Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA

VOLUME 10, NO.1, APRIL 2015: 89 –102_________________________________________________

Dinamika Psikologis Anak Pelaku Kejahatan Seksual

Khoirunita Ulfiyatun Rochmah dan Fathul Lubabin Nuqul


Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract
This research aimed to know the psychological dynamics of child sex offenders. This research was
social psychology. Method of the research was qualitative method with phenomenological strategy.
Participatns were 5 children from LP Anak Kelas II A Blitar. Participants were sexual offenders. Results
from this study show that child sex offenders due to factors impulse or peer support, teenage sex drive
increases, and with a broken family relationships.

Keywords: psychological dynamic, sexual abuse.

Abstrak
Tujuan penelitian yakni mengetahui dinamika psikologis anak pelaku kejahatan seksual. Penelitian ini
merupakan penelitian psikologi sosial yang sesuai pengambilan datanya menggunakan metode kualitatif
dengan strategi fenomenologis. Lokasi penelitian yakni di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A
Blitar dengan pengambilan subjek sebanyak 5 anak, dimana anak tersebut meruapakan narapidana kasus
asusila atau pelaku kejahatan seksual. Hasil dari pada penelitian ini adalah bahwa anak melakukan
kejahatan seksual dikarenakan faktor dorongan atau dukungan teman sebaya, dorongan seksual remaja
yang meningkat, dan hubungan dengan keluarga yang berantakan.

Kata kunci : dinamika psikologis, kejahatan seksual.

Pengantar1 maraknya kejahatan seksual karena


Jumlah kejahatan seksual setiap dampak yang dirasakan amat besar bagi
tahunnya semakin meningkat dan selalu korban. Begitu kompleksnya dampak
saja korban paling banyak adalah atau efek yang ditimbulkan para pelaku
perempuan dan anak-anak. Semakin kejahatan seksual pada korban,
banyaknya korban menggambarkan membuktikan betapa seriusnya perilaku
bahwa kejahatan seksual ini tidak ada tersebut, inilah yang menjadi menarik
hentinya dan semakin sulit dibendung, karena kasus kejahatan seksual tidak
hal ini menjadi tanggungjawab pihak- akan terjadi jika tidak ada pelaku.
pihak terkait untuk memperkecil Umumnya para pelaku kejahatan seksual
dilakukan oleh orang dewasa, yang
Korespondensi: Fathul Lubabin Nuqul, Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana secara umum penyebab bisa diakibatkan
Malik Ibrahim Malang, Jl. Gajayana, No. 5
Malang. Email: fathullubabinnuqul@yahoo.co.id oleh kondisi-kondisi yang menekan

89
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

seperti kondisi sosial-ekonomi yang bagaimana dinamika psikologis anak


lemah, individu yang memiliki pelaku kejahatan seksual. Melihat
kepribadian patologis. dinamika psikologis anak berarti
Akan tetapi kejahatan seksual tidak menggali pengalaman anak dimasa lalu,
hanya mampu dilakukan oleh orang kondisi saat ini, dan orientasi masa
dewasa saja. Data menunjukkan bahwa depan anak. Mengapa harus dengan
banyak kejahatan seksual yang mengetahui dinamika psikologis anak,
dilakukan anak-anak. Survei yang dengan mengetahui hal tersebut mampu
dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati, mencari tahu faktor utama dan pencetus
yang dipantau langsung oleh Komisi anak melakukan kejahatan seksual,
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mampu melihat kondisi anak saat di
menghasilkan sebuah data yang LAPAS, dan orientasi masa depan anak
menyebutkan bahwa 95 persen anak setelah keluar dari LAPAS. Sehingga
berusia sekolah dasar, sudah menjadi nantinya tiga hal tersebut berguna dalam
pelaku kekerasan seksual pertimbangan pemberian pola-pola
(Health.liputan6.com, 27 Februari 2014). penanganan pada anak dan yang
Fakta ini sangat menghawatirkan, bersangkutan dengan anak.Tujuan
bagaimana bisa diusia yang masih belia penelitian ini adalah Untuk mengetahui
anak mampu melakukan tindakan dinamika psikologis anak pelaku
kejahatan seksual. Apa yang ada dalam kejahatan seksual.
benak anak-anak hingga melakukan
Kejahatan Seksual
tindakan keji tersebut. Dilihat dari
kapasitas meraka sangat berbeda jauh Umar Sa’abah itu menunjukkan

dengan milik orang dewasa, dalam segi “secara umum seksualitas manusia dapat

kematangan seksual, kognitif, dan emosi dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1)

merekapun masih belum stabil biologis (kenikmatan fisik dan

dibandingkan dengan orang dewasa yang keturunan), 2) sosial (hubungan-

mereka sudah dikatakan matang seksual, hubungan seksual, berbagai aturan sosial

kognitif, dan emosinya. serta berbagai bentuk sosial melalui

Maka dari itu, fakta ini sangat mana seks biologis diwujudkan dan 3)

menarik dan perlu diteliti dengan melihat subjektif (kesadaran individual dan

90 JURNAL PSIKOLOGI
ROCHMAH & NUQUL

bersama sebagai objek dari hasrat Faktor-faktor pemicu kejahatan


seksual) (Wahid & Irfan, 2001, hal: 32). seksual yakni: Faktor dalam diri yang
Kekerasan seksual itu merupakan meliputi rasa tidak aman, keterampilan
istilah yang menunjukkan pada perilaku sosial yang buruk, konsentrasi yang
seksual deviatif atau hubungan seksual buruk dan gelisah, dan implusif. Faktor
yang menyimpang, merugikan pihak kedua yakni faktor berbasis keluarga
korban dan merusak kedamain ditengah juga memicu kejahatan seksual oleh
masyarakat. Adanya kekerasan seksual anak yang meliputi: orang tua yang
yang terjadi, maka penderitaan bagi menggunakan penyalahgunaan zat,
korbannya telah menjadi akibat serius kriminalitas orang tua, ibu yang masih
yang membutuhkan perhatian. remaja atau muda, adanya perselisihan
Bagaimana dengan kejahatan perkawinan, kekerasan dalam rumah
seksual dimata hukum, berdasarkan tangga, penelantaran, dan kekerasan,
Kamus Hukum, “sex dalam bahasa orang tua yang tidak pantas, dan
inggris diartikan dengan jenis kelamin”. kurangnya pengawasan orang tua atau
Jenis kelamin disini lebih dipahami keterlibatan orang tua (Dennison &
sebagai persoalan hubungan Leclerc, 2011, hal: 1090).
(persetubuhan) antara laki-laki dengan Adapun Faktor-faktor sekolah
perempuan. Pada pasal 1 Deklarasi termasuk kegagalan akademis, putus
Penghapusan Kekerasan Terhadap sekolah, membolos, lampiran miskin
Perempuan disebut bahwa, yang untuk sekolah, dan manajemen perilaku
dimaksud dengan kekerasan terhadap yang tidak memadai dan faktor
perempuan adalah setiap perbuatan lingkungan dan masyarakat, yakni
berdasarkan perbedaan jenis kelamin seperti kerugian sosial ekonomi,
yang berakibat atau mungkin berakibat kekerasan dan kejahatan lingkungan, dan
kesengsaraan atau penderitaan norma budaya terkait agresi dan
perempuan secara fisik, seksual, atau kekerasan(Dennison & Leclerc, 2011, hal:
psikologis, termasuk ancaman perbuatan 1091).
tertentu, baik yang terjadi di depan Ada pengkhususan terapi untuk
umum maupun dalam kehidupan pribadi perkosaan:Program terapi untuk
(Wahid & Irfan, 2001, hal: 32). pemerkosa yang mendekam di penjara

JURNAL PSIKOLOGI 91
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

umumnya bersifat multidimensional dan 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia


dievaluasi dengan memantau para laki- remaja biasa dibedakan atas tiga, yaitu:
laki tersebut setelah mereka dibebaskan 12-15 tahun= masa renaja awal, 15-18
dari penjara untuk mengetahui tingkat tahun= masa remaja pertengahan, dan
residivisme. Komponen program 18-21 tahun= masa remaja akhir. Tetapi,
tersebut antara lain teknik-teknik Monks, Knoers & Haditono
kognitif yang bertujuan meluruskan membedakan masa remja atas empat
disotorsi keyakinandan mengubah sikap bagian, yaitu: 1) masa pra-remaja atau
yang tidak benar terhadap perempuan masa pra-pubertas (10-12 tahun), 2)
(seperti keyakinan bahwa perempuna masa remaja awal atau pubertas (12-15
pada dasarnya ingin diperkosa) berbagai tahun), 3) masa remaja pertengahan (15-
upaya untuk meningkatkan empati 18 tahun) dan 4) masa remaja akhir (18-
mereka terhadap korbannya, manajemen 21 tahun). Remaja awal hingga akhir
kemarahan, berbagai teknik untuk inilah yang disebut masa adolesen
meningkatkan harga diri, dan upaya (Desmita, 2013, hal: 189).
untuk mengurangi penyalahgunaan Kekuatan pemikiran remaja yang
zat(Gerald c. Davidson dkk, 2012, hal: sedang berkembang membuka cakrawala
646). kognitif dan sosial yang baru. Pemikiran
mereka semakin abstrak, logis, dan
Usia
idealistis; lebih mampu menguji
Remaja sebagai periode tertentu
pemikiran sendiri, pemikiran orang lain,
dari kehidupan manusia merupakan
dan apa yang orang lain, dan apa yang
suatu konsep yang relatif baru dalam
orang lain pikirkan tentang diri mereka;
kajian psikologi. Di Negara-negara
serta cenderung menginterpretasikan dan
Barat, istilah remaja dikenal dengan
memantau dunia sosial (Santrock, 2002,
“adolescence” yang berasal dari kata
hal: 10). Piaget yakin bahwa pemikiran
dalam bahasa latin “adolescere” yang
operasional formal berlangsung antara
berarti tumbuh menjadi dewasa atau
usia 11-15 tahun (Desmita, 2013, hal:
dalam perkembangan menjadi dewasa
195). Pemikiran-pemikiran anak inilah
(Desmita, 2013, hal: 189).
yang terkadang tidak mampu anak
Batasan usia remaja yang umum
operasionalkan dengan baik karena kalah
digunakan oleh para ahli adalah antara

92 JURNAL PSIKOLOGI
ROCHMAH & NUQUL

dengan ego anak. Sehingga merasa terisolasi, hampa, cemas, dan


memungkinkan anak salah dalam bimbang.
mengambil keputusan dan tindaakn Kondisi tersebut mengakibatkan
mereka. remaja mengalami gangguan-gangguan
Perubahan-perubahan yang meliputi penyalahgunaan obat-obatan,
mengesankan dalam kognisi sosial alkohol, kenakalan, kehamilan remaja,
menjadi ciri perkembangan remaja. bunih diri, dan gangguan-gangguan
Remaja mengembangkan egosentrisme makan (Santrock, 2002, hal: 19). Beralih
khusus, mengundang perhatian, pada hubungan sosial remaja, mereka
menginterpretasikan kepribadian seperti selain membuka hubungan sosial dengan
para ahli menginterpretasikan orang tua juga akan lebih banyak
kepribadian. Pada masa remaja ialah membuka hubungan dengan teman
dimana masa pengambilan keputusan sebaya, sehingga orang tua akan
meningkat, remaja mengambil keputusan dihadapkan dengan tuntutan remaja akan
tentang masa depan, teman-teman mana otonomi dan tanggung jawab
yang dipilih. Transisi dalam membingungkan dan membuat marah
pengambilan keputusan muncul kira-kira orang tua. Orang tua melihat remaja
pada usia 11-12 tahun dan pada usia 15- mereka melepaskan diri dari gangguan
16 tahun. mereka. Berbeda halnya dengan
Tahap psikososial remaja menurut hubungan remaja dengan teman sebaya,
Erikson yakni identitas dan kebingungan waktu mereka akan lebih banyak tersita
peran. Selama masa ini, remaja mulai dan dihabiskan dengan teman sebaya.
memiliki suatu perasaan bahwa ia adalah Perlu diketahui remaja akan menghadapi
manusia yang unik dan menyadari sifat- tekanan dari teman sebaya berupa
sifat yang melekat pada dirinya. Akan konformitas yang itu dapat bersifat
tetapi karena peralihan yang sulit dari positif atau negatif.
masa anak-anak ke remaja, perubahan Masa remaja adalah suatu periode
sosial dan historis remaja mengalami transisi dalam rentang kehidupan
kekacauan peranan-peranan atau manusia, yan menjembatani masa anak-
kekacauan identitas, kondisi yang anak dengan masa dewasa.
demikian ini mengakibatkan remaja Perkembangan di masa remaja diwarnai

JURNAL PSIKOLOGI 93
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

oleh interaksi antara faktor-faktor Mengembangkan identitas seksual,


genetik, biologis, lingkungan, dan sosial. Identitas seksual adalah pengenalan
Remaja dihadapkan pada perubahan dasar tentang seks diri secara anatomis
biologis yang dramatis, pengalaman- yang sangat berhubungan dengan
penglaman baru, serta tugas kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis
perkembangan baru (Santrock, 2011, dan fisiologis, organ seks, hormon, dan
hal: 402). Relasi dengan orang tua dapat otak dan saraf pusat (Andarmoyo, 2012,
terwujud di dalam sutau bentuk yang hal: 20). Menguasai perasaan seksual
berbeda dari sebelumnya, interaksi dan membentuk rasa identitas seksual
dengan kawan-kawan menjadi lebih merupakan proses yang bersifat
akrab: pada masa ini mereka juga multiaspek dan panjang. Hal ini
mengalami pacaran maupun eksplorasi mencakup kemampuan belajar untuk
seksual dan kemungkinan melakukan mengelola perasaan seksual.
hubungan seksual. cara berpikir remaja mengembangkan identitas seksual
lebih abstrak dan idealistic (Santrock, melibatkan lebih dari sekedar perilaku
2011, hal: 402). Perubahan fisik yang seksual. identitas seksual muncul dalam
terjadi memicu minat terhadap citra konteks faktor-faktor fisik, sosial,
tubuh. budaya, dan kebanyakan lingkungan
Remaja memilki rasa ingin tahu masyarakat memberikan batasan
dan seksualitas yang hampir tidak dapat terhadap perilaku seksual remaja.
dipuaskan. Remaja memikirkan apakah Identitas seksual remaja mencakup
dirinya menarik secara seksual, cara aktivitas, minat, gaya perilaku, dan
melakukan hubungan seksual, dan indikasi yang mengarah pada orientasi
bagaimana nasib kehidupan seksualitas seksual (Santrock, 2011, hal: 409).
meraka (Santrock, 2011, hal: 408). Beberapa remaja sangat aktif secara
Mayoritas remaja mengembangkan seksual yang lainnya tidak aktif sama
identitas identitas seksual yang matang, sekali hal ini karena remaja hidup dalam
meskipun sebagian besar diantra mereka lingkungan religious yang ketat.
mengalami masa yang rentan dan Tingkah laku seksual anak ini
membingungkan. berawal dari rasa ingin tahu anak setelah
mendapatkan sumber-sumber informasi

94 JURNAL PSIKOLOGI
ROCHMAH & NUQUL

seks, kemudian anak lebih banyak kesempatan yang memadai untuk belajar
mengeksplor informasi tersebut dan dan bekerja, dan yang merasa memiliki
mulai melakukan percobaan dalam kebutuhan untuk membuktikan sesuatu
berhubungan seksual dengan teman pada dirinya sendiri dengan seks, adalah
kencan. Sumber-sumber koping dapat mereka yang beresiko melakukan
meliputi pengetahuan individu tentang tingkah laku seksual yang tidak
seksualitas, pengalaman masa lalu yang bertanggung jawab. Remaja yang tidak
positif tentang seksualitas, adanya berencana melanjutkan pendidikannya
individu yang mendukung termasuk ketingkat yang lebih tinggi, seperti
pasangan seksualitas, dan norma sosial universitas, cenderung tidak menunda
atau budaya yang mendorong ekspresi hubungan seks dari pada mereka yang
seksual yang sehat. berencana melakukan pendidikannya
Tingkah laku seksual remaja (Santrock, 2003, hal: 404).
biasanya sifatnya meningkat atau Pada suatu penelitian yang
progresif-necking, petting, hubungan dilakukan di lokalisasi ditemukan hasil
seksual, dan pada beberapa kasus, seks eksplorasi dapat didentifikasi keyakinan
oral. Jumlah remaja yang mengaku telah responden akan dampak negatif
meningkat secara signifikan selama abad lokalisasi bagi remaja yang tinggal di
kedua puluh, dan jumlah peempuan yang dalamnya, yaitu menjadikan remaja
telah melakukan hubungan seks kurang percaya diri, terstigma,
meningkat lebih cepat dari pada laki- dilecehkan, drop out dari sekolah,
laki. Selama remaja mengembangkan mempunyai kebiasaan thongkrong,
identitas seksual mereka, mereka juga mabuk dan menyalahgunakan narkoba
mengikuti aturan seksual tertentu, yang (Widyastuti, 2009, hal: 84). Paparan
berbeda bagi laki-laki dan perempuan. seksual yang diperoleh remaja, seperti
Remaja yang rawan cenderung mendengar maupun melihat orang yang
menunjukkan tingkah laku seksual yang sedang berciuman, berangkulan, merayu,
tidak bertanggungjawab (Santrock, 2003, menari erotis maupun melakukan
hal: 416). Tingkah laku seksual yang hubungan seks mendorong remaja untuk
tidak bertanggungjawab. Remaja yang melakukan hubungan seks yang tidak
tidak merasa berarti, yang tidak memiliki aman. Secara bivariat, paparan seksual

JURNAL PSIKOLOGI 95
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

memang berhubungan secara signifikan Creswell penelitian kualitatif merupakan


dengan sikap remaja terhadap hubungan metode-metode untuk mengeksplorasi
seks pranikah. Namun hasil uji bivariat dan memahami makna yang oleh
dan multivariate menunjukkan bahwa sejumlah individu atau sekelompok
sikap seksualitas teman mempunyai orang dianggap berasal dari masalah
pengaruh yang paling besar terhadap sosial atau kemanusiaan (Creswell,
sikap remaja mengenai hubungan seks 2012: hal 4).
pranikah, baru kemudian jenis kelamin Adapun strategi yang digunakan
(Widyastuti, 2009, hal: 84). dalam penelitian adalah fenomenologi
Semuanya ini berarti bahwa karena penelitian terkait fenomena
tingkah laku atau perilaku seksual yang sosial. Fenomena sosial bukan berada
ditunjukan remaja bukan karena faktor diluar individu-individu, tetapi berada
dalam diri saja, akan tetapi lingkungan dalam benak (interpretasi) individu-
banyak yang mampu membawa anak individu (Poerwandari, 2011, hal: 33).
melakukan aktivitas-aktivitas seksual Fenomenologi merupakan strategi
yang beresiko. peneltian di mana di dalamnya peneliti
mengidentifikasi hakikat pengalaman
Metode
manusia tentang suatu fenomena tertentu
Dalam pelaksanaan penelitian
(Creswell, 2012, hal: 20) dalam proses
harus menggunakan metode yang tepat
ini peneliti berusaha mendeskripsikan
agar sesuai dengan tujuan penelitian.
gejala sebagaimana gejala itu
Pada penelitian kali ini peneliti
menampakkan dirinya pada
mengambil tema psikologosi sosial yang
pengamamatan, maksudnya peneliti
tepat jika menggunakan pendekatan
menggali data yang dimunculkan lewat
penelitian kualitatif. Pendekatan
pengalaman-pengalaman sebjek.
kualitatif-interpretatif dalam penelitian
Menggunakan metode kualitatif
sosial sesungguhnya bukan pendekatan
dirasa sangat sesuai karena mampu
baru dalam disiplin antropologi dan
menjawab tujuan penelitian yakni
studi-studi humaniora, pendekatan
mengetahui dinamika psikologis atau
kualitatif juga relative lebbih dikenal dan
latar belakang anak pelaku kejahatan
diterima oleh disiplin sosial
seksual. Tujuan umum dari pada
(Poerwandari, 2011, hal: 6). Menurut

96 JURNAL PSIKOLOGI
ROCHMAH & NUQUL

penelitian kualitatif yakni mencakup mempengaruhi perilaku-perilaku yang


informasi tentang fenomena utama yang dimunculkan anak. Dari hasil wawancara
dieksplorasi dalam penelitian, partisipan menunjukkan empat dari lima anak yang
penelitian, dan lokasi penelitian mengaku melakukan kejahatan seksual
(Creswell, 2012: hal 167). Melalui memiliki latar belakang keluarga yang
tujuan penelitian kualitatif, peneliti hampir sama, seluruh anak kehilangan
melakukan penelitian secara partisipan sosok ayahnya. Figur ayah dalam
dengan mengumpulkan data melalui keluarga tidak tampak, maksudnya tidak
pengamatan atau observasi, wawancara ditemukan peran ayah yang mampu
dan dokumentasi.Subjek penelitian dicontoh dengan baik oleh anak-
dipilih berdasarkan kebutuhan rumusan anaknya, seperti pengakuan dari dua
dan tujuan peneltitian yakni anak pelaku subjek bahwa Sang ayah adalah penjudi
kejahatan seksual. Peneliti mengambil dan narapidana. Kedua figur ayah yang
subjek sesuai kriteria yang ditentukan secara tidak langsung mempengaruhi
dan subjek dipilih oleh petugas LAPAS, perilaku anak dan mengimitasi perilaku
yakni terdapat 5 subjek yang masing- ayah sehingga yang dimunculkan anak
masing narapidana kasus asusila dengan adalah perilaku-perilaku maladaptiv.
kasus perkosaan, persetubuhan, dan Orang tua memilliki tugas penting
pencabulan. yakni memberikan perhatian pada
anaknya akan tetapi kurangnya perhatian
Hasil dan rasa perduli seorang ayah dirasakan
Adanya kejahatan seksual yang oleh keempat subjek (CA, EA, Z, dan
dilakukan oleh anak-anak tidak serta WS) karena ayah yang lebih cenderung
merta sepenuhnya kesalahan dari diri melakukan pola asuh permesif atau
anak. Anak sebagai pelaku kejahatan banyak membiarkan segala hal yang
seksual harus dipahami dari sisi latar dilakukan anak-anaknya, alhasil anak
belakang mereka, mulai dari kehidupan lebih berani melakukan perilaku-perilaku
anak sejak kecil hingga saat ini, menyimpang karena beberapa ayah
hubungan dengan keluarga, dan malah lebih menganggap perilaku anak
hubungan dengan teman sebaya. tersebut adalah hal yang wajar dan biasa
Beberapa hal tersebut sebenarnya sangat saja. Tugas memberikan perhatian tidak

JURNAL PSIKOLOGI 97
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

hanya dipikul oleh ayah, ibu sebagai apabila anak mampu mereduksinya.
bagian penting dalam keluarga memiliki Anak sejak dini sudah mendapatkan
peran yang sama. Lagi-lagi Peran orang sitimulus-stimulus seksual melalui
tua dalam melakukan tugasnya lingkungan teman sebayanya. Beberapa
dilaksanakan secara tidak maksimal teman anak bahkan melakukan
sehingga perlakuan orang tua pada anak pemaksaan dan ancaman.
membuat merasa tidak nyaman dan Meskipun terdapat dorongan-
senang berada di rumah,yang akhirnya dorongan eksternal untuk melakukan
anak lebih memilih untuk menghabiskan hubungan seksual pada anak, dorongan
waktu mereka dengan teman sebaya, seksual akan bisa diredam jika anak
bahkan anak hingga memutuskan untuk mampu mereduksi tegangan. Akan tetapi
tinggal dengan teman sebayanya. kilas balik pada proses perkembangan
Keteledoran orang tua tidak anak yang sedang beralangsung secara
meperhatikan anak dalam mengambil perlahan, dimasa remaja anak sedang
keputusan untuk tinggal dengan teman mengalami masa perkembangan
sebaya yang ternyata berlangsung seksualitas. Dimana masa tersebut
negatif karena anak memilih teman yang dorongan seksual sangat kuat sedangkan
notabene cenderung melakukan aktivitas organ seksual anak belum matang. Anak
sosial negatif seperti suka minum- akan lebih memiliki ketertarikan
minuman keras, mengkonsumsi obat- terhadap pengetahuan seksual sehingga
obatan, mencuri, dan bermain mereka menyerap informasi dari
perempuan. Lingkungan anak yang tidak manapun tanpa disaring dengan benar,
sehat tersebut mampu menggerakkan akibatnya memunculkan rasa ingin tahu
anak melakukan kejahatan seksual. yang tinggi pada anak dan muncul
Kemampuan berpikir anak yang masih keinginan untuk mencoba. Hasilnya
fluktuatif menjadi kelemahan anak seperti yang dialami keempat subjek
menahan ego untuk melakukan (CA, EA, WS, dan Z) teman mereka
hubungan seksual yang beresiko. Faktor lebih banyak mempengaruhi tingkahlaku
keluarga, lingkungan teman sebaya, dan seksual dan didukung dengan rasa ingin
sajian video porno tidak cukup mampu tahu yang tinggi juga keinginan coba-
mempengaruhi tingkahlaku seksual coba sehingga mereka sama-sama tidak

98 JURNAL PSIKOLOGI
ROCHMAH & NUQUL

mampu mereduksi tegangan ia sama sekali tidak pernah melakukan


berhubungan seksual. Setelah sekali hubungan seksual, karena ia selam ini
merasakan berhubungan seksual ternyata berhubungan dengan perempuan hanya
mereka memunculkan tingkahlaku sekedar dekat saja dan tidak ada
seksual yang berulang meskipun pada ketertarikan sampai berhubungan
hasil wawancara menemukan bahwa seksual.
beberapa anak melakukan hubungan Dari dua perbedaan kasus yang
seksual pertama kali belum mencapai ditemukan ini menunjukkan bahwa
masa pubertas dan organ seksual mereka lingkungan keluarga sangat berpengaruh
belum matang seperti WS dan EA. pada kondisi psikologis anak.
Berbeda halnya dengan keempat Lingkungan keluarga Ay bisa dibilang
subjek (CA, EA, WS, dan Z), satu anak lingkungan yang normal dibanding
mengaku diriya tidak berasalah dengan keempat subjek yang notabene
melakukan tindak kejahatan seksual yani berasal dari keluarga kacau. Hal ini
AY. Dilihat dari lingkungan keluarga menunjukkan bahwa pengaruh keluarga
anak, anak tinggal dengan keluarga yang mampu memunculkan perilaku-perilaku
lengkap terdiri dari ayah, ibu, saudara anak.
sekandung, dan anak. AY lebih banyak Setelah membahas tentang kondisi
menghabiskan waktunya dengan masa lalu para subjek (CA, AY, EA,
keluarga. Aktivitas keseharian anak WS, dan Z) kini meilhat kondisi mereka
biasa dikatakan positif. Aktivitas posistif saat ini. Para subjek melakukan
ini berupa AY aktif dalam pendidikan hubungan sosial secara baik dengan para
non-formal yakni ikut dalam klub sepak petugas LAPAS dan teman sesama
bola junior. Meskipun demikian anak narapidana. Paling mengesankan ialah
menunjukkan perilaku delinkuen atau muncul perasaan-perasaan bersalah pada
menyimpang yang ternyata ia tiru dari diri CA dengan ia sering menyatakan
saudara sekandungnya yakni kakak. ingin bertobat dan merasa kasihan pada
Kakak dengan AY memiliki kedekatan orang tuanya. Pada EA saat ini hal yang
sehingga secara tidak langsung AY muncul adalah empati pada orang
meniru perilaku saudara kandungnya. utamanya. WS merasa malu jika
Menurut AY selama proses wawancara nantinya ia keluar dan bertemu dengan

JURNAL PSIKOLOGI 99
DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

teman lamanya dan ada rasa menyesal menjadi pembalap motor. Ada beberapa
meskipun sedikit, kemungkinan akan keinginan yang akan dilakukan subjek
terjadi pengulangan perilaku yang sama. dengan tujuan yang baik yakni
Sedangkan pada Z, ia merasa masalah menghindari teman lama, mencari
yang menimpanya hanyalah takdir dan tempat tinggal yang baru dan akan lebih
itu biasa baginya. berhati-hati lagi pada perempuan, ketiga
Akan baik jika anak merasa hal itu ingin dilakuaknoleh CA, AY, dan
menyesal dan tidak akan mengulangi EA. Berbeda halnya dengan Z, ia masih
perbuatan yang sama, tetapi seperti Z menginginkan kembali ketempat asalnya
dan WS yang sedikit bahkan tidak berkumpul dengan teman lamanya hal
menyesal atas perbuatanyya, memiliki ini menunjukkan tidak ada penyesalan
potensi untuk mengulang tingkah laku yang dirasakan Z dan kemungkinan akan
seksual yang sama bahkan kemungkinan melakukan perilaku yang sama.
akan lebih parah dari sebelumnya.
Kemungkinan-kemungkinan inilah yang Diskusi
seharusnya mampu dicegah oleh pihk Peran orang tua yang tidak
yang bersangkutan, agar nantinya dirasakan oleh anak membuatnya merasa
mampu mengurangi tingkah laku seksual tidak nyaman berada dirumah dan
yang beresiko. akhirnya anak mencari kehatangan pada
Menarik lagi jika membahas teman sebaya. Hubungan teman sebaya
mengenai harapan yang akan dilakukan memang berjalan baik akan tetapi tidak
para subjek (CA, AY, EA, WS, dan Z) membawa dampak positif bagi anak.
beberapa anak tidak memiliki rancangan Teman banyak membawa pengaruh
yang jelas setelah mereka keluar dari negatif dan selalu melakukan aktivitas
LAPAS seperti pada Ay memiliki sosial negatif, sehingga anak yang
perhatian pada kebutuhan cenderung memiliki kelekatan dengan
pendidikannya, rancangan harapannya teman sebaya melakukan konformitas.
yakni mengambil paket C, kuliah, lalu Bahkan pada perilaku seks, temanlah
menjadi guru. Sedang pada WS memiliki salah satu sumber informasi seks yang
rancangan harapan yang akan dilakuakn dominan. Muncullah tingkah laku
setelah keluar dari LAPAS, ia ingin seksual anak yang berulang bahkan

100 JURNAL PSIKOLOGI


ROCHMAH & NUQUL

beresiko yakni anak melakukan Kepustakaan


kejahatan seksual. Senebarnya bukan
Andarmoyo, S. (2012). Psikoseksuksual:
hanya faktor teman saja, sajian video
Dalam pendektan konsep dan
porno yang dinikmati anak dan dorongan proses keperawatan. Jogjakarta.
Ar-Ruzz Media
seksual anak yang juga mampu
menstimulasi tindakan kejahatan Ansarian, H. (2002). Membangun
keluarga yang dicintai allah:
seksual. Bimbingan lengkap sejka pra
Meskipun dari sisi negatifnya anak nikah hingga mendidik anak.
Jakarta: Pustaka Zahra.
pelaku kejahatan seksual telah
Bungin, B. (2010). Penelitian kualitatif.
melakukan kejahatan besar, mereka para
Jakarta: Prenada Media Group.
subjek yang menghuni LAPAS masih
Creswell, J.W. (2012). Research design.
memiliki rasa bersalah dan muncul Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
keinginan-keinginan untuk tidak Dennison, S. & Benoit L. (2011).
mengulangi, meskipun begitu masih ada Developmental factors in
adolescent child sexual offenders a
kemungkinan besar untuk mengulangi comparison of nonrepeat and
bagi sebagian subjek. Kemungkinan- repeat sexual offenders. Griffith
University.
kemungkinan ini menjadi gambaran
bahwa anak ternyata memiliki harapan Desmita. (2013). Psikologi
perkembangan. Bandung: PT
setelah keluar dari LAPAS. Harapan Remaja Rosdakarya.
yang muncul pada masing-masing anak
Davison, G.C. (2012). Psikologi
bernilai positif dan negatif, tetapi abnormal. Depok: PT Raja
harapan positif lebih dominan yang Grafindo Persada

diinginkan anak pelaku kejahatan Fatihi, B.K. (2013). Pengaruh tipe


kepribadian pidana anak terhadap
seksual. optimisme masa depan pada
narapidana anak di Lembaga
Pemasyarakat anak Blitar. Skripsi.
UIN MALIKI Malang.
Hidayati, Farida, dkk. (2011). Peran
ayah dalam pengasuhan anak.
Semarang: Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro.

JURNAL PSIKOLOGI 101


DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

Kartono, K. (2011). Patologi sosial 2 asasi perempuan. Bandung: PT


kenakalan remaja. Jakarta: PT Refika Aditama.
Raja Grafindo Persada.
Yatimin. (2003). Etika seksual dan
Kartono, K. (2011). Patologi sosial 1. penyimpangannya dalam Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yogyakarta: Penerbit Amzah.
Kartono, K. (1989). Psikologi abnormal
dan abnormal seksual. Bandung.
CV Mandar Maju.
Krahe, B. (2005). Perilaku agresif.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Moleong, L.J. (2007). Metodologi
penelitian kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nuqul, F.L. (2011). Criminal
responsinility pada anak:
Pendekatan hukum positif, hukum
Islam, dan psikologi. Malang.
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Poerwandari, K. (2011). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta: LPSP3 UI.
Puspasari, R.A. (2013). Hubungan Akses
Situs Porno Terhadap Persepsi
Seks Bebas Siswa Pada SMK
Negeri 2 Malang. Skripsi. UIN
Maliki Malang.
Shochib, M. (1998). Pola asuh orang tua
dalam membantu anak
mengembangkan disiplin diri.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
UNICEF. (2006). Analisis situasi anak
yang berhadapan dengan hukum di
indonesia. Jakarta. Universitas
Indonesia.
Wahid, A. & Irfan, M. (2001).
Perlindungan terhadap korban
kekerasan seksul advokasi atas hak

102 JURNAL PSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai