Anda di halaman 1dari 22

Perancangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) pada atap

gedung psikologi Unjani

Disusun Oleh :

1. Tisna Yanu Iskanto (2211151073)


2. Mochmad Irval (2211151045)
3. Muhammad Yudi D (2211151110)
4. Merty Indah W (2211151086)
5. Khoirunazar K (2211151052)
6. Thomy Collin (2211151024)
7. Aditya Wibisono (2211151021)
8. Permana Fahmi (2211151079)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2019
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi,
khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar
dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga
tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat
dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

Karena sel surya sanggup menyediakan energi listrik bersih tanpa polusi, mudah dipindah, dekat
dengan pusat beban sehingga penyaluran energi sangat sederhana serta sebagai negara tropis,
Indonesia mempunyai karakteristik cahaya matahari yang baik (intensitas cahaya tidak fluktuatif)
dibanding tenaga angin seperti di negara-negara 4 musim, utamanya lagi sel surya relatif efisien,
tidak ada pemeliharaan yang spesifik dan bisa mencapai umur yang panjang serta mempunyai
keandalan yang tinggi. Dalam keadaan cuaca yang cerah, sebuah sel surya akan menghasilkan
tegangan konstan sebesar 0.5 V sampai 0.7 V dengan arus sekitar 20 mA dan jumlah energi yang
diterima akan mencapai optimal jika posisi sel surya (tegak lurus) terhadap sinar matahari selain
itu juga tergantung dari konstruksi sel surya itu sendiri. Ini berarti bahwa sebuah sel surya akan
menghasilkan daya 0.6 V x 20 mA = 12 mW. Jika matahari memancarkan energinya ke
permukaan, maka bisa dibayangkan energi yang dihasilkan sel surya yang rata-rata mempunyai
luas bandingkan dengan bahan bakar fosil (BBM) dengan proses fotosintesis yang memakan waktu
jutaan tahun.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana perhitungan rancang bangun PLTS sederhana?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Mampu membuat perhitungan sederhana rancang bangun PLTS.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Merancang sistem PLTS sederhana dalam kehidupkan sehari-hari.


BAB II

TEORI DASAR

2.1 Sejarah Perkembangan Energi Surya

Tenaga listrik dari cahaya matahari pertama kali ditemukan oleh Alexandre-Edmund Becquerel
seorang ahli fisika Perancis pada tahun 1839. Temuanya ini merupakan cikal bakal teknologi solar
cell. Percobaanya dilakukan dengan menyinari dua elektrode dengan berbagai macam cahaya.
Elektroda tersebut dibalut (coated) dengan bahan yang sensitif terhadap cahaya, yaitu AgCl dan
AgBr dan dilakukan pada kotak hitam yang dikelilingi dengan campuran asam. Dalam
percobaanya ternyata tenaga listrik meningkat manakala intensitas cahaya meningkat. Selanjutnya
penelitian dari Becquerel dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain. Tahun 1873 seorang insinyur
Inggris Willoughby Smith menemukan Selenium sebagai suatu elemen photo conductivity.
Kemudian tahun 1876, William Grylls dan Richard Evans Day membuktikan bahwa Selenium
menghasilkan arus listrik apabila disinari dengan cahaya matahari. Hasil penemuan mereka
menyatakan bahwa Selenium dapat mengubah tenaga matahari secara langsung menjadi listrik
tanpa ada bagian bergerak atau panas. Sehingga disimpulkan bahwa solar cell sangat tidak efisien
dan tidak dapat digunakan untuk menggerakkan peralatan listrik.

Tahun 1894 Charles Fris membuat Solar Cell pertama yang seungguhnya yaitu suatu bahan
semiconductor (selenium) dibalut dengan lapisan tipis emas. Embargo minyak pada tahun 1973
dan krisis energi pada tahun 1979 menyebabkan perubahan kebijakan energi di dunia dan teknologi
surya kembali dilirik. Strategi pemasangan difokuskan pada program insentif seperti program
pengunaan fotovoltaik di Amerika Serikat dan program Sunshine di Jepang. Usaha lain yang
dilakukan meliputi pembentukan fasilitas riset di Amerika Serikat (SERI, sekarang NREL), Jepang
(NEDO), dan Perkembangan, penggunaan, dan ekonomiJerman (Institut Fraunhofer untuk sistem
energi surya). Pemanas air surya komersil mulai dipasarkan di Amerika Serikat pada tahun 1890an.
Penggunaan pemanas ini meningkat sampai dengan tahun 1920 tapi kemudian digantikan oleh
pemanas berbahan bakar yang lebih murah dan diandalkan. Seperti fotovoltaik, pemanas air surya
kembali dilirik setalah krisis minyak tahun 1970, namun permintaan menurun pada tahun 1980an
dikarenakan menurunnya harga minyak Bumi. Perkembangan pemanasan air surya berkembang
secara berangsur selama tahun 1990an dan laju pertumbuhan sekitar 20% per tahun sejak 1999.

Hingga pada tahun 2007 University of Delaware berhasilmenemukan solar cell technology yang
efisiensinya mencapai 42,8%. Hal ini merupakan rekor terbaru untuk ―thin film photovoltaicsolar
cell. Perkembangan dalam riset solar cell telah mendorong komersialisasi dan produksi solar cell
untuk penggunaanya sebagai sumber daya listrik.Walaupun umumnya diremehkan, pemanas dan
pendingin air surya adalah teknologi surya yang paling banyak digunakan dengan perkiraan
kapasitas 154 GW pada tahun 2007. Untuk meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia, isu itu
sekilas terlihat bertentangan. Dikarenakan dalam usaha peningkatan kemakmuran akan selalu
mengarah pada peningkatan industrialisasi yang memicu peningkatan penggunaan energi
konvensional. Semua itu pada akhirnya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti emisi
karbon dioksida yang meningkat serta pemanasan global (global warning system).Untuk itu,
ditekankannya, dunia harus dapat menemukan sumber-sumber energi baru yang ramah lingkungan
serta dapat diperbaharui.

2.2 Pemanfaatan Energi Surya di Indonesia

Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang
berlimpah. Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara
dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah
telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS
terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini
merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa
datang. Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan menggunakan
teknologi fotovoltaik adalah sel surya.

Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum dimanfaatkan secara optimal, sedangkan
di sisi lain ada sebagian wilayah Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh
jaringan listrik PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang
modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu pembangkit listrik alternatif. Sayangnya biaya pembangkitan PLTS masih lebih mahal
apabila dibandingkan dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik tenaga konvensional, karena
sampai saat ini piranti utama untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik (modul
fotovoltaik) masih merupakan piranti yang didatangkan dari luar negeri. Walaupun pemanfaatan
PLTS belum optimal, tetapi sudah cukup banyak dimanfaatkan pada perumahan atau sering
disebut Solar Home System (SHS), pompa air, televisi, komunikasi, dan lemari pendingin di
PUSKESMAS di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di wilayah terpencil yang jauh dari
jaringan listrik PLN. PLTS merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak melepaskan
polutan seperti halnya pembangkit listrik tenaga fosil.

2.3 Pemanfaatan Energi Surya secara Umum


Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali digunakan untuk penerangan rumah
tangga dengan sistem desentralisasi yang dikenal dengan Solar System (SHS), kemudian untuk
TV umum, komunikasi dan pompa air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada
proyek Desa Sukatani, Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda- tanda yang
menggembirakan dengan keberhasilan penerapan secara komersial.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sampai tahun 94, jumlah pemakaian sistem fotovoltaik di
Indonesia sudah mencapai berkisar 2.5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi kesehatan 16 %,
hibrida 7 %, pompa air 5 %, penerangan pedesaan 13 %, radio dan TV komunikasi 46,6 % dan
lainnya 11,8 %. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh proyeksi kebutuhan sistem PLTS
diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu menurut perkiraan yang lain pemakaian
fotovoltaik di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW terutama untuk
penerangan di pedesaan. Sedangkan permintaan fotovotaik diperkirakan sudah mencapai 52 MWp.
Untuk meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia, isu itu sekilas terlihat bertentangan.
Dikarenakan dalam usaha peningkatan kemakmuran akan selalu mengarah pada peningkatan
industrialisasi yang memicu peningkatan penggunaan energi konvensional. Semua itu pada
akhirnya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti emisi karbon dioksida yang
meningkat serta pemanasan global (global warning system). Untuk itu, ditekankannya, dunia harus
dapat menemukan sumber-sumber energi baru yang ramah lingkungan serta dapat diperbaharui.
2.4 Sel foltovoltaik
Alat pada sel surya sering disbut juga fotovoltaik. Sel surya dapat menyerap gelombang
elektromagnetik dan mengubah energi foton yang diserapnya menjadi energi listrik.
Gambar 2.1 Sel Surya

Bagian terbesar sel surya adalah sebuah dioda. Dioda terbuat dari suatu semikonduktor dengan
jurang energi (Ec – Ev). Ketika energi foton yang datang lebih besar dari jurang energi ini, foton
akan diserap oleh semikonduktor untuk membentuk pasangan elektronhole. Elektron dan hole
kemudian ditarik oleh medan listrik sehingga menimbulkan photocurrent (photo current bisa juga
dinamakan sebagai arus yang dihasilkan oleh cahaya). Dalam sel surya tidak hanya photocurrent
yang penting, tetapi ada beberapa parameter lain yang perlu mendapat kajian.
Modul surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk
meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu
daya beban. Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul
surya harus selalu mengarah ke matahari.
Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa
sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan
teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif
sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul
fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan parallel.
Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi
bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak
cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-konduktor P-type dan N-type
(terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir
(tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik.
Secara sederhana, proses pembentukan gaya gerak listrik (GGL) pada sebuah sel surya adalah
sebagai berikut:
1. Foton dari cahaya matahari menumbuk panel surya kemudian diserap oleh material
semikonduktor seperti silikon.

2. Elektron (muatan negatif) terlempar keluar dari atomnya, sehingga mengalir melalui material
semikonduktor untuk menghasilkan listrik. Muatan positif yang disebut hole (lubang) mengalir
dengan arah yang berlawanan dengan elektron pada panel surya silikon.

3. Gabungan/susunan beberapa panel surya mengubah energi surya menjadi sumber daya listrik
DC.
Ketika sebuah foton menumbuk sebuah lempeng silikon, salah satu dari tiga proses kemungkinan
terjadi, yaitu:
1. Foton dapat melewati silikon; biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.

2. Foton dapat terpantulkan dari permukaan.

3. Foton tersebut dapat diserap oleh silikon yang kemudian:


a. Menghasilkan panas, atau

b. Menghasilkan pasangan elektron-lubang, jika energi foton lebih besar daripada nilai celah pita
silikon.
Ketika sebuah foton diserap, energinya diberikan ke elektron di lapisan kristal. Biasanya elektron
ini berada di pita valensi, dan terikat erat secara kovalen antara atom-atom tetangganya sehingga
tidak dapat bergerak jauh dengan leluasa. Energi yang diberikan kepadanya oleh foton
mengeksitasinya ke pita konduksi, dimana ia akan bebas untuk bergerak dalam semikonduktor
tersebut. Ikatan kovalen yang sebelumnya terjadi pada elektron tadi menjadi kekurangan satu
elektron; hal ini disebut hole (lubang). Keberadaan ikatan kovalen yang hilang menjadikan
elektron yang terikat pada atom tetangga bergerak ke lubang, meniggalkan lubang lainnya, dan
dengan jalan ini sebuah lubang dapat bergerak melalui lapisan kristal. Jadi, dapat dikatakan bahwa
foton-foton yang diserap dalam semikonduktor membuat pasangan-pasangan elektron-lubang
yang dapat bergerak.
Sebuah foton hanya perlu memiliki energy lebih besar dari celah pita supaya bisa mengeksitasi
sebuah elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Meskipun demikian, spektrum frekuensi surya
mendekati spektrum radiasi benda hitam (black body) pada ~6000 K, dan oleh karena itu banyak
radiasi surya yang mencapai Bumi terdiri atas foton dengan energi lebih besar dari celah pita
silikon. Foton dengan energi yang cukup besar ini akan diserap oleh sel surya, tetapi perbedaan
energi antara foton-foton ini dengan celah pita silikon diubah menjadi kalor (melalui getaran
lapisan kristal yang disebut fonon) bukan dalam bentuk energi listrik yang dapat digunakan
selanjutnya.
2.5 Konversi Sel Foltovoltaik Menjadi Energi Listrik
Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi sinar matahari secara
langsung menjadi energi listrik. Pada dasarnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor
yang bekerja menurut suatu proses khusus yang dinamakan proses tidak seimbang (non-
equibilirium process) dan berlandaskan efek fotovoltaik (photovoltaic effects). Efek fotovoltaik ini
ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto
ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell
Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi
6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82%
dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.
Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Pada sel
surya terdapat junction antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang
masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p ( positif ) dan semikonduktor jenis n
( negatif ). Struktur sel surya konvensional silikon p-n junction dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur sel surya Silikon p-n junction


Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga
terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p
didapat dengan doping oleh golongan III sehinggaelektron valensinya defisit satu dibanding atom
sekitar. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n disambungkan maka akan terjadi difusi hole dari
tipe-p menuju tipe-n dan difusi elektron dari tipe-n menuju tipe-p. Difusi tersebut akan
meninggalkan daerah yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-
p. Batas tempat terjadinya perbedaan muatan pada p-n junction disebut dengan daerah deplesi.
Adanya 15
perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu
menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik tersebut mengakibatkan munculnya arus drift.
Namun arus ini terimbangi oleh arus difusi sehingga secara keseluruhan tidak ada arus listrik yang
mengalir pada semikonduktor p-n junction. tersebut. Ketika junction disinari, photon yang
mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan
eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi.
Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan
elektronhole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari arean
akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir.
Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema Cara Kerja Sel Surya Silikon


BAB III

PEMBAHASAN

Energi adalah kebutuhan pokok setiap manusia. Kebutuhan energi yang ada saat ini, sebagian besar
terpenuhi oleh energi yang bersumber dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas alam.
Namun persediaan energi yang ada saat ini semakin berkurang. Jika tak segera ditangani, kemungkinan tak
terhindarkan lagi adanya krisis energi. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan untuk permasalahan ini
adalah pemanfaatan teknologi sel surya. Pada penelitian ini, akan dibuat perencanaan PLTS dengan
memanfaatkan atap gedung psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani sebagai lahan PLTS tersebut.
Perancangan PLTS ini dilakukan dengan cara identifikasi layout atap gedung Psikologi, kemudian dibuat
desain yang ideal dengan spesifikasi peralatan yang ada di pasaran. Hasil perancangan menunjukkah dari
total area sebesar 80,6 m2 didapat panel yang digunakan adalah panel surya berkapasitas 300 WP dan
inverter berkapasitas 20 kW. Kemudian daya yang dibutuhkan pada gedung tersebut adalah sebesar 138,75
KVA perlantai.

Beban Jumlah Daya (VA) Daya (kW) Jam Kerja PF


Lampu TL 1 x 20 W 56 1400 1120 14 0,8
Proyektor 220 W 10 2750 2200 8 0,8
AC Toshiba 450 watt 18 10125 8100 12 0,8
Lampu TL 1 x 36 watt 8 360 288 6 0,8
Lampu LED 20 watt 31 775 620 8 0,8
Lampu TL 1 x 18 watt 16 360 288 14 0,8
Stop Kontak 1 P 220 VA 8 1760 1408 12 0,8
Wifi Router 33 watt 1 41,25 33 24 0,8
Dispenser 240 watt 1 300 240 12 0,8
Total 149 17871,25 14297 110 7,2

Anda mungkin juga menyukai