Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH


TENTANG BAYI TABUNG

1. Proses Bayi Tabung


Proses bayi tabung adalah sperma dan ovum yang telah dipertemukan dalam
sebuah tabung, dimana setelah terjadi pembuahan ditanamkan kedalam rahim wanita
sehingga sampai pada saatnya lahirlah bayi tersebut (Tarjih Muhammadiyah, 1980).
Apabila ditinjau dari sperma, ovum dan tempat embrio tersebut ditanamkan maka
dibagi kedalam 8 proses bayi tabung :
a. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri dan
embrionya di transplantasikan kedalah rahim istri.
b. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri dan
embrionya ditransplantasikan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother).
c. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal dari
donor, lalu embrionya ditransplantasikan kedalam rahim istri.
d. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor dan ovum dari istri, lalu embrionya
ditranslantasikan kedalam rahim istri.
e. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor dan ovum dari istri, lalu
embrionya ditranslantasikan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother).
f. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal dari
donor, lalu embrionya ditransplantasikan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate
mother)
g. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
h. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan ovum donor kemudian embrionya di
transplantasikan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother)
(Salim, 1993)
2. Hukum Bayi Tabung
Progam bayi tabung pada prinspinya bertujuan untuk membantu pasangan
suami istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan
kelainan pada suami, istri atau keduanya. Kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran
dalam hal memproses bayi tabung ini di satu sisi dipandang sebagai suatu
keberhasilan dalam mengatasi kesulitan suami istri. Namun disisi lain program bayi
tabung ini menimbulkan perdebatan dibidang hukum khususnya bagi umat islam.
Ulama berbeda pendapat mengenai bayi tabung, ada yang mengharamkan secara
mutlak dan ada yang merincinya setelah melakukan diskusi ilmiah dengan dokter ahli
mengenai proses bayi tabung. Berikut adalah beberapa fatwa mengenai bayi tabung
berdasarkan prosesnya :
1) Proses bayi tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami istri kemudian embrio ditanam kedalam rahim istrinya.
Keputusan muktamar Muhammadiyah ke-21 di Klaten pada tanggal 6-11
April 1980 dalam sidang seksi A menyebutkan bahwa bayi tabung menurut proses
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri adalah mubah dengan syarat :
a. Teknis mengambil sperma dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat
islam.
b. Penempatan zigot sebaiknya dilakukan oleh doktrer wanita.
c. Resipien adalah istri sendiri
d. Status anak dari bayi tabung tersebut (sperma dan ovum dari suami – istri
yang sah dan resipien adalah istri sendiri yang mempunyai ovum itu) adalah
anak sah dari suami istri yang bersangkutan (Tarjih Muhammadiyah, 1980).
Keputusan MUI mengenai bayi tabung tanggal 26 November 1990
menyebutkan bahwa bayi tabung yang berasal dari sperma dan ovum pasangan
suami istri yang sah secara muhtaram, dibenarkan oleh islam selama mereka
dalam ikatan perkawinan yang sah (MUI, 1990).
Berdasarkan keputusan muktamar Muhammadiyah dan MUI tersebut bahwa
memperbolehkan bayi tabung dengan sperma dan ovum dari suami sitri dan
ditanam dirahim istrinya sendiri maka status anak yang lahir dari rahim istri
tersebut adalah anak sah, memiliki kewajiban dan hak yang sama sebagaimana
anak kandung.
2) Proses bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang
embrionya ditransfer ke dalam rahim ibu pengganti (Surrogate Mother).
Berdasarkan Majma’ul Fiqhil Islamiy Athfaalul Annabilb (bayi tabung) yang
artinya “Cara kelima dari itu yang dilakukan diluar kandungan antara pasangan
suami istri kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami) hal itu
dilarang menurut hukum Syara” (Salim, 1993).
Hasil ijtihad tersebut sesuai dengan keputusan MUI, bahwa bayi
tabung/inseminasi buatan dengan sperma dan ovum yang diambil secara
muhtaram dari pasangan suami-istri untuk istri-istri yang lain hukumnya haram
atau tidak dibenarkan dalam islam (MUI, 1990).
Hasil dari kedua ijtihad tersebut mengharamkan teknik bayi tabung
menggunakan sperma dan ovum dari suami istri kemudian ditanamkan kepada
istri-istri yang lain atau perempuan lain. Sehingga status anak yang dilahirkan oleh
istri-istri yang lain adalah sebagai anak zina.
3) Proses bayi tabung dengan sperma dan atau ovum donor, baik yang
menggunakan sperma donor dan ovum dari istri kemudian ditanam dirahim
istri merupakan larangan dan terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
223, dan An-Nur 30-31.

“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan
dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-
Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.” Al-Baqarah
ayat 223.

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya,


dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” An-Nur ayat 30.
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” An- Nur ayat 31.

Ayat diatas memerintahkan kepada laki-laki mukmin untuk menahan


pandangan dan kemaluannya termasuk memelihara jangan sampai sperma yang
keluar dari farjinya bertaburan atau ditaburkan kedalam rahim bukan istrinya.
Begitu juga wanita jangan sampai farjinya menerima sperma dari laki-laki yang
bukan suaminya.

Anda mungkin juga menyukai