(GEL3003)
ANALISIS PERHITUNGAN KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN DENGAN
PERHITUNGAN LQ
KABUPATEN KULON PROGO
Disusun oleh :
El Mutia Intan Masitah 14/363631/GE/07718
Dwiki Chandra Kurnia Sandi 14/365319/GE/07819
Ikhwan Arbi Kurniawan 14/365873/GE/07841
Ivana Esterlita S. R. 14/369456/GE/07927
Laju pertumbuhan penduduk terus meningkat dan terjadi dengan waktu yang relatif
cepat. Adanya fenomena ini meningkatkan perdagangan yang terjadi pada saat ini.
Peningkatan perdagangan yang terjadi sebagai akibat dari bertambahnya permintaan
barang maupun jasa yang dibutuhkan oleh penduduk. Perputaran perdagangan yang
terjadi dengan intensitas besar pada akhirnya yang menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi didukung oleh laju pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat tiap tahunnya. Salah satu sektor usaha perekonomian yang meningkat
dengan cukup pesat, yaitu sektor usaha pertanian. Sektor ini meningkat karena
kebutuhan akan pangan maupun produk pertanian lainnya. Peningkatan tersebut
diakibatkan karena produk-produk dari sektor usaha pertanian termasuk dalam barang
kebutuhan primer.
Hal tersebut berarti bahwa dalam pemenuhannya harus dilakukan dan tidak dapat
digantikan oleh barang-barang hasil produksi dari sektor usaha lain. Hal tersebut pula
lah yang menjadikan sektor usaha pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar
pada PDRB atau produk domestik regional bruto di wilayah tersebut. Besarnya
kontribusi dapat diukur berdasarkan atas potensi dari sektor usaha tersebut untuk
dikembangkan. Pengembangan sektor usaha tidak terlepas dari kemampuan dari
sektor usaha tersebut untuk dapat menopang berbagai macam kegiatan ekonomi yang
berada di wilayah tersebut.
Kemampuan tersebut termasuk dapat mendukung dari sektor usaha lain yang terdapat
di wilayah tersebut. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menilai
kemampuan sektor usaha ekonomi dengan menggunakan metode location quotient
atau lebih dikenal sebagai metode LQ. Metode tersebut dilakukan dengan mengukur
sektor usaha perekonomian dengan menggolongkannya kedalam sektor basis dan
sektor non basis.
II. METODOLOGI
Menurut Widodo (2006) Dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis
ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan
jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan
keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. Secara umum metode
analisis LQ dapat diformulasikan sebagai berikut :
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)
PERHITUNGAN LOCATION
QUOTIENT
MEMBANDINGKAN HASIL
DENGAN INDEKS LQ YAITU 1
Grafik 2. PDRB Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2011 – 2015
Sumber: Data PDRB dengan harga konstan tahun 2010
Nilai PDRB tingkat provinsi juga menyatakan hal yang sama, nilai PDRB
Provinsi D.I.Yogyakarta menunjukkan nilai terbesar ada pada tahun 2015 dengan
nilai Rp 7.703.978.1,- dan mempunyai persentase sebesar 35% dari total PDRB
keseluruhan sektor lapangan usaha dan terlihat dari Grafik 3. Nilai terendah yang
dicapai oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan ialah pada tahun
2011 yaitu sebesar Rp 7.134.678.9,- dengan persentase sebesar 35% dari total PDRB
keseluruhan sektor, hal tersebut dapat terlihat dari Grafik 4, hal tersebut juga dipicu
oleh kenaikan permintaan pada sektor tersebut dan nilai jualnya di pasar yang sangat
tinggi karena untuk pemenuhan hidup sehari-hari.
Grafik 3. Persentase PDRB D.I.Y Tahun 2015
Sementara nilai terendah kontribusi pada sub sektor ini terjadi di tahun 2011,
hanya dengan persentase kontribusi sebesar 77 % dari total keseluruhan produk sub
sektor di tahun tersebut. Adanya pola kenaikan seiring waktu, dapat terjadi karena
adanya permintaan akan produk tersebut yang sangat besar dari pasar. Hal ini
menandakan bahwa pada sub sektor tersebut cukup berpotensi untuk dikembangkan,
melihat dari tinggi nya permintaan menandakan bahwa wilayah tersebut mampu
memanfaatkan kondisi pasar yang ada. Meskipun demikian tidak selalu dapat peluang
tersebut mampu ditangkap oleh tiap wilayahnya, hal ini disebabkan oleh adanya
faktor-faktor seperti tersedianya modal baik keuangan maupun tenaga kerja serta
kondisi lingkungan yang memungkinkan. Seperti yang ditunjukkan tabel 1 dan 2,
serta Grafik 1 berikut
Tabel 1.0 Produk Domestik Regional Bruto Berdasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi D.I Yogyakarta (juta rupiah)
Lapangan usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, kehutanan dan perikanan 7.134.678,9 7.500.782,2 7.670.026,2 7.508.980,3 7.703.978,1
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian 6.241.690,4 6.588.236,9 6.741.414,9 6.539.528,2 6.703.079,0
tanaman pangan 2.682.412,3 2.796.754,6 2.808.220,7 2.760.023,5 2.874.734,0
tanaman hortikultural 1.858.047,5 2.060.482,9 2.178.313,5 1.944.550,6 1.929.981,5
tanaman perkebunan 193.833,5 198.374,8 208.138,8 209.146,1 201.222,5
peternakan 1.374.982,1 1.397.691,3 1.409.959,7 1.478.301,7 1.548.209,3
jasa pertanian dan perburuan 132.415,0 134.933,3 136.782,1 147.506,3 148.931,6
kehutanan dan penebangan kayu 661.122,1 654.157,9 657.699,9 680.932,8 700.236,9
perikanan 241.866,5 258.333,4 270.911,3 288.519,3 300.622,1
Sumber: Data Produk Domestik Regional Provinsi D.I Yogyakarta 2011-2015
Tabel 2.0 Produk Domestik Regional Bruto Berdasar Harga Konstan Tahun 2010 Kabupaten Kulon Progo (juta rupiah)
Lapangan usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, kehutanan dan perikanan 1.047.680 1.104.310 1.131.360 1.120.170 1.143.120
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian 806.980 867.220 890.440 873.910 889.580
tanaman pangan 241.140 254.680 256.060 257.610 267.890
tanaman hortikultural 207.060 241.040 256.330 226.650 227.590
tanaman perkebunan 106.420 108.030 113.510 114.270 109.850
peternakan 233.010 243.660 244.470 253.610 261.910
jasa pertanian dan perburuan 19.350 19.810 20.080 21.770 22.330
kehutanan dan penebangan kayu 193.200 185.150 185.730 188.680 193.140
perikanan 47.500 51.940 55.190 57.570 60.400
Sumber: Data Produk Domestik Regional Kabupaten Kulon Progo 2011-2015
Grafik 1. Diagran Lingkaran PDRB Kulon Progo Tahun 2013
Hasil yang didapatkan untuk sub sektor tanaman pangan di Kabupaten Kulon
Progo menunjukkan bahwa sub sektor ini termasuk dua tertinggi yang berkontribusi
terhadap produk domestik regional bruto. Rerata kontribusi dari sub sektor ini sebesar
23%. Sementara pola yang terlihat cenderung semakin meningkat, dan tidak terlihat
adanya fluktuasi seperti hal nya pada sub sektor lapangan usaha dari sektor pertanian.
Kontribusi tertinggi dari sub sektor ini terjadi di tahun 2015, dimana
kontribusi sub sektor mencatatkan pada persentase sebesar 23,4 % dari total seluruh
produk sub sektor pada tahun tersebut. sementara kontribusi terendah tercatat pada
tahun 2011, dengan persentase sebesar 23% dari seluruh produk sub sektor pada tahun
tersebut. hal ini menandakan bahwa sub sektor ini cukup banyak memiliki permintaan
dari pasar. Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1 dan 2.1 serta Grafik1 berikut
Tabel 2.1 Produk Domestik Regional Bruto Berdasar Harga Konstan Tahun 2010 Kabupaten Kulon Progo (juta rupiah)
Lapangan usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, kehutanan dan perikanan 1.047.680 1.104.310 1.131.360 1.120.170 1.143.120
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian 806.980 867.220 890.440 873.910 889.580
tanaman pangan 241.140 254.680 256.060 257.610 267.890
tanaman hortikultural 207.060 241.040 256.330 226.650 227.590
tanaman perkebunan 106.420 108.030 113.510 114.270 109.850
peternakan 233.010 243.660 244.470 253.610 261.910
jasa pertanian dan perburuan 19.350 19.810 20.080 21.770 22.330
kehutanan dan penebangan kayu 193.200 185.150 185.730 188.680 193.140
perikanan 47.500 51.940 55.190 57.570 60.400
Sumber: Data Produk Domestik Regional Kabupaten Kulon Progo 2011-2015
Sementara hasil yang diperoleh dari perhitungan metode LQ, diperoleh bahwa
pada sub sektor ini kontribusinya tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan
produk domestik regional bruto Kaabupaten Kulon Progo. Hal ini terlihat dari nilai
perhitungan yang memiliki nilai tengah sebesar 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa
untuk sub sektor ini tidak termasuk dalam sektor basis yang mampu menjadi
penopang dan pemenuh kebutuhan domestiknya. Meski tidak sebaik sub sektor
sebelum, seperti yang ditunjukkan grafik garis berikut
Penentuan sub sektor tersebut tidak termasuk kedalam sektor basis,
berdasarkan atas membandingkan dengan ketetapan dari metode ini yang berada
kurang dari 1. Dengan demikian, maka sub sektor tanaman pangan yang terdapat di
Kabupaten Kulon Progo belum mampu memenuhi kebutuhan baik secara domestik
maupun kebutuhan dari luar wilayah. Perlu adanya kegiatan mendatangkan produk
terkait (impor) untuk memenuhi kebutuhan domestik yang tidak dapat terpenuhi oleh
kegiatan ekonomi khususnya untuk sub sektor tanaman pangan. Seperti yang
ditunjukkan tabel 3.1 berikut ini
Tanaman Hortikultural
Sektor tanaman hortuikultural di Kabupaten Kulon Progo memiliki
nilai LQ < 1 dari tahun 2011 hingga tahun 2015 yakni berkisar 0,76 – 0,80. Nilai LQ
< 1 merupakan sektor non-basis dimana komoditas tanaman hortikultural bukan
merupakan komoditas unggulan secara komparatif di Kabupaten Kulon Progo.
Meskipun tanaman hortikultural mulai banyak dikembangkan di beberapa kecamatan
tapi hasil produksi belum bisa memenuhi kebutuhan daerah Kabupaten Kulon Progo.
Hasil analisis LQ ini juga menunjukkan daerah Kabupaten Kulon Progo masih
membutuhkan pasokan dari luar daerah yang memiliki nilai LQ>1 di sektor tanaman
hortikultural. Untuk meningkatkan hasil produksi tanaman hortikultural sehingga
bisa menjadi sektor unggulan perlu dilakukan analisis keunggulan komparatif dan
mengidentifikasi penyebab tidak unggulnya tanaman hortikultural. Tanaman seperti
tanaman buah-buahan seperto melon, manggis, dan rambutan perlu dikembankan agar
dapat menjadi sektor unggulan pula apabila lahan yang tersedia memiliki daya
dukung yang cocok untuk tanaman tersebut. Hasil LQ tahun 2011 hingga tahun 2015
ditunjukkan oleh Tabel 1 dan Grafik 1.
Tanaman Perkebunan
Sektor perkebunan di Kabupaten Kulon Progo merupakan sektor unggulan
dimana hasil produksi komoditas ini sudah dapat mencukupi kebutuhan di daerah
Kulon Progo dan mampu untuk memenuhi kebutuhan untuk daerah lain juga. Hal ini
di buktikan dari hasil analisis nilai LQ yang lebih besar dari 1, artinya tanaman
perkebunan merupakan sektor basis. Hasil analisis LQ menunjukkan nilai yang
semakin menurun dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Meskipun mengalami
penurunan, namun tanaman perkebunan tetap menjadi sektor unggulan pertama
dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Perhitungan LQ Tahun 2011 – 2015 (Sumber: data diolah, 2017)
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh nilai PDRB Provinsi yang menunjuukan
bahwa adanya peningkatan nilai PDRB lapangan usaha peternakan dari tahun 2011
hingga tahun 2015 dan di gambarkan oleh Grafik 2. Peningkatan yang terjadi
dikarenakan oleh peningkatan permintaan masyarakat untuk sektor peternakan,
meningkatnya permintaan tersebut akan meningkatkan juga nilai PDRB dan dapat
dimanfaatkan oleh pasar untuk meningkatkan hasil dan mengambil peluang tersebut.
Peningkatan dari permintaan pasar tersebut juga dapat digunakan oleh pekerja dalam
sektor peternakan untuk mengambil peluang dengan menambah usahanya sehingga
keuntungan dapat diperoleh secara besar-besaran, dan akan menjadikan produk
peternakan menjadi produk unggul sehingga tidak perlu adanya impor barang dari luar
daerah. Hasil terbesar dari nilai PDRB provinsi ialah pada tahun 2015 sebesar Rp
1.548.209.3,- dengan persentase sebesar 7% dari total keseluruhan lapangan usaha,
hasil tersebut walaupun merupakan nilai terbesart antara tahun 2011-2015 namun
tetap memiliki nilai kecil pada total keseluruhan PDRB lapangan usaha, dikarenakan
permintaan terhadapt peternakan kalah dibandingkan oleh permintaan sektor
pertanian. Nilai terendah yang dicapai oleh sektor peternakan tingkat provinsi ialah
tahun 2011 dengan nilai PDRb sebesar Rp 1.374.982.1,- dengan persentase sebesar
6.7% dari total keseluruhan PDRB lapangan usaha.
Grafik 2. PDRB Lapangan Usaha Peternakan Provinsi D.I.Y Tahun 2011 - 2015
Sumber: Data PDRB dengan harga konstan tahun 2010
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh hasil PDRB tingkat provinsi, yaitu
peningkatan dati tahun 2011 hingga tahun 2015. Kenaikan tersebut dapat dikarenakan
oleh berbagai faktor seperti peningkatan permintaan dalam sektor tersebut, trend
kenaikan nilai PDRB tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat terlihat dari Grafik 2. Nilai
PDRB tersbesar pada tahun 2015 yaitu Rp 148.931.6,- dengan persentase sebesar
0.67% dari total PDRB seluruh lapangan usaha, sedangkan nilai terendahnya ialah tahun
2011 yaitu sebesar Rp 132.145.0,- dengan persentase sebesar 0.64% dari total PDRB
seluruh lapangan usaha. Peningkatan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pasar untuk
menjadikan produk ini menjadi produk unggulan di daerah Kulon Progo.
Grafik 2. PDRB Lapangan Usaha Jasa Pertanian dan Perburuan Provinsi D.I.Y
Tahun 2011 - 2015
Sumber: Data PDRB dengan harga konstan tahun 2010