I. Judul
Satuan Pemetaan Lahan
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep satuan
bentuklahan dan satuan lahan.
2. Mahasiswa dapat membuat peta satuan bentuklahan dan satuan lahan.
V. Dasar Teori
Lahan (land) atau sumberdaya lahan (land resources) menurut Sitorus
(2000) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan tanah. Dalam hal ini tanah juga mengandung pengertian ruang
atau tempat. Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya alam diperlukan
dalam setiap kehidupan.
1. Satuan Bentuklahan
Bentuklahan (landform) adalah suatu bagian dari bentuk permukaan bumi
yang mempunyai karakteristik tertentu dan dihasilkan dari satu atau gabungan
beberapa proses geomorfik dalam kurun waktu tertentu,sedangkan proses
geomorfik (geomorphic processes) adalah suatu proses alami, baik fisik atau
kimiawi, yang mampu merubah bentuk permukaan bumi (Thornbury, 1954).
Topografi yang dipertimbangkan untuk mengetahui bentuklahan dalam evaluasi
lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas
permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan
bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut
berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan
temperatur udara dan radiasi matahari.
Satuan bentuklahan (landform unit) adalah komponen spasial yang
memiliki suatu proses geomorfologi yang dominan serta hubungan proses
pembentukan yang spesifik (Schmidt and Preston, 2003).
Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh manusia adalah dengan
memanfaatkan lahan yang ada secara optimal dengan cara menyesuaikan
penggunaan lahannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi tanpa
mengurangi tingkat kesuburannya yang dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya (Mardiyanah, 2005).
2. Satuan Lahan
Satuan lahan adalah suatu wilayah dari lahan yang mempunyai kualitas
dan karakteristik lahan yang khas dan dapat ditentukan batasnya pada peta
(FAO, 1976). Penggunaan satuan lahan ini didasarkan atas beberapa faktor
yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut apabila digabung dalam satu satuan
lahan akan menjadi karakteristik yang membedakan dengan satuan lahan yang
lain. Faktor-faktor tersebut meliputi bentuk lahan, tanah, kemiringan lereng dan
penggunaan lahan.
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,
misalnya: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, drainase,
tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut,
KTK, kejenuhan basa, pH, salinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya
erosi, genangan/ banjir, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.
Karakteristik lahan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan
lingkungannya diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan
uraiannya, peta/ data iklim dan peta topografi/ elevasi. Setiap satuan peta lahan/
tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/ atau pemetaan sumber daya
lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan
fisik lingkungan dan tanahnya.
V1.VI.LU.TB
Gambar 1. Penamaan satuan lahan berdaasarkan hasil tumpang tindih peta-peta dasar
I. Judul
II. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan penilaian kemampuan lahan.
2. Mahasiswa mampu menilai penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan
lahannya.
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk
tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji
(Sofyan dkk, 2007). Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau
arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Evaluasi lahan merupakan
kelanjutan dari kegiatan pemetaan sumberdaya lahan, karena data hasil survei dan
pemetaan sumberdaya lahan masih sulit digunakan oleh pengguna untuk suatu
perencanaan tanpa dilakukan kajiannya bagi keperluan tertentu. Kegunaannya
untuk berbagai tingkat perencanaan ditentukan oleh tingkat pengamatan atau tingkat
survei sumberdaya lahan.
a. Iklim
Komponen iklim yang paling mempengaruhi lahan adalah temperatur dan
curah hujan. Temperatur akan mempengaruhi karakteristik tumbuh tanaman dan
juga pada perencanaan pada bidang non-pertanian. Air akan tersedia banyak bila
pada daerah yang mempunyai iklim basah dan curah hujan akan terbatas pada
daerah yang agak basah, agak kering, dan kering.
Peruntukkan lahan sangat terkait dengan kerusakan tanah oleh erosi dan
faktor lereng adalah faktor yang paling berpengaruh besarnya erosi dan aliran
permukaan. Klasifikasi kecuraman lereng, kepekaan erosi, dan kepekaan erosi
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah berpengaruh terhadap kapasitas tanah menahan air dan
permeabilitas tanah, serta sifat fisik dan kimia tanah yang lain (Arsyad, 1989).
e. Permeabilitas
Tabel 6 Tabel Klasifikasi Permeabilitas Tanah untuk Kemampuan Lahan
Permeabilitas Keterangan Kelas
< 0.5 cm/jam Lambat P1
0.5-2 cm/jam Agak lambat P2
2-6.25 cm/jam Sedang P3
6.25-12.5 cm/jam Agak Cepat P4
> 12.5 cm/jam Cepat P5
(Sumber : Arsyad, 1989)
f. Drainase
Tabel 7 Tabel Klasifikasi Drainase Tanah untuk Kemampuan Lahan
Drainase Keterangan Kelas
Air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan
Berlebihan d0
oleh tanah sehingga tanaman akan segera kekurangan air
h. Ancaman Banjir
Tabel 10 Tabel Klasifikasi Ancaman Banjir
Banjir Keterangan Kelas
Dalam periode 1 tahun, tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu
Tidak Pernah O0
lebih dari 24 jam
Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur
Jarang O1
dalam periode kurang dari satu bulan
Selama waktu satu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur Kadang-
O2
tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam kadang
Selam waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda
Sering O3
banjir yang lamanya lebih dari 24 jam
Selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara Sangat
O4
teratur yang lamanya lebih dari 24 jam sering
i. Salinitas
Salinitas merupakan kandungan garam larut atau hambatan listrik ekstrak
dalam tanah.
Gambar 1. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan
Kelas
Cagar Hutan Penggem Penggem Pengge Garapan Garapan Garapan Garapan
Kemampuan
Alam / Produksi balaan balaan mbalaan Terbatas Sedang Intensif Sangat
Lahan
Hutan Terbatas Terbatas Sedang Intensif Intensif
Lindung
Kesesuaian dan Pilihan Penggunaan
I
Hambatan/ Ancaman Meningkat,
II
III
Berkurang
IV
V
VI
VII
VIII
(Sumber : Brady, 1974 dalam Arsyad, 1989)
V. Langkah Kerja
litologi
tanah Parameter
kemampuan
tingkat erosi
lahan
kedalaman tanah
Metode Matching Metode Scoring
permeabilitas
Pembobotan
banjir Metode Aritmatik Penskoran
drainase Metode Weight Pengharkatan
kepekaan erosi Factor
Metode Subyektif Kelas Interval
KESESUAIAN LAHAN
I. Judul
II. Tujuan
1. Kesesuaian Lahan
FAO (1976) menggunakan tiga kelas dalam Ordo S dan dua kelas dalam
Ordo N. Orde S memiliki 2 kelas, antara lain :
a. Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable) yaitu lahan tidak mempunyai
pembatas yang berat atau kurang berarti untuk suatu pengunaan yang
lestari.
b. Kelas S2 : cukup sesuai (moderately suitable) yaitu lahan mempunyai
pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas lahan.
c. Kelas S3 : hampir sesuai (marginally suitable) yaitu lahan yang mempunyai
faktor pembatas yang sangat berat atau serius untuk suatu penggunaan
tertentu yang lestari.
V. Langkah Kerja
Kesesuaian Lahan Pertanian
a. Menentukan tanaman pertanian yang akan dikaji, dalam hal ini sebagai
contoh adalah tanaman padi sawah, jagung, dan ketela pohon.
b. Membuat tabel yang berisi atribut satuanlahan sebagai tahap awal dalam
klasifikasi kesesuaian lahan.
c. Mengklasifikasikan data-data atribut satuanlahan yang ada dengan tabel
penggolongan kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing tanaman
pertanian. Dalam hal ini bisa menggunakan salah satu dari metode matching
menggunakan metode subjective matching atau weight factor matching.
d. Mengelompokkan masing-masing satuanlahan sesuai dengan tingkat
kesesuaianya terhadap maksud peruntukan sampai faktor penghambat yang
paling dominan.
e. Menganalisis dan menyajikan hasil dari klasifikasi kesesuaian lahan kedalam
bentuk peta, grafik, dan tabel.
f. Melakukan kajian dan pembahasan.
a. Menentukan tujuan dari klasifikasi lahan untuk non pertanian dalam hal ini
misalnya untuk tempat tinggal dan jalan.
b. Membuat tabel yang berisi atribut satuanlahan sebagai tahap awal dalam
klasifikasi kesesuaian lahan untuk non pertanian.
c. Mengklasifikasikan data-data atribut satuanlahan yang ada dengan tabel
penggolongan kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing kesesuaian
tempat tinggal dan jalan. Dalam hal ini bisa menggunakan salah satu dari
metode matching menggunakan metode subjective matching atau weight
factor matching.
d. Mengelompokkan masing-masing satuanlahan sesuai dengan tingkat
kesesuaianya terhadap maksud peruntukan sampai dengna faktor
penghambat yang paling dominan.
e. Menganalisis dan menyajikan hasil dari klasifikasi kesesuaian lahan kedalam
bentuk peta, grafik, dan tabel.
f. Melakukan kajian dan pembahasan.
I. Judul
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat membuat peta indeks kekeringan. Mahasiswa mampu
melakukan klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan dengan beberapa
teknik matching ( Aritmetic, weighted factor, dan subjective matching)
V. Langkah Kerja
Klasifikasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan dengan Teknik Matching
3. Subjective Matching
Subjective matching merupakan teknik matching yang didasarkan pada
subyektivitas peneliti. Hasil pada teknik subjective matching sangat
tergantung pada pengetahuan dan pengalaman peneliti. Adapun klasifikasi
kemampuan lahan dengan subjective matching dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
a. Amati kembali tabel hasil analisis aritmetic matching dan weighted factor
matching.
I. Judul
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep hujan wilayah.
2. Mahasiswa dapat menerapkan berbagai metode perhitungan hujan wilayah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep neraca air.
4. Mahasiswa dapat menghitung dan menganalisis neraca air.
1. Hujan Wilayah
Curah hujan adalah ketebalan air hujan yang mencapai permukaan bumi
selama selang waktu tertentu (Prawirowardoyo, 1996). Curah hujan merupakan
salah satu bentuk dari prespitasi. Wisnusubroto (1986) menjelaskan bahwa
prespitasi merupakan air dalam bentuk padat maupun cair yang jatuh sampai ke
permukaan bumi.
2. Neraca Air
P=D+E+G+M
Adapun :
P = presipitasi
D = debit
E = evapotranspirasi
G = penambahan (supply) airtanah
M = penambahan kadar kelembapan tanah (moisture content)
Air hujan yang jatuh di permukaan tanah, sebagian menjadi lengas tanah
(soil moisture), airtanah (groundwater), dan sebagian akan menjadi aliran
permukaan (surface runoff). Persentase ketiga komponen tersebut tidak tetap
tergantung pada banyak faktor terutama jenis tanah (terutama tekstur) dan tataguna
lahan. Kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity) dapat
diduga dengan mengadakan pengukuran langsung, sedangkan lengas tanah akan
selalu berubah tergantung pada evapotranspirasi dan curah hujan.
V. Langkah Kerja
Hujan Wilayah
1. Metode Aritmatik
Merupakan metode yang paling sederhana dan hanya sesuai untuk
kawasan-kawasan yang datar dan DAS dengan jumlah penakar hujan yang besar
yang didistribusikan secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili (Seyhan,
1977). Metode ini membagi rata-rata curah hujan yang ada terhadap jumlah titik
pengamatan.
Keterangan :
Keterangan :
P = curah hujan wilayah (mm)
P1,P2,P3,…,Pn = curah hujan masing-masing stasiun pengamatan
(mm)
A1,A2,A3,…,An = luas masing-masing polygon
3. Metode Isohiet
Garis isohiet dibuat dengan cara logical contouring yaitu dnegan interpolasi
untuk menghubungkan titik-titik yang mempunyai curah hujan yang sama. Metode ini
(Seyhan, 1977) :
Merupakan metode yang paling teliti, karena metode ini
mempertimbangkan sejumlah besar faktor-faktor seperti relief, aspek dan
lain-lain. Metode ini baik untuk kawasan bergunung.
Memerlukan keterampilan
Membutuhkan stasiun pengamat did an dekat kawasan tersebut.
Terutama bermanfaat untuk curah hujan yang singkat.
Keterangan :
P = curah hujan wilayah (mm)
P1,P2,P3,…,Pn = curah hujan rata-rata pada bagian-bagian
A1,A2,A3,…,An = luas masing-masing antara garis-garis isohiet
Neraca Air
Thornthwaite, C.W. & Mather, J.R.. 1955. The water balance, Laboratory of
Climatology, Publ. No. 8, Centerton NJ.
Data Hujan Data Suhu
Tiap Stasiun Tiap Stasiun
P - PE Water
Holding
Capacity (Sto)
P – PE = 0 P – PE = (+) P – PE = (-)
APWL ≠ 0 St = Sto.e-(APWL/Sto)
Bulan Basah,
EA = PE
EA = P + ∆St
KEKERINGAN METEOROLOGIS
I. Judul
Kekeringan Meteorologis
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep kekeringan.
2. Mahasiswa dapat mencari nilai kekeringan daerah kajian.
3. Mahasiswa dapat membuat peta indeks kekeringan.
V. Langkah Kerja
Metode Thornwaite-Mather
Ia
100D
PE
Keterangan :
Ia = Indeks Arid
D = Defisit
PE = Evapotranspirasi Potensial
Tabel 3. Tabel Klasifikasi Ia
Sub Divisi Keterangan Ia
R Sedikit atau tidak ada defisiensi air 0-16.7
S Defisiensi air pada musim panas sedang 16.7-33.3
W Defisiensi air pada musim dingin 16.7-33.3
S2 Defisiensi air pada musim panas besar > 33.3
W2 Defisiensi pada musim dingin besar > 33.3
(Thornthwaite, 1985)
Ih
100 S
PE
Keterangan :
Ih = Indeks Humidity
S = Surplus
PE = Evapotranspirasi Potensial
KEBUTUHAN AIR
I. Judul
Kebutuhan Air
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep kebutuhan air.
2. Mahasiswa dapat menghitung besarnya kebutuhan air yang diperlukan untuk
domestik, pertanian, dan industri.
Kebutuhan Air Domestik (ltr/hr) = Kebutuhan Air per Orang (ltr/hr/org) * Jumlah Orang (Jiwa)
1. Persiapan Lahan, dalam proses ini kebutuhan air untuk persiapan lahan ini
digunakan untuk :
a. penggenangan dan penjenuhan tanah
b. evaporasi
c. infiltrasi/perkolasi
I = M x ek / (ek - 1)
Keterangan :
2. Consumtive Use (CU) atau Crop Water Requirment (CWR). CWR (mm/hari)
dihitung dengan rumus :
CWR = Kc x EO
Keterangan :
Kc = koefisien tanaman
Eo = evaporasi (mm/hari)
3. Farm Water Requirement (FWR). Kebutuhan air untuk petak sawah (FWR)
dihitung dengan rumus :
R2 R2 R R
ER - 0,001 0,025 0,0016 2 0,6
ET ET ET ET
R = curah hujan
ER = hujan efektif
ET = crop water requiretment of evapotranspiration
4. Project Water Requirement (PWR). PWR (mm/hari) dirumuskan sebagai berikut :
Data tentang kebutuhan air industri didapatkan melalui data sekunder yang
didapatkan dari data –data penelitian sebelumnya dan data–data industri pada
PODES.
(/ )
(/ / )=
Faktor
Tanaman
CWR
PWR
Penggenangan dan
Penyiapan Lahan
Kebutuhan Air
Keterangan :
I. Judul
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep run off dan banjir
2. Mahasiswa dapat mencari menentukan nilai koefisien run off
3. Mahasiswa dapat menentukan debit banjir pada suatu DAS berdasarkan nilai
koefisien run off dan input hujan
4. Mahasiswa dapat menentukan debit banjir rancangan berdasarkan nilai hujan
rancangan pada suatu DAS
V. Langkah Kerja
Metode Thornwaite-Mather
Thornthwaite (1985) mengembangkan penentuan kondisi kekeringan
berdasarkan indeks kelengasan (Im), indeks aridty (Ia), dan Indeks Humidty (Ih).
Metode ini menggunakan pendekatan imbangan air (neraca air) dan variabel
simpanan lengas tanah. Penentuan Indeks Kelengasan (Im) ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Im
100S 60 D
PE
Keterangan :
Im = Indeks lengas
D = Defisit
S = Surplus
PE = Evapotranspirasi Potensial
Ia
100D
PE
Keterangan :
Ia = Indeks Arid
D = Defisit
PE = Evapotranspirasi Potensial
Ih
100 S
PE
Keterangan :
Ih = Indeks Humidity
S = Surplus
PE = Evapotranspirasi Potensial
KETERSEDIAAN AIR
I. Judul
Ketersediaan Air
II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep ketersediaan air.
2. Mahasiswa dapat menerapkan berbagai metode perhitungan ketersediaan
airtanah (statis dan dinamis) dan air permukaan.
V. Langkah Kerja
Ketersediaan Air Permukaan
R = (P – Ea) x C
Keterangan :
R = ketersediaan air permukaan rerata tahunan (mm/tahun)
P = curah hujan rerata tahunan (mm)
Ea = evapotranspirasi actual rerata tahunan (mm/tahun)
C = koefisien aliran
(Seyhan, 1990)
Vat = Sy x Vak
Vat adalah volume airtanah yang dapat lepas dari akuifer, Sy adalah specific
yield atau persentase air yang dapat lepas dari akuifer (ditentukan menggunakan
tabel Sy berdasarkan jenis material batuan penyusun akuifer dari data sumur bor)
dan Vak adalah volume akuifer (luas penampang akuifer dikalikan dengan tebal
akuifer).
V ata = Sy x F x A
F adalah fluktuasi tinggi muka airtanah. Perhitungan hasil aman ini
bermanfaat untuk menghindari penurapan airtanah yang berlebihan.
Qo adalah aliran airtanah yang keluar dari akuifer, Qi adalah aliran airtanah
yang masuk ke akuifer, In adalah air yang masuk melalui infiltrasi dan Et adalah air
yang keluar melalui evapotranspirasi. Selanjutnya debit airtanah dapat dihitung
dengan rumus Darcy (Fetter, 1994) :
Q = K. A. dh/dL
I. Judul
II. Tujuan
V. Langkah Kerja
Metode Thornwaite-Mather
Keterngan:
Tabel 2. Nilai Parameter Kedalaman Airtanah yang Digunakan Dalam Metode DRASTIC
No. Kedalaman Muka Airtanah (meter) Nilai
1. 0 – 1,5 10
2. >1,5 - 3 9
3. >3 - 9 7
4. >9 – 15 5
5. >15 – 22 3
6. >22 - 30 2
7. >30 1
Tabel 3. Nilai Parameter Curah Hujan yang Digunakan Dalam Metode DRASTIC
No. Curah Hujan (mm/tahun) Nilai
1. 0 – 1.500 2
2. > 1.500 – 2.000 4
3. 2.000 6
4. 2.500 8
5. 3.000 10
Tabel 4. Nilai Parameter Media Akuifer yang Digunakan Dalam Metode DRASTIC
No. Media Akuifer Nilai
1. Shale Masif 2
2. Batuan Metamorf/Beku 3
3. Batuan Metamorf/ Beku Lapuk 4
4. Batu Pasir Tipis, Shale, Batugamping 6
5. Batu Pasir Masif 6
6. Batu Gamping Masif 6
7. Pasir dan Kerikil 8
8. Basalt 9
9. Batu gamping Karst 10
Tabel 7. Nilai Material Zona Tak Jenuh yang Digunakan Dalam Metode DRASTIC
No. Material Zona Tak Jenuh Nilai
1. Lanau/Lempung 1
2. Shale 3
3. Batu Gamping 6
4. Batu Pasir 6
5. Bedded Limestone 6
6. Shale dan Kerikil dengan lanau dan lanau cukup 6
No. Material Zona Tak Jenuh Nilai
7. Pasir dan Kerikil 4
8. Batuan Metamorf/Beku 8
9. Basalt 9
10. Batu Gasmping Karst 10