i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat karunia-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan Manual Prosedur Praktek Klinik Peminatan ini tepat pada waktunya.
Penyusunan manual prosedur ini bertujuan sebagai panduan bagi pembimbing dan peserta
didik serta bukti fisik pencapaian kompetensi peserta didik dalam melaksanakan praktek
yang dilaksanakan di rumah sakit.
Selain itu, penyusunan prosedur panduan praktek ini bertujuan untuk membantu
peserta didik program studi DIV Keperawatan Anestesiologi STIKES Bali dalam
melaksanakan praktek klinik Peminatan dan menyamakan pandangan, persepsi diantara
pembimbing akademik, klinik serta mahasiswa dalam Proses Pelaksanaan Praktek Klinis
Peminatan.
Dalam penyelesaian buku ini penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan,
untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D selaku Ketua STIKES Bali.
2. Ibu Ns. NLP Dina Susanti, S.Kep., M.Kep. selaku PUKET I STIKES Bali.
3. Ibu Ida Ayu Lysandari, SE. selaku PUKET II STIKES Bali.
4. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., M.Kep selaku PUKET III STIKES Bali
5. Seluruh staf dosen program studi Ilmu Keperawatan STIKES Bali
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaannya. Harapan kami semoga buku ini
bisa bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, Pebruari 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
Pemeriksaan Allen Test .....................................................................................................
a. Tujuan .....................................................................................................................
b. Indikasi ....................................................................................................................
c. Persiapan Alat ..........................................................................................................
d. Prosedur Pelaksanaan ...............................................................................................
iv
i. Stenosis Aorta
j. Insufisiensi Aorta
k. Shock
v
VISI DAN MISI
(STIKES) BALI
VISI
Menjadi institusi pendidikan kesehatan yang unggul, sehat dan berdaya saing
internasional dengan berlandaskan budaya tahun 2035.
MISI
vi
VISI DAN MISI
(STIKES) BALI
VISI
Menghasilkan lulusan perawat anestesi yang handal, profesional dan berwawasan
global
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan Keperawatan Anestesiologi yang berdasarkan
standar kompetensi
2. Mengembangkan program akademik dan non-akademik yang menunjang
pengembangan keunggulan kompetitif lulusan
3. Memanfaatkan dan mengembangkan kegiatan belajar-mengajar dengan
menggunakan teknologi mutakhir di bidang Keperawatan Anestesiologi
4. Melaksanakan penelitian di bidang Keperawatan Anestesiologi
5. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan hasil penelitian
6. Mengembangkan kerjasama dengan institusi lain baik lokal, nasional dan
internasional
vii
TINJAUAN MATA KULIAH
Saat ini anda sedang mempelajari Modul Praktik Klinik Peminatan . Mata Kuliah ini
mempunyai bobot kredit 6 SKS yang dikemas dalam 8 Kegiatan Praktik. Mata Kuliah ini
menjelaskan tentang praktik klinik Pemintan.
Secara terperinci mata kuliah ini membahas tentang praktik klinik asuhan
keperawatan penyakit penyerta kardiovaskuler.
Mata Kuliah Praktik Klinik Peminata terdiri dari 8 kegiatan praktikl, yaitu :
1. Kegiatan I : Prosedur Pemeriksaan Fisik Pada Sistem Kardiovaskuler
2. Kegiatan II : Pemeriksaan Pitting Edema
3. Kegiatan III Pemeriksaan Capillery Refill Time
4. Kegiatan IV Pemeriksaan Allen Test
5. Kegiatan V Elektrokardiografi
6. Kegiatan VI Pemeriksaan Central Vena Pressure
7. Kegiatan VII Pemeriksaan Jugularis Vena Pressure (JVP)
8. Kegiatan VIII Implikasi Keperawatan Anestesi Pada Pembedahan Gangguan
Kardiovaskuler
a. Kardiomiopati
b. Gagal Jantung
c. Hipertensi
d. Pericarditis
e. Deep Vena Trombosis
f. Aneurisma Aorta
g. Cardiac Tamponade
h. Penyakit jantung Iskemik
i. Shock
j. Stenosis Aorta
k. Insufisiensi Aorta
Setelah mempelajari mata kuliah Praktik Klinik Peminatan ini, mahasiswa mampu
menerapkan asuhan keperawatan anestesi pada pembedahan dengan gangguan
kardiovaskuler . Untuk memudahkan anda mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini,
maka akan lebih mudah bagi anda untuk mengikuti langkah – langkah belajar sebagai
berikut :
1. Pelajari secara berurutan modul pemeriksaan gangguan kardiovaskuler
2. Selanjutanya pelajari pertimbangan anestesi pada pembedahan dengan penyakit
kardiovaskuler
3. Selanjutnya pelajari modul praktek dasar an
viii
4. Gunakan modul ini sebagai panduan dalam kegiatan praktik klinik di rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
5. Baca dengan seksama materi yang disampaikan dalam setiap kegiatan belajar
6. Kerjakan latihan – latihan terkait materi yang dibahas dan didiskusikan dengan
teman anda atau fasilitator / tutor pada saat kegiatan tatap muka.
7. Buat ringkasan dari materi yang dibahas untuk memudahkan anda mengingat.
8. Kerjakan tes formatif sebagai evaluasi proses pembelajaran untuk setiap materi yang
dibahas dan cocokkan jawaban anda dengan kunci yang disediakan pada halaman
terakhir modul
9. Jika anda mengalami kesulitan diskusikan dengan teman anda dan konsultasikan
kepada fasilitator
10. Keberhasilan proses pembelajaran anda dalam mempelajari materi dalam modul ini
tergantung dari kesungguhan anda dalam mengerjakan latihan dan praktik di
lapangan. Untuk itu belajar dan berlatihlah secara mandiri atau berkelompok dengan
teman sejawat anda.
Kami mengharapkan, anda dapat mengikuti keseluruhan modul dan kegiatan belajar
dalam modul ini dengan baik.
ix
PETA KOMPETENSI
Setelah mengikuti MK Praktik Klinik Pemintanmahasiswa diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan penyakit
kardiovaskuler
Pemeriks
Pemerik Pemeriks Pemeriks Interpre Pemerik Pemeriks Implikasi
aan Fisik
saan aan aan saan aan Keperawata
Kardiovas stasi
Pitting Capillery Allen Central Jugularis n Anestesi
kuler EKG Vena
Edema Refill Test Vena Pada
Pressure
Time Pressure (JVP) Pembedahan
Gangguan
Kardiovasku
ler
viii
MODUL PRAKTIK KLINIK PEMINATAN
KEPERAWATAN ANESTESI PADA PEMBEDAHAN GANGGUAN
KARDIOVASKULER
Saat ini saudara sedang mempelajari modul Peminatan yaitu modul praktik
klinik Peminatan Keperawatan Anestesi Pada Pembedahan Gangguan
Kardiovaskuler. Setelah anda mempelajari teori pada modul pembelajaran asuhan
keperawatan penyakit penyerta kardiovaskuler, maka anda akan mempraktikkan
seluruh konsep dan keterampilan yang sudah dipelajari pada situasi nyata. Modul ini
akan menjadi panduan untuk anda dalam memberikan asuhan keperawatan anastesi
yang diterapkan secara nyata di lahan praktik klinik.
Praktik di desain di lahan praktik baik di rumah sakit, maupun di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi
masalah - masalah yang berhubungan dengan biopsikososial melalui interaksi
dengan pasien dan keluarganya, merencanakan dan melaksanakan tindakan yang
tepat pada pasien. Mahasiswa juga dituntut mampu menguasai aspek kognitif, sikap
dan ketrampilansesuai dengan profesi keperawatan. Mahasiswa akan ditargetkan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan pendekatan proses
keperawatan. Setelah menyelesaikan praktik keperawatan pada pasien dengan
penyakit penyerta kardiovaskuler, mahasiswa diharapkan mampu untuk melakukan
manajemen pada pasien dalam memberikan tindakan anastesi pada pasien dengan
penyakit penyerta kardiovaskuler.
Fokus pembahasan pada modul ini adalah bagaimana mahasiswa
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dibagi menjadi 10 kegiatan
praktik klinik sebagai berikut :
1. Kegiatan 1 : Prosedur Pemeriksaan Fisik Pada Sistem Kardiovaskuler
2. Kegiatan II : Pemeriksaan Pitting Edema
3. Kegiatan III Pemeriksaan Capillery Refill Time
4. Kegiatan IV Pemeriksaan Allen Test
5. Kegiatan V Elektrokardiografi
6. Kegiatan VI Pemeriksaan Central Vena Pressure
7. Kegiatan VII Pemeriksaan Jugularis Vena Pressure (JVP)
1
8. Kegiatan VIII Implikasi Keperawatan Anestesi Pada Pembedahan Gangguan
Kardiovaskuler
a. Kardiomiopati
b. Gagal Jantung
c. Hipertensi
d. Pericarditis
e. Deep Vena Trombosis
f. Aneurisma Aorta
g. Cardiac Tamponade
h. Penyakit jantung Iskemik
i. Shock
j. Stenosis Aorta
k. Insufisiensi Aorta
Sebelum melakukan praktik klinik Peminatan, prasyarat yang harus dipersiapkan oleh
mahasiswa adalah:
1. Telah dinyatakan lulus mata ajar asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
penyerta kardiovaskuler
2. Membawa peralatan klinik yang dianjurkan oleh institusi pendidikan
3. Telah membaca modul praktik klinik peminatan dan memahami yang akan
dilakukan, apabila tidak mengerti, segera hubungi dan diskusikan dengan
pembimbing institusi/pembimbing klinik anda
Selama melaksanakan praktik klinik peminatan, anda harus :
1. Datang dan pulang tepat waktu
2. Hadir praktik 100 %. Apabila anda tidak masuk kareba sakit maka harus mengganti
sesuai dengan hari yang ditinggalkan, apabila tidak masuk tanpa keterangan maka
diganti 2 kali dari jumlah yang ditinggalkan
3. Prosedur ijin atau mengganti hari harus diketahui oleh pembimbing akademik atau
pembimbing klinik/RS.
4. Mengisi daftar hadir yang telah disediakan
5. Berpenampilan bersih dan rapi serta menggunakan seragam praktik sesuai ketentuan
institusi.
Modul ini berbentuk panduan praktik klinik yang penting digunakan saat anda
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit penyerta kardiovaskuler
dalam rangka memenuhi kebutuhan biopsikososial pasien sebelum proses anastesi. Modul
ini juga berisi petunjuk praktik, target yang harus dicapai, format pengumpulan data dan
outline laporan sehingga akan dapat dijadikan panduan dalam memberikan asuhan
2
keperawatan pasien penyakit penyerta kardiovaskuler. Kami mengharapkan anda dapat
mengikuti keseluruhan kegiatan praktik sesuai dengan Panduan dalam modul ini dengan
baik.
3
MODUL I :
A. Anamnese
Seringkali, pasien datang dengan keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada,
palpitasi, dan pusing atau sinkop. Yang perlu dilakukan saat anamnesis adalah
4
menggali ciri-ciri dari gejala utama tersebut, seperti onset, progresifitas, maupun
derajatnya.
5
Riwayat penyakit yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kelainan jantung
saat ini di antaranya adalah infark miokard (MI), hipertensi, diabetes, dan
demam rematik. Juga, perlunya mengetahui riwayat pengobatan dan
kepatuhan pasien. Tinjau kembali tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks
dan EKG sebelumnya. Riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes, stroke
serta kematian dini juga perlu diperhatikan. Untuk merokok, perlu dipastikan
lama dan jumlahnya (1pak/hari untuk 1 tahun) dan konsumsi alkohol.
Sementara itu, pekerjaan akan berkaitan dengan tingkat stress, kurang
bergerak aktif atau tidak.
B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan
dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis
sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah
oksigen mampu mencapai otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai
secara umum yaitu compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
soporokomatous, atau koma.
6
Pemeriksaan Nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang,
dan keadaan pembuluh darah.
Frekuensi jantung normal
Frekuensi jantung
Usia
(denyut/menit)
Bayi 120-160/mnt
Todler 90-140/mnt
Prasekolah 80-110/mnt
Usia sekolah 75-100/mnt
Remaja 60-90/mnt
Dewasa 60-100/mnt
Irama
Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap
denyut nadi atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi
jantung harus dihitung dengan melakukan auskultasi denyut apikal selama
satu menit penuh sambil meraba denyut nadi. Setiap perbadaan antara
kontraksi yang terdengar dan nadi yang teraba harus dicatat. Gangguan irama
(disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara
frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan
frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi
atrium, flutter atrium, kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat
blok jantung.
Kekuatan nadi
Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang
diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem
pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan
nadi tetap sama pada setiap denyut jantung.
tidak ada, tidak dapat dipalpasi
1+ nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
2+ mudah dipalpasi, nadi normal
3+ nadi penuh, meningkat
4+ kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang
Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting
untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
7
Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan
kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi
hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi
perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis,
misalnya, syok jantung.
Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler
sistemik.
Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar
memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian
kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan
cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya
warna pada jari. Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah
perifer yang melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.
Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom.
Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa
dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat
stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.
Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan desaturasi
hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.
Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati
denyutan vena jugularis di leher. Ini merupakan cara memperkirakan tekanan
vena sentral, yang mencerminkan tekanan akhir diastolic atrium kanan atau
ventrikel kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena
jugularis diinspeksi untuk mengukur tekanan vena yang dipengaruhi oleh
volume darah, kapasitas atrium kanan untuk menerima darah dan
mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan untuk
berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner
Teknik :
1. Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai
45 derajat (posisi semi-Fowler)
2. Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal
untuk meluruskan kepala.
3. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena
tidak teregang atau keriting.
4. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali
ke posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai
meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien
8
mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur
jarak vertical antara sudut Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena
jugularis interna yang dapat dilihat.
5. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa
dengan ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris
sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi
sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan
sudut sternal.
6. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih
dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung
kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh
obstruksi.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure
Cardiac” terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di
antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi
jantung .
Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis,
kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan
sempurna, hipertrofi atau dilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan
dengan perabaan.
Ictus Cordis
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan
mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea
medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung.
Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-
tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila
ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran
ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini
disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri
disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal
mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan,
pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium.
Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada
punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher
bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
9
Palpasi
Impuls apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai
denyutan ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula
digunakan untuk mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical
lebar dan kuat, dinamakan sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri.
Dinamakan demikian karena seolah “mengangkat” tangan dari dinding dada
selama palpasi.
PMI abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah
lateral garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel
kiri karena gagal jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu
ruang interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan
gerakan denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya
aneurisma ventrikel.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa
pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai
dengan bising jantung (murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga
dapat di palpasi. Thrill juga dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada
obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis
bila ada penyempitan (stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran
itu terasa, demikian pula lokasinya.
Perkusi
10
Untuk menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke
medial. Batas jantung kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang
interkostal III sampai V. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke
redup relative kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Batas kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.
Pembesaran jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat.
Pada beberapa orang yang dadanya sangat tebal atau obes atau menderita
emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada sehingga bahkan
batas kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.
Auskultasi Jantung
11
- Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung
sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran
bunyi jantung ke dinding dada.
12
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat
kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-
anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada
A – V block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4
disebut presistolik gallop.
Paru
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
1. Takipnea: Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang
mengalami gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
2. Respirasi chyne-stokes: Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat
memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat
berseling dengan periode apnea.
3. Hemoptitis :Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema
pulmo aku
4. Batuk: Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai
pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
5. Krekels: Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring,
belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang
sering mengakibatkan krekels.
6. Mengi: Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru
dapat mengakibatkan mengi.
13
Abdomen
Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran
balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar,
keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler dapat diperiksa
dengan menekan hepar secara kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat
peninggian tekanan vena jugularis sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan
ketidakmampuan sisi kanan jantung menanggapi kenaikan volume.
Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi jantung
yang penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang
harus diselidiki untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan
penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena
ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.
14
Enzim Jantung
Analis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostik,
yang meliputi riwayat, gejala dan ekokardiogram, untuk mendiagnosa infark
miokard. Enzim dilepaskan dari dari sel bila selmengalami cedera dan membrannya
pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu
yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan
dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan
infark. Isoenzim bocor kerongga interstisial miokardium dan kemudian diangkat ke
peredaran darah umum oleh sistem limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan
meningkatkan kadar dalam darah.
Karena enzim yang berbeda dilepaskan kedalam darah pada periode yang
berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim
yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin
kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang dianalisa
untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzimpertama yang
meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada
pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan
mencapai puncaknyapada 2 sampai 3 hari, jauh lebih lambat dibanding CK.
Kimia Darah
Profil lemak, kolesterol total, trigliserida dan lipoprotein diukur untuk
mengevaluasi resiko aterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang
positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterol serum
total yang meningkat diatas 200mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko
penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam
darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL),
yang membawa kolesterol dari sel perifer dan mengangkutnya ke hepar, bersifat
protektif. Sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkut kolesterol ke
sel perifer. Penurunan kadar lipoprotein densitas tinggi dan peningkatan lipoprotein
densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.
Meskipun nilai kolesterol total relatif stabil sampai 24 jam, namun pengukuran profil
lemak total harus dilakukan setelah puasa 24 jam. Stres berkepanjangan dapat
meningkatkan kolesterol total.
Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan infark
miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan
keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia menunjukkan kelebihan
cairan dan hipernatremia menunjukkan kekurangan cairan. Kalsium sangat penting
untuk koagulasi darah dan aktivitas neuromuskuler. Hipokalsemia dapat
menyebabkan perubahan EKG dan disritmia.
15
Kalium seru di pengaruhi oleh fungsi ginjal dan dapat menurun akibat bahan
diuretika yang sering dipergunakan untuk merawat gagal jantung kongestif.
Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat dan
membuat pasien yang mendapat preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas
digitalis dan peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium dan
iritabilitas ventrikel. Hipokalemia dapat mengakibatkan fibrasi ventrikel dan henti
jantung.
Nitrogen urea darah adalah produk akhir metabolisme protein dan
diekskresikan oleh ginjal. Pada pasien jantung, peningkatan BUN dapat
mencerminkan penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau
kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).
Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung
juga menderita diabetes melitus. Glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan
stres akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebabkan konversi glikogen
hepar menjadi glukosa.
(2) Radiologi
Angiografi
jantung biasanya dilakukan barsama angiografi, suatu
tekhnik memasukkan media kontras kedalam sistem pembuluh darah
untukmenggambarkan jantung dan pembuluh darah.Bila hanya satu kamar
jantung atau pembuluh darah tertentu yang dipelajari,maka prosedur ini
dinamakan angiografi selektif.Angiografi menggunakan sineangiogram,satu seri
film atau gambar hidup pada layar fluoroskopi yang diperkuat yang mencatat
perjalanan media kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah.Pencatatan
informasi tersebut memberi perbandingan berbagai informasi dari waktu
kewaktu.
Empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif ialah
aorta,arteri koroneria,dan sisi kanan serta kiri jantung.
Aortagrafi
Aortogram adalah yang menggambarkan lumen aorta dan arteri utama yang
muncul darinya.Pada aortagrafi thorak media kontras digunakan untuk
mempelajari arkus oarta dan cabang-cabang besarnya.Biasanya digunakan
pendekatan translumbal atau retrogad brakhial atau femoral.
Arteriografi koroner
Kateter radiopak dimasukan ke arteri brakhial kanan atau kiri atau arteri
femoralis dan didorong ke aorta asendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang
dituju dengan bantuan fluoroskopi.Arteriografi koroner digunakan untuk
16
mengevaluasi derajat aterosklerosis dan untuk menentukan cara
penagananya.Juga digunakan untuk mempelajari adanya kecurigaan anomali
kongenital arteri koronaria.
(3) Elektrokardiografi
Elektrokardiogram (EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang
disadap dari berbagai sudut pada permukaan kulit.
EKG dicatat sebagai garis-garis pada selembar kertas atau gambaran visual di
layar osiloskop. Untuk mempermudah interpretasi EKG, maka data mengenai umur
pasien, jenis kelamin, tekann darah tinggi, berat badan, gajala dan pengobatan
(terutama digitalis dan bahan antidirismia) harus ditulis pada surat permintaan EKG.
Eektrokardiografi terutama sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi yang
berbeda dibanding fungsi normal,seperti gangguan kecepatan dan irama, gangguan
hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung, adanya infark miokard, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas listrik
miokardium, jika dianalisa secara akurat. Gelombang EKG dicatat diatas kertas
grafik. Waktu atau frekuensi diukur pada sumbu horizontal grafik, dan amplitudo
atau voltase diukur pada sumbu vertikal. Gelombang EKG menggambarkan fungsi
sistem hantaran jantung, yang normalnya memulai dan menghantarkan aktivitas
listrik.
EKG tersusun dari berbagai gelombang meliputi gelombang P, kompleks
QRS, gelombang T, segmen ST, interval PR, dan mungkin gelombang U
Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi
2,5 atau kurang dan durasinya 0,11 detik atau kurang.
Defeksi negatif setelah gelombang P adalah gelombang Q, yang normalnya
berdurasi kurang dari 0,03 detik dan amplitudonya kurang dari 25% gelombang R,
defeksi pertama setelah gelombang P adalah gelombang R sedangkan gelombang S
adalah defeksi negatif pertama setelah gelombang R
Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang R bila tak ada
gelombang Q, diakhiri oleh gelombang S) menggambarkan depolarisasi otot
ventrikel. Kompleks QRS normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika
gelombangnya secara ventrikel kurang dari 5mm, maka ditulis dengan huruf kecil
(q,r,s) bila gelombangnya secara ventrikel lebih besar dari 5mm, ditulis dengan huruf
besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS memiliki ketiga gelombang tadi.
Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel. Gelombang ini
mengikuti kompleks QRSdan biasanya mempunyai defleksi yang sama dengan
kompleks QRS.
Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat purkinje tetapi
kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan hipokalemia (kadar kalium rendah).
17
Gelombang U terjadi setelah gelombang T dan kurang lebih ukurannya sama dengan
gelombang P. Gelombang ini sering disalah artikan sebagai gelombang P ekstra.
Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung
dari akhir gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya isoelektrik
(tanpa variasi potensial listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai
oksigen ke jantung (iskemia).
Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan
gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi
atrium dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel. Pada
orang dewasa, interval PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.
Interval QT, yang menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisai
ventrikel, diukur dari awal gelombang Q, atau R. Jika tidak ada gelombang Q,
diakhiri dengan gelombang T. Iterval QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung,
biasanya kurang dari interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R sampai
awal gelombang R berikutnya), dan biasanya durasinya 0,32 sampai 0,40 detik
apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95 denyut per menit.
18
Gambar. Kertas EKG
19
MODUL II
PEMERIKSAAN PITTING EDEMA
A. Definisi
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan
paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema
(Brunner and Suddarth, 2002).
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih
dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan
gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan
interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi,
misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga
peritoneal dinamakan asites. (Syarifuddin, 2001).
B. Tujuan
Mengetahui ada tidaknya gangguan mengenai kadar protein (albumin) dalam
darah
Mengetahui fungsi pompa jantung
Mengetahui ada tidaknya sumbatan pembuluh darah, atau pembuluh limfe,
penyakit liver dan ginjal kronis
Mengetahui keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa seseorang.
20
C. Langkah-Langkah Dalam Melakukan Pitting Edema
a. Langkah-langkah
1. Ucapkan salam.
2. Inspeksi daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.
3. Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu
jari dan amati waktu kembalinya.
b. Penilaian
o Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
o Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
o Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
o Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
21
terlokalisir. Keduanya dapat merupakan konsekuensi dari obstruksi vena atau
limfatik lokal, seperti pada penyakit inflamasi atau neoplasma.
Apabila edema terjadi generalisata, yang harus ditentukan pertama kali
adalah : apakah terdapat hipoalbuminemia yang serius, misanya serum albumin < 2,5
gr/L. Jika ada, maka anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis, dan data laboratorium
lainnya akan membantu dalam evaluasi penyakit yang mendasari seperti sirosis,
malnutrisi berat, gastroenteropati dengan kehilangan protein, atau sindroma nefrotik.
Apabila tidak terdapat hipoalbuminemia, harus ditentukan apakah ada bukti gagal
jantung kongestif sebagai pencetus edema generalisata. Akhirnya, harus ditentukan
apakah pasien mengeluarkan urine dalam jumlah adekuat, atau apakah terdapat
oliguria yang signifikan, atau bahkan anuria.
22
MODUL III
A. Definisi
Capillary Refill Test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupa
nsirkulasi seorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan
dengankuat oleh ujung jari sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan hingga
kulittersebutkembalinormal warnanya menunjukkan waktu pengisian kapiler.Pengisi
an kapiler normal memakan waktu sekitar 2 detik
Capillary Refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang
kosong. Hal ini dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung.
Mencegah
refluks vena, menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan
mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan
dilepaskan. Waktu isi ulang yang normal adalah kurang dari 2 detik. Pada bayibaru
lahir, pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan sternum selama lima
detikdenganjari atau ibu jari, dan mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna
kulit kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas untuk pengisian
kapiler pada bayibarulahiradalah 3 detik. Capillary Refill Time (CRT)adalah
indikasi umum dari dehidrasi danpenurunan perfusi perifer. pada umumnya tes ini
dapat sangat bervariasi antara pasien beberapa pasien, oelh karenanya tidak
boleh diandalkansebagaiukurandiagnostikuniversal. Meskipun demikian,pemeriksaa
n ini
sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke ek
stremitas
Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFTdalam Pediatrik) sering disebut
sebagai tes kuku pucat.Sumber : Perubahan sirkulasi kapiler dapat dievaluasi dengan
memeriksa kulit dan selaput lendir (panas, warna, kelembaban, petechie). Perubahan
tekanan (hidrstatis, onkotis dan osmotis) dapat mengakibatkan perubahan turgor
jaringan disekitarnya dan dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya
penurunan elastisitas kulit. Selain itu dapat pula mengakibatkan terjadinya odema
kulit dan timbunan cairan dalam rongga-rongga tubuh. Untuk mengevaluasi waktu
23
pengisian kembali kapiler dapat dilakukan dengan membalik bibir atas dan menekan
selaput lendirnya dengan jari.Secara fisiologis, dalam waktu kurang dari 3 detik
darah akan kembali mengisi kapiler dan Universitas Gadjah Mada 5
Farna selaput lendir tersebut kembali ke warna semula. Waktu pengisian
kapiler ini akan menjadi panjang akibat gangguan sirkulasi (kelelmahan sirkulasi,
tekanan darah turun) dan menjadi lebih pendek bilamana terjadi peningkatan tekanan
darah.
Penilaian :
1 - 2 detik adalah normal
2 - 4 detik adalah sedang sampai miskin
Lebih dari 4 detik darurat
Kurang dari 1 detik darurat
24
C. Pada pasien apa dilakukan
1. Pasien dehidrasi
2. Pasien penurunan perfusi jaringan
Pengisian kapiler,
Proses dimana pengembalian darah ke sebagian dari sistem kapiler setelah
suplai darah telah terputus sebentar. Kapiler refill diuji dengan menekan kuat
pada kuku dan memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk darah untuk
kembali setelah tekanan dilepaskan. Pada orang normal dengan curah jantung
yang baik dan perfusi digital, kapiler refill harus memakan waktu kurang dari 3
detik. Sebuah waktu lebih dari 3 detik dianggap sebagai tanda sirkulasi digital
lamban, dan waktu dari 5 detik dianggap abnormal.
25
Capillary nail refill test
Tes pucat kuku, juga disebut tes pengisian kapiler kuku, dilakukan pada kuku
sebagai indikator perfusi jaringan (jumlah aliran darah ke jaringan) dan dehidrasi.
26
MODUL IV
PEMERIKSAAN ALLEN TEST
(Pemeriksaan Analisa Gas Darah)
Pemeriksaan allen test adalah tes yang digunakan dalam pengobatan sebelum
pengumpulan gas darah arteri untuk menentukan potensi normal dari arteri ulnaris
Proses Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat,
saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja,
kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-
data laboratorium lainnya.
1. Tujuan
Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
2. Indikasi
Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Pasien deangan edema pulmo
Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
Infark miokard
Pneumonia
Klien syok
Post pembedahan coronary arteri baypass
Resusitasi cardiac arrest
27
Klien dengan perubahan status respiratori
Anestesi yang terlalu lama
3. Persiapan alat
Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan
nomor 20 atau 21 untuk dewasa
Heparin
Yodium-povidin
Penutup jarum (gabus atau karet)
Kasa steril
Kapas alkohol
Plester dan gunting
Pengalas
Handuk kecil
Sarung tangan sekali pakai
Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
Wadah berisi es
Kertas label untuk nama
Thermometer
Bengkok
28
18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin,
kemudian diusap dengan kapas alkohol
19. Berikan anestesi lokal jika perlu
20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian
kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila
darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10
menit
25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien
29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang
digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan
darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan
membutuhkan waktu yang lama)
32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
29
MODUL V
INTERPRESTASI ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
30
gelombangnya secara ventrikel kurang dari 5mm, maka ditulis dengan huruf
kecil (q,r,s) bila gelombangnya secara ventrikel lebih besar dari 5mm,
ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS memiliki
ketiga gelombang tadi.
- Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel. Gelombang ini
mengikuti kompleks QRSdan biasanya mempunyai defleksi yang sama
dengan kompleks QRS.
- Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat purkinje
tetapi kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan hipokalemia (kadar
kalium rendah). Gelombang U terjadi setelah gelombang T dan kurang lebih
ukurannya sama dengan gelombang P. Gelombang ini sering disalah artikan
sebagai gelombang P ekstra.
- Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung
dari akhir gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya
isoelektrik (tanpa variasi potensial listrik), dan dianalisa untuk mencari
tanda penurunan suplai oksigen ke jantung (iskemia).
- Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan
gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk
depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum
depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa, interval PR normalnya berdurasi
antara 0,12 sampai 0,20 detik.
- Interval QT, yang menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisai
ventrikel, diukur dari awal gelombang Q, atau R. Jika tidak ada gelombang
Q, diakhiri dengan gelombang T. Iterval QT bervariasi sesuai dengan
frekuensi jantung, biasanya kurang dari interval RR (diukur dari permulaan
satu gelombang R sampai awal gelombang R berikutnya), dan biasanya
durasinya 0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai
95 denyut per menit.
31
A. Pada pasien apa dilakukan EKG:
1. Gangguan Aritmia or dysritmia (aritmia = dysritmia)
2. Jantung ischemia
3. Myocardiac Infarction
4. Hypertrophy Otot jantung ( untuk otot ventrikel), Dilatasi otot jantung (untuk
otot atrium)
5. Gangguan keseimbangan elektrolit
6. Efek obat-obatan
7. Fungsi pacu jantung
8. Dan lain-lain
B. Tujuan
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk menilai kerja jantung, apakah normal atau
tidak normal. Beberapa hal yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG
adalah:
Laju (kecepatan) denyut jantung
Ritme denyut jantung
Kekuatan dan “timing” sinyal listrik saat melewati masing-masing bagian
jantung
32
Pemasangan EKG
Pembagian lead pada EKG terbagi menjadi 3 kelompok yang terdiri atas 12 lead:
1. Bipolar lead/standar I,II,III
Lead I : Beda potensial tangan kiri dan tangan kanan.
: Tangan kanan positif, tangan kiri negatif.
Lead II : Beda potensial kaki kiri dan tangan kanan.
: Kaki kiri positif, tangan kanan negatif.
Lead III : Beda potensial kaki kiri dan tangan kiri.
: kaki kiri positif, tangan kiri negatif.
33
aVR : Positif pada tangan kanan, berarti negatif pada tangan kiri dankaki
kiri.
aVL : Positif pada tangan kiri, berarti negatif pada tangan dan kaki kiri.
aVF : Positif pada kaki kiri, berarti negatif pada tangan kanan dan kiri.
C. Persiapan Alat
1. Mesin EKG yang dilengkapi:
3 set kabel (kabel listrik, ground, kabel pasien)
4 elektroda ekstremitas dan manset (plat antikarat)
6 buah elektroda prekardial dengan balon pengisap
2. Gel elektroda
3. Kasa lembap
34
4. Tisu
D. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Siapkan mesin pencatat EKG dengan meletakkannya disisi tempat tidur,
kemudian mesin hubungkan dengan sumber listrik, ground dan power di ON-kan.
3. Bagian elektroda ekstremitas dipasang diolesi gel atau kasa lembap antara
elektroda dan kulit pasien, kemudian hubungkan sadapan ekstremitas pada
lempeng elektroda yang sesuai pada setiap kabel dengan memperhatikan tanda
dan warna kabel (merah= tangan kanan, kuning =tangan kiri, hitam= kaki
kanan, hijau= kaki kiri).
4. Bagian dada yang akan dipasangi elektroda diolesi gel elektroda dan tentukan
llokasi pemasangan, kemudian hubungkan sadapan pada bagian dada yang
lokasinya telah ditentukan. Pasang kabel sesuai tanda atau warnanya V1-V6
(dengan cara menekan bagian balon dan tempelkan pada kulit pasien).
5. Mulailah pelaksanaan perekaman (mulai lead I,II,III,AVL,AVR,AVF,V1-V6).
6. Setelah perekaman selesai, lepas semua kabel.
7. Bersihkan gel dari kulit pasien dengan menggunakan tisu.
8. Bersihkan elektroda dari gel yang masih menempel
9. Cuci tangan.
35
MODUL VI :
PEMERIKSAAN CENTRAL VENA PRESSURE (CVP)
36
dada. Bila digunakan aksis flebostatik, CVP dapat diukur dengan tepat dengan
pasien dalam posisi telentang dan kepala ditinggikan sampai 45 derajat. CVP normal
dalah 4 sampai 10 cm H2O. Komplikasi paling sering pada pemantauan CVP adalah
infeksi dan embolisme udara.
Pengukuran tekanan vena central (CVP) adalah teknik pemantauan
dengan mengukur tekanan dalam pembuluh vena yang besar (vena kava superior)
atau atrium kanan, melalui kateter yang dihubungkan dengan manometer. Hasil
pengukuran digunakan untuk menilai fungsi sirkulasi, volume darah, dan kebutuhan
penggantian cairan.
1. Tujuan
1. Sebagai pedoman untuk penggantian cairan pada pasien dengan kondisi
penyakit serius
2. Memperkirakan kekurangan volume darah
3. Menentukan tekanan dalam atrium kanan dan vena sentral
4. Mengevaluasi kegagalan sirkulasi.
5. Mengetahui adanya gangguan pada jantung (khususnya jantung kanan)
2. Lokasi Vena untuk Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral
1. Vena subclavia
2. Vena jugularis eksterna/interna
3. Vena basilica media
3. Indikasi
1. Pasien dengan trauma berat sehingga terjadi perdarahan banyak, syok
2. Pasien dengan operasi besar (open heart, trepanasi)
3. Pasien dengan kelainan ginjal (gagal ginjal akut, oliguria dengan penyebab
yang tidak jelas).
4. Pasien dengan gagal jantung
5. Pasien dengan transfusi besar (transfusi masif)
6. Pasien dengan terapi cairan hipertonis
37
Nilai Normal Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral
Dalam mmHg: 3-8 mmHg
3-11 mmHg
Dalam cmH2O: 4-11 cmH2O
4-15cmH2O
5. Persiapan Alat
1. Skala pengukur (manometer)
2. Selang penghubung (manometer line)
3. Waterpass
4. Set infus dan cairan yang akan dipakai (NaCl 0,9%)
5. Stopcock atau keran 3-4 cabang (three way)
6. Standar infus
7. Plester
8. Baki beralas (untuk menempatkan semua alat)
6. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1. Informed conset (perkenalan nama, jelaskan tujuan pelaksanaan,
kemungkinan yang terjadi saat tindakan, dan waktu pelaksanaan)
2. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
3. Berikan privasi pada pasien
7. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Dengan menggunakan waterpass, tentukan titik nol sesuai dengan tinggi
atrium kanan atau sejajar dengan ICS 2-3 mid-aksila.
3. Hubungkan set infus dengan manometer CVP
4. Hubungkan cairan infus dengan selang penghubung (manometer line) dan
stopcock three way.
5. Tempetkan skala pengukuran (manometer) sejajar tegak lurus dengan titik
nol yang telah ditentukan.
6. Stopcock atau keran infus yang ke arah pembuluh darah (jantung) ditutup,
kemudian cairan dialirkan ke dalam manometer dengan perlahan sampai
batas 20-25 cmH2O
7. Setelah manometer terisi cairan, tetesan infus distop dan putar stopcock
sehingga cairan dari manometer mengalir ke arah pembuluh (jantung).
38
8. Amati fluktuasi cairan yang terdapat pada manometer dan catat angka
dimana cairan bergerak stabil (sampai cairan tidak turun lagi). Angka yang
ditunjukkan pada permukaan air adalah nilai CVP.
9. Putar stopcock ke arah semula agar cairan mengalir dari botol infus ke arah
pembuluh darah (jantung). Atur tetesan infus seperti semula.
10. Rapikan peralatan
11. Cuci tangan
2. Penilaian CVP
Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati infus lancar
atau tidak
Penderita terlentang
Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi -
> jaga jangan sampai cairan keluar
Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan
masuk ke tubuh penderita
Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama
nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi)
Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP
Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O
Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP
NILAI CVP
Nilai rendah : < 4 cmH2O
Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
Nilai tinggi : > 15 cmH2O
39
PENILAIAN CVP DAN ARTI KLINISNYA
CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya
adalah sebagai berikut :
1. CVP rendah (< 4 cmH2O)
Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik
Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik
40
41
MODUL VII :
PEMERIKSAAN JUGULARIS VENA PRESSURE (JVP)
A. DEFINISI
Jugular venous pressure(JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan
sistem vena yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan vena
jugularis merupakan tindakan mengukur besarnya jarak pertemuan dua sudut antara
pulsasi vena jugularis dan sudut sternum tepatnya di Angle of Louis yang berguna
untuk mengetahui tentang fungsi jantung klien.
Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan denganmetode
non-invasif dengan menggunakan vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti
sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini
kira- kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke
bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris. Vena jugularis tidak terlihat pada
orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihatmpada posisi berbaring di
sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus. VP yang meningkat adalah
tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat
dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh
lebih tinggi daripada normal.
B. INDIKASI
Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat tanda
permasalahan atau kegagalan jantung pada seorang klien, seperti hipertrofi
ventrikel kanan, stenosis katup trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi
pulmonal, inkompetensi katup trikuspid, tamponade jantung, perikarditis, dan
masalah jantung lain (Gray, 2002).
42
Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat
penting diketahui.
Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena
perifer tidak adekuat
Pasien dengan distensi unilateral
Pasien dengan trauma mayor
Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes
laboratorium
Pasien yang diberi cairan IV secara cepat;
C. ALAT-ALAT
1. Penggaris sentimeter 2 buah
2. Bantal 1 buah
3. Senter
4. Bed pasien
D. PROSEDUR/LANGKAH KERJA
a. Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30 – 45 derajat
(posisi semi Fowler).
b. Gunakan bantal untuk meluruskan kepala. Hindari hiperekstensi atau fleksi
leher untuk memastikan bahwa vena tidak teregang.
c. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Ketika posisi klien telentang,
tinggi pulsasi mulai meningkat di atas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di
saat klien mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan
mengukur jarak vertical antara sudut Angle of Louis dan tingkat tertinggi
titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat terlihat.
d. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan
ujung area pulsasi di vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter
dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur
dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternum.
e. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari
2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan.
Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
43
MODUL VIII :
IMPLIKASI KEPERAWATAN PADA PEMBEDAHAN GANGGUAN
KARDIVASKULER
Sebelum mengikuti kegiatan praktik ini, pastikan bahwa anda telah memahami
konsep konsep dasar anastesi pada pembesaaran aorta yang sudah dipelajari pada
modul pembelajaran asuhan keperawatan pada pembesaran aorta. Anda juga
diharapkan telah memahami tehnik anastesi pada pembesaran aorta.
Kegiatan praktik klinik 7 ini akan memberikan pengalaman kepada anda tentang
bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada kasus pembesaran aorta.
Setelah mengikuti kegiatan praktik klinik 7 (unit 7) ini diharapkan anda mampu :
1. Konsep medis penyakit pembesaran aorta (aortic aneurysm) dan anestesi
2. Konsep asuhan keperawatan anestesi
URAIAN MATERI
1. Implikasi Keperawatan Anestesi pada Gangguan Jantung
PERTIMBANGAN ANESTHETIC
1) Pra Anestesi
Tujuannya adalah untuk mengurangi kecemasan dan dengan demikian
stimulasi simpatik, yang sebaliknya dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard, menyebabkan iskemia. Benzodiazepin (mis., Midazolam) dan / atau
narkotika dapat diberikan untuk sedasi pra operasi dan amnesia. Nitrogliserin
juga dapat diberikan secara profilaksis untuk mengoptimalkan aliran darah
koroner. Pedoman disertakan berdasarkan apakah pasien memiliki fungsi LV
yang baik atau buruk
2) Intra Anestesi
Cegah kejadian intraoperatif yang mempengaruhi keseimbangan antara
pasokan dan permintaan oksigen miokard.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pasokan dan Permintaan Oksigen
44
DECREASE OXYGEN SUPPLY INCREASED OXYGEN
DEMAND
Decreased cerebral blood flow sympathetic stimulation
Thacikardi thacikardi
Increased diastolic pressure increased systolic pressure
Increased Pa co2 increased miokardial contractility
Cronari arteri spasm increased afterload
Decreased Cao2,anemia,Pa co2
Increased preload
3) Induksi Anestesi
Sebagian besar obat induksi dapat diterima, asalkan diberikan dengan hati-
hati. Laringoskopi dan waktu intubasi harus dijaga minimal (kurang dari 15
detik) untuk mengurangi stimulasi simpatis dan merusaknya efek.
Jika hipertensi ada pada pasien sebelum anestesi, obat-obatan berikut dapat
digunakan untuk memfasilitasi induksi yang lancar dan bebas stres:
• Lidokain: 1 hingga 2 mg / kg intravena 90 detik sebelum laringoskopi
• Nitroprusside: 1 hingga 2 mcg / kg intravena 15 detik sebelum laringoskopi
• Esmolol: 100 hingga 300 mcg / kg intravena sebelum induksi
• Fentanyl: 1 hingga 3 mcg / kg intravena selama induksi
4) Pemeliharaan Anestesi
45
Sangat penting untuk mengidentifikasi apakah pasien memiliki fungsi LV
normal atau buruk. Pada pasien dengan fungsi LV normal, penting untuk
menghindari takikardia dan hipertensi selama periode stimulasi intens
(laringoskopi dan sayatan bedah). Anestesi yang mudah menguap akan
meminimalkan peningkatan aktivitas simpatis dan kebutuhan oksigen.
Memasukkan nitro oksida dengan agen inhalasi atau sendirian sebagai bagian
dari teknik nitro oksida / opioid juga dapat diterima. Teknik narkotika dosis
tinggi dengan tambahan anestesi volatil untuk mengatasi peningkatan
tekanan darah yang tidak diinginkan adalah efektif. Pada pasien dengan
fungsi LV yang buruk, agen yang mengendapkan depresi miokard tidak
dianjurkan. Opioid adalah agen pilihan, dengan anestesi volatil dosis rendah,
nitro oksida, dan benzodiazepin ditambahkan sesuai kebutuhan.
5) Relaksasi Otot
Beberapa relaksan otot nondepolarisasi dapat digunakan. Relaksan kerja-
menengah (vecuronium, cisatracurium) telah digunakan dengan sukses,
seperti halnya relaksan yang bekerja lebih lama (pancuronium). Pilihan
relaksan dapat ditentukan oleh efek potensinya pada detak jantung, lamanya
prosedur, rencana kemunculan (yaitu, apakah pasien akan diberi ventilasi
mekanis pasca operasi, atau apakah "pelacakan cepat" dipertimbangkan?),
Dan biaya. Pancuronium dapat menyebabkan peningkatan dosis jantung yang
bergantung pada dosis (yang berpotensi menyebabkan iskemia miokard);
Namun, itu juga dapat digunakan untuk mengimbangi bradikardia yang
terjadi ketika narkotika dosis tinggi digunakan.
6) Reverse
Obat antikolinesterase (piridostigmin, neostigmin) dan antikolinergik
(atropin, glikopirrolat, dan skopolamin) dianggap aman. Banyak dokter lebih
suka glikopirrolat karena kecenderungannya mempertahankan detak jantung
yang agak "normal" ketika digunakan dalam kombinasi dengan anti-
cholinesterase.
E. Pasca Anestesi
46
Pemeliharaan dinamika jantung normal (tekanan darah dan detak jantung),
oksigen arteri normal dan tekanan karbon dioksida, dan penghilang rasa sakit
yang memadai sangat penting untuk mencegah stimulasi simpatik dan
efeknya yang merusak pada pasokan dan permintaan oksigen miokard.
Anestesi umum adalah teknik yang disukai untuk prosedur bedah besar yang
melibatkan pasien dengan AS karena kemampuan untuk memanipulasi parameter
hemodinamik, terutama tekanan darah diastolik.
Blok saraf pusat (spinal atau epidural) harus digunakan dengan sangat hati-
hati, karena penurunan tekanan darah yang drastis terkait dengan simpatektomi
menurunkan SVR. Anestesi epidural menawarkan keuntungan terjadinya
fasodilatasi secara lambat.
47
1) Pemantauan dan Premedikasi
Selain pemantauan intraoperatif standar, pemantauan invasif lengkap
mungkin diperlukan untuk pasien dengan gangguan vaskuler , bahkan untuk
prosedur rutin. Setiap perubahan signifikan dalam variabel hemodinamik
dasar (mis., HR, irama jantung, LVEDV, CPP) dapat dengan cepat
menyebabkan kemunduran miokard yang ireversibel. Kompleksitas
modalitas pemantauan hemodinamik tergantung pada status fisik pasien,
tingkat keparahan AS, luasnya prosedur bedah, dan kemampuan penyedia
anestesi untuk menggunakan dan memengaruhi nilai hemodinamik.
Kriteria absolut untuk pemantauan invasif intraoperatif untuk pasien dengan
gangguan vaskuler masih kontroversial. Namun, penilaian klinis,
pengalaman, dan kemampuan untuk menggunakan kateter arteri paru secara
tepat harus dipertimbangkan sebelum implementasi.
2) Pemeliharaan Anestesia
Agen induksi yang biasa digunakan dapat digunakan dengan hati-hati untuk
menghindari hipotensi berat. Intubasi trakea dapat dilakukan dengan relaksan
otot yang tersedia. Namun, kehati-hatian harus dilakukan untuk menghindari
pelepasan histamin, karena situasi ini secara dramatis dapat meningkatkan
SDM. Pemeliharaan anestesi dapat dilakukan dengan menggunakan agen
volatil bercampur dengan nitro-oksida, opiat, atau keduanya. Efek
kardiovaskular yang merugikan dari agen volatil harus dipertimbangkan
sebelum obat ini digunakan. Konsentrasi zat inhalasi yang lebih tinggi
menghasilkan derajat depresi miokard dan vasodilatasi yang lebih besar.
Agen yang mudah menguap harus digunakan dengan sangat hati-hati, karena
efek depresan miokard dapat merusak pada pasien dengan gangguan fungsi
ventrikel. Penggunaan agen berbasis opioid dosis tinggi (fentanil, 50 hingga
100 mcg/kg, atau sufentanil, 5 hingga 30 mcg/kg) adalah pendekatan anestesi
alternatif yang dapat membantu mencapai stabilitas kardiovaskular dengan
tidak menyebabkan jumlah yang signifikan dari depresi miokard. Kombinasi
agen inhalasi dan narkotika telah digunakan dengan aman untuk memberikan
48
anestesi bagi pasien dengan AS. Meskipun teknik anestesi yang dipilih,
pengobatan segera dan agresif dari perubahan yang merugikan yang terjadi
pada HR dan ritme, SVR, tekanan darah, dan LVEDV adalah yang terpenting
jika hasil anestesi yang sukses harus dicapai pada pasien AS
49
DAFTAR PUSTAKA
50