A. PENGERTIAN
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur tulang dan
didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. fraktur dapat disebabkan oleh hantaman
langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena
kontraksi otot yang ekstrem (Brunner & Suddarth, 2015).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Amin, 2015).
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di mana
lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita, Heryati &
Attamimi, 2009). Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang,
yaitu otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasi-supinasi
yang berinsersi pada radius dan ulna.
B. ETIOLOGI
Klasifikasi Fraktur :
Klasifikasi etiologi :
1. Fraktur traumatic.
2. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya penyakit yang menyebabkan kelemahan
pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan.
3. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang
yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak
atas.
Klasifikasi klinis :
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit
3. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi tulang
Klasifikasi radiologis :
1. Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
Fraktur terbuka dibagi ata 3 derajat yaitu,
Derajat 1 :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat 2 :
- Laserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur komunitif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat 3 :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan
1. Jumlah garis
a. Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi fragmen
kecil
2. Luas garis fraktur
a. Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplikasi : tulang terpotong total
c. Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak
3. Bentuk fragmen
a. Green stick : retak pada sebelah sisi dari tulang (sering pada anak-
anak)
b. Fraktur transversal : fraktur fragmen melintang
c. Fraktur obligue : fraktur fragmen miring
d. Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma
4. Gangguan fungsio anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
D. WOC
Trauma Fraktur Trauma Tidak Fraktur Kondisi Patologis
Fraktur
F. PENATALAKSANAAN
Medis Keperawatan
Prinsip penanganan fraktur meliputi :
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya
traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang
yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
Keperawatan
1. Fraktur tertutup
a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang tepat.
b. Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak terganggu dan
memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat dan menggunakan alat bantu.
c. Ajarkan pasien menggunakan alat bantu dengan tepat
d. Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan dan mencari
bantuan personal jika diperlukan.
e. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan diri, informasi
medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya supervise layanan
kesehatan yang berkelanjutan.
2. Fraktur terbuka
a. Sasaran penatalaksanaan adalah mencegah infeksi luka, jaringan lunak, dan tualng serta
untuk meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak.
b. Lakukan irigasi luka dan debridement.
c. Tingkatkan ekstremitas untuk meminimalkan edema
d. Kaji status neurovascular
e. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur dan pantau tanda inveksi
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara
sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini
adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga,
observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau
kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada
klien fraktur menurut Brunner and Suddarth, 2016 adalah sebagai berikut :
a. Data demografi/ identitas klien Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat
tinggal, pekerjaan, dan alamat klien.
b. Keluhan utama Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
c. Riwayat kesehatan keluarga Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi
misalnya adanya predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat
pada fraktur psikologis).
d. Riwayat spiritual Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan
bagaimana dalam menjalankannya.
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari,
kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis
utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur
atau trauma dapat timbul pada orang yang suka berolah raga dan hockey dapat
menimbulkan nyeri sendi pada tangan.
f. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran tinggi badan
2) Pengukuran tanda-tanda vital
3) Integritas tulang, deformitas tulang belakang
4) Kelainan bentuk pada dada
5) Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor atau
vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan
produktivitasnya.
6) Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler,
warna kulit dan temperatur kulit.
7) Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau tidak,
apakah limpa membesar atau tidak.
8) Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena adanya
immobilisasi.
9) Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
10) Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan keadaan
tonus otot.
g. Tes Diagnostik Pada klien dengan trauma tulang belakang, biasanya dilakukan
beberapates diagnostik untuk menunjang diagnosa medis, yaitu :
1) Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada
tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan
patologis lain seperti tumor, osteomielitis.
2) Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama yang
terkena.
3) Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram
terbatas.
4) Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi
adanya darah.
5) Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung
diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki
posterior.
6) CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
discus intervetebralis.
7) MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan
tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi discus.
8) Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan” dari
ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
5. Resiko Syok(Hipovelemik)
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b. d Agens cedera fisik (mis, abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien
teratasi.
Amin Huda dan K.Hardhi, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi jilid 2, 2015, Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta
Brunner & Suddarth Edisi 12. Keperawatan Medikal Bedah.2015. Buku kedokteran ECG
Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia.
Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia.
T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. 2013. Nanda Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC