Anda di halaman 1dari 22

OBAT BAHAN ALAM

STANDARISASI BAHAN BAKU OBAT BAHAN ALAM

Disusun Oleh:

1. Sandy Pratama Perwira Negara (15040072)


2. Dwi Novita (15040073)
3. Efeline Freliana Zainudin (15040074)
4. Handryan Tiecho Agatha (15040075)
5. Muhammad Harun Al – Rasyid (15040076)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
Jl. Raya Pemda KM.4 No.13, Mata Gara, Tigaraksa, Tangerang
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah obat bahan alam “STANDARISASI BAHAN
BAKU OBAT BAHAN ALAM”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah obat bahan alam


“STANDARISASI BAHAN BAKU OBAT BAHAN ALAM” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Tangerang, 12 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2

BAB II DASAR TEORI .................................................................... 3

A. Standarisasi .............................................................................. 3
B. Standarisasi Simplisia ............................................................. 3
C. Standarisasi Ekstrak ............................................................... 6

BAB III KESIMPULAN ..................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan
keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000
jenis tumbuhan yang terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000
jenis telah diketahui dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era
globalisasi ini obat bahan alam baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar negeri sangat pesat perkembangannya, dengan demikian agar
produk-produk herbal tersebut dapat terjaga kualitas dan khasiatnya maka
diperlukan suatu standarisasi baik pada bahan baku ataupun dalam bentuk
sediaan ekstrak. Beberapa negara baik di Eropa, Asia, dan Amerika telah
menetapkan beberapa standar terhadap bahan baku produk herbal ini,
bahkan WHO juga telah menetapkan standar terhadap beberapa tanaman
yang biasa digunakan sebagi bahan baku obat / produk herbal. Beberapa
contoh jenis standar yang dimaksud adalah BHP (British Herbal
Pharmacopoeia), USP (United States Pharmacopoeia), JSHM (Japanese
Standards For Herbal Medicines), API (The Ayurvedic Pharmacopoeia of
India), WHO's Guidelines For Medicinal Plant Materials.
Melihat jumlah simplisia yang semakin banyak digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan obat tradisional atau obat bahan alam, maka
untuk menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan
memenuhi standar minimal harus dilakukan standarisasi terhadap bahan
baku tersebut, baik yang berupa serbuk simplisia maupun yang berbentuk
ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar
umum dan parameter standar spesifik. Dengan standarisasi, pemerintah
melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta melindungi konsumen
untuk tegaknya trilogi “mutu, keamanan dan manfaat”. Standarisasi juga
menjamin mahwa produk akhir mempunyai nilai parameter tertentu yang
konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu.

1
2

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud standarisasi
b. Apakah yang dimaksud standarisasi simplisia?
c. Apa saja yang termasuk kedalam parameter standarisasi simplisia?
d. Apakah yang dimaksud standarisasi ekstrak?
e. Apa saja yang termasuk ke dalam parameter standarisasi ekstrak?
C. Tujuan Penulisan
f. Untuk mengetahui tentang simplisia dan standarisasinya.
g. Untuk mengetahui tentang simplisia dan standarisasinya.
h. Untuk mengetahui tentang parameter standarisasi simplisia.
i. Untuk mengetahui tentang ekstrak dan standarisasinya.
j. Untuk mengetahui tentang parameter standarisasi ekstrak.
BAB II

DASAR TEORI

A. Standarisasi
Serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur – unsur terkait paradigma mutu kefarmasian,
mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi).
Tujuan dari standarisasi adalah konsisteni produk dari batch ke
batch, jumlah ekstrak per unit donis, indikasi adanya kehilangan atau
degradasi selama proses produksi, dan mencegah pemalsuan simplisia.
Keuntungan yang diperoleh konsumen dengan adanya standarisasi
adalah kandungan aktif dalam produk konstan sehingga tujuan terapi
tercapai. Sedangkan keuntungan bagi produsen adalah proses produksi
lebih efektif, dipercaya, dan meminimalkan kesalahan dan kerugian.
Selain memiliki keuntungan, dalam melakukan standarisasi juga
ditemukan kendala yaitu, susah dilakukan untuk obat dengan efek
farmakologi tidak terukur misalnya antioksidan, butuh biaya besar, butuh
peralatan dan keahlian khusus, zat aktif tidak diketahui dan senyawa
standar tidak tersedia.

B. Standarisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan
obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia terdiri dari simplsia nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari selnya atau zat – zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia
yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral
adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum

3
4

diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk
standardisasi simplisia. Standardisasi simplisia mengacu pada tiga konsep
antara lain sebagai berikut:
1. Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu

umum (nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi),


kemurnian, aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi)
2. Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi

Quality-Safety-Efficacy
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi
terhadap respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu
komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 1985).

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam


proses standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia
meliputi parameter non spesifik dan spesifik.Parameter nonspesifik lebih
terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan
parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam
tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi
simplisia sebagai berikut:

1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan
makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan
memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk
dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia.Sebaiknya pemeriksaan
mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi
histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

2. Parameter non spesifik


Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran
yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat,
5

penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut
pengeringan.
3. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia.Biasanya dilkukan dengan
analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan
simplisia. Meliputi penyiapan bibi, budidaya sampai dengan proses
pemanenan dan penanganan pasca panen (pengeringan).

Standarisasi dapat dilakukan melalui penerapan teknologi yang


tervalidasi pada proses menyeluruh yang meliputi penyediaan bibit unggul
(pre farm), budi daya tanaman obat (off farm), ekstraksi, formulasi, uji
klinik serta produksi.

1. Pre-Farm
Teknologi produksi benih / bibit unggul tumbuhan obat, secara
konvensional ataupun bioteknologis.
2. On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu pada GAP
3. Off-Farm
Teknologi panen yang memperhatikan kandungan senyawa aktif
berkhasiat obat maupun parameter kualitas lainnya yang
dipersyaratkan.
a. Teknologi pasca panen / pengolahan yang menghasilkan simplisia
yang memenuhi persyaratan.
b. Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang
tervalidasi kandungan senyawa aktif.
c. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Herbal Terstandar).
d. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Fitofarmaka).
C. Standarisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
6

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain
adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak
persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari
setiap batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat
mempertahankan pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak
sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per
dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang
diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet,
dan lain-lain.

1. Parameter Non Spesifik


a. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai
konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).

Langkah – Langkah Pengukuran Susut Pengeringan:


1) Ekstrak diratakan dalam botol timbang hingga setinggi
± 5-10 mm
2) Ekstrak ditimbang sebanyak 1-2 gram dalam botol
timbang yang sebelumnya dipanaskan pada suhu 105°C
selama 30 menit dan telah ditara
3) Masukkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian masukkan kedalam ruang pengering,
keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap
4) Hitung Susut Pengeringan.
7

b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting,
karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis
komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
Langkah – Langkah Pengukuran Bobot Jenis:
1) Hitung bobot piknometer dan bobot air yang baru
dididihkan pada suhu 25°C.
2) Atur suhu ekstrak ± 20°C, masukkan dalam piknometer.
Atur suhu piknometer hingga 25°C, buang kelebihan
ekstrak cair yang ditimbang.
3) Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat
piknometer yang telah disini. Bobot jenis ekstrak adalah
hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak
dengan bobot air dalam piknometer suhu 25°C

c. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau
banyaknya air yang diserap dengan tujuan untuk memberikan
batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Menggunakan Metode Titrasi, Destilasi dan Gravimetri.
1) Metode Titrasi
a) Masukkan ± 20 ml metanol P ke labu titrasi
b) Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik
akhir tercapai
c) Masukkan zat dengan cepat yang telah ditimbang
seksama yang diperkirakan mengandung 10 – 50
mg air kedalam labu titrasi, aduk selama 1 menit
d) Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah
diketahui kesetaraan airnya
8

e) Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus V × F, V


adalah volume pereaksi Karl Fischer pada titrasi
kedua, F adalah Faktor Kesetaraan air
2) Metode Destilasi

a) Masukkan ekstrak yang telah ditimbang seksama


yang mengandung 2-4 ml air kedalam labu kering
b) Masukkan ± 200 ml toluen kedalam labu.
Hubungkan alat. Tuang toluen melalui alat
pendingin. Panaskan labu selama 15 menit
c) Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan
kecepatan ± 2 tetes per detik, hingga sebagian air
tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan
hingga 4 tetes per detik.
d) Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam
pendingin dengan toluen. Lanjutkan penyulingan
selama 5 menit. Dinginkan tabung hingga suhu
kamar.
e) Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca
volume air. Hitung kadar air dalam persen. %Kadar
air = (V/W) x 100%
3) Metode Gravimetri
9

1) Masukkan ± 10 gram ekstrak dan timbang dalam


wadah yang telah ditara. Keringkan dalam suhu
105°C selama 5 jam dan ditimbang
2) Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1
jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan
berturut – turut tidak lebih dari 0,25%
d. Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah
abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik
hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa
pemijaran (Depkes RI, 2000).

Langkah – Langkah pengukuran kadar abu:


1) Penetapan Kadar Abu
a) Pijarkan krus silikat
b) Gerus ekstrak, timbang seksama 2-3 gram ekstrak
c) Masukkan ekstrak kedalam krus silikat, ratakan
d) Pijarkan perlahan hingga arang habis, dinginkan
lalu timbang
e) Jika arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas
f) Saring melalui kertas saring bebas abu
g) Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus
yang sama
h) Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan
i) Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
j) Hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan
di udara

2) Penetapan Kadar Abu yang tidak larut dalam asam


a) Didihkan abu yang diperoleh dari penetapan kadar
abu dalam 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit
b) Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam krus
c) Saring melalui kertas saring bebas abu
d) Cuci dengan air panas
e) Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
10

f) Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam


terhadap bahan yang telah dikeringkan

e. Sisa Pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin
terdapat dalam ekstrak dengan kromatografi gas.
Langkah – Langkah:
1) Timbang 2 gram ekstrak etanol, larutkan dalam 25 mL air
2) Masukkan dalam labu destilasi
3) Atur suhu destilat 78,5°C
4) Lakukan destilasi hingga selesai
5) Tambahkan aquadest 25 ml, tetapkan bobot jenis cairan pada
suhu 25°C
6) Hitung bobot jenis dan cocokkan pada tabel alkoholmetrik

f. Residu Pestisida
Prinsip dalam metode ini adalah untuk menentukan sisa
kandungan pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau
mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan ekstrak
(Depkes RI, 2000). Tujuannya memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
Metode : KLT dan kromatografi gas cair.
 Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang besifat
non polar relatif kecil seperti pada ekstrak yang diperoleh
dengan penyari air atau etanol berkadar kurang dari 20%
menggunakan metode KLT secara langsung tanpa melalui
tahap pembersihan lebih dahulu atau menggunakan
kromatografi gas jika tidak terdapat kandungan kimia
dengan unsur N (klorofil, alkaloid dan amina non polar
lain)

 Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar


tinggi dan tidak mengandung senyawa nitrogen non polar
11

bisa menggunakan metode KLT atau kromatografi gas


secara langsung tanpa pembersihan
 Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan
kimia pengganggu dapat dilakukan pengujian sesuai
metode baku.
 Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah
analisis dapat dilakukan penomoran dan perincian terhadap
analisis disesuaikan dengan buku aslinya.
g. Cemaran Mikroba
Prinsip dari metode ini adalah untuk menentukan (identifikasi)
adanya mikroba yang pathogen secara analisis mikrobiologis
( Depkes RI, 2000). Tujuannya adalah memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan berbahaya
(toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
Metode ALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) coliform.
 ALT (Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui
jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Uji Angka
Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil
setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar
dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
o Media yang digunakan : PCA (Plate Count Agar)
o Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution
Fluid), FCDSLP (Fluid Casein Digest Soy Lecihitin
Polysorbate), Parafin cair (Minyak mineral), Tween 80
dan 20.
o Peralatan khusus : Stomacher (blender) dan Alat hitung
koloni

Langkah-langkah :
1. Siapkan 5 tabung atau lebih yang telah diisi dengan 9 ml
pengenceran PDF.
12

2. Hasil homogenisasi dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml


ke dalam tabung yang berisi pengenceran PDF pertama
hingga pengenceran 10-2 , dikocok hingga homogen.
3. Buat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai
dengan yang diperlukan.
4. Setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan
dibuat duplo.
5. Tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media PCA (45±1 o
C), cawan petri digoyang dan diputar hinggan suspense
tersebar merata.
6. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat
uji blangko (kontrol).
7. Satu cawan hanya diisi 1 ml pengenceran dan media agar,
dan cawan yang lain diisi pengencer dan media.
8. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu
35-37o C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
9. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

 Uji Nilai Duga Terdekat (MPN) Coliform

Adalah pertumbuhan bakteri coliform setelah cuplikan


diinokulasikan pada media cair yang sesuai, adanya reaksi
fermentasi dan pembentukan gas di dalam tabung durham.
o Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid),
MCB (Mac Conkey Broth), BGLB (Brilliant Green
Lactose Bile Broth, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar),
VRBA (Violet Red Billie Agar), Methyl Red-Voges
Proskauer (MR-VP) Medium, Trypton Broth, Simmon’s
Citrate Agar, Nutrient Agar
o Peralatan : Stomacher atau blender atau cawan mortar,
pipet ukur, tabung durham.
Langkah-langkah:
1. Siapkan 5 tabung reaksi berisi 9 ml PDF.
13

2. Hasil homogenisasi pada penyiapan dipipet 1 ml


pengenceran 10-1 ke dalam tabung PDF pertama diperoleh
suspense dengan pengenceran 10-2, dikocok sampai
homogen.
3. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6
Uji Prakiran
1) Siapkan 3 tabung berisi 9 ml MCB yang dilengkapi tabung
durham.
2) Tiap tabung dimasukkan 1 ml suspense pengenceran,
kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam.
3) Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang
terbentuk didalam tiap tabung, kemudian inkubasi
dilanjutkan hinggan 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang
menunjukkan gas positif.
Uji Konfirmasi
1) Tabung yang menunjukkan uji prakiraan positif
dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung berisi 10 ml
BGLB yang telah dilengkapi tabung durham.
2) Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48
jam, dilakukan pengamatan terhadap pembentukan gas.
3) Jumlah tabung yang positif gas dicatat dan hasil
pengamatan tersebut dirujuk ke table Nilai Duga Terdekat
(NDT)/ Minimal Presumtif Number (MPN), angka yang
diperoleh pada table MPN menyatakan jumlah bakteri
coliform dalam tiap gram.
h. Cemaran Kapang, Khamir dan aflatoksin
Prinsip dari metode ini adalah menentukan adanya jamur secara
mikrobiologis dan adanya aflatoksin dengan KLT (Depkes RI,
2000). Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung cemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
14

a. Uji Angka Kapang dan Khamir


Adalah pertumbuhan kapang dan khamir setelah diinokulasikan
pada media yang sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-25ºC.
o Pereaksi/Media Khusus: Potato Dextrose Agar (PDA),
Czapek Dox Agar (CDA) atau Malt Agar, Air suling Agar
0,05% (ASA), Kloramfenikol 100 mg/liter media.
o Peralatan : Lemari aseptic, Stomacher atau blender, Pipet
ukur mulut lebar.
Langkah-langkah:
1. Siapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9
ml ASA.
2. Dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung ASA
pertama hinggan diperoleh pengenceran 10-2 , dan dikocok
sampai homogen, dibuat pengenceran selanjutnya hingga
10-4.
3. Dari masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml,
dituangkan pada permukaan PDA, segera digoyang sambil
diputar agar suspense tersebar merata dan dibuat duplo.
4. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengenceran,
dilakukan uji blangko, ke dalam satu cawan petri
dituangkan media dan dibiarkan memadat.
5. Ke dalam cawan petri lainnya dituangkan media dan
pengencer, kemudian dibiarkan memadat. Seluruh cawan
petri diinkubasi pada suhu 20-25o C selama 5-7 hari.
6. Sesudah 5 hari diinkubasi, dicatat jumlah koloni jamur
yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari.
b. Uji Cemaran Aflatoksin
Pemisahan isolat aflatoksin secara kromatografi lapis tipis

o Pereaksi : Media dan pengenceran Media Yeast Extract


Sucrose Broth (YES)
15

o Peralatan : Lemari aseptic, Lampu Ultra Violet, Mikropipet


10 ml
Langkah-langkah:
1. Kultur aspergillus flavus hasil isolate dan identifikasi dari
ekstrak diinokulasikan pada permukaan media YES.
2. Tabung diinokulasikan pada suhu 25o C selama satu minggu
dalam posisi miring untuk mendapatkan permukaan yang luas.
Biakan diautoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit, biakan
dibiarkan sampai dingin.
3. Ambil media biakan menggunakan pipet Pasteur dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil atau vial.
c. Kromatografi Lapis Tipis
o Lempeng : Silika gel (Lempeng pralapis), Kiesel gel 60,
Merck
o Baku Aflatoksin : Merupakan campuran siap pakai terdiri
dari 0,5 ug, Aflatoksin B1 ; 1,5ug, Aflatoksin B2 ; 5,0 ug,
Aflatoksin G1 ; 1,5 ug, Aflatoksin G2 dalam larutan
campuran benzene : acetonitril (98:2) (Sigma Chemical
Company)
o Eluen : Campuran kloroform : aseton : n-heksan (85:15:20)
o Jarak rambat : 10 cm
o Penampak bercak: Bercak berwarna biru atau hijau
kebiruan setelah lempeng diletakkan dibawah cahaya
ultraviolet (366 nm), menandakan aflatoksin positif.
4. Parameter Spesifik
a. Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
1) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
2) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)

3) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)


16

4) Nama Indonesia tumbuhan

Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa


tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas (Depkes RI, 2000).

b. Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes
RI, 2000).
c. Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah
kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar
sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional
karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia
akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).

d. Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan
gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang
ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
17
BAB III
KESIMPULAN

1. Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara


pengukuran yang hasilnya merupakan unsur – unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan
farmasi).
2. Parameter standarisasi simplisia adalah kebenaran simplisia,
parameter spesifik dan parameter non spesifik.
3. Standarisasi ekstrak meliputi parameter spesifik dan non spesifik
4. Parameter non spesifik ekstrak adalah:
a. Susut pengeringan
b. Bobot jenis
c. Kadar air
d. Kadar abu
e. Sisa pelarut
f. Residu pestisida
g. Cemaran logam berat
h. Cemaran mikroba
i. Cemaran kapang, khamir dan aflatoksin
5. Parameter spesifik ekstrak adalah:
a. Identitas
b. Organoleptik
c. Kadar sari
d. Pola kromatogram

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, DepKes RI,
Jakarta

Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, DepKes RI,


Jakarta

Anonim. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan


Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Badan Pengawasan
Obat Tradisional

18
Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I.


Soediso, 69 – 94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press

19

Anda mungkin juga menyukai