pada surat panggilan penduduk yang
dijadikan tanda bukti pengambilan KTP elektronik.

2. Pengambilan KTP elektronik


a. Penduduk membawa surat panggilan yang telah ditanda tangani dan di
stempel oleh petugas tempat pelayanan KTP elektronik serta KTP lama
(bagi yang sudah memiliki KTP)
b. Penduduk menyerahkan surat panggilan tersebut diatas kepada petugas
c. Penduduk menunggu panggilan
d. Petugas operator melakukan verifikasi data melalui pemadanan sidik
jari penduduk 1:1

Apabila datanya sama maka KTP elektronik diberikan kepada penduduk.


Apabila datanya tidak sama, KTP elektronik tidak diberikan kepada penduduk.
Secara bersamaan ketika penduduk menerima KTP Elektronik, penduduk juga
menyerahkan KTP lama kepada petugas operator.

Tata cara perekaman sidik jari penduduk antara lain:

1. Sebelum melakukan perekaman, jari tangan harus bersih dan kering


2. Perekaman sidik jari penduduk dilakukan di tempat pelayanan KTP
Elektronik
3. Perekaman sidik jari penduduk dilakukan oleh petugas operator
4. Petugas operator merekam seluruh sidik jari tangan penduduk dengan
urutan:
a. Perekaman sidik jari tangan kanan mulai ibu jari, jari telunjuk, jari
tengah, jari manis, dan jari kelingking
b. Perekaman sidik jari tangan kiri mulai ibu jari, jari telunjuk, jari tengah,
jari manis dan jari kelingking
5. Hasil perekaman sidik jari tangan epnduduk disimpan kedalam database
kependudukan ditempat pelayanan KTP Elektronik
6. Hasil perekaman sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan
kanan penduduk juga direkam kedalam CHIP KTP Elektronik

Tata cara perekaman sidik jari penduduk yang cacat meliputi :

1. Dalam hal sidik jari telunjuk tangan kanan/ kanan kiri tidak dapat direkam
kedalam CHIP KTP Elektronik, dilakukan perekaman sidik jari yang
lainnya dengan urutan jari tengah, jari manis atau ibu jari
2. Penduduk yang cacat fisik sehingga tidak bisa dilakukan perekaman sidik
jari tangan tidak dilakukan perekaman sidik jari tangan tetapi dilakukan
perekaman pas photo wajah dengan kedua tangan penduduk yang
bersangkutan kedalam database kependudukan.

Menurut Edward III implementasi kebijakan publik ditinjau dari empat aspek,
yaitu :

1) Pola komunikasi yang digunakan yaitu top down (dari atas kepada
bawahan) dari Camat kepada Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum sebagai
petugas pelaksana yang kemudian langsung dikoordinasikan dengan staf-
staf di ruang PATEN. Kejelasan dalam komunikasi dan konsistensi dari
aktor pelaksana kebijakan telah mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan PATEN pada pelayanan e-KTP .
2) Sumber Daya terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya peralatan, dan
sumber daya keuangan. Sumber daya manusia yang ada pada pelayanan e-
KTP yaitu terdiri dari satu petugas yang memiliki wawasan dalam
mengoperasikan alat perekam e-KTP , selain itu sumber daya manusia juga
ditingkatkan kapasitasnya melalui bimbingan teknis dan rapat yang
dilaksanakan secara rutin. Sumber daya peralatan untuk perekaman e- KTP
terdiri dari komputer, kamera beserta tripod, alat perekam sidik jari, alat
perekam tanda tangan elektronik, alat perekam iris mata, alat pembaca e-
KTP , dan jaringan internet. Sumber daya peralatan tersebut untuk saat ini
disediakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Sumber daya keuangan untuk
kebutuhan layanan e-KTP juga masih dianggarkan secara nasional oleh
Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
3) Disposisi, untuk petugas perekam e- KTP sebagai pelaksana (implementor)
kebijakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat telah memiliki
kesungguhan dalam melaksanakan tugasnya. Petugas juga memiliki
kompetensi sesuai dengan bidangnya, karena telah berupaya untuk
meningkatkan kapasitas dengan cara rutin mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti bimbingan teknis maupun rapat koordinasi.
4) Struktur birokrasi, diketahui bahwa implementasi kebijakan PATEN pada
produk layanan e-KTP di Kecamatan Krian untuk saat ini hanya diberi
kewenangan dalam merekam dan menginput data penduduk, sedangkan
untuk pencetakan dan penerbitan merupakan kewenangan Kementerian
Dalam Negeri. Dengan demikian struktur birokrasi cenderung hierarkis
yang dapat diketahui dari alur prosedur penerbitan e-KTP tersebut,
sehingga kepastian waktu untuk penerbitan e-KTP tidak dapat diketahui
oleh pihak kecamatan maupun masyarakat.

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) dalam Tjiptono (2011:


198) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat 5 (lima)
ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu:

a. Tangibles (bukti fisik), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,


perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
b. Reliability (reliabilitas), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat
kesalahan apapun dalam menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang
disepakati.
c. Responsiveness (responsivitas), berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon
permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan
kemudian memberikan jasa secara cepat.
d. Assurance (jaminan), yakni perilaku para karyawan yang mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan
bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti
bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau
masalah pelanggan.
e. Empathy (empati), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para
pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta
memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam
operasi yang nyaman.

BAB 4

PEMBAHASAN

Pendapat Boediono (2003:60), bahwa pelayanan merupakan suatu proses


bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan
dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.

Nurcholis (2005:178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah


orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.

Berdasarkan definisi pelayanan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan


adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi yang ditujukan untuk
kepentingan masyarakat yang dapat berbentuk uang, barang, ide, atau gagasan
ataupun surat-surat atas dasar keikhlasan, rasa senang, jujur, mengutamakan rasa
puas bagi yang menerima layananan.

Kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi


setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan


jenis bidang usaha yang dikelola oleh pemerintah dalam bentuk barang dan jasa
untuk melayani kepentingan masyarakat tanpa berorientasi.

Sering sekali muncul berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah


terhadap masyarakat yang mencerminkan ketidak puasan masyarakat terhadap
pelayanan publik pemerintah , antara lain yaitu Pelayanan yang mahal, kaku dan
berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut imbalan,
kurang ramah, arogan, lambat dan fasilitas pelayanan.

Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah Kota Solok masih kurang
memuaskan. Maraknya pungutan liar (pungli) terhadap pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), yang membuat masyarakat enggan untuk mengurus Administrasi
Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten dengan aparat pelaksana di
tingkat kecamatan belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana
komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum tersedia di kecamatan sehingga
informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa/kelurahan
yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula
sebaliknya.

Adapun beberapa kendala di Kota Solok Sumatera Barat antara lain (1)
Banyaknya warga yang belum terdata untuk perekaman E- KTP .(2) Kemampuan
sumber daya pegawai yang menangani E-KTP kurang optimal dan kurang siap
dalam melayani masyarakat. Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh
tingkat kemampuan pegawai yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari dalam
organisasi. Tingkat kemampuan pegawai yang tinggi akan lebih cepat mengarah
kepada pencapaian tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya,
sebaliknya apabila tingkat kemampuan pegawai rendah kecenderungan tujuan
organisasi yang akan dicapai akan lambat bahkan menyimpang dari rencana
semula. Dan istilah kemampuan dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan apa
yang akan dapat dikerjakan oleh seseorang, bukan apa yang telah dikerjakan oleh
seseorang. Dalam hal ini kemampuan dalam mepergunakan peralatan yang ada
dalam mendukung pekerjaan yaitu proses pembuatan KTP dan kesiapan dalam
pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu disiplin dalam memulai dan
menyelesaikan pekerjaannya, mentaati segala peraturan yang melandasi bidang
pekerjaannya, sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. (3).
Kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh pegawai operator kepada
masyarakat.(4). Kurangnya fasilitas yang dibutuhkan ketika kebijakan tersebut
diterapkan. 5). Sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat masih
kurang sehingga belum terlaksana dengan baik, sehingga kurangnya informasi yang
diterima oleh warga tentang pelaksanaan E-KTP .(6). Adanya ketidakdisiplinan dan
pemahaman yang dilakukan pegawai operator dalam pelaksanaan program E-KTP
. Kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan yang ada dalam
mendukung pekerjaan, yaitu proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk sudah cukup
mahir. Seperti penguasaan teknologi komputer dalam proses percetakan KTP ,
namun sayangnya belum ada teknisi yang mampu memperbaiki mesin pencetak
KTP saat rusak. Hal ini tentu menghambat proses pembuatan KTP .

Jarak yang cukup jauh menjadi salah satu faktor enggannya warga Solok
Selatan untuk pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Untuk
mencapai ke Disdukcapil, katanya, masyarakat harus menempuh perjalanan
sedikitnya satu jam. Ia mengatakan penduduk Solok Selatan yang telah membuat e-
KTP hingga kini berjumlah 91.938 jiwa dari wajib KTP 125.271 orang. Selain akses
jalan, usia juga kerap dijadikan alasan masyarakat tidak segera membuat e-KTP.
BAB 5
KESIMPULAN

Dari pembahasan masalah diatas maka dapat disimpulkan, bahwa


Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan belum sepenuhnya
berjalan dengan baik diantaranya karena faktor komunikasi yang masih terhambat
oleh fasilitas-fasilitas yang belum tersedia, sumber daya aparat pelaksana yang
belum sepenuhnya melayani dengan baik, sikap yang diperlihatkan oleh petugas
dalam melayani masyarakat, serta struktur birokrasi atau prosedur yang panjang
dalam proses pembuatan KTP . Serta masih maraknya pungutan liar (pungli)
terhadap pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang membuat masyarakat
enggan untuk mengurusnya.

Untuk mereformasi birokrasi sehingga memunculkan suatu inovasi


dibutuhkan perubahan pada suatu hal yang mendasar yaitu mengubah mindset dan
perilaku dari para pelaku birokrasi publik.

Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus berorientasi atau


mementingkan kebutuhan dan kepuasan pelanggan; Kualitas pelayanan publik
harus diperbaiki dengan menerapkan prinsip good governance; pemerintah
memantau dan mengawasi pelaksanaan pelayanan publik khususnya pembuatan e-
ktp telah berjalan dengan baik atau belum. Implikasi dari pelayanan E-KTP yaitu
semoga Proses dalam pembuatan e-ktp lebih mudah, cepat dan nyaman, Adanya
kotak saran yang dapat digunakan penerima layanan untuk memberikan kritik dan
saran terhadap pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam pembuatan e-ktp,
Adanya sosialisai yang jelas atau transparansi mengenai pembuatan e-ktp dan
kegunaannya dan Pelaksanan pelayanan pembuatan e-ktp dapat sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan
BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

Setiyono Budi. 2012. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi.

Bandung. NUANSA.

Caiden, G.E. 1991. Administrative Reform. In Farazmand. Handbook of

Comparative and Development Administration. New York. Marcel

Dekker. Inc.

Elu, Wilfridus B dan Agus Joko Purwanto. 2010. Inovasi dan Perubahan

Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Indihono, Dwiyanto. 2006. Reformasi Birokrasi Amplop´ Mungkinkah ?.


Yogyakarta. Penerbit Gaya Media.

Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:


Pembaharuan.

Mardiasmo.2002.Akuntansi Sektor Publik.Andi:Yogyakarta

Utomo, Handi, dkk.2012.Penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP


Elektronik (e-KTP) di Indonesia. Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia:Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan :

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan


atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan


Pelayanan Publik

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu
Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional.

Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Pengukuran


Indeks Kepuasan Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai