Oleh:
Kelompok F1
Amalia Septiani, S.Kep. NIM. 1830913320031
Reka Baihaqi D, S.Kep. NIM. 1830913320036
Riska Atminanta, S. Kep. NIM. 1830913320028
Syahidah, S. Kep. NIM. 1830913320024
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN An. R Dengan GNAPS
DI RUANG ANAK TULIP II A
RSUD ULIN BANJARMASIN
Oleh:
Kelompok F1
Mengetahui,
A. Latar Belakang
Di negara berkembang, glomerulon akut pasca infeksi streptokokus
(GNAPS) masih seringdijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non
supuratif terbanyak pada anak.1 Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor
yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan
klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut
(GGA) dan yang sembuh sempurna.2 Manifestasi klinis yang bervariasi
menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan.3
Diperkirakan insiden berkisar 0- 28% pasca infeksi streptokokus.4,5 Pada
anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus
group A tipe nefritogenik.6,7 Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan
tipe nefritogenik.8,9 Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering
dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis
adalah tipe 12, tetapi kadang-kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal
ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun
1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa
bentuk glomerulonefritis. Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara
mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui
karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual kurang
darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini
umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS).
C. Tujuan
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara benar dan tepat
pada anak dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS).
1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS)
2. Mahasiswa mampu memahami definisi dari glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS)
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS)
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS)
5. Mahasiswa mampu memahami definisi dari glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS)
6. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari glomerulonefritis
akut post sterptokokus (GNAPS)
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak7.Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi
imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi
ialah akibat infeksi kuman streptococcus.Glomerulonefritis merupakan suatu
istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran
etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis3.
B. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus
timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh
kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
3,7
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15% . Streptococcus
ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita 4.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi, dll.
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika, dll.
3. Parasit : malaria dan toksoplasma 1,8.
C. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam
glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi
dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran
kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang
terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,
pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler
disertai invasi PMN2.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III.Kompleks imun (antigen-antibodi
yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus.Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis
glomerulus11.Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang
dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui
glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium,
dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel.Baik antigen
atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis
dengan komponen glomerulus.Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera
kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa,
dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-
endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang
dapat diidentifikasi 12,13.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidaseyang
dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.Akibatnya,
terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya
terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di
ginjal7.Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan
pada terjadinya GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem
komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen 7.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah
kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin
minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-
sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan
membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung
berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.
Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon
peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks
ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel 12,13.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi
deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,
walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu
determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai
kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do
bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.
Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun
terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian,
deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan
dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus 1,2. Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM)
antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi
komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan
mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit) 2.
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal
(LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi
retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema
paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia,
hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun 3.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat
jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu,
LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal
untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal
dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi 1.
D. Prevalensi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering
pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini
dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih
sering dari pada perempuan.Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1.Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis
kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi
kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya
rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat 3,7,8,11 .
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala
ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat..Kerusakan pada
rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.Urine
mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai
edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh.Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang
terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR)
yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya
menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi
air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutamaedem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan
seberapa cepat dilakukan pembatasan garam 1,2,7,8.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari
pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya
menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali
pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada
gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti
muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai
penderita GNA 1,4,7.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah
mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan
ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas
1,2
. Kriteria Klinik tersering di temukan 21:
1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)
2. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul
tungkai, abdomen, dan genitalia 3.
3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan
seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama.
Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan
hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus 4.
4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan
timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati
(5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau
diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan
jenis kelamin. Praktisnya:
a) Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg 2.
b) Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg 3.
c) Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg 5.
F. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50%
pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen
1,4,7
.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama 2,12.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba.Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80%
pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal
penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji
titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi 1,3,7.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien1.
G. Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-
titik perdarahan pada korteks.Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.Tampak proliferasi
sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan
ruang simpai Bowman menutup.Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel
epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur.
Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
H. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1.Istirahat mutlak selama 3-4 minggu
Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi
kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis,
melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi
dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi
terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis
3. Makanan
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari).Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Panduan diet :
a) Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1
gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b) Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila
anasarka.
c) Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d) Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan =
jumlahurin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan
setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])8.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin
diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi
tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga
I. Penatalaksanaan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan
pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan
adalah 8.
a) Stop Intake peroral.
b) IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c) Pemberian oksigen 2-5 L/menit
d) Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal
10 mg/kgBB/hari
e) Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik
Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180
mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala
serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran
menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah8:
a) Stop Intake peroral
b) IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c) Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau
klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam,
maksimal 0,05mg/kgBB/hari.
d) Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal
10 mg/kgBB/hari
e) Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg,
dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-
2mg/kgBB/hari
f) Kejang diatasi dengan antikonvulsan8.
J. Komplikasi
a) Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
b) Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
c) Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d) Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun 1,3,4,7.
e) Gagal ginjal akut
f) Gagal jantung
g) Edema paru
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. KELUHAN UTAMA
a. Keluhan Masuk Rumah Sakit
Pasien masuk ke rumh sakit dengan keluhan sakit kepala dan mengalami kejang
dan terdapat lesi seperti koreng yang nampak pada bagian tubuh pasien yaitu
bagian kaki dan sedikit pada bagian tangan pasien.
b. Keluhan Saat ini
Pasien mengatakan kepala nyeri, badan panas dan pandangan kabur, terdapat lesi
berupa koreng dan ada pada bagian tubuh pasien seperti seperti dikaki dan
ditangan.
Pasien mengatakan susah tidur, tidak nyenyak, sulit untuk memulai tidur, sulit
untuk melanjutkan tidur jika sudah terbangun dan sering ngantuk pada siang hari,
hanya dapat tidur selama 3 jam.Selain itu pasien juga mengeluhkan badannya
terasa gatal dan lengket akibat keringat.
GENOGRAM
Ny. F Tn.P
Keterangan:
= Perempuan = Tinggal serumah = Menikah
= Pasien
Pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Pasien tinggal serumah dengan
3 saudaranya dan kedua orang tuanya. Ayah pasien merupakan anak kedua dari 4
bersaudara dan ibu pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Pengambil
keputusan dalam keluarga adalah ayahnya dan berdiskusi dengan ibu pasien.
V. RIWAYAT SOSIAL
1. Sistem pendukung/ keluarga terdekat yang dapat dihubungi
Keluarga terdekat yang dapat di hubungi adalah kerabat dari orang tua An. N
2. Lingkungan rumah
Anak dan orang tua tinggal dirumah yang sama, tidak ada lingkungan rumah
yang menganggu kesehatan, lingkungan rumah baik, bangunan rumah terbuat
dari semen.
3. Problem sosial yang penting
SMRS:
Ibu pasien mengatakan anaknya merupakan anak yang aktif, senang main bulu
tangkis.
MRS:
Pasien hanya berdiam di tempat tidur.
+ +
Konjungtiva : anemis (-/-)
Kornea : Terlihat bening (normal)
Sklera : Tidak ikterik (+/+)
Pupil : Refleks Cahaya (+/+) isokor (+/+)
Palapebra : edema
Pandangan terlihat kabur pada kedua mata
7. THT
Telinga tidak ada kelainan, tidak ada gangguan pendengaran, Klien dapat
mendengar ketika diajak berkomunikasi karena pasien berespon. Klien tidak
mengalami masalah pada tenggorokan. Tidak ada peradangan tonsil. Pasien
tidak mengalami tinitus, tidak ada keluar cairan dari telinga.
8. Ekstremitas
Skala kekuatan otot: Rentang gerak:
4444 4444 Terbatas Terbatas
4444 4444 Tebatas Terbatas
Pada ekstremitas bawah atau pada kaki terdapat adanya lesi berupa koreng.
Pada ekstremitas atas atau pada tangan juga terdapat adanya lesi berupa koreng.
9. Toraks
I : Tampak simetris, tidak ada napas cuping hidung, frekuensi napas 27 x/menit.
P : Vokal fremikus normal
P : Terdengar bunyi sonor pada paru kiri dan kanan ICS 2-4, bunyi redup ICS
5-6
10. Jantung
I : Normal, tidak tampak pembesaran organ, tidak tampak iktus cordis.
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Pekak dengan batas atas midclavicula ICS 3, batas bawah midclavicula ICS
5.
A : Terdengar bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada bunyi jantung tambahan
11. Abdomen
I : Perut normal, tidak terdapat distensi.
A : Bising usus 3 x/menit
P : Perkusi timpani pada 9 lapang abdomen
T T T
T T T
T T T
Umur : 11 tahun
No. RM : 1.42.27.xx
Data
Etiologi Masalah
Subjektif Objektif
Anak mengeluhkan nyeri pada P: Anak meringis kesakitan Agens cedera biologis Nyeri akut
kepala Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Kepala
S: Skala 6
T: Kadang-kadang
Pasien mengeluh badannya terasa Badan pasien teraba hangat Proses penyakit Hipertermi
panas TD :170/100 mmHg
Nadi :113 x/ menit
Suhu :38,5 °C
RR : 26 x/ menit
Pasien mengeluhkan Pupil isokor 3mm/3mm, refleks Gangguan visual Risiko Jatuh
penglihatannnya kabur terhadap cahaya +/+ , edema
palpebra (+/+)
Anak mengatakan ingin cepat Anak berkeluh kesah dan Gejala Terkait Penyakit Gangguan Rasa Nyaman
pulang kerumah karena tidak mengalami gangguan pola tidur.
nyaman dengan keadaanya
sekarang.
Pasien mengatakan susah tidur, Wajah pasien tampak lelah, sering Gejala penyakit yang Gangguan Pola Tidur
tidak nyenyak, sulit untuk Menguap, daerah sekitar mata dirasakan
Pasien mengeluhkan badannya Kulit kepala nampak kotor, Nyeri Defisit perawatan diri: mandi
terasa gatal dan lengket akibat rambut kering, mulut terlihat
keringat kotor
PRIORITAS MASALAH
Umur : 11 tahun
No. RM : 1.42.27.xx
Tanggal Paraf
Reka
Riska
Syahidah
Riska
Syahidah
Reka
Riska
Syahidah
Riska
Syahidah
5. Gangguan Rasa Nyaman b.d 21 Maret 2019 23 Maret 2019 Amalia
Gejala Terkait Penyakit Reka
Riska
Syahidah
Syahidah
Riska
Syahidah
RENCANAKEPERAWATAN
Umur : 11 tahun
No. RM : 1.42.27.xx
Keterangan:
1 : Sangat terganggu
2 : Banyak terganggu
3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : tidak terganggu
2. Nyeri akut b.d Agen Cidera NOC : Pain Control NIC : Pain Management
Biologis
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama 3 x 8 jam komprehensif (lokasi,
nyeri klien menurun, dengan karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas)
kriteria :
2. Eksplorasi pengetahuan klien
1. Mampu mengontrol tentang nyeri
nyeri(dari skala 2 ke skala 3. Anjurkan klien untuk istirahat
4) yang adekuat
2. Melaporkam nyeri 4. Cek instruksi dokter tentang jenis
berkurang (dari skala 2 ke obat, dosis, dan frekuensi
skala 4) 5. Cek riwayat alergi
6. Tentukan pilihan analgesic dari
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan Skala : 7. Berikan obat sesuai rute
pemberian
1) Tidak pernah menunjukkan 8. Monitor ttv klien sebelum dan
2) Jarang menunjukkan sesudah pengobatan
3) Kadang-kadang 9. Mengajarkan pasien mengenai
menunjukkan tindakan pengurangan nyeri
4) Sering menunjukkan dengan akupresur
5) Secara konsisten 10. Berikan analgesic tepat waktu
Menunjukkan terutama saat nyeri hebat
3. Defisit perawatan diri: mandi NOC:Perawatan diri: NIC : Bantuan perawatan diri
berhubungan dengan nyeri Kebersihan mandi/kebersihan
Keterangan Skala:
1) Sangat Terganggu
2) Banyak Terganggu
3) Cukup Terganggu
4) Sedikit Terganggu
5) Tidak Terganggu
4. Risiko jatuh dengan faktor NOC: Fungsi Sensori NIC: Peningkatan Komunikasi:
risiko gangguan visual Penglihatan Kurang Penglihatan
5. Gangguan Rasa Nyaman b.d NOC : Status Kenyamanan NIC : Teknik Menenangkan
Gejala Terkait Penyakit
Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan sikap yang tenang
selama 3 x 8 jam gangguan rasa 2. Pertahankan kontak mata
nyaman pada klien dapat 3. Identifikasi orang-orang terdekat
pasien yang bisa membantu
berkurang dengan kriteria hasil:
4. Instruksikan klien menggunakan
1. Kesejahteraan Fisik (skala 3 metode teknik nafas dalam,
ke 5) distraksi dan mendengarkan
2. Kesejahteraan psikologis music untuk mengurangi
(skala 3 ke 5) kecemasan
Keterangan Skala: 5. Berada disisi klien
6) Sangat Terganggu 6. kurangi stimuli yang
7) Banyak Terganggu menciptakan perasaan takut
8) Cukup Terganggu maupun cemas
9) Sedikit Terganggu 7. Berikan aktivitas rekreasi yang
10) Tidak Terganggu bertujuan untuk menurunkan
cemas (bermain kartu atau teka-
teki)
6. Gangguan pola tidur NOC: Tidur NIC: Peningkatan Tidur
berhubungan dengan gejala
penyakit yang dirasakan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pasien dan orang
keperawatan selama 1x24 jam, terdekat mengenai faktor yang
gangguan pola tidur pada klien berkontribusi terjadinya
dapat teratasi dengan kriteria gangguan pola tidur (misalnya,
hasil: fisiologis, psikologis, pola hidup,
perubahan shift kerja yang
1. Jam tidur (skala 3 ke 5) sering, perubahan zona waktu
2. Pola tidur (skala 3 ke 5) yang cepat, jam kerja yang
3. Perasaan segar sesudah panjang dan berlebihan, dan
tidur (skala 3 ke 5) faktor lingkungan lainnya)
4. Tidur dari awal sampai
2. Sesuaikan lingkungan (misalnya,
habis di malam hari secara
konsisten (skala 3 ke 5) cahaya, kebisingan, suhu, kasur
Keterangan skala: dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
1: Sangat terganggu 3. Monitor makanan sebelum tidur
dan intake minuman yang dapat
2: Banyak terganggu
memfasilitasi atau mengganggu
3: Cukup terganggu tidur.
4. Ajarkan pasien bagaimana
4: Sedikit terganggu melakukan relaksasi otot
5: Tidak terganggu autogenik atau bentuk non –
farmakologi lainnya untuk
memancing tidur.
5. Mulai atau terapkan langkah –
langkah kenyamanan seperti
pijat, pemberian posisi, dan
sentuhan afektif.
6. Bantu pasien untuk membatasi
tidur siang dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan
kondisi terjaga, dengan tepat.
7. Resiko infeksi dengan faktor NOC: Knowledge : Infection NIC: Kontrol Infeksi
resiko gangguan integritas kulit control
1. Berikan terapi antibiotik yang
Setelah dilakukan tindakan sesuai
keperawatan selama 2 x 24 jam
resiko yang dialami klien 2. Anjurkan pasien untuk meminum
menurun, dengan kriteria : antibiotik yang diresepkan
Keterangan Skala:
1) Tidak ada pengetahuan
2) Pengetahuan terbatas
3) Pengetahuan sedang
4) Pengetahuan banyak
Pengetahuan sangat banyak
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
Umur : 11 tahun
No. RM : 1.42.27.xx
1. 14.30 1. Mendorong konsumsi cairan Syahidah 19.00 S: Pasien mengeluhkan badannya masih panas Syahidah
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang O: hasil pemeriksaan:
tipis dan menyerap keringat - Suhu 38,3 C
3. Memberikan kompres hangat - TD :190/100 mmHg
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh - RR: 23x/menit
- Nadi: 88x/meenit
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
2. 14.40 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Syahidah 19.00 S:Pasien mengatakan kepalanya masih terasa Syahidah
komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, nyeri
frekuensi, kualitas) O: Wajah nampak meringis,nyeri skala 6 (nyeri
2. Mengeksplorasi pengetahuan klien tentang yang menyusahkan)
nyeri
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
1. 08.00 1. Mendorong konsumsi cairan Amalia 14.00 S: Pasien mengeluhkan badannya masih panas Amalia
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang O: Hasil pemeriksaan :
tipis dan menyerap keringat - Suhu 37,9 C
3. Memberikan kompres hangat - TD : 140/100 mmHg
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh - RR: 20x/menit
5. Mengkaji pengeluaran cairan berlebihan - Nadi : 90x/menit
melalui keringat dan BAK A: Masalah belum teratasi
6. Menganjurkan istirahat P: Intervensi dilanjutkan
7. Berkolaborasi pembarian antipiretik dan
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat
sesuai dengan dosis yang telah diberikan
2. 08.30 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Amalia 14.30 S: Pasien mengatakan kepalanya masih terasa Amalia
komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, nyeri.
frekuensi, kualitas) O: Wajah nampak menahan nyeri,nyeri skala 4
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
1. 14.30 1. Mendorong konsumsi cairan Syahidah 19.00 S: Pasien mengeluhkan badannya masih panas Syahidah
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang O: hasil pemeriksaan :
tipis dan menyerap keringat - Suhu 37,6 C
3. Memberikan kompres hangat - TD : 120/100 mmHg,
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh - RR: 23x/menit
5. Mengkaji pengeluaran cairan berlebihan - Nadi: 74x/menit
melalui keringat dan BAK A: masalah belum teratasi
6. Menganjurkan istirahat P: Intervensi dilanjutkan
7. Berkolaborasi pembarian antipiretik dan
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat
sesuai dengan dosis yang telah diberikan
2. 14.40 5. 1. Melakukan pengkajian nyeri Syahidah 19.20 S: Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan blum Syahidah
secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, berkurang
frekuensi, kualitas) O: Pasien nampak geliah,nyeri yang dirasakan
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
1. 20.30 1. Mendorong konsumsi cairan Reka 07.00 S: Pasien mengatakan panas yang dirasakan Reka
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang sudah berkurang
tipis dan menyerap keringat O: Hasil pemeriksaan :
3. Memberikan kompres hangat - Suhu 36,8 C
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh - TD : 140/90 mmHg
5. Mengkaji pengeluaran cairan berlebihan - RR: 20x/menit
melalui keringat dan BAK - Nadi : 90x/menit
6. Menganjurkan istirahat A: Masalah teratasi
7. Berkolaborasi pembarian antipiretik dan P: Intervensi dihentikan, tetapi tetap pantau
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat kondisi pasien
sesuai dengan dosis yang telah diberikan
2. 20.50 1. .Melakukan pengkajian nyeri secara Reka 07.40 S: Pasien mengatakan kepalanya masih terasa Reka
komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, nyeri
frekuensi, kualitas)
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
30 cm dari mata
5. 21.30 1. Pertahankan sikap yang tenang Reka 08.00 S: Pasien mengatakan senang bermain kartu Reka
2. Pertahankan kontak mata
3. Instruksikan klien menggunakan metode O : Pasien terlihat lebih rileks
teknik nafas dalam, distraksi dan
mendengarkan musik untuk mengurangi A : Masalah teratasi sebagian
kecemasan
4. Berikan aktivitas rekreasi yang bertujuan P: Lanjutkan intervesi
untuk menurunkan cemas (bermain kartu
atau teka-teki
6. 21.30 1. Perawat mengajarkan pasien dan orang Reka 08.00 S : Pasien mengatakan sudah bisa untuk tidur Reka
terdekat mengenai faktor yang meskipun masih belum nyenyak, sudah bisa
berkontribusi terjadinya gangguan pola untuk memulai tidur, masih belum bisa untuk
tidur. menlajutkan tidur jika sudah terbangun dan tidak
ngantuk lagi pada siang hari serta sudah dapat
2. Perawat menyesuaikan lingkungan untuk tidur selama 5 jam dalam sehari, pola tidur
meningkatkan tidur masih masih sedikit terganggu, sudah muncul
3. Perawat memonitor makanan sebelum perasaan segar sesudah tidur, dan belum bisa
tidur dan intake minuman yang dapat tidur dari awal sampai habis di malam hari
memfasilitasi atau mengganggu tidur. secara konsisten.
4. Perawat mengajarkan pasien bagaimana O : Wajah pasien sudah tidak tampak lelah lagi,
melakukan relaksasi otot autogenik atau masih sering menguap, kehitaman di daerah
sekitar mata mulai menghilang, pasien masih
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
bentuk non – farmakologi lainnya untuk terlihat menahan sakit kepala, dan perhatian
memancing tidur pasien masih terpecah-pecah.
7. 21.30 1. Memberikan terapi antibiotik yang sesuai Reka 08.00 S: Pasien dan keluarga mengatakan memahami Reka
apa yang disampaikan perawat dan
2. Menganjurkan pasien untuk meminum melaksanakan yang disampaikan
antibiotik yang diresepkan
O: pasien telah diberikan obat antibiotik
3. Mengajarkan pasien dan
keluargamengenai bagaimana A: masalah teratasi sebagian
menghindari infeksi
P: lanjutkan intervensi
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
1. 08.00 1. Mendorong konsumsi cairan Syahidah 13.00 S: Pasien mengeluhkan badannya panas kembali Syahidah
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang O: hasil pemeriksaan :
tipis dan menyerap keringat & 2. Suhu 37,9 C &
3. Memberikan kompres hangat 3. TD : 130/110 mmHg
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh Riska 4. RR: 20x/menit Riska
5. Mengkaji pengeluaran cairan berlebihan 5. Nadi: 90x/meenit
melalui keringat dan BAK A: masalah belum teratasi
6. Menganjurkan istirahat P: Intervensi dilanjutkan
7. Berkolaborasi pembarian antipiretik dan
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat
sesuai dengan dosis yang telah diberikan
2. 08.20 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Syahidah 13.30 S: Pasien mengatakan kepalanya masih terasa Syahidah
komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, nyeri
frekuensi, kualitas) & O: Wajah nampak meringis,nyeri skala 6 (nyeri &
2. Mengeksplorasi pengetahuan klien tentang yang menyusahkan)
nyeri Riska Riska
3. Menganjurkan klien untuk istirahat yang A: masalah belum teratasi
adekuat P: lanjutkan Intervensi
4. Memeriksainstruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
5. Memeriksa riwayat alergi
6. Menentukan pilihan analgesic dari tipe
dan beratnya nyeri
7. Memberikan obat sesuai anjuran
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
pemberian
8. Memonitor ttv klien sebelum dan sesudah
pengobatan
2. Menyediakan ruang dengan pencahayaan Syahidah S: Pasien mengatakan penglihatannya masih Syahidah
memadai kabur, namun sedikit berkurang
& &
O: Pasien mampu membaca, namun masih
4. 08.40 13.40
3. Meminimalkan cahaya silau terlihat edema palpebra
Riska Riska
A: Masalah belum teratasi
4. Menjaga lingkungan tetap rapi P: Intervensi di lanjutkan
1. 14.00 1. Mendorong konsumsi cairan Amalia 20.20 S: Pasien mengeluhkan badannya masih panas Amalia
2. Menganjurkan pemakaian pakaian yang O: Hasil pemeriksaan :
tipis dan menyerap keringat 6. Suhu 38,1 C
3. Memberikan kompres hangat 7. TD : 140/100 mmHg
4. Memonitor TTV, terutama suhu tubuh 8. RR: 24x/menit
5. Mengkaji pengeluaran cairan berlebihan 9. Nadi : 90x/menit
melalui keringat dan BAK A: Didapatkan data :
6. Menganjurkan istirahat P: Intervensi dilanjutkan
7. Berkolaborasi pembarian antipiretik dan
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat
sesuai dengan dosis yang telah diberikan
2. 14.20 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Amalia 20.35 S: Pasien mengatakan kepalanya masih terasa Amalia
komprehensif (lokasi, karakteristik, nyeri, belum ada penurunan rasa nyeri.
durasi, frekuensi, kualitas) O: Wajah nampak meringis,nyeri skala 6 (nyeri
No. Waktu Waktu
Dx Implementasi TT Evaluasi TT
Kep Tgl/Jam Tgl/Jam
3. Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2015. Nursing Intervention
Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.
7. Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.