Disusun oleh :
RS KAB TASIKMALAYA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AJ
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Buruh
II. SUBJEKTIF
Pasien datang dengan nyeri pinggang sejak satu hari SMRS. Nyeri dirasakan pada pinggang
dan menjalar hingga ke paha kanan. Awalnya nyeri mulai dirasakan saat pasien pulang ke rumah
dengan berkendara motor, tetapi tidak menggunakan korset. Lalu nyeri yang dirasakan semakin
lama semakin bertambah hebat. Nyeri juga dirasakan memberat hingga saat pasien ingin bangun
dari duduk atau berdiri terlalu lama.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama satu tahun yang lalu dan pernah dirawat
di RS Bhakti Yudha. pasien pun merasa membaik setelah memakai korset lumbal.
Riwayat jatuh disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat menggunakan obat nyeri
lama tidak ada. Riwayat penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas disangkal oleh pasien.
Gangguan BAB, BAK dan ereksi disangkal.
Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat kejang (-), riwayat stroke (-),
riwayat alergi (-).
Riwayat DM, HT, Jantung, Alergi obat dan Asma dalam keluarga disangkal
1. Status Generalis
b. GCS : E4V5M6
c. TD : 100/70 mmHg
f. Suhu : 36oC
i. Mata : ptosis (-/-), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, simetris,
pupil isokor, bulat, Ø 3mm/ Ø 3mm, RCL +/+ RCTL +/+
m.Perut :Datar, supel, normotimpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba membesar.
2. Status Neurologis
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah Normal Normal
Tremor lidah (-) (-)
Artikulasi Normal Normal
c. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
a. Motorik
b. Sensibilitas
Taktil : positif
a. Motorik
Kanan Kiri
Atrofi - -
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
+ +
Taktil
+ +
Nyeri
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi
+ +
Diskriminasi
+ +
Lokalisasi
a. Motorik
Kanan Kiri
Atrofi - -
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
- -
Taktil
- -
Nyeri
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi
- -
Diskriminasi
- -
Lokalisasi nyeri
4. Refleks
Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Biceps + +
Triceps + +
Patella + +
Achilles + +
Refleks Patologis
Hoffman-Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Schaffer - -
Oppenheim - -
d. Alat Vegetatif
Pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama satu tahun yang lalu dan pernah dirawat
di RS Bhakti Yudha. pasien pun merasa membaik setelah memakai korset lumbal.
Pasien bekerja di bagian maintenance di sebuah perusahaan dan sering mengangkat benda-
benda berat.
Objektif:
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis GCS 15 (E4M6V5), tekanan
darah 130/80 mmHg, suhu 37,1°c, nadi 78 x/menit, nafas 22 x/menit. Refleks cahaya langsung dan
tidak langsung kanan kiri normal . Pupil isokor, bulat, Ø 3mm/3mm, Pemeriksaan nervus kranialis
dalam batas normal. Anggota gerak bagian atas dalam pergerakan tidak ditemukan kelaianan,
kekuatan 5555/5555, normotonus, tidak ada atrofi sensibilitas baik. Anggota gerak bagian bawah
gerakan terbatas, kekuatan 5555/5555, normotonus, tidak ada atrofi dan sensibilitas baik. Refleks
fisiologis dalam batas normal. Refleks patologis (-), Tanda rangsal meningeal laseque +/+, tanda
kernig +/+, patrick +/+, kontrapatrick +/+. Hasil dari laboratorium darah tidak ditemukan adanya
kelaianan.
VI. DIAGNOSIS
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
2. Immobilisasi
3. Kateter Urin
Medikamentosa
1. IVFD RL 30 tpm
2. MP 3x125 mg IV
4. Pantoprazole 1x40 mg IV
IX.PROGNOSIS
IX. FOLLOW UP
28/12/2018 29/12/2018
Subjektif Subjektif
Nyeri pada lengan, kaki belum dapat Nyeri pada lengan, kaki belum dapat
digerakkan digerakkan
Objektif Objektif
TD : 100/70 TD : 120/90 mmHg
N : 78 x/m N : 82 x/m
RR : 22 x/m RR : 22x/m
S : 36,5 S : 36,5
Motorik superior : 5555/5555 Motorik superior : 5555/5555
Motorik inferior : 0000/0000 Motorik inferior : 0000/0000
Refleks fisiologis : bicep +/+ Reflex fisiologis : bicep +/+
Tricep +/+ Tricep +/+
Patella +/+ Patella +/+
Achilles +/+ Achilles +/++
Reflex patologis : - Reflex patologis : -
Nervus kranialis : dbn Nervus kranialis : dbn
Assessment Assessment
Spinal Cord Injury Spinal Cord Injury
Plan : Plan :
- IVFD RL 30 tpm - IVFD RL 30 tpm
- MP 3x125 mg IV - MP 3x125 mg IV
- Rujuk RSHS untuk dilakukan MRI - Rujuk RSHS untuk dilakukan MRI
dan tindakan lanjut dan tindakan lanjut (keluarga
menolak)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum
Medula spinalis bertindak sebagai saluran/tabung yang membawa informasi,
menghubungkan antara otak dengan seluruh tubuh. Medula spinalis merupakan target dari
beberapa proses penyakit, beberapa dari penyakit tersebut dapat ditangani (contoh, kompresi
medula spinalis) namun dapat menjadi sangat progresif dengan cepat jika tidak ditangani dengan
baik. Kegagalan dalam mendiagnosis beberapa gangguan pada medula spinalis seperti kompresi
medula spinalis, dapat menjadi sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kelumpuhan seumur
hidup. Dibutuhkan pengetahuan yang baik mengetahui arsitektur medula spinalis dan
pembungkusnya, dan serabut-serabut saraf maupun kumpulan sel yang membentuknya.3
Kolumna vertebra terdiri dari 33 buah tulang vertebra, di antara 7 tulang vertebra
servikal, 12 tulang vertebra torakal, 5 tulang vertebra lumbal, 5 tulang vertebra sakral (tergabung
membentuk sakrum), dan 4 tulang koksigeal (3 bagian bawah biasanya tergabung). Karena
strukturnya yang bersegmen-segmen, maka ditunjang oleh sendi dan bantalan fibrokartilago
yang disebut diskus intervertebralis yang fleksibel. Diskus intervertebralis menyusun sekitar 1/4
panjang dari kolumna vertebralis.2
Tulang vertebra terdiri dari korpus yang bulat pada bagian anterior dan arkus vertebra
pada bagian posterior. Struktur ini membungkus ruangan yang disebut sebagai foramen
vertebralis, yang di dalamnya terdapat medula spinalis dan pembungkusnya. Arkus vertebra
terdiri dari sepasang kaki kecil silindris yang terdapat pada sisi samping dari lengkus vertebra,
dan sepasang lamina yang datar, yang melengkapi arkus vertebra pada bagian posterior. Arkus
vertebra membentuk tujuh buah prosesus: satu prosesus spinonus, dua prosesus transversus, dan
empat prosesus artikularis.2
Diskus intervertebralis paling tipis berada di regio servikal dan lumbal, di mana
didapatkan pergerakan tulang vertebra yang paling luas dan banyak. Diskus intervertebralis
berfungsi sebagai shock absorbers ketika beban pada kolumna vertebra meningkat secara tiba-
tiba. Namun kapasitas kelenturan diskus intervertebralis secara bertahap menurun dengan
meningkatnya usia. Masing-masing diskus memiliki bagian luar yang disebut anulus fibrosus dan
bagian sentral/dalam yang disebut nukleus pulposus. Anulus fibrosus disusun oleh fibrokartilago
yang secara kuat menempel pada korpus vertebra dan pada anterior dan posterior ligamentum
longitudinalis kolumna vertebra. Nukleus pulposus pada orang muda berupa massa oval
gelatinosa. Secara normal nukleus pulposus berada dalam kondisi bertekanan dan berlokasi lebih
dekat ke pinggir diskus posterior dibandingkan ke anterior. Konsistensi nukleus pulposus yang
semifluid memungkinkannya untuk berubah bentuk dan menyebabkan tulang vertebra dapat
bergeser ke depan dan belakang antara satu dengan lainnya. Beban kompresi yang tiba-tiba
meningkat terhadap kolumna vertebralis dapat menyebabkan nukleus pulposus menipis, dan hal
ini diakomodasi oleh kelenturan anulus fibrosus. Pada beberapa keadaan, tekanan yang diberikan
terlalu besar bagi nukleus pulposus dan mengalami ruptur, sehingga nukleus pulposus
mengalami herniasi dan masuk ke dalam kanalis vertebralis, yang akhirnya menyebabkan
kompresi pada akar saraf spinal, saraf spinal, dan bahkan juga medula spinalis.2
Dengan bertambahnya usia, nukleus pulposis menjadi lebih kecul dan digantikan oleh
fibrokartilago. Serat-serat pada nukleus pulposus mengalami degenerasi, sehingga anulus
fibrosus tidak dapat selalu menyokong nukleus pulposus saat mengalami tekanan berat. Pada
usia tua, diskus juga lebih tipis dan kurang elastis, dan tidak dapat lagi dibedakan antara nukleus
pulposus dengan anulus fibrosus.2
Meninges
Meninges adalah tiga buah jaringan penyambung pembungkus yang membungkus
medula spinalis dan otak. Meninges spinal menyelubungi medula spinalis dan merupakan
kelanjutan dari meninges kranial yang menyelubungi otak. Lapisan yang paling superfisial dari
meninges adalah dura mater, yang merupakan jaringan penyambung yang padat dan ireguler.
Dura mater membentuk sebuah kantung pada setinggi foramen magnum pada lobus oksipitalis,
yang kemudian berlanjut menjadi duramater pada otak, hingga pada vertebra sakral. Medula
spinalis juga dilindungi oleh lapisan lemak dan jaringan ikat yang berlokasi pada ruangan
epidural, yaitu ruangan antara dura mater dan dinding dari kanalis vertebralis.4
Lapisan meningen yang terletak pada bagian medial adalah araknoid mater, yang
merupakan lapisan avaskular dan berbentuk seperti jaring laba-laba terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin. Di antara dura mater dan araknoid mater terdapat ruangan yang disebut
ruang subdural yang mengandung cairan interstisial.4
Lapisan terdalam meningen adalah pia mater, jaringan penyambung transparan yang tipis
yang menempel pada permukaan dari medula spinalis dan otak. Pia mater disusun oleh sel
squamosa yang mengarah ke sel kubus dan terletak di antara sekelompok serat kolagen dan serat
elastin. Di dalam pia mater terdapat banyak pembuluh darah yang memberi suplai oksigen dan
nutrisi bagi medula spinalis. Di antara araknoid mater dan pia mater terdapat ruangan yang
disebut ruang subaraknoid yang mengandung cairan serebrospinal yang berfungsi sebagai
penahan getaran dan sistem suspensi bagi medula spinalis dan otak.4
Ketiga meninges spinal ini juga membungkus akar saraf spinal pada titik saat saraf spinal
keluar dari kolumna spinalis melalui foramen intervertebralis. Akar saraf spinal merupakan
struktur yang menghubungkan saraf spinal dan medula spinalis. Pia mater mengalami
pemanjangan membran yang berbentuk seperti segitiga menuju medula spinalis pada bagian
tengah dari pembungkus duramaternya. Pemanjangan membran ini disebut sebagai ligamen
dentikulatum (dentikulata = small tooth), yang sebenarnya adalah penebalan pia mater.
Penebalan ini terproyeksi ke arah lateral dan bergabung dengan araknoid mater dan permukaan
dalam dari dura mater di antara akar saraf spinal anterior dan posterior pada sisi lainnya.
Ligamen dentikulatum memanjang sepanjang medula spinalis, dan berfungsi sebagai proteksi
terhadap pergeseran medula spinalis secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan syok.4
Anatomi Eksternal Medula Spinalis
Medula spinalis mengisi dua pertiga atas dari kanalis spinalis orang dewasa di dalam
kolumna vertebralis. Panjang medula spinalis normal sekitar 42 hingga 45 sentimeter pada orang
dewasa dan berlanjut hingga medulla oblongata sebagai batas atasnya. Ujung distal/inferior
medula spinalis adalah conus medularis. Pada orang dewasa, konus berakhir pada setinggi L1
atau L2 pada kolumna vertebralis. Filum terminale memanjang dari ujung konus dan menempel
pada kantung duramater distal. Filum terminale mengandung piamater dan serat glial dan
biasanya juga mengandung vena. Kanalis sentralis dilapisi oleh sel ependim dan terisi oleh cairan
serebrospinal. Kanalis sentralis membuka ke atas menuju bagian inferior dari ventrikel otak
keempat.2
Medula spinalis mengalami pelebaran ke arah lateral pada daerah servikal (cervical
enlargement) dan pada daerah lumbosakral (lumbosacral enlargement). Pembesaran pada regio
lumbosakral pada ujungnya akan mengecil dan membentuk konus medularis. Daerah yang
melebar pada medula spinalis ini mengandung sel lower motor neuron (LMN) lebih banyak dan
sebagai tempat bermulanya saraf untuk ekstremitas atas dan bawah. Saraf pada pleksus brakialis
berasal dari cervical enlargement, dan saraf pada pleksus lumbosakral berasal dari lumbar
enlargement.2
Medula spinalis dapat dibagi-bagi menjadi sekitar 30 segmen, yaitu 8 segmen servikal, 12
segmen torakal, 5 segmen lumbal, dan 5 segmen sakral, dan sedikit segmen kecil koksigeus.
Antara masing-masing segmen di dalam medula spinalis itu sendiri tidak didapatkan batas yang
jelas. Karena medula spinalis lebih pendek dibandingkan kolumna vertebralis, masing-masing
segmen pada bagian bawah terletak di atas dari tulang vertebral dengan angka yang sama.2
Potongan melintang medula spinalis memperlihatkan fisura medialis anterior yang dalam
dan sulkus medialis posterior yang dangkal, yang membagi medula spinalis menjadi dua buah
bagian yang simetris kanan dan kiri. Fisura medialis anterior mengandung lipatan pia mater dan
pembuluh darah, dan lantai terdalamnya disebut sebagai anterior/ventral white commisure.2
Akar Saraf dan Saraf Spinal
Masing-masing segmen pada medula spinalis mengeluarkan empat buah akar saraf:
sebuah akar saraf ventral dan dorsal pada sisi kiri dan juga serupa pada sisi kanan. Segmen
servikal pertama biasanya tidak terdapat segmen dorsal. Masing-masing dari 31 pasang saraf
spnal memiliki akar saraf ventral dan dorsal; di mana masing-masing akar terdiri dari 1 sampai 8
cabang saraf/rootlets. Masing-masing akar saraf mengandung sekumpulan serat saraf. Pada akar
saraf dorsal saraf spinal, dekat dengan persilangan dengan akar saraf ventral terdapat ganglion
saraf spinal dorsal, yaitu bagian yang terlihat seperti membengkak dan di dalamnya mengandung
badan sel saraf yang menyalurkan akson saraf sensorik. Bagian dari saraf spinal yang sudah
berada di luar kolumna vertebralis disebut sebagai saraf perifer.2
Kolumna vertebralis melingkupi dan melindungi medula spinalis dan terdapat 7 buah
tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal dan begitu juga dengan sakrum,
dan koksigis. Pada daerah servikal, akar saraf dengan angka tertentu keluar di atas dari korpus
vertebra dengan angka yang sama. Pada bagian bawah dari medula spinalis, akar saraf dengan
angka tertentu keluar di bawah dari korpus vertebra dengan angka yang sama. Medula spinalis
itu sendiri lebih pendek dibandingkan kolumna vertebralis dan biasanya berakhir pada sekitar L1
dan L2.2
Akar saraf ventral atau anterior berisi jaras motorik yang keluar dari medula spinalis,
yaitu berisi motor neurun alfa yang berdiameter besar menuju serat otot ekstrafusal; motor
neuron gamma yang berdiameter lebih kecil menuju muscle spindle intrafusal; serabut saraf
otonom preganglionik pada setinggi torakal, lumbal bagian atas, dan mid sakral; dan sedikit saraf
aferen, akson berdiameter kecil yang berasal dari sel-sel di dalam ganglia akar saraf dorsal yang
membawa informasi dari toraks dan visera abdomen.2
Akar saraf dorsal secara umum berisi jaras sensorik. Masing-masing akar saraf dorsal
(kecuali C1) mengandung serat saraf aferen yang berasal dari sel ganglianya sendiri. Akar saraf
dorsal ini mengandung serat saraf yang berasal dari kulit dan struktur organ bagian dalam. Serat
saraf paling besar (Ia) berasal dari muscle spindle dan berpartisipasi dalam refleks medula
spinalis; serat saraf berukuran sedang (A-beta) membawa impuls dari mekanoreseptor di kulit
dan sendi. Kebanyakan akson pada akar saraf dorsal adalah serat saraf berukuran kecil (C, tidak
bermielin; A-delta, bermielin) dan membawa informasi stimulus nyeri dan termal.2
Gray Matter
Pada potongan melintang, substansia nigra terlihat berbentuk pilar huruf H dengan kornu
anterior dan posterior, yang bergabung menjadi komisura nigra (gray commissure) yang tipis dan
terdapat kanalis sentralis di tengahnya. Kornu lateralis dapat ditermukan pada segmen torakal
dan lumbal bagian atas medula spinalis. Jumlah substansia nigra yang terlihat pada masing-
masing segmen medula spinalis tergantung pada jumlah otot yang diinervasi pada level tersebut.
Oleh karena itu, ukuran substansia nigra paling besar pada pembesaran servikal dan lumbosakral
medula spinalis, yang menginervasi otot-otot pada ekstremitas atas dan bawah.2
White Matter
Substansia alba medula spinalis dapat dibedakan berdasarkan fungsi deskriptifnya
menjadi funiculi anterior, lateral, dan posterior. Funikuli anterior pada salah satu sisinya terdapat
di antara garis tengah dan masuknya jaras akar saraf anterior. Funikuli lateralis berada di antara
masuknya jaras-jaras akar saraf anterior dan masuknya akar saraf posterior. Funikuli posterior
berada di antara masuknya akar saraf posterior dan garis tengah.2
Seperti pada daerah lain pada sistem saraf pusat, substansia alba medula spinalis
mengandung campuran antara serat saraf, neuroglia, dan pembuluh darah. Substansia alba ini
melingkupi substansia grisea, dan warna putih yang ada pada substansia alba disebabkan karena
kadar serat saraf bermielin yang tinggi.2
Susunan traktus-traktus saraf di dalam medula spinalis telah dipelajari melalui
eksperimen pada hewan dan studi pada medula spinalis manusia terhadap serat saraf degeneratif
yang disebabkan karena perlukaan ataupu proses penyakit. Meskipun beberapa traktus
terkonsentrasikan pada beberapa area tertentu dalam substansia alba, namun saat ini secara
umum sudah diterima bahwa dimungkinkan terjadi adanya overlap. Sebagai fungsi deskriptifnya,
traktus spinalis dibagi menjadi jaras naik (ascending), jaras turun (descending), dan traktus
intersegmental.2
Traktus-traktus Medula Spinalis
Ascending Tracts
Gambaran Umum
Saat memasuki medula spinalis, serabut saraf sensorik dengan berbagai ukuran dan
fungsi yang berbeda terkumpul menjadi nerve bundles atau traktus pada substansia alba.
Beberapa dari serat saraf berfungsi sebagai penghubung antar segmen yang berbeda pada medula
spinalis, dan lainnya naik dari medula spinalis menuju pusat tertinggi yang artinya
menghubungkan medula spinalis dengan otak. Kumpulan serat saraf yang menaiki medula
spinalis ini disebut sebagai ascending tracts.2
Traktus asendens mengkonduksikan informasi aferen, yang dapat atau tidak dapat
disadari. Informasi yang diberikan dapat dibagi menjadi dua kelompok utama: (1) informasi
eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh seperti nyeri, suhu, dan sentuhan, dan (2) informasi
proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, seperti otot dan sendi.2
Organisasi Anatomik
Informasi umum yang berasal dari ujung saraf perifer dikonduksikan oleh sistem sarag
melalui berbagai seri neuron-neuron. Jaras asendens hingga dapat disadari oleh otak terdiri dari
tiga orde neuron. Neuron orde pertama, memiliki badan selnya pada ganglion dorsalis saraf
spinal. Di bagian perifer berhubungan dengan reseptor ujung saraf, dan di bagian sentral
memasuki medula spinalis melalui kornu dorsalis dan bersinaps pada neuron orde kedua.
Neuron orde kedua mengeluarkan akson yang akan menyilang ke sisi kontralateral (dekusasio)
dan naik ke atas menuju level yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat, yang akhirnya bersinaps
pada neuron orde ketiga. Neuron orde ketiga biasanya berada di dalam talamus dan kemudian
memberikan proyeksinya menuju daerah sensorik pada korteks serebri. Ketiga rantai orde neuron
ini merupakan susunan yang paling umum, namun beberapa jaras aferen menggunakan lebih
banyak atau lebih sedikit neuron. Banyak neuron pada jaras asendens bercabang dan
memberikan input utama menuju formasio retikularis, yang berfungsi mengaktifkan korteks
serebral, menjaga kesadaran. Cabang lainnya berhubungan dengan neuron motorik dan
berpartisipasi dalam aktifitas refleks otot.2
Fungsi Traktus Asendens
Sensasi nyeri dan suhu disalurkan melalui traktus spinotalamikus lateral; sensasi sentuhan
(kasar/mentah) dan tekanan disalurkan melalui traktus spinotalamikus anterior. Sensasi sentuhan
diskriminatif—kemampuan melokalisasi secara akurat area dalam tubuh yang disentuh dan dapat
menyadari dua titik disentuh secara bersamaan meskipun jaraknya berdekatan (two-point
discrimination)—disalurkan melalui kolumna dorsalis/posterior white columns. Informasi dari
otot dan sendi mengenai gerakan dan posisi bagian tubuh yang berbeda-beda juga disalurkan
melalui kolumna dorsalis. Informasi mengenai getaran juga disalurkan melalui kolumna dorsalis.
Informasi secara tidak sadar datang dari otot, sendi, kulit, dan jaringan subkutan menuju
serebelum melalui traktus spinoserebelaris anterior dan posterior, dan melalui traktus
kuneoserebelaris. Rangsang nyeri, suhu, dan taktil akan melalui kolikulus superior mesensefalon
melalui traktus spinotektal untuk fungsi refleks spinovisual. Traktus spinoretikular menyediakan
jalan dari otot, sendi, dan kulit menuju formasio retikularis, dan traktus spino-olivarius
menyediakan jalan indirek untuk informasi aferen lebih lanjut untuk dapat mencapai serebelum.2
Descendens Tracts
Gambaran Umum
Neuron motorik yang berlokasi pada kornu anterior medula spinalis mengirimkan akson
untuk menginervasi otot skeletal melalui radiks anterior. Motor neuron ini disebut sebagai lower
motor neuron dan merupakan final common pathway ke otot.2
LMN secara konstan diberikan impuls saraf yang turun dari medula oblongata, pons,
mesensefalon, dan korteks serebri. Serat saraf yang menuruni substansia alba medula spinalis
yang berasal dari pusat saraf supraspinal yang berbeda-beda disebut sebagai traktus desendens.
Neuron-neuron supraspinal dan traktus-traktusnya disebut sebagai upper motor neuron, dan
traktus-traktus ini memberikan jalur-jalur yang banyak dalam mengkontrol aktivitas motorik.2
Organisasi Anatomis
Kontrol aktivitas otot skelet dari korteks serebral dan pusat-pusat tertinggi lainnya
dikonduksi melalui sistem saraf dengan berbagai seri neuron. Jaras desendens dari korteks
serebral biasanya melalui tiga orde neuron. Neuron orde pertama, memiliki badan selnya pada
korteks. Aksonnya menuruni medula spinalis untuk bersinaps pada neuron orde kedua, yang
merupakan neuron internunsial, yang berlokasi pada kolumna grisea anterior medula spinalis.
Neuron orde kedua ini pendek dan langsung bersinaps dengan neuron orde ketiga yang
merupakan lower motor neuron, yang terletak pada kolumna grisea anterior. Akson neuron orde
ketiga ini menginervasi otot skeletal melalui radiks anterior dan saraf spinal. Pada beberapa
keadaan, akson neuron orde pertama mengalami terminasi langsung pada neuron orde ketiga
(pada lengkung refleks).2
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kompresi pada medula spinalis atau akar saraf spinal tergantung pada:
(1) lokasi lesi di dalam kanalis spinal; (2) tinggi lesi pada medula spinalis; (3) keterlibatan
pembuluh darah; dan (4) kecepatan onset.5
Lokasi lesi di dalam kanalis spinalis. Lesi yang membesar di luar dari medula spinalis
akan memberikan kompresi dan kerusakan pada akar saraf dan kerusakan segmental. Kerusakan
pada akar saraf menyebabkan lesi LMN dan gangguan sensorik pada distribusi saraf yang
terkena. Kerusakan segmental menyebabkan lesi LMN dan gangguan sensorik pada setinggi
segmen yang terkena, namun akan mengganggu traktus sensorik asendens dan traktus motorik
desendens sehingga menyebabkan gangguan sensorik dan motorik yang bersifat UMN di bawah
dari lesi yang terkena. Sedangkan lesi intramedular atau di dalam medula spinalis hanya
menimbulkan tanda dan gejala gangguan segmental.5
Tinggi lesi pada medula spinalis. Lesi di atas korpus vertebra L1 dapat melukai baik
medula spinalis dan akar-akar sarafnya. Namun lesi di bawah L1 hanya akan merusak akar-akar
saraf.5
Keterlibatan vaskular. Kerusakan pada neuron spinal masih tidak begitu jelas apakah
disebabkan hanya karena mechanical stretching atau sekunder terhadap iskemia arterial atau
obstruksi vena. Kadang-kadang, gejala klinis memperlihatkan kerusakan medula spinalis yang
sebenarnya berada di luar dari lokasi lesi kompresi. Hal ini merupakan efek iskemia yang
disebabkan kompresi pembuluh darah yang terdapat pada daerah lesi.5
Kecepatan onset. Kecepatan kompresi medula spinalis akan mempengaruhi gejala klinis.
Di samping menyebabkan kerusakan pada UMN, lesi medula spinalis yang berkembang
progresif dengan cepat sering kali menyebabkan ‘flaccid paralysis’ dengan hilangnya refleks-
refleks yang terkait. Keadaan ini disebut sebagai spinal shock, yang biasanya terjadi setelah
trauma. Beberapa hari atau beberapa minggu kemudian gejala lesi UMN muncul sesuai yang
seharusnya diharapkan.5
Gejala klinis yang dapat muncul tergantung lokasi lesi dan level dari lesi kompresi yang
terjadi pada medula spinalis. Gejala nyeri yang dapat terjadi: jika mengenai akar saraf maka
dapat menimbulkan gejala berupa nyeri hebat, tajam, seperti tertusuk-tusuk, dan panas yang
menjalar sesuai distribusi kulit atau otot-otot yang diinervasi oleh saraf tersebut, dan biasanya
diperberat oleh gerakan, tegangan, atau batuk; jika lesi yang terjadi bersifat segmental maka
nyeri akan terus menerus, nyeri terasa dalam dan menjalar hingga ekstremitas bawah atau
sebagian tubuh, dan tidak diperberat oleh gerakan; jika lesi mengenai tulang maka nyeri terasa
terus menerus dan tumpul, nyeri hanya terjadi di sekitar lokasi yang terkena, dan dapat/tidak
dapat diperberat oleh aktivitas/pergerakan.5
Lesi yang diperkirakan pada medula spinalis ataupun akar cabang saraf spinal perlu
dilakukan inspeksi pada kolumna vertebra untuk melihat tanda-tanda yang dapat mendukung
diagnosis: (1) jika didapatkan punggung skoliosis, ketidakmampuan dalam melakukan lordosis
atau mengalami keterbatasan dalam meluruskan kaki maka dapat diperkirakan adanya iritasi
pada akar saraf; (2) pembengkakan paravertebra dan nyeri pada perkusi tulang vertebra dapat
diperkirakan adanya proses keganasan atau infeksi; (3) keterbatasan mobilitas tulang spinal
mengindikasikan adanya gangguan pada tulang, diskus, ataupun akar saraf.5
Jika terjadi fraktur diskokasi komplit pada setinggi L2-3 (level di bawah dari ujung
terbawah medula spinalis pada orang dewasa), maka tidak terjadi cedera pada medula spinalis
dan kerusakan neuron terjadi pada cauda equina, dan gangguan terjadi pada serabut saraf LMN,
otonom, dan sensorik.2
Hal ini menyimpulkan bahwa pasien dengan riwayat hiperekstensi pada leher dengan
gejala gangguan motorik dan sensorik yang terutama pada ekstremitas atas, menguatkan dugaan
sindrom medula spinalis sentral. ‘Sparing’ yang terjadi pada ekstremitas bawah dapat dibuktikan
dengan cara: (1) adanya sensasi perianal yang baik; (2) tonus sfingter anal yang baik; dan (3)
mampu menggerakkan dan memindahkan jari-jari kaki dengan lembut/ringan. Pada pasien yang
kerusakannya disebabkan karena edema pada medula spinalis saja, prognosis seringkali sangat
baik. Dapat pula terjadi sindrom medula spinalis sentral ringan yang berupa paraestesi pada
ekstremitas atas dan kelemahan ringan pada ekstremitas atas.2
Lesi medula spinalis sentral pada awalnya merusak neuron orde kedua traktus
spinotalamikus lateralis yang menyilang garis tengah, sehingga gangguan sensorik nyeri dan
suhu terjadi sesuai segmen yang terkena. Jika lesi melebar dan mengenai kornu anterior maka
akan menyebabkan gejala defisit motorik LMN. Lesi yang semakin melebar kemudian akan
mengenai traktus spinotalamikus dan kortikospinal bagian medial. Pada lesi di daerah servikal,
defisit sensorik nyeri dan suhu memanjang ke bawah berbentuk ‘cape-like distribution’. Karena
serat saraf spinotalamikus untuk sakral berada pada bagian paling lateral, maka dapat terjadi
‘sacral sparing’, meskipun dengan lesi yang cukup luas.5
Lesi medula spinalis sentral yang kecil hanya mengenai traktus spinotalamikus yang
menyilang garis tengah dari kedua sisi tanpa mengenai traktus asendens atau desendens lainnya.
Oleh karena itu lesi kecil menyebabkan gangguan sensorik berupa hilagnya sensibilitas nyeri dan
suhu sesuai dengan dematom yang terkena tanpa gangguan pada getar dan posisi. Hal ini dapat
terjadi pada siringomelia.3
Brown-Séquard Syndrome
Hemiseksi medula spinalis dapat disebabkan karena fraktur dislokasi kolumna vertebra,
karena luka tembak atau luka tusuk, atau karena tumor yang membesar. Hemiseksi inkomplit
sering sekali terjadi, namun hemiseksi komplit jarang terjadi. Berikut adalah gejala yang muncul
pada pasien dengan hemiseksi komplit setelah periode syok spinal berakhir:2
• Paralisis LMN ipsilateral pada segmen yang mengalami lesi dan atrofi otot. Hal ini
disebabkan karena kerusakan pada neuron kornu anterior dan kemungkinan kerusakan pada
akar saraf pada segmen yang sama.
• Paralisis spastik ipsilateral pada segmen di bawah lesi. Tanda Babinski positif pada sisi
ipsilateral, dan hilangnya refleks abdomen superfisial dan kremaster tergantung pada segmen
medula spinalis yang terkena. Semua tanda ini disebabkan karena hilangnya traktus
kortikospinal pada sisi yang mengalami lesi. Paralisis spastik terjadi karena hilangnya traktus
desendens selain traktus kortikospinal.
• Ipsilateral band of cutaneus anesthesia pada segmen yang mengalami lesi. Hal ini disebabkan
karena kerusakan akar saraf dorsal dan pintu masuknya ke dalam medula spinalis pada
setinggi lesi.
• Hilangnya sensasi diskriminasi taktil dan getaran dan sensasi proprioseptif ipsilateral pada
segmen di bawah lesi. Hal ini disebabkan karena destruksi traktus asendens kolumna dorsalis
pada sisi yang sama.
• Hilangnya sensasi nyeri dan suhu kontralateral pada segmen di bawah lesi. Hal ini disebabkan
karena destruksi traktus spinotalamikus lateralis yang telah menyilang pada sisi yang
mengalami lesi. Karena traktus ini menyilang secara oblik, hilangnya sensorik terjadi sekitar
dua atau tiga segmen di bawah dari segmen yang mengalami lesi.
• Hilangnya sensasi taktil tidak total pada sisi kontralateral pada segmen di bawah lesi. Hal ini
disebabkan karena destruksi pada traktus spinotalamikus anterior yang telah menyilang pada
sisi yang mengalami lesi. Karena traktus ini menyilang secara oblik maka gangguan sensorik
didapatkan pada dua atau tiga segmen di bawah lesi. Hilangnya sensasi taktil bersifat
inkomplit karena fungsi sentuhan diskriminatif yang disuplai oleh kolumna dorsalis
kontralateral masih tetap intak.
Sindrom Kolumna Dorsalis
Sindrom kolumna dorsalis adalah lesi pada kolumna dorsalis, dan bagian lain medula
spinalis tetap intak. Oleh karena itu, sensasi proprioseptif dan getar terganggu, namun fungsi
lainnya tetap normal. Penyakit yang hanya mengenai kolumna dorsalis adalah tabes dorsalis,
suatu bentuk sifilis tersier, yang saat ini sudah jarang karena ketersediaannya antibiotik.3
Gambaran Umum
Tumor-tumor pada medula spinalis secara umum mengenai individu usia muda dan
middle-aged adults. Insiden tumor medula spinalis adalah sekitar seperempat dari total tumor
otak. Tumor ekstramedular yang paling sering adalah tumor-tumor metastasis, meningioma,
neurofibroma, dan schwannoma. Tumor intramedular yang paling sering adalah ependimoma,
astrositoma, hemangioblastoma, dan tumor metastasis. Tumor metastasis yang paling sering
terjadi, yang secara umum ditemukan pada korpus vertebra dan ruang epidural, adalah berasal
dari tumor-tumor paru, payudara, prostat, dan gastrointestinal.7
Insidensi tumor berbeda-beda pada usia dewasa dengan anak-anak. Tabel berikut ini
memperlihatkan jumlah pasien dengan tumor yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan
histopatologi pada Institutes of Neurological Sciences, Glasgow, selama periode 5 tahun.5
Gejala Klinis
Diagnosis dari lesi yang terjadi pada medula spinalis berdasarkan penemuan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pencitraan. Tumor ekstramedular menyebabkan
gejala melalui kompresi langsung pada sistem saraf, sedangkan tumor intramedular
mempengaruhi jaringan saraf itu sendiri.7
Tumor-tumor ekstramedular biasanya menyebabkan gejala yang berhubungan dengan
segmen medula spinalis dan saraf spinal yang terkait/terkena. Gejala awal dapat berupa nyeri
radikuler dan parastesia dan baal yang progresif serta kelemahan otot sesuai dengan otot yang
diinervasi oleh saraf spinal yang terkait. Dengan kompresi yang terus berlanjut, maka traktus
asendens dan desendens mengalami gangguan sehingga menyebabkan paresis spastik dan baal
pada segmen di bawah lesi, hiperrelfeks, dan disfungsi otonom (bowel & bladder).7
Tumor-tumor intramedular memiliki gejala klinis yang lebih bervariasi karena tumor-
tumor ini dapat melibatkan hanya beberapa segmen spinal atau meluas sepanjang medula
spinalis. Gejala tergantung pada area spesifik medula spinalis yang terkena. Jika lesi terbatas
hanya pada satu atau dua segmen, maka tanda dan gejala dapat menyerupai tumor ekstramedular.
7
Meningioma 22 Dermoid/epidermoid 6
Schwannoma 13 Lain-lain 1
Lain-lain 4
INTRAMEDULAR (4%) INTRAMEDULAR (18%)
Astrositoma 8 Astrositoma 2
Lain-lain 1
Penatalaksanaan
Penanganan kompresi medula spinalis adalah pemberian glukokortikoid untuk
mengurangi edema pada medula spinalis, radioterapi lokal (dilakukan secepat mungkin) dan
terapi spesifik terhadap jenis tumor. Glukokortikoid (deksametason, dosis hingga 40 mg per hari)
dapat diberikan sebelum dilakukannya pemeriksaan pencitraan jika dugaan kuat dapat terlihat
secara klinis dan dilanjutkan pada dosis rendah hingga radioterapi selesai.8
Terapi yang diberikan biasanya dilakukan bertujuan untuk mencegah kelumpuhan yang
baru, dan pemulihan fungsi motorik terjadi pada satu pertiga pasien yang diterapi. Defisit
motorik (paraplegia atau quadriplegia) yang sudah terjadi lebih dari 12 jam bioassay tidak
membaik, dan prognosis pemulihan kemampuan motorik dalam 48 jam buruk.8
Tindakan terapi pembedahan, baik dekompresi dengan laminektomi atau reseksi korpus
vertebra, biasanya diindikasikan ketika gejala kompresi medula spinalis semakin memburuk
meskipun sudah diberikan radioterapi, ketika dosis maksimum radioterapi yang dapat ditoleransi
sudah diberikan sebelumnya pada lokasi tumor, atau ketika kompresi medula spinalis diperberat
dengan adanya kompresi fraktur tulang vertebra.8
Berkebalikan dengan tumor ekstradural, kebanyakan tumor intradural berkembang
lambat dan jinak. Meningioma dan neurofibroma merupakan jenis tumor yang terbanyak pada
intradural. Meningioma biasanya berlokasi pada posterior dari medula spinalis segmen posterior
atau dekat dengan foramen magnum, meskipun sebenarnya tumor ini dapat tumbuh di meniges
bagian manapun sepanjang kanalis spinalis. Neurofibroma merupakan tumor jinak selubung
saraf yang biasanya muncul dekat dengan akar saraf dorsal; ketika tumor ini multipel, etiologi
yang paling mungkin adalah neurofibromatosis. Gejala biasanya mulai dengan nyeri radikular
yang kemudian diikuti oleh sindrom medula spinalis asimetris progresif. Terapi adalah dengan
reseksi bedah.8
Tumor primer intramedular jarang terjadi. Gejala yang muncul biasanya berupa sindrom
medula spinalis sentral atau sindrom hemicord, dan paling sering terjadi pada daerah servikal.
Tumor penyebab dapat berupa ependimoma, hemangioblastoma, atau astrositoma. Reseksi total
tumor ependim intramedular sering masih dapat dilakukan dengan terapi mircosurgery.8
Spinal Infection
Spinal Epidural Abscess
Abses epidural medula spinalis cenderung terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang menurun seperti diabetes, keganasan, gagal hati atau gagal ginjal, dan penyalahguna obat-
obatan secara intravena dan alkoholisme.5
Abses dapat terjadi melalui penyebaran secara langsung (osteomielitis vertebral, prosedur
pembedahan lokal atau anestesi) atau secara hematogen dari infeksi di tempat yang berlainan
(endokarditis bakterior, infeksi genitourinaria). Pada beberapa kasus tidak ditemukan sumber
infeksi manapun. Etiologi tersering adalah Staphylococcus aureus.7
Gejala awal biasanya nyeri pada punggung dan demam. Nyeri radikular selanjutnya
terjadi dan kemudian diikuti oleh defisit motorik dan sensorik yang cepat pada segmen di bawah
lesi dan gangguan sfingter. Pada beberapa pasien, gangguan neurologis terjadi dalam beberapa
minggu.7
Gejala biasanya terjadi dalam beberapa hari dan sering menyerupai tumor ekstradural
progresif atau hematoma dengan kelemahan kedua tungkai, gangguan sensorik dan retensi urin.
Namun gejala lain yang membedakan adalah nyeri yang sangat hebat dan kemerahan dan nyeri
pada sekitar lokasi abses, toksemia (pireksia, malaise, peningkatan denyut jantung), rigiditas
pada leher dan kolum spinal, dengan tahanan kuat terhadap fleksi.5
Pemeriksaan MRI merupakan pilihan utama karena dapat mendiagnosis 95% pasien. CT
mielografi dapat bermanfaat.7 Terapi yang harus dilakukan adalah dekompresi laminektomi
segera dan drainase abses yang dikombinasikan dengan terapi antibiotik intravena dalam
beberapa minggu untuk memastikan pemulihan yang total.5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan disarankan juga melakukan pemeriksaan pada
abdomen dan rektum. Nyeri punggung yang berasal dari organ viseral dapat muncul jika
dilakukan palpasi pada abdomen (pankreatitis, aneurisma aorta abdominalis) atau perkusi pada
CVA (pielonefritis).8
Tulang belakang yang normal memiliki lordosis pada daerah servikal dan lumbal, dan
kifosis pada daerah torakal. Kelainan pada struktur ini dapat menyebabkan hiperkifosis pada
torakal atau hiperlordosis pada daerah lumbal. Inspeksi dapat memperlihatkan skoliosis atau
asimetris penonjolon otot-otot paraspinal, yang mengindikasikan adanya spasme otot. Nyeri
punggung yang berasal dari tulang biasanya dapat dihasilkan dengan palpasi atau perkusi pada
prosesus spinosus pada tulang yang terkena.8
Penekukan tulang belakang ke arah depan biasanya terbatas pada spasme otot paraspinal,
di mana tindakan ini meluruskan lordosis pada regio lumbal. Hiperekstensi tulang belakang
dengan posisi berdiri terbatas pada kompresi radiks saraf, dan beberapa kelainan lainnya. Nyeri
pada panggul dapat menyerupai nyeri pada penyakit pada daerah lumbal. Nyeri pada panggul
dapat dicetuskan dengan melakukan Patrick’s sign dan mengetuk daerah tumit dengan
menggunakan telapak tangan pemeriksa saat kaki ekstensi (heel percussion sign).8
Dengan posisi pasien terlentang, fleksi pasif pada panggul saat kaki terekstensi menarik
radiks saraf L5 S1 dan saraf skiatika (straight leg-raising/SLR maneuver). Dorsofleksi pasif saat
maneuver tadi dapat dilakukan untuk menambah regangan (Laseque’s sign). SLR positif juga
pasien mengeluhkan nyeri yang seperti biasa pasien alami. Crossed SLR sign dikatakan positif
jika fleksi pada salah satu kaki menyebabkan nyeri yang biasa pasien alami pada tungkai atau
bokong yang berlawanan. Tes ini kurang sensitif namun spesifik untuk herniasi diskus. Femoral
stretch test dilakukan radikulopati L2-4 dengan cara pasien dalam tidur telunkup, paha
diekstensikan terhadap panggul, dan lutut difleksikan. Kernig’s sign juga dapat dilakukan tidak
hanya sebagai pemeriksaan pada meningitis. Radikulopati servikal dapat diperiksa dengan
melakukan spurling sign.7,8
Pemeriksaan neurologis mencakup pencarian adanya kelemahan fokal atau atrofi otot,
perubahan refleks fokal, penurunan sensasi pada tungkai, atau tanda-tanda adanya cedera medula
spinalis. Pemeriksa harus sadar kemungkinan adanya kelemahan semu (breakaway weakness)
yang ditandai dengan adanya perubahan kekuatan motorik fluktuatif selama pemeriksaan. Hal ini
dapat disebabkan karena nyeri atau kombinasi nyeri dengan kelemahan otot yang sebenarnya.
Jika tidak terdapat nyeri biasanya disebabkan karena ketidakadanya usaha.8
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos posisi anteroposterior,
lateral, dan oblik untuk melihat adanya osteofit yang memasuki foramen intervertebralis, namun
memiliki kemampuan terbatas untuk mendeteksi adanya herniasi nukleus pulposus.7
MRI merupakan teknik pencitraan terbaik untuk melihat patologi pada diskus, herniasi
nukleus pulposus, dan radiks saraf yang terganggu. MRI juga dapat memperlihatkan tingkat
abnormalitas diskus, seperti bulging atau protrusi, pada pasien asimtomatik.7
Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan untuk melihat arsitektur tulang dan mendeteksi
protrusi diskus. CT dengan mielografi dapat memperlihatkan stenosis foraminal dan sentral.
EMG (elektromiografi) dan NCS (nerve conduction studies) dapat digunakan untuk memastikan
impresi klinis, serta menyingkirkan kemungkinan diferensial diagnosis lainnya. Denervasi otot
pada tingkat radiks mengindikasikan adanya radikulopati. EMG dan NCS juga dapat
memberikan informasi mengenai proses akut atau kronik penyakit dan tingkat keparahan defisit
neuronal. Studi ini dapat membedakan antara radikulopati, neuropati, miopati, atau pleksopati.7
Penatalaksanaan
Terapi utama pada radikulopati adalah istirahat dan pemberian obat-obat antiinflamasi.
Kebanyakan pasien dapat ditangani dengan baik hanya dengan terapi konservatif.
Direkomendasikan untuk melakukan bed rest selama 2 hari, di mana lebih dari ini tidak akan
memberikan manfaat tambahan.7
Terapi Farmakologis
NSAID digunakan sebagai antiinflamasi dan analgesik. Obat ini harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol, pada usia tua, dan pada pasien dengan
gangguan gastrointestinal. Penambahan misoprostol, H2 bloker, atau PPI dapat memberikan
proteksi lambung yang baik. Asetaminofen dapat mengurangi nyeri tanpa memberikan efek
buruk pada gastrointestinal namun tidak memiliki efek antiinflamasi.7
Pemberian kortikosteroid jangan pendek dapat berguna untuk menangani pasien dengan
herniasi diskus akut, terutama pada pasien dengan risiko rendah, namun penggunaan obat ini
masih bersifat kontroversial. Pemberian relaksan otot dapat diberikan, namun kerja obat lebih
bersifat sentral dibandingkan pada setinggi otot, dan dapat menyebabkan kantuk yang
berlebihan. Narkotik diberikan pada pasien dengan nyeri yang sangat hebat. Untuk nyeri
neuropatik, obat-obat yang dapat berguna berupa gabapentin, pregabalin, duloksetin, 5%
lidocaine patch, tramadol, dan trisiklik antidepresa.7
Terapi Non-Farmakologis
Terapi suhu panas, es, masase, pengurangan stress, pembatasan aktivitas, modifikasi
postur, dan terapi fisioterapi dapat memperbaiki nyeri. Pemberian servical collar lembur untuk
nyeri leher dan korset lumbar untuk LBP dapat membantu meredakan nyeri. Setelah nyeri akut
hilang, latihan peregangan otot harus dilakukan untuk mengembalikan ROM (range of motion).7
Patogenesis
Trauma pada medula spinalis dapat terjadi dengan empat buah mekanisme yang berbeda:
(1) kerusakan (impact) dengan kompresi persisten pada burst fractures; (2) kerusakan dengan
kompresi transien setelah trauma hiperekstensi; (3) distraksi yang menyebabkan peregangan
paksa kolumna spinalis secara aksial, dengan robekan pada medula spinalis atau pembuluh
darah; atau (4) laserasi karena trauma tembak, diskolasi fragmen tajam tulang, atau distraksi
berat, dengan atau tanpa transeksi medula spinalis.7
Substansia nigra medula spinalis merupakan komponen yang terkena dan kerusakan
ireversibel selama 1 jam pertama trauma. Dapat pula ditemukan adanya perdarahan di dalam
medula spinalis. Substansia alba medula spinalis dapat tidak terlalu terganggu pada awalnya
namun kemudian menjadi terganggu dan ireversibel dalam 72 jam pertama trauma yang dapat
disebabkan karena adanya perdarahan, iskemia dan reperfusi, eksitotoksisitas, calcium-mediated
cellular dysfunction, gangguan cairan dan elektrolit, mekanisme imunologik, atau apoptosis.
Syok neurogenik dapat terjadi dengan ciri terjadinya bradikardi dan hipotensi.7
SCI, seperti halnya pada keadaan stroke akut, merupakan sebuah proses yang dinamis.
Pada semua sindrom medula spinalis akut, luasnya kerusakan mungkin tidak dapat terlihat
dengan jelas pada awalnya. Lesi medula spinalis yang inkomplit dapat berkembang menjadi lesi
komplit. Sering juga ditemukan kerusakan meluas lebih tinggi 1 atau 2 segmen spinal dalam
beberapa jam atau hari setelah trauma. Gejala klinis yang terjadi pada SCI berkaitan dengan
kaskade kompleks patofisiologi yang berhubungan dengan radikal bebas, edema vasogenik, dan
gangguan aliran darah. Untuk mencegah perburukan pada SCI maka diperlukan oksigensi yang
baik, perfusi, dan keseimbangan asam basa.9
SCI dapat terjadi dengan beberapa mekanisme, yaitu melalui 3 cara umum yang akhirnya
menyebabkan kerusakan jaringan yaitu: (1) destruksi karena trauma langsung; (2) kompresi oleh
fragmen-fragmen tulang, hematoma, atau material diskus; dan (3) iskemia karena kerusakan
pada arteri spinalis. Edema dapat terjadi setelah mekanisme kerusakan manapun.9
Neurogenic Shock
Syok neurogenik adalah trias hipotensi, bradikardi, dan vasodilatasi perifer yang
disebabkan karena disfungsi otonom berat dan gangguan kontrol sistem saraf simpatis pada SCI
akut. Hipotermia juga merupakan salah satu karakteristiknya. Kondisi ini tidak terjadi pada SCI
pada segmen tulang belakang di bawah T6 namun lebih sering terjadi pada segmen di atas T6,
sekunder terhadap gangguan jaras simpatis eferen yang keluar dari T1 hingga L2, dan karena
ketidakmampuan melawan tonus vagal, sehingga menyebabkan penurunan resistensi vaskular
karena dilatasi vaskular.9
Spinal Shock
Syok spinal merupakan keadaan hilangnya fungsi neurologis total termasuk refleks dan
tonus rektal, pada segmen di bawah lesi yang spesifik yang berhubungan dengan disfungsi
otonom. Syok spinal disebut sebagai depresi refleks fisiologis transien pada segmen di bawah
lesi, dengan hilangnya semua fungsi sensorimotorik. Penjelasan mengenai syok spinal telah
dijelaskan sebelumnya.9
Gejala Klinis
Luasnya trauma medula spinalis dapat ditentukan berdasarkan skala yang dibuat oleh
American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale (yang dimodifikasi dengan
klasifikasi Frankel), yang adalah:9
• A: Complete: tidak ada fungsi motorik dan sensorik pada segmen sakreal S4-5.
• B: Incomplete: Fungsi sensorik masih baik pada segmen di bawah lesi hingga segmen sakral
S4-5.
• C: Incomplete: Fungsi motorik masih ada pada segmen di bawah lesi, dan kekuatan motorik
kurang dari 3.
• D: Incomplete: Fungsi motorik masih ada pada segmen di bawah lesi, dan kekuatan motorik
lebih dari atau sama dengan 3.
• E: Normal: Fungsi sensorik dan motorik normal.
Berdasarkan skala ASIA di atas, maka dapat didefinisikan bahwa trauma medula spinalis
dikatakan komplit jika tidak adanya fungsi motorik dan sensorik secara total hingga segmen
sakral terbawah, dan dikatakan inkomplit jika masih terdapat fungsi sensorik atau motorik pada
segmen di bawah lesi, termasuk pada segmen sakral terbawah.9
Disfungsi sistem pernafasan dapat terjadi tergantung tinggi lesi pada medula spinalis.
Pada lesi yang tinggi yaitu C1 dan C2, kapasitas vital hanya dapat mencapai 5-10% dari normal,
dan tidak adanya refleks batuk. Lesi pada C3-6 dapat memiliki kapasitas vital 20% dan kekuatan
batuk lemah serta tidak efektif. Pada lesi torakal tinggi yaitu T2-4, kapasitas vital mencapai
30-50% normal dan kekuatan batuk masih lemah. Pada lesi yang lebih rendah, maka fungsi
respirasi akan lebih baik. Lesi pada T11 akan menunjukkan disfungsi yang minimal, kapasitas
vital baik dan kekuatan batuk yang kuat.9
Penatalaksanaan
Pasien dengan trauma spinal akut, terutama dalam konteks trauma multisistem, paling
baik ditangani di dalam ICU dengan monitoring kardiovaskular dan paru kontinu untuk 7 hingga
14 hari setelah trauma. Hal ini disebabkan karena pasien masih dalam kondisi berisiko tinggi
terjadinya hipotensi, hipoksemua, disfungsi pulmoner, dan instabilitas kardiovaskular, terutama
jika disfungsi neurologis terjadi dengan disautonomia.7
Imobilisasi
Imobilisasi tulang belakang yang terlalu lama dengan menggunakan matras keras, dan
dengan cervical collar yang keras dapat menyebabkan gangguan lain berupa nyeri tulang
belakang tambahan, nyeri pada daerah kepala, defisit neurologis, dan gangguan nafas. Cutaneus
pressure ulcers terjadi setelah 2 hingga 3 hari pada 55% pasien. Hal ini menyebabkan penapisan
ada tidaknya trauma pada servikal harus dilakukan secepat mungkin supaya imobilisasi dapat
diberhentikan segera. Jika terdapat adanya trauma spinal yang tidak stabil, maka diperlukan
operasi reduksi dan fiksasi secepat mungkin.7
Prognosis
Mortalitas setelah terjadinya SCI berkisar antara 4-17%. Faktor predisposisi berupa usia
tua, trauma pada segmen tulang belakang yang cukup tinggi, emboli pulmonal, adanya
komorbiditas penyakit lain, dan bunuh diri. Usia lebih dari 20 tahun, jenis kelamin laki-laki,
gangguan sistemik berat, adanya komorbiditas, dan status neurologis yang buruk saat datang
dapat diperkirakan memiliki mortalitas yang besar.7
Pasien dengan SCI dapat kembali pada pekerjaannya yang semula serta gaya hidupnya
yang semula, tergantung pada tingkat terapi yang diberikan, dan terutama tergantung pada
berbagai faktor-faktor lainnya (multifaktorial). Pasien dengan kerusakan yang tidak komplit pada
jalur sensorik, meskipun terdapat gangguan fungsi motorik yang komplit, memiliki prognosis
yang lebih baik untuk kembali pada fungsinya yang semula dibandingkan pada pasien dengan
tetraparesis dan tidak adanya fungsi sensorik di bawah lesi. Pemulihan terhadap otot-otot bagian
distal mungkin belum terjadi pada 3 minggu pertama setelah trauma. Pasien dengan sindroma
Brown-Séquard memiliki potensi yang sangat besar untuk kembali pulih, di mana 75-90% pasien
dapat berjalan independen setelah selesai melakukan rehabilitasi, dan 70% pasien dapat
melakukan aktivitas normal seperti semula.7
Pasien dengan kerusakan segmen servikal komplit tanpa perbaikan selama 24 jam
hospitalisasi jarang dapat kembali pulih dengan normal. Juga, tinggi dan beratnya trauma
memiliki nilai prognostik. Lesi pada servikal dapat sembuh lebih baik dibandingkan lesi pada
daerah torakal atau torakolumbal, dan tentu saja kerusakan yang lebih minimal akan memberikan
outcome yang lebih baik.10
Pada sindrom medula spinalis sentral, perbaikan kekuatan motorik ekstremitas bawah
terjadi lebih awal dibandingkan pada daerah lainnya dan kemudian diikuti dengan membaiknya
fungsi berkemih dan kemudian perbaikan kekuatan motorik ektremitas atas. Segmen servikal C7
penting untuk fungsi otot triseps yang penting untuk mandi (showering), menggunakan pakaian,
dan lain-lain. Pasien yang berusia di bawah 50 tahun mengalami pemulihan yang lebih cepat
dibandingkan pasien yang sudah berusia tua.7
BAB III
PEMBAHASAN
Laki 49 tahun datang dengan diantar oleh istri pasien, berjalan dengan tertatih dan keringat
dingin
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and victor’s: principles of neurology. 10th
ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2014. p 1237.
2. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins; 2010. p.
133-73.
3. Waxman SG. Clinical neuroanatomy. 27th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;2013 p. 43-
55.
4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 11th ed. USA: John &
Wiley Sons’ 2009. p. 461-2.
5. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Neurology and neurosurgery illustrated. 3rd ed.
Edinburgh: Churchull Livingstone; 1997. p. 376-91.
6. Dawodu ST. Cauda equina and conus medullaris syndrome. Dec 2014. Diunduh
dari: http:// emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#a4 pada tanggal 19 Agustus
2015 pukul 19:29.
7. Brust MCJ. Current diagnosis and treatment: neurology. 2nd ed. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2012. p. 193-200; 277-81.
8. Hauser SL. Harrison’s neurology in clinical medicine. 3rd ed. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2013. p. 71-5; 403-5.
9. Chin LS. Spincal cord injuries. Jul 2015. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/ 7793582-overview pada tanggal 19 Agustus
2015 pukul 19:31.
10. Corey-Bloom J, David RB. Clinical adult neuology. 3rd ed. New York: Demos
Medical Publishing; 2009. p. 280-3.