Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. P. Kemerdekaan VII No. 40 Makassar
Agama : Islam
No. RM : 640984
Tanggal masuk : 6 November 2013
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Muntah
Anamnesis Terpimpin:
Keluhan ini dialami pasien sejak 10 hari yang lalu hari sebelum masuk rumah sakit,
dengan frekuensi muntah 5-7 kali sehari dan disertai mual. Muntah berupa air dan sedikit
sisa makanan tanpa disertai darah. Tidak ada nyeri ulu hati. Pasien merasakan dirinya
lemas dan merasa lebih cepat lelah beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu, tidak terus menerus, demam memberat pada
siang hari tanpa disertai menggigil tidak ada riwayat minum obat penurun panas ketika
demam. Kepala dirasakan nyeri dan pusing sejak 10 hari terakhir. Pasien juga mengeluh
sering batuk berlendir berwarna putih dan kecoklatan sejak sejak 10 hari terakhir. Tidak
ada riwayat sesak dan nyeri dada. Buang air kecil lancar, riwayat sering buang air kecil
pada malam hari dengan frekuensi lebih dari 5 kali. Buang air besar lancar, sehari sekali
konsistensi lunak.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM) diketahui sekitar 10 tahun yang lalu, pasien
mengkonsumsi glibenklamid namun tidak teratur.
Riwayat Hipertensi diketahui sejak 5 tahun yang lalu, saat memeriksakan diri di
puskesmas setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi
saat memeriksakan ke puskesmas yaitu 240/120 mmHg. Pasien mengkonsumsi captopril
dengan teratur.

1
Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Riwayat Penyakit Jantung (-) , Riwayat
Penyakit Stroke (-)
Tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan
Riwayat asam urat tinggi.

II. STATUS PRESENT


Sakit Sedang / Gizi Kurang / Composmentis
 BB = 55 kg
 BB koreksi = BB – (40% BB)
= 58 – 23,2= 34,8 kg
 TB = 155 cm,
 IMT = 14,48 kg/m2 (Gizi kurang)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)
Suhu : 36.6oC (Axilla)
III. PEMERIKSAAN FISIS
 Kepala
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)
 Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
 Telinga
Pendengaran : kesan normal

2
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan, arteri karotis teraba
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Thoraks
- Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela Iga : Normal, tidak melebar
- Palpasi :
Fremitus raba : sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra

3
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ (basal paru) ,Wh -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
 Perut
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas.
Palpasi : Nyeri tekan (-) Massa Tumor (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Ascites (+) shifting dullness
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum
Rectal Touche
Spinchter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, pada hand scoen : feses (+)
berwarna kuning, darah (-), lendir (-).
 Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok : -/-
Auskultasi : Bruit (-)
Gerakan : Normal
 Ekstremitas
Edema dorsum pedis +/+
Edema pretibial +/+
Hangat +

4
 Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 7.1 x 103/Ul 4 - 10 x 103/uL
RBC 3.09 x 106/uL 4–6 x 106/uL
HGB 9.6 g/dL 12 - 16 g/dL
HCT 26.3.% 37 – 48%
MCV 85,0 pl 76 – 92 pl
MCH 31.2 pg 22 – 31 pg
MCHC 38.7 g/dl 32 – 36 g/dl
DARAH
RUTIN PLT 359 x 103/uL 150-400x103/uL
(23/12/13) Eo 6,0 x 103/uL 1.00 – 3.00 x 103/uL
Baso 1.1 x 103/uL 0.00 – 0.10 x 103/uL
Neutr 65.4 52.0 – 75.0
Lymph 19.6 20.0 – 40.0
Mono 7.7 2.00 – 8.00
DIABETES
GDS 348 mg/dl 140 mg/dl
(23/12/13)
Ureum 45 mg/dl 10-50 mg/dl
GINJAL
HIPERTENSI L (<1,3), P (<1,1)
Kreatinin 5.35 mg/dl
(23/12/13) mg/dl
GFR (MDRD) 8.6955ml/mnt/1.73 m2
SGOT 17 U/L < 38 U/L

KIMIA HATI SGPT 13 U/L < 41 U/L


(23/12/13)
Albumin 3.0 gr/dl 3,5-5,0 gr/dl
Globulin 2.0 gr/dl 1.6 -5 gr/dl
Protein Total 6.1 gr/dl 6.6 – 8.7 gr/dl
Natrium 133 mmol 138-145 mmol
ELEKTROLIT Kalium 3.0 mmol 3,5-5,1 mmol
(23/12/13)
Klorida 101 mmol 97-111 mmol

HEPATITIS HbsAg Non Reactive Non reactive


(23/12/13)
Anti HCV Non Reactive Non Reactive

PT 11.5 c 11.9 10-14 detik


KOAGULASI
DAN
APTT 26.2 c 25.9 22-30 detik
TROMBOSIT
(23/12/13) Waktu
2’00” 1-7 menit
perdarahan (BT)

5
Waktu bekuan
8’00” 4-10 menit
(CT)
Warna Kuning Keruh Kuning Muda

pH 8,5 4.5 -8.0

BJ 1.010 1.005 – 1.035

Protein 300 / +++ -

Glukosa 250 /++ -

Bilirubine - -
URINE
RUTIN Urobilinogen Normal Normal
(23/12/13)
Keton - -

Nitrit - -

Blood 200/+++ -

Leukosit 125/++ -

Vit. C - -
Sedimen
<5
Leukosit
Sedimen Eritrosit Penuh <5

Sedimen Torak Penuh


Sedimen Kristal Negatif
Sedimen Epitel
4
Sel
Sedimen Lain Negatif

 Pemeriksaan tambahan lainnya:


 Foto thoraks AP
Kesan : Cardiomegaly dengan dilatation et elongation aorta dengan edema pulmo
Penebalan Fisura susp. Efusi DD/ Pneumonia (D)
Atherosclerosis Aortae
Bulging Diafragma Kanan

6
 EKG
Sinus ritme, HR : 73x/menit, Normo axis, Left Ventricular Hyperthrophy
 USG
Kesan : Tanda-tanda PNC kiri
Cholelith dan Sludge GB
IV. ASSESSMENT :
CKD stage V ec. Nefropati Diabetik on HD regular
Diabetes Mellitus Tipe 2
Hipertensi Grade II
Anemia Normositik Normokrom
CAP
Hiponatremia

V. PENATALAKSANAAN AWAL
- Diet rendah garam, rendah purin rendah proteinp 0.6 gr/kg BB/ hari, dan rendah
kalium
- Restriksi cairan
- Metoclorpramide 1 amp/8 jam/iv
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv/ drips dalam NaCl 0,9 % 100 cc
- Ambroxol 3x1 tab
- Koreksi NaCl 3 % , 2 kolf
Rencana Pemeriksaan
- Kontrol darah rutin, elektrolit, albumin, asam urat
- Balance cairan
- Konsul GH
- Konsul EMD
- GDP, HBA1C
- Sputum BTA 3x

VI. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia et malam
Ad sanationam : Dubia et malam
Ad vitam : Dubia et malam

7
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
20/12/2013 S: P:
T : 180/80 mmHg Muntah (+), mual (+), NUH (-)  Diet Rendah garam, rendah
N : 70 x/i Pusing (+), lemas (+), Nafsu Makan kalium, rendah protein 1.2
P : 16 x/i Kurang (+), Batuk (-) , Sesak (-) gr/kgBB/hr
S : 36,5⁰C BAK sedikit  Restriksi cairan
GDP : 81 mg/dl BAB belum 5 hari  Balance cairan  kateter
O:  Ondansentron 8 mg 3x1
 SS / GK / CM  Amlodipine 10 mg 0-0-1
 Anemis +/+, ikterus -/-  Valsartan 80 mg 2-0-0
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O  Tunda Levemir & Insulin
 BP : vesikuler  HD regular (Selasa,Kamis,Sabtu)
BT : Rh +/+ basal paru, Wh -/- Anjuran :
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)  GDS pre meal (siang, malam)
 Abd : Peristaltik (+) kesan normal  GDP/hari
Hepar dan lien tidak teraba  Kontrol BTKV
Ascites + (shifting dullness)  USG Abdomen
 Ext : Edema +/+  Kontrol (DR, Ureum, Kreatinin,
 Balance cairan : input-output Elektrolit)
750-500 + 500 (HD) – 500 (IWL)
= -750 cc
A:
 CKD stage V on HD reguler
 Dispepsia ec Gastropati Uremicum
 HT Grade II
 DM Tipe 2
 CHF ec HHD
 Anemia Normositik Normokrom
21/12/2013 S: P:
T : 160/70 mmHg Muntah (-), mual (+), NUH(-)  Diet Rendah garam, rendah

8
N : 65 x/i Pusing (+), lemas (+), Gatal-gatal (+) kalium, rendah protein 1,2
P : 18 x/i Bengkak pada perut dan tungkai (+) gr/kgBB/hr
S : 36,3⁰C BAK sedikit  Restriksi cairan
GDP : 146 mg/dl Sudah BAB  Balance cairan
O:  Ondasentron 8 mg 3x1
 SS / GK / CM  Amlodipine 10 mg 0-0-1
 Anemis +/+, ikterus -/-  Valsartan 80 mg 2-0-0
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O  Ambroxol 3x1
 BP : vesikuler  HD regular (Senin, Kamis, Sabtu)
BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-  Cetirizin 200 mg 1x1
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)  Novorapid 6-6-6 iu/sc
 Abd : Peristaltik (+) kesan normal  Tunda Levemir
Hepar dan lien tidak teraba Anjuran :
Ascites + (shifting dullness)  Tunggu hasil lab kontrol
 Ext : Edema +/+  GDS pre meal (Siang, Malam)
 Balance Cairan : Input – output  GDP/hari
500 – 200-100 : +200 cc  Usul : Konsul Pulmo
A:
 CKD stage V ec Nefropati Diabetik
on HD reguler
 HT Grade II
 CHF ec HHD
 Anemia Normositik Normokrom
 Susp. TB Paru

22/11/2013 S: P:
T : 150/70 mmHg Muntah (-), mual (-), NUH(-)  Diet Rendah garam, rendah
N : 80 x/i Pusing (-), lemas (+), Nafsu makan kalium, rendah protein 1,2
P : 24 x/i kurang ,Lemas post injeksi insulin gr/kgBB/hr
S : 37,5⁰C meskipun GDS premeal 179 mg/dl,  Restriksi cairan
Gatal-gatal (+)  Balance cairan
Bengkak pada perut dan tungkai(+) BAB  Amlodipine 10 mg 0-0-1
Hitam , BAK sedikit  Valsartan 80 mg 2-0-0
9
O:  Laxadyn Syr 3x1
 SS / GC / CM  Ambroxol (Stop)
 Anemis +/+, ikterus -/-  Cetirizin 200 mg 1x1 (kp)
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O  HD regular (Senin,Kamis,Sabtu)
 BP : vesikuler  Stop Insulin
BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-) Anjuran :
 Abd : Peristaltik (+) kesan normal  Lapor EM
Hepar dan lien tidak teraba  GDP/hari
Ascites + (shifting dullness)  Urinalisa
 Ext : Edema +/+  DR, Ur, Kr, GGT, elektrolit,
 Balance Cairan : Input – output PT, APTT , Albumin,
600 – 400- 500 : 300 cc Bilirubin Total
A:  Usul Stop Furosemid
 CKD stage V on Nefropati Diabetik  Tunggu Jawaban BTKV
on HD
 HT grade II
 Cholelitihiasis
 Anemia Normositik normokrom
 Hipoalbuminemia
 DM Tipe 2 NO
 Pruritus Generalisata ec uremia
23/11/2013 S: P:
T : 140/60 mmHg Muntah (-), mual (-)  Diet Rendah garam, rendah
N : 82 x/i Pusing (+), lemas (+), Nafsu makan kalium, rendah protein 1,2
P : 24 x/i masih kurang, makan 3 sdm gr/kgBB/hr
S : 36,5⁰C Bengkak pada perut dan tungkai(+)  Restriksi cairan 600 cc /hari
GDP : 187 mg/dl BAK sedikit  Balance cairan
O:  Omeprazole 20 mg 2x1 (stop)
 SS / GC / CM  Neurodex 2x1
 Anemis +/+, ikterus -/-  Laxadyn Syrup
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O  Amlodipine 10 mg 0-0-1

10
 BP : vesikuler  Valsartan 80 mg 2-0-0
BT : Rh -/-, Wh -/-  HD Reguler (Senin, Kamis,
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-) Sabtu)
 Abd : Peristaltik (+) kesan normal  Humulin R 6-6-6 iu/sc ac
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
 Ext : Edema +/+
 Balance Cairan : Input – output
750 – 700 : +50 cc
 Hasil Lab 23/11/14 :
WBC : 7100
Hb : 9.6
PLT : 359.000
GDP : 187
G2PP :284
GDS : 348
Ur : 45
Kr : 5.35
GOT/GPT : 17/13
GGT : 33
Alb : 3.0
Na : 128
K : 3.6
PT : 11.5
INR : 0,96
UL : Prot : 300 +
Glu : 200
Leukosit +125
A:
 CKD stage V on DM on HD
 HT grade II
 Cholelitihiasis
 Anemia Normositik normokrom

11
 Hipoalbuminemia
 DM Tipe 2 NO
 Pruritus Generalisata ec uremia
28/12/2013 S: P:
T : 170/80 mmHg Muntah (-), mual (-), Gatal-gatal (+)  Diet Rendah garam, rendah
N : 80 x/i Bengkak pada perut dan tungkai(+) kalium, rendah protein 1,2
P : 20 x/i BAK sedikit gr/kgBB/hr
 Restriksi cairan
o
S : 36,7 C O:
GDP : 152 mg/dl  SS / GC / CM  Balance cairan
 Anemis +/+, ikterus -/-  Amlodipine 10 mg 0-0-1
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O  Valsartan 80 mg 2-0-0
 BP : vesikuler  Humulin R 6-6-6 iu/sc
BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-  Humulin N 0-0-10 iu/sc
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)  Laxadyn syr 3x1
 Abd : Peristaltik (+) kesan normal  HD Reg ( Senin, Kamis, Sabtu)
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
 Ext : Edema +/+
 Balance Cairan : Input – output
600 – 600 : 0 cc
A:
 CKD stage V ec Nefropati Diabetik
on HD
 HT grade II
 Anemia Normositik normokrom
 Hipoalbuminemia
 DM Tipe 2 NO
 Pruritus Generalisata ec uremia

RESUME

12
Seorang wanita 73 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan muntah, dengan frekuensi 5-
7 kali yang dialami sejak 10 hari sebelum masuk Rumah sakit. Muntah berisi air serta
sedikit sisa makanan dan tidak ada darah . Tidak ada nyeri ulu hati. Pasien merasakan
dirinya lemas dan merasa lebih cepat lelah beberapa hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluh demam, demam di alami sejak 5 hari yang lalu, tidak terus menerus
demam memberat pada siang hari tanpa disertai menggigil, tidak ada riwayat minum obat
penurun panas ketika demam. Pasien juga merasakan nyeri kepala dan pusing sejak 10
hari terakhir, hilang timbul. Pasien juga mengeluh sering batuk berlendir berwarna putih
dan kecoklatan sejak sejak 10 hari terakhir. Tidak ada riwayat sesak dan nyeri dada.
Buang air kecil lancar, riwayat sering buang air kecil pada malam hari dengan frekuensi
lebih dari 5 kali. Buang air besar lancar, sehari sekali dengan konsistensi lunak.Riwayat
DM (+) diketahui sekitar 10 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi glibenklamid namun
tidak teratur.
Riwayat HT (+) diketahui sejak 5 tahun yang lalu, saat memeriksakan diri di puskesmas
setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi saat
memeriksakan ke puskesmas yaitu 240/120 mmHg. Pasien menkonsumsi captopril dengan
teratur. Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Penyakit Jantung Korroner (-), Stroke
(-), tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup serta komposmentis.
Tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 60 x/menit, pernapasan 28 x/menit, suhu 36.6oC
(axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri :
ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada regio
epigastrium dan didapatkan ascites (shifting dullness +). Pada ekstremitas didapatkan
edema pretibial dan edema dorsum pedis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 6,4 gr/dl, MCV : 92 pl, MCH : 29,6 pg,
MCHC : 32,2 gr/dl, HCT : 19,9 , Ureum : 120 mg/dl, Kreatinin : 9.9 mg/dl, Albumin : 3,0
gr/dl, GDS 384 mg/dl. Dan hasil urinalisis didapatkan Protein : 300/+++, Glukosa :
250/+++, Blood : 200/+++.
Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali dengan dilatation et
elongation aortae dengan edema pulmo, penebalan fisura susp/ efusi DD pneumonia
dextra, atherosclerosis aortae, bulging diafragma kanan.USG abdomen ditemukan adanya
tanda-tanda PNC kiri dan Cholelith dan Sludge GB. Hasil pemeriksaan EKG : 73x/menit,
Normo axis, Left Ventricular Hyperthropy.

13
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka
pasien ini diassessment dengan CKD stage V ec.Nefropati Diabetik, Diabetes Mellitus
tipe 2, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Hipoalbuminemia, dan
CAP.

DISKUSI
Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage 5 ec. Nefropati Diabetik, Diabetes
Mellitus tipe 2, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Hipoalbuminemia,
dan CAP.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang
merasa mual, muntah, disertai dengan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung
kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya konjungtiva yang anemis
menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa
hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal
ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang
menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. LFG pasien 8.69 ml/mnt/1.73 m2, terdiagnosa
pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien
mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu, dan mengkonsumsi glibenklamid tidak
teratur, radiologis (USG Abdomen) didapatkan adanya tanda-tanda pyelonephritis chronic
sinistra (PNC), hal ini menunjukkan bahwa ada proses infeksi yang menyebabkan
kerusakan fungsional ginjal.
Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut
sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari
meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 120 mg/dl, dimana kisaran
normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl.
Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan
dorsum pedis serta adanya ascites. Didukung juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium
albumin 3,0 gr/dl dan ditemukannya protein 3 (+++) pada urin pasien, hal ini
14
menjelaskan bahwa pasien telah mengalami keadaan hipoalbuminemia. Gangguan
permeabilitas selektif pada penyaring glomerulus, dimana dalam hal ini terjadi
peningkatan permeabilitas membran basalis sehingga terjadi proteinuria dan
hipoalbuminemia pada pasien. Keadaan ini selanjutnya dapat menjelaskan bahwa terjadi
penurunan tekanan osmotik kapiler yang menyebabkan transudasi ke dalam interstitium
sehingga dapat menyebabkan edema.
Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The
Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol >
160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks
AP juga ditemukan adanya kardiomegali dengan dilatation et elongation aortae yang
mungkin merupakan akibat kompensasi dari hipertensi yang sudah lama dan tidak
terkontrol.
Pada pasien ini juga ditemukan kadar glukosa sewaktu yang tinggi yaitu sebesar 384
mg/dl. Peningkatan kadar glukosa sewaktu dalam darah disebabkan riwayat DM
penderita, dimana terjadinya gangguan pada hormone insulin yang dihasilkan oleh
pankreas sehingga menyebabkan peninggian kadar glukosa dalam darah dimana
seharusnya glukosa tersebut dapat masuk ke intrasel untuk di metabolisme untuk
menghasilkan energy. Kadar glukosa yang tidak terkontrol disertai dengan pengobatan
yang tidak teratur dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada
stadium dini gagal ginjal kronik dapat timbul gangguan ekskresi ginjal sehingga
terdapatnya glukosa pada urin.
Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis
dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu
kadar hemoglobin 6,4 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan
sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan
defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Diketahui juga bahwa racun uremik
dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap
eritropietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup sel darah
merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah
normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat
pada sel itu sendiri.

15
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik
ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya
bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan
penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi,
seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi
(penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun
penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens
kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih
berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah
mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama
diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar
bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga, termasuk negara
16
Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan
ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami
peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat
terjadi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan
glomerulonephritis yang pada akhirnya terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan yang
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang
disebut sebagai Gagal Ginjal Kronik.6

II. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7


1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
 Kelainan patologis
 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari
2
60ml/menit.1,73m selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau
lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6

III. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika
Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data pada
tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di
17
Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per
tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
juta/tahun.6
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga, termasuk negara Asia
Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal,
sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami
peningkatan di era awal abad 21.11

IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara
lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di
Amerika Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.6

Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika


Serikat (1995-1999) 6
Penyebab Insiden
Diabetes Melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di


Indonesia Tahun 2000 6
Penyebab Insiden

18
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%

V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron
yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan insulin
sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Kelebihan gula
darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose transporter (GLUT), yang
mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathyway,
Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat yang disebut dengan advance
glycation end-products (AGEs).11
Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan
intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik
meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai
hormon vasoaktif, seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.11
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling
dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

19
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6

VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,
dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, yaitu:6

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – Umur) x Berat Badan


*)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in
Renal Disease), yaitu :10

LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien


adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x
[albumin]+ 0.318
Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)
SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat


Penyakit 6
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)
20
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau 
2 Kerusakan ginjal dengan LFG  60 – 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG  30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG  15 – 29
berat
5 Gagal ginjal ≤ 15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008 8


1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)
4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia
Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2, apabila
keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal
ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.

Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8

21

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis


Etiologi 6
Penyakit Tipe Mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit glomerular
Penyakit ginjal non (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
diabetes neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)

Penyakit pada Rejeksi kronik


transplantasi Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus dimulai
dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah
protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode
pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20 ug/menit, disebut
juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati insipient. Derajat
albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin dalam

22
urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (ACR). Tingginya eksresi
albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.11

Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi


Albumin/ Protein dalam Urin
Kategori Kumpulan Urin 24 Kumpulan Urin Urin sewaktu
Jam (mg/24 hr) sewaktu (ug/min) (ug/mg creat)
Normal <30 <30 <30
Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Albuminuria ≥ 300 ≥ 300 ≥ 300
Klinis

Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai
pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.
Tahap ini masih ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I
ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi ginjal
akan normal kembali.
Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan struktur
ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah
latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa
berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap
sepi (silent stage).

Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis
diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis glomerulus.
LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini dapat
bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa
dan tekanan darah yang ketat.
Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan
proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering meningkat serta LFG
yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit
diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak
dan gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat
dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.
23
Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga pasien
menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang mengalami
mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun
sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk adanya nefropati
diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata.
Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan
tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi
penyakit ginjal tahap akhir.11

VIII. PENATALAKSANAAN
Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan selalu
dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor risiko
untuk progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor risiko lainnya adalah
konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan pada umumnya sama dan
adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas dimaksud.
Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah.
Di samping itu perlu pula dilakukan upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,
menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll,
juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskular. 6,8,11

a. Pengendalian Kadar Gula Darah


Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien
telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah
progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada pasien DM Tipe 1
maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan
sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian
kadar HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl, post-prandial <180 mg/dl. 11
b. Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang
besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular. Makin
rendah tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak panduan yang
menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan darah pada pasien
24
diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90 mmHg, akan tetapi bila
proteinuria lebih berat, >lgr/24 jam maka target perlu lebih rendah, yaitu <125/75 mmHg.
Harus diingat bahwa mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi
berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping, dan harga obat yang kadang sulit
dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah
yang ditargetkan, apapun jenis obat yang dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek
antiproteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal
pengobatan hipertensi pada pasien DM. 11
c. Pengaturan Diet
Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan dalam
judul ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah
protein sangat penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada pasien DM tipe 1
yang diberi diet mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan risiko
terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini
disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar
10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai
menurun maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin
bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi
terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia.
Mengganti daging merah dengan daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi
albumin dalam urin sebanyak 46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL
kolesterol, dan apolipoprotein B. Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh dan tak jenuh
pada kedua jenis bahan makanan berbeda. Pasien DM sendiri cenderung mangalami keadaan
dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia
diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70
mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.11
d. Penanganan Multifaktorial
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan bahwa
penanganan intensif secara multifactorial pada pasien DM tipe dengan mikroalbuminuria
menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi penanganan sesuai panduan
umum penanggulangan diabetes nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa terjadi penurunan
yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskular, termasuk strok yang fatal dan non-fatal.
Demikian pula kejadian spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih
25
rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target,
baik tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria serta juga disertai
pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin. Dalam kenyataannya pasien
dengan terapi intensif lebih banyak, mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga
dengan obat hipoglikemik oral dan insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak.11

IX. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.6,9

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi


Indonesia. 2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. 2001(6): 531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s Principles and
Internal Medicine. 16th edition. 2005(11): 1653-63.
4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798-
overview. 2014.
5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice
Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.
6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(137): 1035-40.

26
7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney
International. 2005(67): 2089-2100.
8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney
Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care
Experience. 2008: 3-39.
9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a
KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011
Jul;80(1): 17-28.
10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of
Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.
11. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi kelima.
2009(126): 534.

27

Anda mungkin juga menyukai