Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Perkembangan dan semakin pesatnya teknologi saaat ini memberikan
konsekuensi pada kebutuhan di bidang industry, perdagangan, maupun kebutuhan
listrik rumah tangga. Bahkan hampir bisa dikatakan bahwa energy listrik tidak
dapat dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.
Tenaga listrik kini merupakan landasan bagi kehidupan modern, dan
tersedianya dalam jumlam dan mutu yang memadai, menjadi syarat bagi suatu
masyarakat yang memiliki taraf kehidupan yang baik dan perkembangan industry
yang maju. Perkembangan tenaga listrik di Indonesia khususnya di Kota
Manokwari berlangsung dengan cepat. Hal ini seiring dengan bertambahnya
permintaan beban dan pertumbuhan ekonomi masyarakat kita.
Perkembangan kelistrikan itu tentu saja sangat dibutuhkan oleh daerah –
daerah yang ada di Indonesia, karena tidak dapat dipungkiri, hampir semua
kegiatan penduduk membutuhkan tenaga listrik, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Perkembangan kebutuhan akan tenaga listrik yang sangat pesat
ini, pada kenyataan tidak dapat disertai dengan peningkatan jumlah maupun
kapasitas pembangkit. Hal ini menyebabkan jumlah daya listrik yang disediakan
lebih kecil dari kebutuhan konsumen, yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya pemadaman listrik secara bergilir.
System keandalan pada jaringan distribusi sangat besar peranannya untuk
memenuhi kebutuhan tenaga listrik pada setiap konsumen, maka penyaluran
listrik oleh PT. PLN tidak boleh terputus selama 24 jam. Hal ini akan
mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi konsumen. Bagian dari system
tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah system distribusi.
System distribusi merupakan hal yang paling banyak mengalami gangguan,
sehingga masalah utama dalam operasi system distribusi adalah mengatasi

1
gangguan. Menurut Marsudi (1990 : 14) jumlah gangguan dalam system distribusi
relatif banyak di bandingkan dengan jumlah gangguan pada jaringan system yang
lain seperti pada unit pembangkit, saluran transmisi dan transformator.
System distribusi tenaga listrik merupakan suatu system penyalur energy
listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik (power station) pada tingkatan
tegangan yang diperlukan, pada umumnya terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Gardu Induk : Jaringan Distribusi Primer, Gardu Distribusi, Jaringan Distribusi
Sekunder.
Berdasarkan tegangannya system distribusi tenaga listrik di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi dua macam tegangan yaitu, distribusi tegangan menengah
(distribusi primer yang bertegangan 20 kV dan distribusi tegangan rendah
(distribusi sekunder) yang bertegangan 220/380 Volt.
Permasalahan yang mendasar pada jaringan distribusi daya listrik adalah
pada mutu, kontinuitas dan ketersediaan pelayanan daya liatrik pada pelanggan.
Penggunaan evaluasi keandalan system pada jaringan distribusi primer 20 kV
merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan segala langkah yang
menjamin penanganan secara benar permasalahn yang mendasar tersebut,
sehingga dapat diantisipasi terjadinya gangguan distribusi yang disebabkan karena
menurunnya tingkat keandalan melampaui batas yang memadai atau karena
kurangnya pemeliharaan, yang akan berakibat pada memendeknya umur dari
peralatan yang bersangkutan.
Dilihat dari kondisi kelistrikan kota Manokwari, tuntutan kebutuhan
masyarakat akan listrik semakin meningkat akhir – akhir ini. Pelayanan dalam
penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat (khusunya Kota Manokwari)
merupakan hal yang sangat penting, maka hal – hal yang dapat mempengaruhi
keandalan saluran distribusi perlu diperhitungkan.
Gangguan - gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi Kota
Manokwari berupa gangguan permanen, gangguan temporer, gangguan fasa RST
sesaat, gangguan GROUNFAULT, gangguan OVERCARRENT dan Black Out
(BO), yang menyebabkan kontinuitas pelayanan saluran tergangguan sampai
gangguan tersebut dipulihkan.

2
Untuk mengantisipasi hal ini maka diperlukan suatu perhitungan untuk
mengetahui seberapa baik indeks keandalan system jaringan distribusi dan
berbagai macam indeks yang berhubungan dengan pelanggan pengguna jasa PT.
PLN. Untuk mengetahui keandalan suatu penyulang maka di tetapkan suatu
indeks keandalan yaitu besaran untuk membandingkan penampilann suatu system
distribusi. Indeks – indeks keandalan yang sering dipakai dalam suatu system
distribusi adalah SAIFI (Sistem Average Interruption Frequency Index), CAIFI
(Costumer Average Interruption Frequency Index), SAIDI (customer Average
Interruption Frequency Index), CAIDI (Customer Average Interruption Frequency
Index), ASAI/ASUI (Average Service Avaibility (Unavaibility) Index. Indeks
keandalan pada dasarnya adalah suatu angka atau parameter yang menunjukkan
tingkat pelayanan atau tingkat keandalan dari pada suplai tenaga listrik
kekonsumen.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah menghitung indel keandalan sistem jaringan distribusi
pada PT. PLN (Persero) Cabang Manokwari ?
b. Apakah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keandalan system
jaringan distribusi pada PT. PLN (Persero) Cabang Manokwari ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui indeks keandalan pada sitem distribusi 20 kV berdasarkan
banyaknya padam/gangguan dan lamanya gangguan yang terjadi pada
PT. PLN (Persero) Cabang Manokwari ?
b. Evaluasi keandalan tenaga system distribusi tenaga listrik berdasarkan
SAIFI, CAIFI, SAIDI, CAIDI dan ASAI/ASUI ?

3
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat kita ambil dari penelitian ini adalah :
a. Bagi PT.PLN Persero Cabang Manokwari, dapat mengetahui indeks
keandalan system distribusi untuk PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel) PT.PLN Persero Cabang Manokwari.
b. Bagi penulis, dapat mengetahui bagaimana menentukan dan
menganalisa keandalan system serta menerapkan ilmu yang didapat
sewaktu perkuliahan dengan system yang ada.
c. Bagi Mahasiswa, dapat dijadikan sebagai refrensi untuk mengetahui
lebih banyak tentang keandalan system.

1.5. Batasan Masalah


Pada penelitian ini batasan masalah :
a. Penelitian ini menggunakan data banyaknya padam/gangguan dan
lamanya pemadaman pada tahun terakhir di PLTD Sanggeng-
Manokwari.
b. Perhitungan indeks keandalan system jaringan distribusi 20 kV pada
PLTD Sanggeng Manokwari yang berorientasi pelanggan pengguna jasa
PT. PLN (Persero Cabang Manokwari.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Sistem Tenaga Listrik


Pada umumnya suatau system tenaga listrik yang lengkap mengandung
empat unsur Pertama, adanya unsur suatu pembangkit tenaga listrik itu biasanya
merupakan tegangan menengah (TM). Kedua, suatu sistem transmisi, lengkap
dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan
penggunaan tegangan tinggi (TT), atau tegangan extra tingggi (TET). Ketiga,
adanya saluran distribusi, yang terdiri atas saluran distribusi primer dengan
tegangan menengah (TM) dan saluran distribusi sekunder dengan tegangan rendah
(TR). Keempat, adanya unsur pemakaian atas utilisasi, yang terdiri atas instalasi
pemakaian tegangan rendah, sedangkan pemakaian besar seperti industri
mempergunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi. Gambar 2.1
memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik.
Energy listrik dibangkitkan pada pembangkit tenaga listrik (PTL) yang
dapat merupakan suatu pusat listrik tenaga uap (PLTU), pusat listrik tenaga air
(PLTA), pusat listrik tenaga air (PLTA), pusat listrik tenaga gas (PLTG), pusat
listrik tenaga diesel (PLTD), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN), ataupun pusat
listrik tenaga michrohidro (PLTMH). PLT biasanya membangkitkan energy listrik
pada tegangan menengah (TM), yaitu pada umumnya antara 6 dan 20 KV.
Pada sistem tenaga listrik yang besar, atau bilamana PLT terletak jauh dari
pemakai, maka tenaga listrik itu perlu diangkut melalui saluran transmisi, dan
tegangannya harus dinaikkan dari TM menjadi tegangan tinggi TT. Pada jarak
yang sangat jauh malah diperlukan tegangan ekstra tinggi (TET). Manaikan
tegangan itu dilakukan di gardu induk (GI) dengan mempergunakan transformator
penaik tegangan (step-up transformer).
Mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu
industri atau kota, tegangan tinggi diturunkan menjadi tegangan menengah (TM).

5
Hal ini juga dilakukan pada suatu GI dengan mempergunakan transformator
penurun (step-down transformer). Saluran 20 KVini menelusuri jalan-jalan di
seluruh kota, merupakan sistem distribusi primer.
Di tepi-tepi jalan, biasanya berdekatan dengan persimpangan terdapat
gardu-gardu distribusi (GD) yang mengubah tegangan menengah menjadi
tegangan rendah melalui transformator distribusi. Melalui tiang-tiang listrik yang
terlihat ditepi jalan, tenaga listrik tegangan rendah disalurkan kepada konsumen.
Di Indonesia, tegangan rendah adalah 220/380 volt, dan merupakan sistem
distribusi sekunder.

Gambar.1. Sistem Tenaga Listrik

2.2. Sistem Operasi Jaringan Distribusi


Sistem distribusi merupakan bagian dari system tenaga listrik secara
keseluruhan, system distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari
sumber daya besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen.
Pada umumnya sistem distribusi tenaga listrik di Indonesia terdiri atas
beberapa bagian, sebagai berikut :

6
a. Gardu Induk (GI)
b. Saluran Tegangan Menengah (TM)/Distribusi Primer
c. Gardu Distribusi (GD)
d. Saluran Tegangan Rendah (TR)

Gardu induk akan menerima daya dari saluran transmisi kemudian


menyalurkan melaui saluran distribusi primer menuju gardu distribusi.sistem
jaringan distribusi terdiri dari dua buah bagian yaitu jaringan distribusi primer
umumnya bertegangan tinggi (6 KV atau 20 KV). Tegangan tersebut kemudian
diturunkan oleh transformator distribusi pada gardu ditribusi menjadi tegangan
rendah (220 atau 380 volt) untuk selanjutnya disalurkan ke konsumen melalui
saluran ditribusi primer.

2.2.1. Gardu Induk Pada Saluran Distribusi


Gardu induk adalah suatu instalasi, terdiri dari peralatan listrik yang
bersfungsi untuk :
1. Transformasi tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke tegangan
tinggi yang lainnya atau ke tegangan menengah.
2. Pengukuran, pengawasan operasi serta pengaturan pengaman dari
system tenaga listrik.
3. Pengaturan daya ke gardu-gardu induk lain melalui tegangan tinggi
dan gardu-gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah.
Peralatan dan fasilitas pentingf yang menunjang untuk kepentingan
pengaturan distribusi tenaga listrik yang ada di Gardu Induk adalah :
a. Sisi Tegangan Tinggi
1. Transformator Daya
2. Pemutus Tenaga (CB)
3. Aklar Pemisah (DS)
4. Pengubah Transformator Berbeban
5. Transformator Arus (CT)
6. Transformator Tegangan (PT)

7
b. Sisi Tengah Menengah
1. Pemutus Tegangan trafo (incoming circuit Breaker)
2. Pemutus Tenaga Kabel (outgoing Circuit Breaker)
3. Trafo Arus (CT)
4. Tafo Tegangan (PT)
c. Peralatan control
1. Panel Kontrol
2. Panel Relay
3. Meter-meter pengukuran

2.2.2. Sistem Distribusi Primer


System distribusi primer merupakan bagiandari system distribusi yang
berfungsi untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari pusat suplai
daya besar (Bulk Power Source) atau disebut gardu induk ke pusat-pusat beban.
Penuruna tegangan system ini tegangan trensmisi pertama pada gardu gardu
induk subtransmisi dimana tegangan 150 kV atau tegangan 70 kV, kemudian pada
gardu induk distribusi kembali dilakukan penurunan tegangan menjadi 20 kV.
Dalam pendistribusian tenaga listrik, harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Regulasi tegangan pada jaringan tegangan menengah yaitu variasi
tegangan pelayanan (tegangan terminal konsumen) harus pada batas
– batas yang system simpulkan.
2. Kontinyunitas pelayanan dan pengamananyaitu tidak sering terjadi
pemadaman listrik karena gangguan, dan jika terjadi gangguan, dan
jika terjadi gangguan dapat dengan cepat diatasi. Hal tersebut dapat
dicapai dengan pengamanan dengan peralatan pengaman,
pentanahan dan sebagainya.
3. Efisiensi system distribusi listrik yaitu menekan serendah mungkin
rugi-rugi teknis dengan pemilihan peralatan dan pengoprasiannya
yang baik dan juga menekan rugi-rugi non teknis dengan mencegah
pencurian dan kesalahan pengukuran.

8
4. Fleksibelitas terhadap penambahan baban. Untuk penyaluran
tegangan listrik dari sumber daya listrik baik berupa pusat
pembangkitan maupun gardu induk sampai ke pusat-pusat beban
digunakan jaringan menengah.
Pada system jaringan distribusi primer saluran yang digunakan pada
masing-masing beban disebut penyulang (Feeder). Pada umumnya setiap
penyulang diberi nama sesuai dengan daerah beban yang dilayani, hal ini
bertujuan untuk memudahkan mengingat jalur-jalur yang dilayani oleh penyulang
tersebut. System penyaluran tenaga listrik pada jaringan distribusi primer dapat
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel tanpa isolasi seperti
kawat AAAC (All Aluminium Alloy Conductor), ACSR
(alluminium conductor steel reinforce) dan lain-lain.
2. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM)
Jenis penghantar yang dipakai adalah berisolasi seperti MVTIC
(Medium Volttage Twested Insulate Cable).
3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM)
Jenis penghantar yang di pakai adalah kabel tanam berisolasi PVC
(Poly Venyl Clorida), EXLP (Crosslink Polythelene).

2.2.3. Jaringan Distribusi Skunder


Jaringan distribusi sekunder merupakan bagian dari jaringan primer dimana
jaringan ini berhubungan langsung dengan konsumen tenaga listrik. Pada jaringan
distribusi sekunder, system tegangan distribusi primer 20 kV diturunkan menjadi
system tenaga 220/380 V.
System penyaluran daya listrik pada jaringan distribusi sekunder dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel tanpa isolasi kwat
AAAC.

9
2. Saluaran Kawat Udara Tegangan Rendah
Jenis penghantar yang dipakai adalah kawat berisolasi seperti kabel
LVTC (Low Voltage Twested Cable)

2.3. Saluran Udara dan Saluran Bawah Tanah


System distribusi dapat dilakukan baik dengan saluran udara maupun
dengan saluran bawah tanah. Biasanya untuk kepadatan beban yang lebih besar di
kota-kota atau daerah metropolitan digunakan saluran bawah tanah. Pilihan antara
saluran udara dan bawah tanah tegantung pada jumlah faktor yang berlainan,
antara lain pentingnya kontinyunitas pelayanan, arah perkembangan daerah, biaya
pemeliharaan tahunan yang sama, biaya modal dan umur manfaat tersebut.
Pada system distribusi primer digunakan tegangan menengah tiga fasa tanpa
penghantar netral, sehingga terdapat tiga kawat. Beda halnya dengan tegangan
rendah, digunakan penghantar netral, sehingga terdapat empat kawat. Di daerah-
daerahdengan banyak gangguan cuaca, terutama yang bebentuk petir, saluran
dapat dilengkapi dengan kawat petir. Kawat ini dipasang dibagian atas
penghantar, dan dihubungkan dengan tanah. Bilamana ada gangguan petir, maka
yang terlebih dahuklu tersambar adalah kawat petir itu. Energi petir disalurkan
kebumi melalui system pentanahan.
Saluran udara merupakan penghantar energi listrik, tegangan menengah
ataupun tegangan rendah, yang dipasang diatas tiang-tiang listrik diluar bangunan.
Sedangkan pada kabel tanah penghantarnya dibungkus dengan bahan isolasi.
Kabel tanah dapat dipakai untuk tegangan menengah ataupun tegangan rendah.
Sebagaimana namanya, kabel tanah ditanam dalam tanah. Instalasi saluran udara
jauh lebih murah dari pada instalasi kabel tanah. Dilain pihak, instalasi kabel
tanah lebih mudah pemeliharaanya disbanding dengan saluran udara. Lagi pula,
isntalasi kabel tanah lebih indah, karena tidak terlihat, sedangkan saluran udara
mengganggu pemandangan dan lingkungan. Karenanya, di kota-kota besar dengan
kepadatan pemakaian energi listrik yang tinggi, saluran tegangan menengah
biasanya merupakan kabel sering juga saluran tegangan rendah. Tinggi biaya
instalasi kabel tanah dapat dipertanggungjawabkan oleh karena tingginya

10
kepadatan pemakaian energi listrik. Sekalipun operasi dan pemeliharaan lebih
mudah, tetapi bilamana terjadi gangguan pada kabel tanah,perbaikannya
merupakan pekerjaan yang sukar, lebih-lebih bilamana kabel ini ditanamkan
dijlan yang lalu-lintasnya padat.

2.3.1. Saluran Udara


Saluran udara digunakan pada pemasangan di luar bangunan, direnggangkan
pada isolator-isolator diantara tiang-tiang sepanjang beban yang dilalui suplai
tenaga liatrik, mulai gardu induk sampai ke pusat beban ujung akhir. Jaringan
udara direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan beban rendah atau sangat
rendah, misalnya pinggiran kota, kampong/kota-kota kecil, dan tempat yang jauh
serta luas dengan beban tersebar. Saluran udara saringkali digunakan untuk
melayani daerah yang sedang berkembang sebagai tahapan sementara. Kota-kota
besar dengan mayoritas perumahan kebanyakan menggunakan jaringan udara.
Bahan yang banyak dipakai untuk kawat penghantar adalah tembaga dan
alumunium. Secara teknis, tembaga lebih baik dari pada aluminium, karena
memiliki daya hantar arus yang lebih tinggi. Namun karena harga tembaga yang
tinggi, semakin lama pemakaian kawat aluminium lebih banyak dipakai. Karena
itu kawat aluminium berinti baja ASCR (Alumunium Cable Steel Reinforced)
banyak dipakai untuk saluran tegangan rendah banyak dipakai kawat alumunium
telanjang AAAC (all Aluminium Alloy Conductor).
Beberapa pertimbangan untuk saluran udara dapat disebut seperti berikut:
Keuntungan atau kelebihan berupa:
a. Penggunaan saluran udara memerlukan investasi yang lebih
murah/rendah.
b. Dalam menentukan daerah gangguan pada feeder lebih mudah
sehingga pemadaman listrik karena perbaikan lokasi gangguan lebih
cepat, serta gangguan-gangguan diluar system dapat dikurangi.
c. Fleksible terhadap perkembangan beban.

11
Kerugian pada saluaran udara adalah :
a. Mudah mendapat gangguan seperti angina,pohon,cuaca buruk dan
sebagainya.
b. Menggangu keindahan lingkungan.
Penggunaan konduktor saluran udaradapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
Saluran Udara Tegangan Menengah merupakan kawat tanpa isolasi yang
dipasang diatas tiang yang tingkat keandalannya realtif rendah dibandingkan
dengan hantaran jenis lain, yang disebakan oleh adanya banyak pengaruh
gangguan secara langsung baik karena kegagalan alat maupun gangguan dari
manusi. Saluran udara ini umumnya masih banyak digunakan didaerah pedesaan.
Jenis bahan konduktor hantaran udara tegangan menengah adalah :
a. Kawat tembaga atau Bare Copper Conductor
b. Kawat alumunium atau All Allloy Aluminium Conductor (AAAC)
c. Kawat aluminium berinti kawat baja atau Aluminium Conductor
Steal Reinforced (ACSR)
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)
Saluran kabel udara tegangan menengah adalah hantaran yang
menggunakan konduktor berisolasi yang tingkat keandalannya lebih baik di
bandingkan kawat telanjang. Penghantar jenis ini diperginakan untuk mengganti
hantaran udara tegangan menengah pada daerah dengan frekuensi gangguan yang
tingggi sehingga keadalan jaringan distribusi primer dapat ditingkatkan secara
selektif mungkin mengingat harganya yang relative mahal.
Jenis kabel udara tegangan menengah antara lain:
a. MVTIC atau Medium Voltage Twessted Insulated Cable

2.3.2. Saluran Bawah Tanah


Sistem saluran konstruksi bawah tanah dalam penyaluran tenaga listrik
dengan menggunakan kabel tanah sepanjang derah beban yang mensuplai tenaga
listrik.

12
Keuntungan yang dimiliki oleh sistem jaringan bawah tanah adalah :
1. Keandalan tingggi.
2. Biaya pemeliharaan murah
3. Kabel tanah tidak mudah di ganggu oleh pengaruh-pengaruh hujan,
petir dan gangguan alam lainnya.
4. System jaringan bawah tanah tidak mengganggu keindahan
pemandangan atau lingkungan.
Kerugian system jaringan bawah tanah adalah :
1. Biaya investasi tinggi
2. Bila terjadi gangguan sulit melacak.
Penghantar yang digunakan adalah saluran kabel tanam tegangan menengah
(SKTM). Pengahantar ini mempunyai keandalan tinggi, sehingga banyak
digunakan untuk daerah perkotaan dan industri. Ada dua macam kabel yaitu kabel
tanam dengan isolasi minyak dan kabel tanam dengan isolasi plastik (PVC),
sedangkan bahan konduktornya adalah tembaga dan aluminium.
Kabel adalah suatu penghantar atau susunan dari beberapa penghantar yang
dianyam menjadi satu yang kemudian dilapisi dengan siolasi sehingga
meniadakan kontak listrik antara satu konduktor dengan konduktor yang lain, jika
kabel tersebut diberikan tegangan tertentu. Komponen pokok kabel adalah bahan
konduktornya dan isolasinya.
Kabel terdiri diri tiga bagian utama yaitu :
1. Bahan konduktor
2. Bahan isoalsi
3. Bahan perlindungan kabel
Bahan konduktor adalah bahan yang dapat mengalirkan arus listrik terus
menerus jika antar ujung-ujungnya diberikan beda potensial dalam rangkaian
tertutup. Bahan konduktor yang lazim dipakai adalah tembaga dan aluminium atau
campurannya.
Adapun konduktor memiliki keuntungannya yaitu :
1. Lebih mudah pekerjaan.

13
2. Pada umumnya titik cairnya tidak terlalu tinggi, sehingga lebih
mudah dikerjakan baik dalam keadaan panas maupun dingin.
Bahan isolasi adalah bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Bahan isolasi berpengaruh terhadap terhadap sifat-sifat elektris, mekanis maupun
kimia pada kabel.
Bahan pelindung kabel berfungsi senagai :
1. Melindungi terhadap korosi.
2. Penahan gaya mekanis.
3. Pelindung atau pengaman terhadap gaya listrik.
4. Mencegah keluarannya minyak pada kabel kartas yang diresapi
minyak dan mencegah masuknya uap air kedalaman kabel.

2.4. Konfigurasi Jaringan Distribusi Primer


Jumlah penyulang yang ada di suatu kawasan/daerah biasanya lebih dari
satu. Semakin besar dan kompleks beban yang dilayani di suatu kawasan/daerah
maka semakin banyak pula jumlah penyulang yang diperlukan. Beberapa
penyulang berkumpul di suatu titik yang disebut gardu hubung (GH). Gardu
hubung adalah suatu instalasi peralatan listrik yang berfungsi sebagai :
1. Titik pengumpul dari suatu atau lebih sumber dan penyulang.
2. Tempat pengalihan beban apabila terjadi gangguan pada salah satu
jaringan yang dilayani.

Gabungan beberapa penyulang dapat membentuk beberapa tipe sistem


jaringan distribusi primer dapat dibagi menjadi empat yaitu (Pabla, 1991) :
1. Sistem radial.
2. Sistem lingkar (loop/ring) dan lingkar terbuka (open loop/open ring).
3. Sistem spindle
4. Sistem gugus (mesh)
Masing-masing tipe sistem jaringan distribusi primer tersebut mempunyai
karakteristik serta keuntungan dan kerugian masing-masing (Pabla, 1991).

14
2.4.1. Sistem Radial
Sistem jaringan distribusi primer tipe radial memiliki jumlah sumber dan
penyulang hanya satu buah. Bila terjadi gangguan pada salah satunya (baik
sumber maupun penyulangnya), maka semua beban yang dilayani oleh jaringan
ini akan padam. Oleh karena itu nilai keandalan dari sistem jaringan distribusi
primer tipe radial ini adalah rendah. Sistem ini masih banyak dipergunakan di
daerah pedesaan dan perkotaan yang tidak membutuhkan keandalan tinggi.

Gambar.2.Sistem Jaringan Distribusi Tipe Radial

Keterangan :
: Trafo

: Circuit Breaker

: Beban (konsumen)

Adapun keunggulan dan kelemahan dari sistem saluran radial antara lain
adalah :
1. Keunggulan :
a. Bentuknya sederhana
b. Biaya investasi relatif murah

15
2. Kelemahan :
a. Kualitas pelayanannya kurang baik karena rugi tegangan dan rugi
daya pada daya relatif besar.
b. Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin sebab antara titik sumber
dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran.
c. Bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian
setelah gangguan akan mengalami pemadaman total.

2.4.2. Sistem Lingkar (Loop/Ring) dan Lingkar Terbuka (Open Loop/Ring)


Sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar (loop/ring) dan lingkar
terbuka (open loop/ring) ini merupakan gabungan atau perpaduan dari dua buah
sistem radial. Secara umum operasi normal sistem ini hampir sama seperti sistem
radial. Hal ini dikarenakan jumlah sumber dan penyulang yang ada pada suatu
jaringan adalah lebih dari satu buah.
Pada umumnya sistem ini banyak dipergunakan secara khusus untuk
menyuplai beban penting misalnya rumah sakit, pusat-pusat pemerintahan dan
instalasi penting lainnya.
Keunggulan dan kelemahann dari sistem saluran ini adalah :
1. Keunggulan
a. Kontinyuitas penyaluran daya listrik cukup tinggi.
b. Stabilitas tegangan sistem yang mantap.
c. Tingkat keamanan dan keandalan yang cukup tinggi.
2. Kelemahan
a. Biaya pemasangan relatif mahal.
b. Biaya pemeliharaan tinggi.
Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar ditunjukan pada gambar 3.

16
Gambar.3 Sistem Jaringan Distribusi Tipe Melingkar ( loop/ring)
Keterangan:
: Trafo Ditribusi

: Circuit Breaker (CB)


: Saklar Beban

: Load Sircuit Breaker

: BEban (Konsumen)

1.4.3. Sistem Spindel


Sistem jaringan distribusi primer tipe spindel merupakan modifikasi dari
sistem lingkar (loop/ring) yang terdiri dari beberapa penyulang, masing-masing
penyulang berpangkal pada satu gardu induk dan ujung-ujungnya akan terhubung
di gardu hubung. Penyulang tersebut dibagi menjadi dua jenis yaitu (Pablo, 1991):
1. Penyulang kerja (working feeder)
Adalah peyulang yang dioperasikan utuk mengalirkan daya listrik dari
sumber pembangkit sampai kepada konsumen, sehingga penyulang ini
dioperasikan dalam keadaan bertegangan dan sudah dibebani. Operasi normal
penyulang ini hamper sama seperti system radial.
2. Penyulang Cadangan (exprees feeder)
Adalah penyulang yang menghubungkan gardu induk langsung ke gardu
hubung dan tidak dibebani gardu-gardu distribusi. Pada operasi normal penyulang

17
ini tidak berbeban dan hanya berfungsi sebagai penyulang cadangan untuk
mensuplai penyulang tertentu yang mengalami gangguan melalui gardu hubung.
Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe spindel terlihat pada gambar 4.

Gambar.4 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Spindel


Keterangan :
: Trafo Distribusi

: Circuit Breaker

: Beban (konsumen)

Keunggulan dan kelemahan dari sistem ini adalah :


1. Keunggulan :
a. Mempunyai keandalan sistem yang lebih tinggi.
b. Rugi tegangan dan daya relatif kecil
2. Kelemahan :
a. Beban setiap penyulang terbatas
b. Biaya sangat mahal
c. Harus mempunyai tenaga lapangan yang terampil

2.4.4. Sistem Gugus (Mesh)


Sistem jaringan distribusi primer gugus (mesh) ini merupakan variasi dari
sistem spindel. perbedaannya hanya terletak pada bagian penyulang cadangan
(express feeder). Pada sistem ini penyulang cadangan diberi beban sebagai mana

18
halnya penyulang kerja. Sistem ini mempunyai tingkat keandalan dan kontinyuitas
yang lebih baik di bandingkan dengan sistem lingkar (loop/ring) ataupun radial.
Sistem ini jarang dipergunakan pada sistem distribusi primer tegangan
menengah. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada sistem transmisi tegangan
tinggi yang sering disebut sebagai sistem interkoneksi.

Gambar.5 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Gugus (mesh)


Keterangan :
: Trafo Distribusi

: Circuit Breaker (CB)

: Beban (konsumen)
Keunggulan dan kelemahan dari sistem saluran ini adalah :
1. Keunggulan :
a. Mempunyai keandalan sistem yang lebih tinggi
b. Dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan beban.
c. Kualitas tegangan baik dan rugi daya kecil
2. Kelemahan :
a. Cara pengoperasian sulit.
b. Biaya sangat mahal

2.5. Sistem Pengaman pada Sistem Jaringan Distribusi


Agar suatu sistem distribusi dapat berfungsi dengan secara baik, gangguan-
gangguan yang terjadi pada tiap bagian harus dapat dideteksi dan dipisahkan dari
sistem lainnya dalam waktu yang secepatnya, bahkan kalau dapat, mungkin

19
pada awal terjadinya gangguan. Keberhasilan berfungsinya proteksi memerlukan
adanya suatu koordinasi antara berbagai alat proteksi yang dipakai. Adapun fungsi
sistem pengaman adalah :
Melokalisir gangguan untuk membebaskan perlatan dari gangguan.
a. Membebaskan bagian yang tidak bekerja normal, untuk mencegah
kerusakan.
b. Memberi petunjuk atau indikasi atas lokasi serta macam dari
kegagalan
c. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang
tinggi kepada konsumen.
d. Untuk mengamankan keselamatan manusia terutama terhadap
bahaya yang ditimbulkan listrik.
Dalam usaha menjaga kontinuitas pelayanan tenaga listrik dan menjaga agar
peralatan pada jaringan primer 20 kV tidak mengalami kerusakan total akibat
gangguan, maka mutlak diperlukan peralatan pengaman. Adapun peralatan
pengaman yang digunakan pada jaringan tegangan menengah 20 kV terbagi
menjadi :
a. Peralatan pemisah atau penghubung
b. Peralatan pengaman arus lebih
c. Peralatan pengaman tegangan lebih.

2.5.1. Peralatan Pemisah atau Penghubung


Fungsi dari pemutus beban atau pemutus daya (PMT) adalah untuk
mempermudah dalam membuka dan menutup suatu saluran yang menghubungkan
sumber dengan beban baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan
gangguan.
Jenis pemutus yang digunakan pada gardu adalah :
a. Circuit Breaker (Pemutus Tenaga)
b. Disconnecting Switch (DS)
Sedangkan pemutus pada jaringan adalah :
a. Load Break Switch (LBS)

20
b. Vacum Switch (AVS)

2.5.1.1.Circuit Breaker (Pemutus Tenaga)


Gardu Induk merupakan pemusatan tenaga listrik yang dihasilkan oleh
pusat-pusat pembangkit. Di tempat ini dilaksanakan hubungan interkoneksi antara
pembangkit-pembangkit tersebut, melalui sistem transmisi disalurkan dan
kemudian didistribusikan kepada konsumen. Saluran transmisi dihubungkan
dengan ril (bus) melalui transformator utama, dimana setiap saluran tersebut
dilengkapi dengan Circuit Breaker (CB) dan Disconnecting Switch (DS). Circuit
Breaker, dapat diopperasikan secara otomatis maupun secara manual dengan
waktu pemutusan/penyambungan yang tetap sama, sebab faktor ini ditentukan
oleh struktur mekanismenya yang mengunakan pegas-pegas. Karena itu CB dapat
dioperasikan untuk memutus maupun menghubungkan rangkaian dalam keadaan
dilalui arus beban atau tidak, yang dilengkapi dengan alat pemadam busur api.
Busur api yang terjadi pada waktu pemisahan kontak akan dapat dipadamkan oleh
suatu media isolasi yang dipakai oleh Circuit Breaker tersebut.
Dalam keadaan tidak normal (gangguan) Circuit Breaker adalah
merupakan saklar otomatis yang dapat memisahkan arus gangguan, dimana untuk
mengerjakan atau mengoperasikan Circuit Breaker dalam keadaan tidak normal
ini umumnya digunakan suatu rangkaian trip yang mendapat signal dari suatu
rangkaian relay pengaman. Fungsi rangkaian relay adalah mengamankan sistem
terhadap gangguan yang berbeda- beda macamnya dan untuk ini diperlukan
koordinasi tersendiri. Tidak hanya tergantung pada keadaan arus nominal saja,
tetapi juga tergantung pada keadaan arus maximum yang mungkin tejadi pada saat
gangguan disebut juga momentary current. Dan juga arus yang masih ditahan
oleh Circuit Breaker sesudah kontak Circuit Breaker membuka beberapa cycle
yaitu interrupting current, serta sistem tegangan dimana Circuit Beaker
ditempatkan.

2.5.1.2.Disconecting Switch (Saklar Pemisah)


Disconnecting Switch, merupakan alat pemutus rangkaian yang

21
dioperasikan secara manual, karena waktu pemutusan terjadi sangat subyektif,
tergantung pada subyek operatornya. Hal ini merupakan alasan utama, mengapa
Disconnecting Switch tidak boleh dioperasikan pada saat rangkaian dalam
keadaan dilalui arus beban. Tugas utama alat ini umumnya digunakan untuk
memutus rangkaian dalam rangka perbaikan atau pemeliharaan. Terdiri dari buah
terminal terisolir dari tanah dan terpisah diantaranya oleh jarak isolasi (isolating
distance).
Saklar pemisah merupakan suatu peralatan yang merupakan pasangan
circuit breaker. Fungsi saklar pemisah yaitu memisahkan suatu bagian beban dari
sumbernya pada keadaan tidak berarus, sehingga dapat dilihat atau dipisahkan
dengan pasti bagian yang hidup dengan bagian yang tidak. Hubungan rangkaian
pemutus daya dan saklar pemisah adalah menempatkan pemutus daya diantara
dua buah saklar pemisah.
Pada umumnya hubungan pemutus daya dan saklar pemisah dilaksanakan
dengan sistem interlock. Yang dimaksud dengan interlock adalah agar tidak salah
pengoperasian dari dua buah peralatan. Dengan demikian saklar pemisah tidak
digunakan untuk memutuskan arus beban dan bekerjanya dengan urutan tertentu
yaitu pembukaan saklar pemisah selalu didahului oleh pembukaan pemutus
daya dan menutupnya pemutus daya sesudah saklar pemisah ditutup. Beberapa
fungsi saklar pemisah dalam gardu induk adalah :
a. Untuk mengisolir pemutus daya pada saat dilakukan
pemeliharaan pemutus daya.
b. Sebagai komponen simpangan (bypassing) dari pemutus data guna
menjamin kontinuitas penyaluran daya pada saat dilakukan
pemeliharaan pemutus daya.
c. Untuk memutuskan dan menghubungkan rel daya dan transformator
daya dalam keadaan tanpa beban.
Sukar atau mudahnya pemeliharaan ditentukan oleh metode penempatannya.
Sebaiknya saklar pemisah diletakkan pada tempat yang aman dan mudah dicapai
guna pemeliharaan. Untuk mengamankan operator sewaktu dilakukan
pemeliharaan peralatan, maka saklar pemisah dilengkapi dengan saklar

22
pentanahan (earthing switch). Saklar pentanahan dipasang antara bagian yang
bertegangan dari saklar pemisah dengan konduktor yang ditanahkan. Saklar
pentanahan dapat ditutup hanya jika saklar pemisah telah dibuka. Untuk menjamin
hal tersebut maka saklar pemisah dengan saklar pentanahan dipasang saling
mengunci (interlock).
Meskipun Disconnecting Switch tidak dimaksudkan untuk memutuskan arus
beban nominal maupun arus hubung singkat akan tetapi memenuhi persyaratan
tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi :
a. Mempunyai kapasitas arus nominal 15% diatas arus beban penuh.
b. Harus sanggup menahan tegangan nominal hingga tegangan 10%
diatas gangguan nominal.
c. Dalam keadaan tertutup harus mampu menahan momentary current
pada waktu terjadi hubung singkat.
d. Dapat menahan timbulnya beban termis dan gaya elektrodinamis
yang timbul pada saat terjadinya gangguan hubung singkat.

2.5.1.3. Load Break Switch (LBS)


Saklar pemutus beban (Load Break Switch, LBS) merupakan saklar atau
pemutus arus tiga phasa untuk penempatan di luar ruas pada tiang pancang, yang
dikendalikan secara manual maupun secara elektronis. load break switch (LBS)
mirip dengan alat pemutus tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) dan biasanya
dipasang dalam saluran distribusi listrik.
Monitorinng dengan pengendaliannya menggunakan system (Supervisory
Control And Data Acquisition) dengan peralatan modul pengontrol berupa RTU
(Remote Terminal Unit). Basis komunikasi antara RTU pada panel LBS dan
ruang kontrol PLN secara umum terdiri dari dua jenis, yaitu GPRS dan radio.
Load break switch (LBS) berfungsi sebagai peralatan hubung yang
bekerja membuka dan menutup rangkaian arus listrik , mempunyai kemampuan
memutus arus beban dan tidak mampu memutus arus gangguan. load break switch
(LBS) juga berfungsi sebagai pemutusan lokal atau penghubung instalasi listrik

23
20 kV pada saat dilakukan perawatan jaringan distribusi pada daerah tertentu
sehingga tidak mengganggu daerah lain yang masih beroperasi.

Gambar.6 Load Breaker Switch (LBS)

Gambar.7 Kubikel/Panel pengendali load break switch (LBS)

Sistem pengendalian elektronik load break switch (LBS) ditempatkan


pada sebuah kotak pengendali yang terbuat dari baja anti karat sehingga
dapat digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan. Panel pengendali atau
kubikel LBS merupakan alat yang mempermudah dalam proses pengoprasian
load break switch (LBS), serta harus rutin pada pemeliharaannya.

2.5.1.3.1. Jenis Pengendalian load break switch (LBS)


Jenis pengendalian load break swich (LBS) ada 2 yaitu :
1. Secara Manual

24
Gambar.8 Load Break Switch (LBS)
Pada umumnya jika pengontrolan jarah jauh tidak bisa berjalan dengan
baik maka langkah selanjutnya adalah pemutusan dan penyambungan beban
secara manual yaitu dengan cara menarik tuas dengan menggunakan hook stick
yang terdapat pada gambar 8. Gambar 8 merupakan bagian peralatan utama LBS.
Terdapat tulisan OFF dan ON, warna tulisan OFF merah, sedangkan ON
berwarna hijau. Jika kita menarik tuas berlawanan arah jarum jam maka LBS akan
mengalami kondisi OFF. Sebaliknya jika tuas ditarik searah jarum jam berarti
LBS dalam kondisi ON. Pekerjaan ini dilakukan oleh petugas rayon maupun dari
operasi distribusi, untuk peralatannya menggunakan hook stick dan juga peralatan
K3 untuk keamanan petugas pelaksana.

Gambar.9 Tongkat penarik tuas LBS (hook stick)


Gambar 9 merupakan alat yang digunakan untuk menarik tuas pada load
break switch (LBS), tongkat ini (hook stick) dilindungi oleh isolasi
sehingga sangat aman bagi petugas. Tongkat tersebut dapat dipanjangkan yaitu
dengan cara ditarik memanjang.
2. Secara Terkontrol
Yaitu dengan cara pemtusan dan penyambungan secara jarak jauh
menggunakan sistem SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) yang
dibangun oleh PLN, dengan ini proses pemutusan maupun penghubungan beban

25
menjadi lebih mudah.

2.5.1.3.4. Load Break Switch (LBS) Three Way


2.5.1.3.5. Spesifikasi Load Break Swich (LBS) Three Way
Load Break Switch (LBS) Three Way mempunyai spesifikasi yang
terdiri atas detail konstruksi tangki, media isolasi yang digunakan, tekanan
nominal operasi, standarisasi, pengukuran mekanis Gas Interlock, arus nominal,
batas suhu udara dan resistansi sirkuit utama

Gambar.10 Laod Break Switch (LBS) Three Way

Gambar.11 Skema Load Break Switch (LBS) ThreeWay

Pada gambar 10 merupakan Load Break Switch (LBS) Three Way,


dimana load break switch (LBS) ini memiliki perbedan dari load break switch
(LBS) secara umum, dimana perbedaan Load Break Switch (LBS) Three Way
menggunakan tiga saluran atau three way. Pada jaringan distribusi Load Break
Switch (LBS) three way ini diaplikasikan pada persimpangan jaringan dan dapat
juga sebagai penggabungan antara dua penyulang yang bertujuan untuk
memanuverkan daya ke penyulang lain saat terjadi gangguan sehingga dapat

26
memperkecil daerah pemadaman.

2.5.1.4. Automatic Vacuum Switch (AVS)


Suatu peralatan pemutus yang bekerja secara otomatis untuk
membebaskan seksi-seksi yang terganggu dari suatu sistem distribusi jaringan
distribusi tenaga listrik atau dengan kata lain membebaskan atau melokalisir
daerah yang teganggu tetap mendapatkan supply tenaga listrik. Pemasangan AVS
pada jaringan distribusi tenaga listrik 20 KV dilengkapi dengan pemasangan
recloser (pemutus balik otomatis) dan fault section indicator penyulang. Hal ini
dimaksudkan untuk mengoptimalkan kerja dari AVS. Kontruksi AVS terdiri dari
beberapa bagian antara lain :
1. Vacum Switch (VS)
Merupakan saklar yang menggunakan media hampa udara untuk
memadamkan busur api yang timbul diantara
2. Kotak Pengatur AVS Tree type
Kotak pengatur ini memperoleh supply daya listrik dari satu atau dua
buah power control transformator 20 / 0.13 kV – 3.9 kV. Kotak
pengatur ini terdiri dari: Power Supply Switch (SW), digunakan
untuk menghubungkan kotak pengatur dengan power control
transformator.

2.5.2. Peralatan Pengaman Arus Lebih


Fungsi dari peralatan pengaman arus lebih adalah untuk mengatasi
gangguan arus lebih pada sistem distribusi sebelum gangguan tersebut meluas
keseluruh sistem yang ada.
Peralatan yang banyak digunakan pada jaringan distribusi dari adalah :
a. Fuse Cut Out
b. Rele Arus Lebih
c. Recloser (Pemutus Balik Otomatis)

27
a. Fuse Cut Out
Fuse merupakan kombinasi alat pelindung dan pemutusan rangkaian,
yang mempunyai prinsip melebur (expulsion) atau mengamankan gangguan
permanen antara fasa ke tanah, apalagi dilewati arus yang besarnya melebihi
rating arusnya. Apabila terjadi gangguan maka elemen pelebur yang terletak pada
tabung fiber akan meleleh dan terjadi busur api yang akan mengenai tabung fiber
sehingga menghasilkan gas yang dapat segera mematikan busur api.
Karakteristik waktu/arus dari sebuah fuse adalah sekitar I2t. Karakteristik
arus waktu dari berbagai sambungan fuse yang berbeda, elemen-elemnnya
berbeda dan membutuhkan perhatian yang hati-hati untuk memakainya pada
sebuah sistem. Untuk semua jenis fuse, batas arus fusenya biasanya lebih tinggi
daripada arus normalnya. Factor penting yang mempengaruhi batas arus yang
sesuai dari fuse adalah arus beban lebih yang mungkin pada rangkaian termasuk
harnmonisa yang ada, naiknya arus lebih bersamaan arus ke transformator,
starting motor, kapasitor. Fuse-fuse yang melewatkan arus melampaui batas arus
untuk waktu lebih lama daripada waktu melewatkan arus pemutus minimum dapat
mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi karakteristiknya, terutama
kemampuan memutus.

b. Rele Arus Lebih (Over Current Relay)


Relai merupakan peralatan pengaman yang dipasang pada peralatan yang
berfungsi untuk melindungi peralatan listrik dari gangguan yang mungkin terjadi.
Tujuan dipasang relai pengaman adalah :
a. Menghindari atau mengurangi kerusakan yang terjadi akibat
gangguan pada alat yang dilalui arus gangguan.
b. Menyelamatkan sistem atau bagian sistem lainnya yang tidak
terganggu supaya tetap dapat bekerja terus, dengan cara melepaskan
bagian system yang terganggu sedemikian rupa sehingga
penyimpangan atau kesalahan akibat gangguan tersebut tidak
memberikan akibat negative yang lebih luas terhadap keseluruhan
sistem yang ada.

28
Peralatan proteksi harus dirancang sedemikian rupa sehingga gangguan
dapat dengan segera diputuskan atau dihilangkan. Suatu gangguan yang serius
dapat menyebabkan pemutusan yang cepat dan dapat kerusakan pada peralatan.
Gangguan yang terjadi secara tidak langsung harus diketahui oleh operator
sehingga peralatan dapat dioperasikan di luar daerah kritis. Kejadian-kejadian
yang sangat berbahaya bagi operasi generator ataupun transformator adalah
hubung singkat, gangguan ke tanah, penguatan kurang, arus lebih dan panas
berlebihan.
Relay pengaman merupakan bentuk dasar dari peralatan listrik otomatik dan
sangat perlu untuk kerja dari sistem distribusi daya yang modern bahkan
tergantung padanya. Bila terjadi gangguan baik arus, tegangan, frekuensi dan
daya, relay pengaman akan mendeteksi dan memutus bagian yang mengalami
gangguan dari sistem. Selanjutnya akan mengembalikan ke keadaan normal atau
membangkitkan sinyal peringatan kepada operator.
Relay jenis ini adalah besar-nya arus yang masuk ke dalam relay, atau relay
arus lebih (over current relays). Relay ini memberikan reaksi terhadap besarnya
arus masukan, dan bekerja untuk memutuskan (trip) bilamana besarnya arus
melebihi nilai tertentu yang dapat diatur. Relay arus lebih akan menutup kontak –
kontaknya untuk menggerakkan rangkaian yang menyebabkan saklar daya
membuka atau menutup bilamana arus mencapai suatu nilai yang telah
ditentukan terdahulu. Dengan demikian, maka pada relay arus lebih terdapat
kepekaan terhadap besar arus yang mengalir.
Relay arus lebih dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Relay arus lebih seketika (instantaneous over current relay)
2. Relay arus lebih dengan karakteristik tunda waktu (definite time over
current relay).
3. Relay arus lebih dengan karakteristik tunda waktu terbalik inverse
time over current relay )
Relay arus lebih seketika adalah relay yang bekerjanya tanpa penundaan
waktu atau jangka waktu relay mulai saat relay arusnya pickup sampai selesai,
sangat singkat (sekitar 20 sampai 100 ms).

29
Relay arus lebih dengan karakteristik tunda waktu tertentu, yaitu suatu relay
dengan jangka waktu mulai relay arus pickup sampai selesainya kerja relay
diperpanjang dengan nilai atau waktu tertentu. Sehingga apabila arus yang
mengalir telah melebihi arus setting maka relay akan bekerja sesuai dengan waktu
penundaan yang telah ditetapkan. Ada beberapa jenis relay arus lebih dengan
tunda waktu, hal ini sangat tergantung pada karakteristik waktu tundanya.
Berdasarkan tunda waktu kerjanya, relay lebih dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
a. Waktu tertentu (definite time).
b. Waktu minimal tertentu terbalik (inverse definite minimum
time/IDMT).
c. Sangat berbanding terbalik (very inverse).
d. Sangat berbanding terbalik sekali (extremely inverse).

c. Recloser (Pemutus Balik Otomatis)


Sebagian besar gangguan (80-95%) pada jaringan distribusi dan transmisi
adalah bersifat temporer (sementara), berlangsung dari beberapa cycle sampai
beberapa detik. Penyebab gangguan kebanyakan disebabkan oleh dahan/ranting
pohon yang mengenai saluran udara. Penutup balik adalah alat pengaman arus
lebih yang diatur waktu untuk memutus dan menutup kembali secara otomatis,
terutama untuk membebaskan dari gangguan yang bersifat temporer (sementara),
sering juga disebut dengan recloser.
Recloser dilengkapi dengan sarana indikasi arus lebih, pengatur waktu
operasi, serta penutupan kembali secara otomatis. Desain dari recloser
memungkinkan untuk dapat membuka kontak-kontaknya secara tetap dan
terkunci/lock out, sesuai pemrogramannya setelah melalui beberapa kali operasi
buka-tutup.
Pada gangguan yang bersifat sementara, recloser akan membuka dan
menutup kembali bila gangguan telah hilang. Jika gangguannya bersifat tetap/
permanent, maka recloser akan membuka kontak - kontaknya secara tetap dan
terkunci/lock out. Apabila gangguan telah dihilangkan, maka recloser dapat
ditutup kembali.

30
Recloser biasanya dipasang pada sebuah atau lebih cabang (lateral) pada
jaringan sehingga gangguan yang terjadi tidak mempengaruhi seluruh jaringan.
Recloser dapat diatur dengan beberapa operasi berbeda , yaitu :
a. Dua kali operasi seketika (membuka dan menutup) diikuti dua kali
operasi waktu tunda maka recloser akan mengunci.
b. Satu kali operasi seketika diikuti tiga kali operasi waktu tunda. Tiga
kali operasi ditambah satu kali operasi waktu tunda.
c. Empat kali operasi seketika.
d. Emapt kali operasi waktu tunda.

d. Directional Over Current Ground Relay


Dalam operasi sistem tenaga listrik terjadinya gangguan tidak dapat
dihindarkan. Gangguan terjadi dapat dikarenakan karenakan adanya kejadian
secara acak dalam system yang dapat berupa berkurangnya kemampuan peralatan,
meningkatnya beban dan lepasnya peralatan - peralatan yang tersambung ke
sistem. Gangguan yang sering terjadi pada saluran distribusi adalah gangguan
hubung singkat satu fasa ke tanah yang sifatnya temporer, sehingga untuk
mengatasinya digunakan Directional Over Current Ground Relay (DOCGR).
DOCGR ini hanya akan bekerja apabila gangguannya adalah gangguan fasa ke
tanah. Untuk gangguan fasa ke fasa DOCGR tidak akan dapat mendeteksinya.

2.5.3. Peralatan Pengaman Tegangan Lebih


Pada sistem distribusi, gangguan dapat terjadi akibat adanya tegangan lebih.
Gangguan ini bisa terjadi akibat proses switching pada saluran dan akibat
sambaran petir. Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan
muatan tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan di dalam
awan bertambah besar, maka muatan induksi pun makin besar pula sehingga beda
potensial antara awan dengan bumi juga makin besar. Kejadian ini diikuti pelopor
menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor menaik dari bumi
yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang dinamakan
petir.

31
Petir akan menyambar semua benda yang dekat dengan awan. Atau dengan
kata lain benda yang tinggi akan mempunyai peluang yang besar tersambar petir.
Transmisi tenaga listrik di darat dianggap lebih efektif menggunakan saluran
udara dengan mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomisnya. Tentu saja
saluran udara ini akan menjadi sasaran sambaran petir langsung. Apalagi saluran
udara yang melewati perbukitan sehingga memiliki jarak yang lebih dekat dengan
awan dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk disambar petir.
Bila gangguan ini dibiarkan maka dapat merusak peralatan listrik. Oleh
karena itu peralatan listrik itu harus dilindungi dari gangguan tegangan lebih
dengan memasang peralatan pengaman tegangan lebih, seperti :
a. Kawat tanah (Overhead Groundwire)
b. Lightning Arrester (LA)

a. Kawat tanah (Overhead Groundware)


Dalam hal melindungi saluran tenaga listrik tersebut, ada beberapa
cara yang dapat diterapkan. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan
menggunakan kawat tanah (overhead groundwire) pada saluran. Prinsip dari
pemakaian kawat tanah ini adalah bahwa kawat tanah akan menjadi sasaran
sambaran petir sehingga melindungi kawat phasa dengan daerah/zona tertentu.
Kawat tanah yang digunakan untuk melindungi saluran tenaga listrik,
diletakkan pada ujung teratas saluran dan terbentang sejajar dengan kawat phasa.
kawat tanah ini dapat ditanahkan secara langsung atau secara tidak langsung
dengan menggunakan sela yang pendek.
Untuk meningkatkan keandalan sistem ini, diperlukan pentanahan yang baik
pada setiap menara listrik. Jika petir menyambar pada kawat tanah di dekat
menara listrik, maka arus petir akan terbagi menjadi dua bagian. Sebagian besar
arus tersebut mengalir ke tanah melalui pentanahan pada menara tersebut.
Sedangkan sebagian kecil mengalir melalui kawat tanah dan akhirnya menuju ke
tanah melalui pentanahan pada menara listrik berikutnya. Lain halnya jika petir
menyambar pada tengah-tengah kawat tanah antara 2 menara listrik. Gelombang
petir ini akan mengalir ke menara-menara listrik yang dekat dengan tempat

32
sambaran tersebut.

b. Lightning Arrester (LA)


Lightning arrester atau penangkap petir berfungsi untuk melindungi
peralatan sistem tenaga listrik terhadap tegangan surja dengan membatasi surja
tegangan lebih yang datang dan mengalirkan ke tanah. Gambar 2.6
memperlihatkan dimensi dari ligthning arrester.
Alat pelindung terhadap tegangan surja berfungsi melindungi peralatan
sistem tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan
mengalirkannya ke tanah. Berhubung dengan fungsinya itu, ia harus dapat
menahan tegangan sistem 50 Hz untuk waktu yang tak terbatas dan harus dapat
melakukan surja arus ke tanah tanpa mengalami kerusakan. Kecuali itu, sebuah
alat pelindung yang baik mempunyai perbandingan perlindungan atau protective
ratio yang tinggi, yaitu perbandingan antara tegangan surja maksimum yang
diperbolehkan pada waktu pelepasan (discharge) dan tegangan sistem 50 Hz
maksimum yang dapat ditahan sesudah pelepasan terjadi.
Ada tiga macam alat pelindung terhadap surja yang dikenal yaitu: sela
batang (rod gap), arrester jenis ekspulsi (expulsion type lightning arrester) atau
sering juga disebut tabung pelindung (protectore tube) dan arrester jenis katub
(valve type ligthning arrester).
Arrester petir disingkat arrester, atau sering disebut penangkap petir, adalah
alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Ia berlaku
sebagai jalan pintas (by-pass) sekitar isolasi. Arrester membentuk jalan yang
mudah dilalui oleh arus kilat atau petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang
tinggi pada peralatan. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu aliran arus daya sistem 50 Hz. Jadi pada kerja normal arrester itu
berlaku sebagai isolator dan bila timbul surja dia berlaku sebagai konduktor, jadi
melewatkan aliran arus yang tinggi. Setelah surja hilang, arrester harus dengan
cepat kembali menjadi isolator, sehingga pemutus daya tidak sempat membuka.
Berlainan dengan sela batang arrester dapat memutuskan arus susulan tanpa
menimbulkan gangguan. Inilah salah satu fungsi terpenting dari arrester.

33
Gambar.12 Lithtning Arrester
Arrester biasa dipasang pada saluran distribusi, hal ini dikarenakan tegangan
distribusi lebih rendah daripada tegangan transmisi, sehingga tegangan distribusi
lebih sering tersambar oleh petir. Hal tersebut juga dapat kita lihat pada gambar
12 di atas.
Menurut struktur dalamnya arrester ada dua jenis yaitu :
a. Gap type SiC arrester.
b. Gapless Metal Oxide Varistor ( MOV )

Dalam gap tipe arrester tahanan non linearnya terbuat dari Silikon Carbide
(SiC). Saat tegangan lebih terjadi, celah udara terpercik dan didapat impedansi
yang rendah dari path ke tanah, resistor seri menghasilkan power frekuensi diikuti
arus sehingga busur yang melalui celah udara dapat ditutup kembali sebelum
tegangan dan arus nol. Tahanan SiC tidak cukup tinggi untuk arrester tanpa celah
udara, bahan dasar adalah ZnO dalam isolasi oksida seperti Bi2O3.

2.6. Transformator
Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan
mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik
yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induks-
elektromagnetik.Transformator digunakan secara luas, baik dalam bidang tenaga
listrik maupun elektronika. Penggunaan transformator dalam system tenaga
memungkinkan terpilihnya tegangan yang sesuai, dan ekonomis untuk tiap-tiap
keperluan, misalnya kebutuhan akan tegangan tinggi dalam pengiriman daya
listrik jarak jauh.

34
Untuk kepentingan yang sama didalam penggunaanaya transformator
dibedakan menjadi Transfomator Daya. Transformator distribusi, dan
Tranformator Ukur/Instrument. Pada dasarnya ketiga peralatan transformator
tersebut adalah sama, namun pada transfomator ukur yang diutamakan adalah
tegangan dan arusnya sedangkan transformator tenaga adalah dayanya. Dengan
demikian pada peralatan transformator ukur umumnya mempunyai kapasitas yang
relatif rendah.

2.6.1. Transformator Daya


Transformator daya merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk
memindahkan daya dari satu rangkaian ke rangkaian yang lain pada tingkat
tegangan yang berbeda. Pada umumnya suatu transformator disebut transformator
daya, apabila daya yang dipindahkan melebihi 500 KVA atau bekerja pada sistem
tegangan diatas 67 kV. Sesuai dengan fungsinya itu transformator daya
ditempatkan dipusat-pusat pembangkit atau gardu induk. Di pusat pembangkit,
transformator daya digunakan untuk menurunkan tegangan. Transformator daya
yang digunakan pada gardu induk tegangan tinggi sekali umumnya berupa tiga
buah transformator 1 fasa. Penggunaan satu buah transformator 3 fasa sebenarnya
lebih menguntungkan karena harganya lebih murah jika dibandingkan tiga buah
transformator 1 fasa, memerlukan ruang yang lebih sedikit. Tetapi sukarnya
pengangkutan yang disebabkan beratnya peralatan maka digunakan 3 buah
transformator 1 fasa.
Selama beroperasi, transformator daya akan mengeluarkan panas yang
timbul dari inti besi dan lilitan tembaga. Agar tidak menimbulkan kerusakan pada
transformator daya, maka diperlukan pendinginan. Berdasarkan pendinginannya,
transformator daya digolongkan dalam dua jenis yaitu transformator daya
yang tercelup dalam minyak (oil imersed transformer) dan transformator daya
jenis kering (dry type transformer).

2.6.2. Transformator Distribusi


Trafo Distribusi adalah merupakan suatu komponen yang sangat penting

35
dalam penyaluran tenaga listrik dari gardu distribusi ke konsumen. Kerusakan
pada transformator Distribusi menyebabkan kontiniutas pelayanan terhadap
konsumen akan terganggu (terjadi pemutusan aliran listrik atau pemadaman).
Pemadaman merupakan suatu kerugian yang menyebabkan biaya-biaya
pembangkitan akan meningkat tergantung harga KWH yang tidak terjual.
Pemilihan rating transformator Distribusi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
beban akan menyebabkan efisiensi menjadi kecil, begitu juga penempatan lokasi
transformator Distribusi yang tidak cocok mempengaruhi drop tegangan ujung
pada konsumen atau jatuhnya/turunnya tegangan ujung saluran/konsumen.
Distribusi yang tepat, rating sesuai dengan kebutuhan beban akan menjaga
tegangan jatuh pada konsumen dan akan menaikkan efisiensi penggunaan
transformator distribusi. Jadi Transformator distribusi merupakan salah satu
peralatan yang perlu dipelihara dan dipergunakan sebaik mungkin (seefisien
mungkin), sehingga keandalan/kontinuitas pelayanan terhadap terjamin.
Transformator distribusi yang sering digunakan pada saluran udara
sistem distribusi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Conventional Transformer
2. Completely Self Protecting Transformer (CSP)
3. Completely Self Protecting for Secondary
4. BankingTransformer (CSPB)
Conventional Transformer merupakan transformator distribusi yang tidak
dilengkapi/tidak terintegral dengan peralatan-peralatan pengaman terhadap petir,
gangguan fasa, atau beban lebih. Peralatan pengaman diberikan sebagai bagian
perlengkapan dari transformator. Completely Self Protecting Transformer (CSP)
merupakan transformator distribusi yang sudah yang dilengkapi/ terintegral
dengan peralatan-peralatan pengaman terhadap petir atau surja, beban lebih, dan
hubung singkat. Lightning Arrester menempel langsung pada badan
transformator, yang melindungi kumparan primer terhadap petir dan line surja.
Pengaman beban lebih dilengkapi dengan circuit breaker yang berada didalam
tangki transformator. Transformator CSP I fasa (pendingin minyak - 65° C,60 Hz,
10-500 kVA) tersedia untuk rating tegangan primer dari 2,4 kV sampai 34,4 kV.

36
Tegangan sekunder 120/240 atau 240/480//277 V. Transformator distribusi CPSB
mempunyai bentuk yang mirip dengan transformator CSP, tetapi CPSB dilengkapi
dengan dua buah circuit breaker, yang digunakan untuk memisahkan bagian
sekunder bila diperlukan.
Transformator distribusi yang sering digunakan pada saluran bawah tanah
sistem distribusi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Subway Transformer
2. Low Cost Residential Transformer
3. Network Transformer
Subway Transformer digunakan dalam ruang bawah tanah. Dengan tipe
konvensional dan tipe pengaman arus. Low Cost Residential Transformer pada
dasarnya sama dengan transformator konvensional saluran udara. Network
Transformer digunakan pada jaringan sekunder. Network transformers
mempunyai pemutus primer dan switch grounding.

2.6.3. Transformator Ukur


Transformator ukur dipergunakan untuk menurunkan besaran - besaran
ukur pada sisi primer menjadi harga yang lebih rendah pada sisi sekunder,
sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan pengukuran dan untuk keperluan
relai pengaman. Terdapat 2 macam transformator ukur yang biasa digunakan
adalah :
a. Transformator tegangan (Potential Transformer)
Potential transformer atau transformator tegangan berfungsi sebagai alat
untuk menurunkan besar tegangan dari sisi primer ke sisi sekunder dan juga untuk
mengisolasi bagian yang bertegangan tinggi sehingga besaran-besaran yang
diukur berada pada pada sisi sekunder (tegangan rendah) dan sebagai standarisasi
untuk masukan pada alat-alat ukur Volt meter MW MVAR KWH maupun sistem
proteksi distance rele. Sisi primer transformator tegangan dipasang paralel pada
jaringan dan sisi sekunder dipasang paralel tegangan instrument pengukur dan
relai pengaman. Rating tegangan primer transformator tegangan tiga fasa atau
transformator tegangan satu fasa yang digunakan untuk sistem satu fasa atau

37
antara fasa-fasa pada sistem tiga fasa harus sama dengan tegangan nominal
sistem.
b. Transformator Arus (Current Transformer)
Current transformator atau transformator arus ialah peralatan yang
berfungsi sebagai peralatan untuk menurunkan besaran arus dari sisi primer ke sisi
sekunder dari nilai yang besar ke nilai yang rendah dan juga untuk mengisolasi
bagian yang bertegangan tinggi sehingga besaran-besaran yang diukur berada
pada sisi sekunder (tegangan rendah) dan sebagai standarisasi untuk masukan
pada alat-alat ukur amperemeter MW MVAR KWH.
Belitan primer hanya terdiri dari beberapa lilitan saja, bahkan kadang-
kadang hanya terdiri dari satu lilitan, yitu konduktor saluran. Sedangkan belitan
seklunder terdiri dari benyak lilitan. Rangkaian sekunder dari transformator arus
ini tidak boleh terbuka selama dirangkaian primer mengalir arus. Seandainya
rangkaian sekunder sampai terbuka, maka akan menyebabkan terjadinya beda
potensial yang tinggi sehingga dapat membahayakan operator. Beda potensial
tegangan yang tinggi ini disebabkan oleh amperturn primer memproduksi fluksi
pada intinya tanpa dibatasi oleh sekunder. Untuk menghindari bahaya yang
timbul, maka rangkaian sekunder transformator arus harus ditanahkan. Arus
nominal dari arus sekunder transformator dirancang untuk standar 5 ampere.
Ada 4 tempat yang biasa dipakai untuk penempatan transformator arus
yaitu:
a. Pada bushing saklar pemisah dengan isolasi bushing.
b. Pada dinding atau atap gardu induk
c. Pada bushing transformator daya
d. Pada isolator sendiri

2.7. Gangguan Sistem Jaringan Distribusi


Gangguan pada sistem distribusi adalah terganggunya sistem tenaga listrik
yang menyebabkan bekerjanya rele pengaman penyulang bekerja untuk membuka
circuit breaker di gardu induk yang menyebabkan terputusnya suplai tenaga
listrik. Hal ini untuk mengamankan peralatan yang dilalui arus gangguan tersebut

38
untuk dari kerusakan. Sehingga fungsi dari peralatan pengaman adalah untuk
mencegah kerusakan peralatan dan tidak meniadakan gangguan. Gangguan pada
jaringan distribusi lebih banyak terjadi pada saluran distribusi yang dibentangkan
di udara bebas (SUTM) yang umumnya tidak memakai isolasi dibanding dengan
saluran distribusi yang ditanam dalam tanah (SKTM) dengan menggunakan
isolasi pembungkus Sumber gangguan pada jaringan distribusi dapat berasal dari
dalam sistem maupun dari luar sistem distribusi.

2.7.1. Gangguan Sistem Jaringan Distribusi Primer


Kondisi gangguan pada sistem jaringan distribusi primer tegangan
menengah 20 kV dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu :
1. Penyebab dari faktor luar
2. Penyebab dari faktor dalam

2.7.1.1. Penyebab Gangguan Dari Faktor Luar


Faktor – faktor luar yang menyebabkan terjadinya gangguan yaitu :
a) Dahan/ranting pepohonan yang mengenai SUTM
b) Sambaran petir
c) Hujan atau cuaca
d) Kerusakan pada peralatan
e) Binatang ataupun layang-layang
f) Penggalian tanah
g) Gagalnya isolasi karena kenaikan temperature
h) Kerusakan sambungan
Jenis gangguan (fault) pada sistem distribusi saluran udara dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu (SPLN 52-3, 1983) :
1. Gangguan yang bersifat temporer
Gangguan yang bersifat sementara karena dapat hilang dengan sendirinya
dengan cara memutuskan bagian yang terganggu sesaat, kemudian menutup balik
kembali, baik secara otomatis (autorecloser) maupun secara manual oleh operator.
Bila gangguan tidak dapat dihilangkan dengan sendirinya atau dengan bekerjanya

39
alat pengaman (recloser) dapat menjadi gangguan tetap dan dapat menyebabkan
pemutusan tetap. Bila gangguan sementara terjadi terjad berulang -ulang dapat
menyebabkan gangguan permanen, dapat menyebabkan kerusakan peralatan.

2. Gangguan yang bersifat permanen


Gangguan bersifat tetap, sehingga untuk membebaskannya perlu
tindakan perbaikan atau penghilangan penyebab gangguan. Hal ini ditandai
dengan jatuhnya (trip) kembali pemutus daya setelah operator memasukkan sistem
kembali setelah terjadi gangguan. Untuk mengatasi gangguan - gangguan sebuah
peralatan harus dilengkapi dengan sistem pengaman relay, dimana sistem
pengaman ini diharapkan dapat mendeteksi adanya gangguan sesuai dengan
fungsi dan daerah pengamannya.

2.7.1.2. Penyebab Gangguan Dari Faktor Dalam


Gangguan yang disebabkan oleh faktor dalam umumnya besifat
permanen, misalnya peralatan tidak sesuai standar yang ditetapkan, pemasangan
alat yang tidak sesuai atau salah dan penuaan peralatan.
Gangguan yang disebabkan faktor dalam dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu :
a. Gangguan Sistem
Gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20 kV yang
diakibatkan oleh gangguan pada sistem pembangkit tenaga lisatrik atau system
jaringan trasmisi tegangan tinggi. Pada umumnya gangguan ini akan
menyebabkan pemadaman yang mencakup daerah yang luas.
b. Gangguan Jaringan
Gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan tegangan menengah 20
kV mengakibatkan putusnya pasokan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit
tenaga listrik ke daerah – daerah tertentu.
Pada umumnya penyebab gangguan jaringan adalah :
1. Gangguan peralatan
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan kabel instalasi

40
pada gardu hubung atau penuaan alat.
2. Gangguan akibat penyulang lain
Pada keadaan jumlah penyulang yang tidak bekerja atau trip lebih
dari satu, maka untuk menentukan penyulang yang terganggu
didasarkan pada indikasi rele proteksi yang bekerja. Bila indikasi
rele yang kerja menunjukkan gangguan over current dan ground
fault maka dapat dipastikan penyulang tersebut yang terganggu.
Bila indikasi gangguan yang muncul hanya ground fault saja maka
dapat dikatakan bahwa terjadi gangguan akibat penyulang lain.
3. Gangguan mahluk hidup
Pada umumnya gangguan ini bersifat sementara/temporer dan
penyebab langsung dapat dihilangkan, misalnya kelalaian manusia
dalam mengoperasikan peralatan, dahan pohon dan binatang yang
menempel pada kabel instalasi. Gangguan jaringan ditribusi yang
disebabkan baik dari luar maupun dari dalam dapat mengakibatkan
terjadinya tegangan lebih atau hubung singkat. Hubung singkat
yang mungkin terjadi adalah :
a. Gangguan hubung singkat 3 phasa.
b. Gangguan hubung singkat 2 phasa.
c. Gangguan hubung singkat 1 phasa

2.8. Keandalan (Reliability) Pada Sistem Distribusi


2.8.1. Konsep Dasar Keandalan Pada Sistem Distribusi
Setiap benda dapat mengalami kegagalan dalam mengoperasikan peralatan
ada beberapa penyebab kegagalan pengoperasian ini adalah :
1. Kelalaian manusia.
2. Perawatan yang buruk.
3. Kesalahan dalam penggunaan.
4. Kurangnya perlindungan terhadap tekanan lingkungan yang
berlebihan.
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan dalam proses dan sistem ini

41
bervariasi dari ketidaknyamanan pengguna hingga kerugian biaya ekonomis yang
cukup tinggi bahkan timbulnya korban jiwa manusia.
Teknik keandalan bertujuan untuk mempelajari konsep, karakteristik,
pengukuran, analisis kegagalan dan perbaikan sistem sehingga menambah waktu
ketersediaan operasi sistem dengan cara mengurangi kemungkinan kegagalan.

2.8.2. Istilah Keandalan (Reliability) Pada Sistem Distribusi


Istilah keandalan dalam system distribusi adalah suatu ukuran
ketersediaan/tingkat pelayanan penyediaan tenaga listrik dari system ke
pemakai/pelanggan. Ukuran keandalan dapat dinyatakan sebagai seberapa sering
sistem mengalami pemadaman, berapa lama pemadaman terjadi dan berapa cepat
waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dari pemadaman yang terjadi
(restoration).
Perkembangan teknik keandalan dan perawatan dimotifasi oleh beberapa
faktor antara lain :
a. Bertambahnya kompleksitas dan kerumitan sistem.
b. Kesadaran dan harapan masyarakat tentang kualitas suatu produk.
c. Hukum dan aturan mengenai kerusakan produk.
d. Kebijaksanaan pemerintah tentang spesifikasi kemampuan keandalan
dan perawatan.
e. Penurunan keuntungan yang menunrun akibat timbulnya biaya
tinggi dari kegagalan peralatan, perbaikan peralatan dan program
jaminan.
Sistem yang mempunyai keandalan tinggi akan mampu memberikan
tenaga listrik setiap saat dibutuhkan, sedangkan sistem yang mempunyai
keandalan rendah bila tingkat ketersediaanya rendah, yaitu seringnya padam.
Adapun macam-macam tingkatan keandalan dalam pelayanan dapat
dibedakan menjadi 3 hal antara lain (Tim Kajian Perencanaan Sistem Distribusi
Tenaga Listrik, 2005) :
a. Sistem dengan keandalan tinggi (High Reliability Sistem).
Pada kondisi normal, sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk

42
menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Dalam
keadaan darurat bila terjadi gangguan pada jaringan, maka sistem ini tentu saja
diperlukan beberapa peralatan dan pengamanan yang cukup banyak untuk
menghindarkan adanya berbagai macam gangguan pada sistem.
b. Sistem dengan keandalan menenganh (Medium Reliability Sistem)
Pada kondisi normal sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk
menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Dalam
keadaan darurat bila terjadi gangguan pada jaringan, maka sistem tersebut masih
bias melayani sebagian dari beban meskipun dalam kondisi beban puncak. Dalam
system ini diperlukan peralatan yang cukup banyak untuk mengatasi serta
menaggulangi gangguan-gangguan tersebut.
c. Sistem dengan keandalan rendah (Low Reliability Sistem)
Pada kondisi normal sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk
menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Jika
terjadi gangguan pada jaringan, sistem sama sekali tidak bisa melayani beban
tersebut. Jadi perlu diperbaiki terlebih dahulu, tentu saja pada sistem ini peralatan-
peralatan pengamanannya relatif sedikit.
Kontinyuitas pelayanan, penyaluran jaringan distribusi tergantung pada
jenis dan macam sarana penyalur dan peralatan pengaman, di mana sarana
penyaluran (jaringan distribusi) mempunyai tingkat kontinyuitas yang tergantung
pada susunan saluran dan cara pengaturan sistem operasiannya, yang pada
hakekatnya direncanakan dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan dan sifat beban.
Tingkat kontinyuitas pelayanan dari sarana penyaluran di susun berdasarkan
lamanya upaya menghidupkan kembali suplai telah pemutusan karena gangguan.
Tingkatan kontinyuitas pelayanan dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
(SPLN 52-3, 1983) :
1. Tingkat 1
Dimungkinkan padam berjam-jam, yaitu waktu yang diperlukan
untuk mencari dan memperbaiki bagian yang rusak karena
gangguan.

43
2. Tingkat 2
Padam beberapa jam, yaitu yang diperlukan untuk mengirim
petugas ke lapangan, melokalisasi kerusakan dan melakukan
manipulasi untuk menyalakan sementara kembali dari arah atau
saluran yang lain.
3. Tingkat 3
Pada beberapa menit, yaitu manipulasi oleh petugas yang siap sedia
di gardu atau dilakukan deteksi/pengukuran dan pelaksanaan
manipulasi jarak jauh dengan bantuan DCC (Distribution Control
Centre).
4. Tingkat 4
Padam beberapa detik, yaitu pengamanan dan manipulasi secara
otomatis dari DCC (Distribution Control Centre). Tanpa padam
yaitu jaringan yang dilengkapi instalasi cadangan terpisah dan
otomatis secara penuh dari DCC (Distribution Control Centre).

2.9. Definisi Dan Teori Dasar Keandalan


Didalam pengoprasian jaringan distribusi selalu diinguinkan tercapainya hal
– hal sebagai berikut :
1. Cara penanganan gangguan secepat mungkin
2. Keandalan cukup baik dalam arti :
a. Kontinuitas cukup baik.
b. Bila terjadi gangguan, daerah yang mengalami pemadaman
sedikit mungkin.
c. Tegangan sumber cukup baik
d. Losses tidak terlalu besar.
Tetapi untuk mencapai semuannya itu tergantung dari system dan tipe
peralatan pengaman yang diterapkan. System pengaman bertujuan untuk
mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya yang
disebabkan karena adanya gangguan serta meningkatkan kontinuitas pelayanan
pada konsumen dan menjaga keselamatan umum.

44
Keandalan merupakan probabilitas suatu alat (device) untuk dapat berfungsi
sesuai dengan fungsi yang diinginkan selama jangka waktu yang ditetapkan.
Analisa bentuk Kegagalan merupakan suatu analisa bagian dari system atau
peralatan yang dapat gagal, bentuk kegagalan yang mungkin, efek masing –
masing, bentuk kegagalan dari system yang komplek. Keandalan menyatakan
kemungkinan bekerjanya suatu peralatan atau system sesuai dengan fungsinya
untuk suatu selang waktu tertentu dan kondisi tertentu. Dengan demikian
keandalan dapat digunakan untuk membandingkan suatu peralatan atau system
dengan peralatn atau system yang lain. Evaluasi keandalan ada dua macam, yaitu
penilaian secara kualitatif dan kuantitatif.
System merupakan sekumpulan komponen – komponen system yang
disusun pola tertentu. Keandalan dari suatu system distribusi ditentukan oleh
keandalan dari komponen – komponen yang membentuk suatu system tersebut
dan komponen itu sendiri.
Keandalan merupakan probabilitas suatu alat (device) untuk dapat berfungsi
sesuai dengan fungsi yang diinginkan selama selang jangka waktu yang di
tetapkan. Definisi keandalan mengandung empat istilah penting yaitu.
a. Fungsi
b. Lingkunagn (kondisi operasi)
c. Waktu
d. Probabilitas

a. Fungsi
Keandalan suatu komponen perlu dilihat apakah suatu komponen dapat
melakukan fungsinya secara baik pada jangka waktu tertentu. Kegagalan fungsi
dari komponen dapat disebabkan oleh perawatan yang tak terencana (unplanned
maintenance). Fungsi atau kinerja dari suatu komponen terhadap suatu system
mempunyai tingkatan yang berbeda – beda.
b. Lingkungan
Keandalan setiap peralatan sangat bergantung pada kondisi operasi
lingkungan. Secara umum lingkungan tersebut menyangkut pemakaian,

45
transportasi, penyimpanan, instalasi, pemakai, ketersediaan, alat – alat perawatan,
debu, kimia, dan polutan lain.
c. Waktu
Keandalan menurun sesuai dengan pertambahan pada waktu. Waktu operasi
meningkat sehingga probabilitas gagal lebih tinggi. Waktu operasi ini diukur tidak
hanya dalam unit waktu tetapi bias dalam jarak operasi.
d. Probabilitas
Keandalan diukur sebagai probabilitas. Sehingga probabilitas yang berubah
terhadap waktu dan masuk dalam bidang statistic dan analisa satatistic.

2.9.1. Konsep Dasar Keandalan


Dalam membicarakan keandalan, terlebih dahulu harus diketahui kesalahan
atau gangguan yang menyebabkan kegagalan peralatan untuk bekerja sesuai
dengan fungsi yang diharapkan.
Adapun konsep keandalan meliputi :
a. Kegagalan
Kegagalan adalah berakhirnya kemanpuan suatu peralatan untuk
melaksanakan suatu fungsinya yang diperlukan.
b. Penyeban Kegagalan
Keandalan lingkungan selama disain, pembuatan atau yang akan
menuntun kepada kegagalan.
c. Mode Kegagalan
Akibat yang diamati untuk mengetahui kegaglan, misalnya suatu
keadaan rangkaian terbuka atau hubung singkat.
d. Mekanisme Kegagalan
Proses fisik, kimia atau proses lain yang menghasilkan kegagalan.
Kata kegagalan adalah istilah dasar yang menunjukkan berakhirnya untuk
kerja yang diperlukan. Hal ini berlaku untuk peralatan bagian – bagiannya dalam
segala keadaan lingkungan.
Gangguan listrik pada jaringan system distribusi dinyatakan sebagai
kerusakan dari peralatan yang mengakibatkan sebagaian atau seluruhnya

46
pelayanan listrik terganggu. Besaran yanbg dapat digunakan untuk menentukan
nilai keandalan suatu peralatan listrik adalah besarnya suatu laju
kegagalan/kecepatan kegagalan (failure rate) yang dinyatakan dengan symbol λ.

2.9.2. Laju Kegagalan


Banyaknya kegagalan yang terjdi selama selang waktu t1 sampai t2 disebut
laju kegagalan (failure rate). Ini dapat dinyatakan sebagai peluang bersayarat,
yaitu kegagalan – kegagalan yang terjadi dalam selang waktu t1 dan t2 dimana
sebelum priode t1 tidak terjadi kegagalan, dan ini merupakan awal dari selang.
Jadi laju kegagalan (λ) adalah harga rata – rata dari jumlah kegagalan per
satuan waktu pada suatu waktu pada suatu selang waktu pengamatan (T). laju
kegagalan ini dihitung dengan satuan kegagalan per tahun. Untuk selang waktu
pengamatan diperoleh :
Total number of failures N
  .......……………………(1)
Total of unit test or operating times  Tt

Atau

f
 ........................................................................(2)
T
Dimana :
λ : Failure Rate (angka/laji kegagalan konstan)
N atau f : Total number of failure (jumlah kegagalan selama selang
waktu)

∑ 𝑇𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇 : jumlah selang waktu pengamatan

Untuk menghitung lama gangguan rata – rata (Average Annual Outage


Time), (Us)

Us 
 t .......................................................................(3)
T

47
Dimana (t) : lamanya gangguan (jam)
Laju kegagalan ini merupakan fungsi dari waktu atau umum dari system
atau saluran selama beroprasi. Fungsi waktu ini dapatdilihat pada gambar di
bawah ini :

Gamabar.12 Kurva Laju Kegagalan terhadap waktu


Dari gambar diatas laju kegagalan dibagi dalam tiga selang waktu yaitu :
a. Selang Waktu Kegagalan Awal (De Bungging)
Pada selang waktu kegagalan awal ini laju kegagalan akan menurun
dengan cepat sesuai bertambahnya waktu. Kegagalan pada daerah ini
disebabkan oleh kesalahan dalam perencanaan dan pembuatan jaringan
serta pemasangan saluran tersebut.
b. Selang Waktu Kegagalan Normal (Norma Operating or Useful Life)
Pada daerah waktu ini besarnya laju kegagalan dapat di anggap tetap.
Hal ini disebabkan system atau saluran siap beroprasi dengan mantap.
Sehingga kemungkinan terjadi kegagalan adalah sama pada setiap
waktu. Laju kegagalan pada daerah ini tidak teratur disebabkan oleh
tekanan yang tiba – tiba diluar kekuatan system atau saluran yang telah
direncanakan.
c. Selang Waktu Kegagalan Akhir (Wearr-Out)
Laju kegagalan pada daerah ini bertambah besar dengan bertambahnya
waktu. Hal ini disebabkan karena bartambahnya umur system atau
saluran dan kegagalan ini dapat ditanggulangi dengan mengadakan
pemeliharaan.

48
2.9.3. Index Gangguan Tambahan
Indeks keandalan yang telah diperhitungkan kembali menggunakan konsep
klasik adalah laju kegagalan rata – rata, lamanya gangguan rata – rata dan waktu
kegagalan tahunan.

2.9.3.1.Indeks Berorientasi Pelanggan


1. System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
SAIFI adalah indeks yang menyatakan banyaknya gangguan
(pemadaman) yang terjadi dalam selang waktu tertentu (1 tahun) pelanggan dalam
suatu system secara keseluruhan. Definisinya adalah :

Jumlah gangguan pelanggan


SAIFI 
Jumlah pelanggan

 i N i
 .......................................................................(6)
N
Dimana :
λi = adalah laju kegagalan unit dan
Ni = adalah banyak pelanggan pada suatu titik

2. Costumr Average Interrution Frequency Index (CAIFI)


CAIFI merupakan suatu indeks yang menyatakan banyaknya gangguan
yang terjadi dalam selang waktu tertentu (1 tahun) pada pelanggan dalam ruang
lingkup yang lebih kecil (feeder)
jumlah gangguan pelanggan
CAIFI 
jumlah pelanggan terganggu

i Ni
 ..........................................................................(7)
U i Ni

49
3. Sytem Average Interruption Duration Index (SAIDI)
SAIDI merupakan suatu indeks yang menyatakan lamanya gangguan
(pemadaman) yang terjadi dalam selang waktu tertentu (1 tahun) pada pelanggan
dalam suatu system secara keseluruhan.
jumlah durasi gangguan pelanggan
SAIDI 
jumlah pelanggan

U i Ni
 .....................................................................(8)
N
Dimana :
Ui = adalah annual outage time dan
Ni = adalah jumlah pelanggan pada satu titik

4. Customer Average Interruption Duration Index (CAIDI)


CAIDI merupakan suatu indeks yang menyatakan lamanya gangguan
yang terjadi salam selang waktu tertentu (1 tahun) pada pelanggan dalam ruang
lingkup yang lebih kecil (feeder).
jumlah durasi gangguan pelanggan
CAIDI 
jumlah pelanggan terganggu

U i N i
 .....................................................................(9)

 i N

Dimana :
λi = adalah laju kegagalan
Ui = adalah annual outage time dan
Ni = adalah jumlah pelanggan pada satu titik

5. Average Service Availability (unavailability) Index (ASAI/ASUI)

50
ASAI merupakan suatu indeks yang menyatakan kemampuan suatu
system untuk menyediakan/menyuplai suatu system dalam jangka waktu
(1 tahun) sedangkan ASUI merupakan indeks yang menyatakan
ketidakmampuan suatu system untuk menyediakan/menyuplai suatu
system.
jumlah jam pelanggan terpenuhi
ASAI 
jumlah jam seharusnya

 N i  8760  U i N i
 ........................................(10)
 N i  8760
ASUI  1  ASAI

U i N i
 .............................................................(11)
 i
N  8760

Dimana 8760 adalah jumlah jam dalam 1 tahun

51
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2015 sampai
dengan Januari 2015. Adapun lokasi dan tempat penelitian yang kami lakukan
yaitu bertempat di PT.PLN (Persero) Cabang Manokwari dan di Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Sanggeng.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunkan dalam peneelitian adalah merupakan sarana
pendukung jalannya penelitian, antara lain :
1. Kalkulator
2. Microsoft Exel
3. Alat tulis menulis
Bahan penelitian mencakup data – data yang dibutuhkan dalam melakuakn
analisa yaitu, Data – data gangguan atau pemadaman pada tahun 2015 dan
Lamanya gangguan pada tahun 2015.

3.3. Jenis Data Penelitian


Prosedur penelitian yang dimulai dengan langkah – langkah secara
beberapa tahap yaitu : Studi pustaka, pengumpulan data dan identifikasi data
sekunder dan primer dilapangan, serta pengolahan data.

3.4. Variabel Pengamatan


Variabel pengamatan pada penelitian ini yaitu :
1. Obsevasi Lapangan meliputi.

52
a. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini dan
Metode Obsevasi dimana pencarian dan pengumpulan data – data
dengan cara melalui penelitian lapangan meliputi banyak
padam/gangguan pada tahun 2015 dan lamanya gangguan pada tahun
2015.
b. Data dan Pembahasan.
2. Refrensi buku pustaka yaitu :
Metode literature yaitu dengan mengumpulkan data – data yang
berasal dari buku pedeoman dan sumber – sumber refrensi lainnya
yang berkaitan dengan topik diatas.

3.5. Analisa Data


Data – data yang didapatkan selanjutnya dihitung untuk mendapatkan nilai
– nilai indeks yang diinginkan, yaitu :
a. Untuk menghitung laju kegagalan (λ)
𝑓
𝜆=
𝑇
Dimana :
f = jumlah kegagalan selama selang waktu
T = jumlah lamanya selang waktu pengamatan

Sehingga rumus diatas menjadi :


𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛
𝜆= 𝑘𝑎𝑙𝑖/𝑡ℎ
12

b. Untuk menghitung lama gangguan rata – rata


∑𝑡
𝑈𝑠
𝑇

Dimana :
t : lama gangguan (jam)

53
Sehingga rumus diatas menjadi :
∑ 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛
60
12
1 jam = 60 menit

c. SAIFI (System Average Interuption Frequency Index)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 ∑ 𝜆𝑖 𝑁𝑖


𝑆𝐴𝐼𝐹𝐼 = =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 ∑𝑁

Dimana :
λi = adalah laju kegagalan unit
Ni = adalah banyak pelanggan pada suatu titk

d. SAIDI (System Average Interruption Duration Index)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 ∑ 𝑈𝑖 𝑁𝑖


𝑆𝐴𝐼𝐷𝐼 = =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 ∑𝑁

Diamana :
Ui = adalah annual outage time dan
Ni = adalah jumlah pelanggan pada suatu titk

e. CAIDI (Customer Average Interruption Duration Index)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑢𝑟𝑠𝑖 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 ∑ 𝑈𝑖 𝑁𝑖


𝐶𝐴𝐼𝐷𝐼 = =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢 ∑ 𝜆𝑖 𝑁

Dimana :
λi = adalah laju kegagalan

54
Ui = adalah annual outage time
Ni = adalah jumlah pelanggan

Dengan menggunakan rumus – rumus yang tertera dan dilakukan analisa


tentang hasil yang didapat dengan membandingkan dengan target/ketetapan PT.
PLN (Persero) Cabang Manokwari tahun 2015.
Selanjutnya menganalisa tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
mengurangi terjadinya gangguan pada PT. PLN (Persero) Cabang Manokwari.

55
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Data


Pada bab ini dilakukan perhitungan nilai – nilai indeks keandalan sistem
distribusi dari data – data yang telah didapatkan sebelumnya, dapat dilihat tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Banyaknya Padam/Gangguan pada feeder di PT. PLN Persero
Cabang Manokwari tahun 2015

Tabel 2. Lamanya gangguan pada feeder di PT. PLN Persero


Cabang Manokwari 2015

Untuk menghitung laju kegagalan maka digunakan rumus :


𝑓
𝜆=
𝑇
Dimana f = jumlah kegagalan selama selang waktu.
T= jumlah lamanya selang waktu pengamatan

56
Sehingga rumus diatas menjadi :
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛
𝜆= 𝑘𝑎𝑙𝑖/𝑡ℎ
12
Dimana angka 12 diambil dari banyaknya data yang dipakai yaitu selama
bulan (Januari 2015 sampai Desember 2015).

4.2. Analisa Data


Sehingga dengan menggunakan rumus di atas diperoleh nilai (λ):

a. Feeder Mambruk :
25 + 26 + 18 + 16 + 15 + 28 + 33 + 40 + 7 + 9 + 45 + 40
λ= = 25.16 kali/th
12

b. Feeder Kasuari :
9 + 12 + 12 + 17 + 12 + 17 + 17 + 18 + 6 + 14 + 20 + 20
λ= = 14.5 kali/th
12

c. Feeder Rajawali :
5 + 10 + 4 + 4 + 2 + 5 + 8 + 4 + 11 + 4 + 3 + 3
λ= = 5.25 kali/th
12

d. Fedeer Maleo :
33 + 30 + 39 + 35 + 28 + 38 + 22 + 20 + 31 + 24 + 19 + 31
λ= = 29.16 kali/th
12

e. Feeder Nuri :
6 + 9 + 7 + 8 + 5 + 9 + 9 + 8 + 8 + 14 + 3 + 12
𝜆= = 8.16 𝑘𝑎𝑙𝑖/𝑡ℎ
12

f. Feeder Merpati :
3 + 8 + 5 + 8 + 3 + 6 + 6 + 12 + 26 + 24 + 21 + 16
𝜆= = 11.5 kali/th
12

Tabel 2. Lamanya gangguan pada fedeer PT. PLN Persero

57
Cabang Manokwari tahun 2015

Untuk menghitung lama gangguan rata – rata digunakan rumus:

∑𝑡
𝑈𝑠 =
𝑇

Dimana t: lama gangguan (jam)

Sehingga rumus diatas menjadi :

 lama gangguan
U 60 jam / th
12

1 Jam = 60 menit

Dimana angka 12 diambil dari banyaknya data yang dipakai yaitu selama 12
buan (Januari 2015 sampai Desember 2015).

Sehingga dengan menggunakan rumus diatas didapat U, yaitu :

a. Feeder Mambruk :
 263  414  199  142  385  329  381  1014  753  404  629  657 
 
 60 
U  7.73 jam / th
12

b. Feeder Kasuari :
 122  150  413  390  1187  357  534  516  186  270  514  556 
 
 60 
U  7.21 jam / th
12

58
c. Feeder Rajawali :
 77  195  87  68  622  60  232  150  152  73  52  268 
 
 60 
U  2.68 jam / th
12

d. Feeder Maleo :
 650  553  658  573  1457  1627  1301  1062  732  503  662  1139 
 
 60 
U  15.16 jam / th
12

e. Feeder Nuri :
 96  188  139  134  504  336  267  222  314  209  106  426 
 
 60 
U  4.08 jam / th
12

f. Feeder Merpati :
 62  173  75  113  226  214  426  298  673  366  297  268 
 
 60 
U  4.43 jam / th
12

Berikut ini kana dihitung nilai pelanggan jasa PT. PLN Persero Cabang
Manokwari untuk masing – masing Feeder :

N = N1 + N2 + N3 + N4 + N5 + N6

= 1647 + 3153 + 2189 + 5915 + 3531+ 2083

= 18518 pelanggan.

1. Feeder Mambruk :
Berdasarkan table 1 dan table 2 didapatkan data sebagai berikut :
Ni = Banyaknya pelanggan pada feeder Mambruk
= 1674 pelanggan
λ i = 25.16 kali/th
Ui= 7.73 jam/th
Sehingga didapatkan nilai indeksnya sebagai berikut :

59
1.1.System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunakan rumus (6) diperoleh :
i N i
SAIFI =
N
25.16 x1674
=  2.27 gangguan / pelanggan
18518

1.2. Coustumer Average Interruption Frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :
i N i
CAIFI 
Ui N

25.16 x1674
  0.29 gangguan / pelanggan
7.73x18518

1.3.System Average Interruotion Duration Index (SAIDI)


Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
U i Ni
SAIDI 
N
7.73  1647
=  0.68 jam / pelanggan
18518
1.4.Costumer Average Interruption Duration Index (CAIDI)
Dengan menggunakan rumus (9) diperoleh :

U i Ni
CAIDI 
i N

7.73  1674
=  0.1 jam / pelanggan
25.16  18518

1.5.Average Service Availability (Unavailability) Index (ASAI/ASUI)


Dengan menggunakan rumus (10) diperoleh :
N i  8760  U i N
ASAI 
N i  8760

60
=
1674  8760  7.73  18518
1674  8760
= 0.99023

Dengan menggunakan rumus (11) diperoleh :


ASUI 1  ASAI
= 1 - 0. 99023
= 0.0097

2. Feeder Kasuari
Berdasarkan table 1 dan 2 didapatkan data sebagai berikut :
Ni = Banyak pelanggan pada feeder Kasuari
= 3153
i = 14.5 kali/th
Ui = 7.21 jam/th
Sehingga didapatkan nilai indeksnya sebagai berikut :
2.1. System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunkan rumus (6) peroleh :
14.5  3153
SAIFI   2.46 gangguan / pelanggan
18518

2.2.Costumer Average Interruption Frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :
14.5  3153
CAIFI   3.42 gangguan / pelanggan
7.21  18518
2.3.System Average Interruption Duration Index (SAIDI)
Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
7.21  3153
SAIDI   1.22 jam / pelanggan
18518

61
2.4.Costumer Average Interruption Index (CAIDI)
Dengan menggunkan rumus (9) diperoleh :
7.21  3153
CAIDI   0.08 jam / pelanggan
14.5  18518

2.5.Average Service Avaibility (Unavaibility) Index (ASAI/ASUI)


Dengan mengunakan rumus (10) diperoleh :

ASAI 
3153  8760  7.21  18518
3153  8760
= 0.995166
Dengan menggunkan rumus (11) diperoleh :
ASUI  1  ASAI
= 1 – 0.995166
= 0.004834

3. Feeder Rajawali
Berdasarkan table 1 dan 2 didapatkan data sebagai berikut :
Ni = Banyak pelanggan pada feeder Rajawali
= 2189 pelanggan
i = 5.25 kali/th
Ui = 2.68 jam/th

Sehingga didapatkan nilai indeksnya sebagai berikut :


3.1.System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunakan rumus (6) diperoleh :
5.25  2189
SAIFI   0.62 gangguan / pelanggan
18518

3.2.Costumer Average Interruption Frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :

62
5.25  2189
CAIFI   0.23 gangguan / pelanggan
2.68  18518

3.3.System Average Interruption Duration Index (SAIDI)


Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
2.68  2189
SAIDI   0.316 jam / pelanggan
18518

3.4.Costumer Average Interruption Duration Index (CAIDI)


Dengan menggunakan rumus (9) diperoleh :
2.68  2189
CAIDI   0.062 jam / pelanggan
5.25  18518

3.5.Average Service Avaibility (Unavailability) Index (ASAI/ASUI)


Dengan menggunakan rumus (10) diperoleh :

ASAI 
2189  8760  2.68  18518
2189  8760
= 0.99741
Dengan menggunkan rumus (11) diperoleh :
ASUI  1  ASAI
= 1 – 0.99741
= 0.00259

4. Feeder Maleo
Berdasarkan table 1 dan 2 didapatkan data sebagai berikut :
Ni = 5915
i = 29.16
Ui = 15.16 jam/th
Sehingga didapatkan nilai indeksnya sebagai berikut :
4.1.System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunakan rumus (6) diperoleh :

63
29.16  5915
SAIFI   9.31 gangguan / pelanggan
18518

4.2.Costumer Average Interruption Frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :
29.16  5915
CAIFI   0.61 gangguan / pelanggan
15.16  18518

4.3.Sytem Average Interuption Duration Index (SAIDI)


Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
15.16  5915
SAIDI   0.002 jam / pelanggan
18518

4.4.Costumer Average Interruption Duration Index (CAIDI)


Dengan menggunakan rumus (9) diperoleh :
15.16  5915
CAIDI   0.166 jam / pelanggan
29.16  18518

4.5.Average Service Availability (Unavailability) Index (ASAI/ASUI)


Dengan menggunakan rumus (10) diperoleh :

ASAI 
5915  8760  15.16  18518
5915  8760

= 0.99458
Dengan menggunakan rumus (11) diperoleh :
ASUI = 1 – ASAI
= 1 – 0.99458
= 0.00542

5. Feeder Nuri
Berdasarkan table 1 dan 2 didapatkan data sebagai berikut :
Ni = Banyaknya pelanggan pada feeder Nuri
= 3531 pelanggan

64
i = 8.16 kali/th
Ui = 4.08 jam/th

Sehingga didapatkan nilai indeksnya sebagai berikut :


5.1.System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunakan rumus (6) diperoleh :

8.16  3531
SAIFI   1.55 gangguan / pelanggan
18518

5.2.Costumer Average Interruption frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :
8.16  3531
CAIFI   0.38 gangguan / pelangga
4.08  18518

5.3.System Average Interruption Duration Index (SAIDI)


Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
4.08  3531
SAIDI   0.778 jam / pelanggan
18518

5.4.Costume Average Interruption Duration Index (CAIDI)


Dengan menggunakan rumus (9) diperoleh :
4.08  3531
CAIDI   0.095 jam / pelanggan
8.16  18518

5.5.Average Service Availability (Unavailability) Index (ASAI/ASUI)


Dengan menggunakan rumus (10) diperoleh :

ASAI 
3531  8760  4.08  18518
3531  8760

= 0.99755

65
Dengan menggunakan rumus (11) diperoleh :
ASUI = 1- ASAI
= 1 – 0.99755
= 0.00245

6. Feeder Merpati :
Berdasarkan tabel 2 dan tabel 3 didapatkan data sebagai :
Ni = Banyaknya pelanggan pada feeder Merpati
= 2083 pelanggan
i = 11.5 kali/th
Ui = 4.43 jam/th

Sehingga didapatkan nilai indeknya sebgai berikut :


6.1.System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Dengan menggunakan rumus (6) diperoleh
11.5  2083
SAIFI   1.29 gangguan / pelanggan
18518

6.2.Costumer Average Interruption Frequency Index (CAIFI)


Dengan menggunakan rumus (7) diperoleh :
11.5  2063
CAIFI   0.28 gangguan / pelanggan
4.43  18518

6.3.System Average Interruption Duration Index (SAIDI)


Dengan menggunakan rumus (8) diperoleh :
4.43  2083
SAIDI   0.49 jam / pelanggan
18518

6.4.Costumer Average Interruption Index (CAIDI)


Dengan menggunakan rumus (9) diperoleh :

66
4.43  2083
CAIDI   0.043 jam / pelanggan
11.5  18518

6.5.Average Service Availability (Unavaibility) Index (ASAI/ASUI)


Dengan menggunakan rumus (10) diperoleh :

ASAI 
2083  8760  4.43  18518
2083  8760
= 0.99551
Dengan menggunakan rumus (11) diperoleh :
ASUI = 1 – ASAI
= 1 – 0.99551
= 0.00449

4.3. Pembahasan
Dari hasil perhitungan diatas maka dapat dilihat nilai indeks yang
didapatkan untuk masing – masing Feeder PT. PLN (Persero) Cabang Manokwari
pada tabel. 3 berikut :

Tabel. 3 Nilai Indeks Masing – masing Feeder


PLTD Sanggeng PT. PLN (Persero( Cabang Manokwari)

Feeder/ Nilai Indeks


No
penyulang SAIFI CAIFI SAIDI CAIDI ASAI ASUI
1 Mambruk 2.27 0.29 0.68 0.1 0.99023 0.0097
2 Kasuari 2.46 3.42 1.22 0.08 0.99516 0.00483
3 Rajawali 0.62 0.23 0.316 0.062 0.99741 0.00259
4 Maleo 9.31 0.61 0.002 0.166 0.99458 0.00542
5 Nuri 1.55 0.38 0.778 0.095 0.99755 0.00245
6 Merpati 1.29 0.28 0.49 0.043 0.99551 0.00449

67
1. Perbandingan Nilai SAIFI

68

Anda mungkin juga menyukai