Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

A. KALA I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
serviks dari 1 cm hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). (Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan).
Ny. S. K datang pada tanggal 25 April 2019 pukul 18.24 WIB. Ibu datang
dengan keluhan keluar air-air sejak tanggal 24 April 2019 pukul 18.00 WIB. Usia
kehamilan ibu masih 36 minggu yaitu masih preterm, hal ini tidak sesuai dengan
persalinan normal menurut WHO 2010 yang menyatakan bahwa persalinan normal
adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal
persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan
dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu dan setelah
persalinan ibu maupun bayi dalam kondisi sehat. Dilakukan pemeriksaan TTV
dengan batas normal yaitu, TD 110/70 mmHg, Nadi 85x/menit, Pernapasan
20x/menit, dan Suhu 36.5℃, Palpasi abdomen kepala sudah masuk pintu atas
panggul. Kontraksi 1 kali dalam 10 menit selama 15 detik. Pemeriksaan dalam
vaginal toucher dilakukan, didapatkan hasil pembukaan 1 cm. Berdasarkan hasil
observasi kontraksi, perubahan serviks, dan pemeriksaan USG, maka penulis
menyimpulkan bahwa diagnosa Ny. S.K yaitu persalinan G6P5A0 hamil 36
minggu Kala I Fase Laten dengan KPD 1 hari dan Oligohidramnion.
Dilakukan konsul dengan dokter spesialis Obgyn mengenai pemberian terapi.
Dikarenakan ibu mengeluh keluar air-air sejak kemarin tanggal 24 April 2019
pukul 18.00 WIB maka ibu dikatakan KPD 1 hari. Sehingga dokter spesialis Obgyn
menyarankan untuk memberikan terapi antibiotic berupa Ceftriaxone 1x2gram.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gede Angga Permana AW, dkk yang
menyatakan bahwa jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, berikan
antibiotik, lakukan induksi, dan nilai tanda-tanda infeksi. Ceftriaxone 1x2gram
melalui drip dengan NaCl 100ml diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi intra
abdominal. Sebelum diberikan antibiotic Ceftriaxone 1x2gram maka dilakukan
skin test terlebih dahulu supaya untuk mengetahui respon tubuh ibu apakah terdapat
alergi pada obat tersebut atau tidak. Setelah 15 menit dilakukan skin test tidak
terdapat reaksi alergi.
Dokter spesialis Obgyn menyarankan dilakukan induksi persalinan untuk
melakukan terminasi segera dikarenakan Ny.S.K sudah mengalami KPD 24 jam
dan ibu sudah memasuki inpartu sehingga ditakutkan akan terjadi infeksi intra
abdominal. Tindakan tersebut yaitu dengan diberikan Misoprostol 25μg/6jam
secara pervaginam. Menurut Sumarni pada tahun 2014 misoprostol oral maupun
vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks atau induksi persalinan. Dosis
yang digunakan 25 – 50 μg dan ditempatkan di dalam forniks posterior vagina. 100
μg misoprostol per oral atau 25 μg misoprostol per vagina memiliki manfaat yang
serupa dengan oksitosin intravena untuk induksi persalinan pada perempuan saat
atau mendekati cukup bulan, baik dengan rupture membrane kurang bulan maupun
serviks yang baik.
Dikarenakan usia kehamilan ibu masih 36 minggu yaitu masih preterm maka
dianjurkan oleh dokter spesialis Obgyn untuk diberikan Dexamethasone 2x6mg
secara IV untuk dilakukan pencegahan secara dini pematangan paru pada janin.
Berdasarkan teori POGI pada tahun 2014 kasus ketuban pecah dini pada usia
kehamilan <37 minggu, maka dilakukan tindakan konservatif, sedangkan pada usia
kehamilan >37 minggu dilakukan tindakan aktif. Tindakan konservatif yaitu
istirahat baring (bed rest), pemberian antibiotika, pematangan paru dan penilaian
tanda-tanda infeksi seperti demam, takikardi, ketuban berbau, dan peningkatan
leukosit >15.000/mm3. Sedangkan pada tindakan aktif yang dapat dilakukan yaitu
pemberian misoprostol 25 µg-50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal pemberian
sebanyak 4 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan pada
Ny S.K tidak sesuai dengan teori. Hal ini dapat dilihat dari tindakan berupa
pemberian dexamethasone dan misoprostol secara bersamaan, sedangkan
pemberian dexamethasone termasuk kedalam tindakan konservatif, sementara
pemberian misoprostol termasuk kedalam tindakan aktif yang merupakan salah
satu tindakan induksi persalinan.
Pada pukul 21.00 WIB ibu mengatakan mulas semakin bertambah dan
dilakukan pemeriksaan kembali yaitu pemeriksaan TTV dalam batas normal, HIS
2 kali dalam 10 menit selama 15 detik, dan dilakukan pemeriksaan dalam vaginal
toucher didapatkan hasil vulva vagina tidak ada kelainan, posio tebal lunak,
pembukaan 2 cm, ketuban (-), presentasi kepala, penurunan hodge I. Maka
diagnosa Ny. S.K yaitu G6P5A0 hamil 36 minggu persalinan kala I fase laten
dengan KPD 1 hari dan Oligohidramnion.

Dari hasil pemeriksaan Ny. S.K terdapat kemajuan persalinan setelah dilakukan
induksi persalinan selama 2,5 jam. Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan pembukaan serviks pada ibu
multigravida 30 menit 1 cm. Tetapi pembukaan Ny. S.K masih 2 cm dari
pembukaan 1 cm, tetapi sudah 2,5 jam yang seharusnya sudah pembukaan 5 cm.
Dilihat dari pemeriksaan Skor Pelvik menurut Bishop, yaitu:

Skor Faktor
Pembukaan Pendataran Station Konsistensi Posisi Serviks
Serviks
(cm) (%)
0 Tertutup 0-30 -3 Keras Posterior
1 1-2 40-50 -2 Sedang Tengah
2 3-4 60-70 -1,0 Lunak Anterior
3 >5 >80 +1, +2 – –
(Cuningham, 2006)

Berdasarkan tabel diatas pada kasus Ny.S.K pembukaan serviks 2 cm, dengan
konsistensi serviks tebal kaku maka dapat dikatakan bahwa serviks belum matang.
Maka disarankan oleh dokter spesialis dilakukan pemasangan foley kateter untuk
mempercepat pembukaan serviks dan diberikan misoprostol 25µg/6jam kedua
secara pervaginam pada pukul 21.00 WIB. Menurut teori yang menyatakan bahwa
penggunaan induksi persalinan dengan menggunakan foley kateter adalah salah
satu metode induksi persalinan secara mekanik yang dapat merangsang
pematangan serviks, Proses persiapan persalinan didahului dengan serviks yang
melunak dan menipis atau dikenal dengan pematangan serviks (cervical ripening),
dilanjutkan dengan pembukaan serviks. Karena salah satu masalah Ny. S. K adalah
serviks belum matang, sehingga dilakukan induksi persalinan dengan foley kateter
untuk merangsang pematangan serviks. Tetapi menurut teori Cunningham pada
tahun 2013 menyatakan bahwa tindakan induksi persalinan dengan melakukan
pemasangan foley kateter tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami
servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan. Tindakan
yang diberikan kepada Ny. S.K tidak sesuai dengan teori dikarenakan pada kasus
Ny.S.K dengan diagnosa KPD 24 jam.

Selama kala I, ibu diberikan support mental, pengaturan posisi yang nyaman,
memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.

B. KALA II
Pada Ny. S.K dilakukan pemeriksaan dalam vaginal toucher kembali pada
pukul 23.27 WIB atas indikasi ingin meneran seperti ingin buang air besar, tampak
perineum menonjol, vulva membuka dan ada tekanan pada anus. Dari hasil
pemeriksaan dalam di dapatkan hasil vulva vagina tidak ada kelainan, portio tidak
teraba, pembukaan lengkap, ketuban (-), presentasi kepala, penurunan HIII, posisi
UUK depan, molase tidak ada. Dan foley kateter terlepas secara spontan. Hal
tersebut sesuai dengan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan
Rujukan, tanda-tanda persalinan kala II yaitu: Ibu mempunyai keinginan untuk
meneran, Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau
vaginanya, Perineum menonjol dan menipis, Vulva-vagina dan sfingter ani
membuka. Dengan demikian Ny. S memasuki kala II persalinan, yaitu dimulai
ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya
bayi pada pukul 23.37 WIB langsung menangis, warna kulit kemerahan, tonus otot
aktif, jenis kelamin laki-laki.
Diagnosa potensial yang dapat terjadi pada Ny. S. K. berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Ralph C, Benson pada tahun 2008 yaitu dapat menyebabkan
emboli cairan amnion pada ibu, ruptur uteri, robekan serviks atau jalan lahir. Dapat
disertai hipotonus uterus postpartum dengan resiko pendarahan. Perinatal juga
sangat beresiko mengalami hipoksia (terancamnya pertukaran darah uteroplasenta
akibat kontraksi) dan pendarahan intrakranial perinatal (trauma langsung atau tidak
langsung).

C. KALA III
Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan).
Pada kasus Ny. S. K. Kala tiga dimulai pada pukul 23:40 WIB. Tinggi fundus
uteri ibu masih 1 jari dibawah pusat. Maka dilakukan penatalaksanaan Menejemen
aktif kala III yaitu penyuntikkan oksitosi 10 IU setelah bayi lahir, melakukan
penegangan tali pusat terkendali selama 5 menit. Kemudian plasenta lahir pada
pukul 23:45 WIB, 5 menit setelah disuntikkan oksitosin 10 IU. Setelah plasenta
lahir, dilakukan masase pada fundus uteri ibu selama 15 detik. Hal ini sesuai teori
pada buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan dimana
pada manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama yaitu pemberian suntikan
oksitosin 10 IU 1 menit segera setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat
terkendali dan Massase fundus uteri selama 15 detik.

D. KALA IV
Pada kala IV dilakukan pengecekan kelengkapan plasenta, selaput ketuban
amnion dan korion utuh, letak tali pusat sentralis, panjang tali pusat 20 cm, diameter
20 cm, tebal 3 cm. Setelah itu dilakukan pengecekan laserasi, ibu mengalami
laserasi grade 1 pada kulit perineum, sehingga akan dilakukan tindakan heacting.
Berdasarkan teori pada saat plasenta telah lahir segera lakukan pemeriksaan
pada kedua sisi plasenta baik yang menempel pada ibu maupun janin dan pastikan
bahwa selaputnya lengkap dan utuh. Kemudian evaluasi adanya laserasi pada
vagina dan perineum serta lakukan penjahitan bila terjadi laserasi dan
menyebabkan perdarahan aktif (Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Dasar dan Rujukan).
Pada Ny. S. K mengalami rupture perineum grade 1 dan terdapat perdarahan
aktif sehingga dilakukan heacting dengan teknik jelujur menggunakan jarum
Catgut Chromic.
Melakukan pemantauan atau observasi kala IV selama 2 jam. Pada 1 jam
pertama dilakukan penilaian setiap 15 menit postpartum yaitu melakukan observasi
terhadap tekanan darah, nadi, suhu pada 15 menit awal, TFU, kontraksi uterus,
kandung kemih dan perdarahan. Pada penilaian 1 jam kedua dilakukan setiap 30
menit untuk melakukan observasi terhadap tekanan darah, nadi, suhu pada 30 menit
awal, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Observasi dilakukan
sesuai dengan jam, dan dicatat pada lembar patograf. Hal ini sesuai dengan buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan.
Lamanya persalinan pada Ny. S. K. Pada kala I berlangsung 5 jam lebih 3 menit.
Pada kala II berlangsung 10 menit. Kala III berlangsung 5 menit dan kala IV
berlangsung 2 jam. Menurut penulis proses ini sudah sesuai dengan teori pada Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan (2013).

Anda mungkin juga menyukai