Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS MEDIK

SEORANG LAKI-LAKI 41 TAHUN DENGAN BELL’S PALSY

Disusun oleh:
dr. Reza Nur Said

Pendamping:
dr. Ken Mardyanah

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. R. SOETIJONO BLORA
2019
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal 2 Agustus 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Reza Nur Said
Judul/Topik : Seorang Laki-laki 41 tahun dengan Bell’s Palsy
Nama Pendamping : dr. Ken Mardyanah
Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Ken Mardyanah


NIP 19600226 200604 2002
BAB I

IDENTITAS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kunduran
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan : Supir

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien merasa wajahnya mencong ke arah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata
sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.
Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada sesak. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya tidak mempunyai penyakit seperti ini. Riwayat penyakit herpes disangkal.
Hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, stroke disangkal, diabetes melitus
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien. Sepupu
mempunyai penyakit diabetes melitus.

3
Riwayat Pengobatan
decolgen dan panadol jika saat sakit kepala

Riwayat Kebiasaan
Makan bergizi. Tidak merokok dan tidak minum Alkohol. Pasien tidur di rumah tepat
dibawah Ac.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37oC

D. STATUS GENERALIS
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : normotia, sekret (-)
Mulut : bibir tampak kering
Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi
Paru : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur

4
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh region abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)

Ekstremitas
Superior : akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lasegue : negatif
Brudzinski I, II: negatif
F. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL
1. Nervus Olfaktorius

Dextra Sinistra

Daya pembau Normosmia Normosmia

2. Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Papil edema Tidak dilakukan
Arteri:Vena

5
3. Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - +
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
 Medial
Baik Baik
 Atas
Baik Baik
 Bawah

Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm

Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Konsensual
Akomodasi Baik Baik

4. Nervus Trokhlearis
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah

5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
 Oftalmikus + +
 Maksilaris + +
 Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan

6
6. Nervus Abdusens
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +

7. Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + -
Kerutan dahi + -
Menutup mata + -
Menyeringai + -
Daya pengecap 2/3
Tidak dapat merasakan manis.
depan

8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra
Tes Romberg Tidak dilakukan
Tes bisik Normal Normal
Tes Rinne
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus


Arkus faring Gerakan simetris
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Uvula Letak di tengah
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

7
10. Nervus Assesorius
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik

11. Nervus Hipoglosus

Sikap lidah Tidak ada deviasi

Fasikulasi -

Tremor lidah -

Atrofi otot lidah -

G. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +

Anggota Gerak Bawah


Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Patella + +
Reflex Achilles + +

8
Refleks Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -

H. PEMERIKSAAN SENSORIK
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah

I. FUNGSI VEGETATIF
Miksi Defekasi
Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi -
Retensio urine - Retensio alvi -
Poliuria -
Anuria -

9
RESUME
Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas ,
mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37oC
Status neurologis
Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus VII
Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + -
Kerutan dahi + -
Menutup mata + -
Menyeringai + -
Daya pengecap 2/3
Tidak dapat merasakan manis.
depan

DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra
• Diagnosa Etiologi : Susp. Bells palsy
• Diagnosa Topis : Nervus VII

10
TERAPI
Non-farmakologis:
1. Istirahat terutama pada keadaan akut .
2. Tiap malam mata diplester .
Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutup supaya dapat menutup bersamaan.
Farmakologis:
1. Prednison 1x60mg selama 5 hari
2. Acyclovir 5x400mg selama 7 hari
3. Vit. B. Complex 3x1
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam

11
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Bell palsy, disebut juga idiopathic facial paralysis (IFP), adalah umumnya terjadi pada
paralisis wajah unilateral yang paling sering terjadi didunia salah satu kelainan umum
neurologi nervus cranial. Bell palsyini terjadi secara bertahap dan tidak diketahui
penyebabnya. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).

Bell palsy adalah kelumpuhan perifer pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan
otot pada satu sisi wajah. Pasien yang terkena kelumpuhan wajah unilateral timbul selama
satu hingga tiga hari dengan keterlibatan dahi dan tidak ada kelainan neurologis lainnya.
(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)

B. Epidemiologi

Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari
seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,
tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin
berlebihan.

Di USA insiden bell palsy terjadi 23 kasus per 100.000 penduduk.insiden tertinggi di Negara
jepang pada tahun 1986 dan insiden terkecil di swedia pada tahun 1971. Secara umum
insiden yang terjadi 15-30 kasus per 100.000 populasi. Pada pasien dengan paralisis unilateral
akut sebanyak 60-75% kasus, dan dengan sisi kanan yang terkena sebanyak 63% kasus.dan
kasus kekambuhan sekitar 4-14%. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).

Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap terkenanya bell pasy. Namun,
perempuan muda berusia 10-19 tahun lebih mudah terkena bell palsy daripada laki-laki dalam
12
kelompok usia yang sama.Sebuah dominasi sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang
lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000 orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati
pada anak-anak dari usia 13 tahun (13 kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan
pada orang muda dari 10 tahun, dan insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau
lebih. Usia puncak adalah antara 20 dan 40 tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua
berusia 70-80 tahun.

C. Etiologi

Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe1. Penyebab lain antara lain :

1. Infeksi virus lain.


2. Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neoroma akustik)
3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka ditelinga
4. Neurologis : sindrom Guilain-barre
5. Metabolic : kehamilan, diabetes melitus hipertiroid dan hipertensi
6. Toksik : alcohol, tetanus dan karbonmonoksida.

(Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Sarap dr. George Dewanto, SpS et all)

1. Paparan dingin
2. Virus herpes simplex (HSV)

(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)

D. Patofisiologi

Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks
motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan
jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh
daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan
nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka

13
sudut mulut yang sehat yang dapat terangkat. Otot wajah bagian dahi tidak
menunjukkan kelemahan yang berarti. Cirri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat
dimengerti, karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajahh di atas alis
mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral.

Pada kerusakan di lobus frontalis otot wajah sisi kontralateral masih dapat digerakkan
secara volunteer, tetapi tidak ikut bergerak jika ketawa atau merengut. Perubahan raut
muka pada keadaan emosional justru masih bisa timbul apabila korteks motorik primer
rusak. Maka gerakan otot wajah yang timbul pada keadaan emosional sangat mungkin
diatur oleh daerah korteks di lobus frontalis. Sedangkan gerakan otot wajah volunteer
diurus oleh korteks piramidalis.

Lesi LMN bisa terletak di pons, di sebut serebelo-pontin, di os petrosum atau cavum
timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi
di pons yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusen bisa merusak akar nervus
fasialis, inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinal medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan
melirik kea rah lesi. Proses patologik disekitar meatus akustikus internus akan
melibatkan nervus fasialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut, paralisis fasialis
LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perspektif ipsilateral dan ageusia.

Karena proses yang dikenal awam sebagai ‘ masuk angin’ atau dalam bahasa inggris
‘cold’, nervus fasialis bisa sembab. Karena itu ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh dan tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebra tidak
dapat ditutup dan pada usaha untuk memejamkan mata terlihatlah bola mata yang
terbalik keatas. Sudut mata tidak bisa diangkat bibir tidak bisa dicucurkan. Karena
lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.

(Prof Mahar pada Neurologi Klinis Dasar)

E. Tanda dan Gejala

1. Onset akut > 48 jam


2. Sakit ditelinga belakang
14
3. Air mata berkurang
4. Hiperakusis
5. Sakit pada otot wajah
6. Kelopak mata tidak bisa ditutup
7. Rasa kesemutan atau mati rasa
8. Dahi dan alis tidak dapat dikeutkan pada sisi yang terkena

F. Diagnosis

1. Anamnesa
Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat
dikerutkan. Fisura palpebral tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata
terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir
tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka
air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun di situ.
2. Pemeriksaan motoris
Pemeriksaan fungsi motorik N. Fasial yang sistematik yaitu dengan mengamati
kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat kelumpuhan salah satu otot wajah.
3. Pemeriksaan sensoris
Pemeriksaan fungsi sensorik yaitu dengan menilai dengan daya pengecapan (citarasa).
Hilangnya atau mengurangnya daya pengecapan dinamakan ageusia dan hipogeusia.
Bilamana pengecapan asin dirasakan sebagai asam-manis dan sebagainya, maka daya
pengecapan yang abnormal itu dinamakan Pargeusia.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. HIV Screening
b. Hitung darah komplit
c. Fungsi tiroid
d. Glukosa serum
e. Glukosa darah
f. HBA1c
g. Tes Schirmer
h. Tes kepekaan saraf
15
i. CT-Scan
j. MRI

Kategori Bell palsy oleh House Brackmann


• Derajat 1
Fungsional normal
• Derajat 2
Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris.
• Derajat 3
Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit lemah
dengan usaha maksimal.
• Derajat 4
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak
asimetris dengan usaha maksimal.
• Derajat 5
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit bergerak
• Derajat 6
Tidak bergerak sama sekali.

G. Tatalaksana

Tujuan pengobatan :

1. Perbaikan fungsi nervus fasialis


2. Mengurasi kerusakan neuronal
3. Mencegah komplikasi

Medikamentosa :

1. Terapi kortikosteroid : prednisone dosis 60 mg per hari selama 5 hari kemudian


diturunkan menjadi 40 mg per hari selama 5 hari.
2. Terapi antivirus : acyclovir 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari.

16
Prognosis

Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf
substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh
total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.11 Sekitar 10%
mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta
8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular,
gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi
mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang
jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada
fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan atau
perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama. Kimura et al11 menggunakan blink
reflex sebagai prediktor kesembuhan yang dilakukan dalam 14 hari onset, gelombang R1
yang kembali terlihat pada minggu kedua menandakan prognosis perbaikan klinis yang
positif. Selain menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk menentukan prognosis,
House-Brackmann Facial Nerve Grading System dapat digunakan untuk mengukur
keparahan dari suatu serangan dan menentukan prognosis pasien Bell’s palsy.
(Handoko Lowis, 2012)

Komplikasi

Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat
diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy, adalah2
(1) regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis
seluruh atau beberapa muskulus fasialis,
(2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan),
ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama
dengan stimuli normal), dan
(3) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.

17
BAB III
KESIMPULAN
Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas ,
mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37oC
Status neurologis
Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii
Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + -
Kerutan dahi + -
Menutup mata + -
Menyeringai + -
Daya pengecap 2/3
Tidak dapat merasakan manis.
depan

• Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra


• Diagnosa Etiologi : susp. Bells palsy
• Diagnosa Topis : nervus VII

18
Daftar Pustaka

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2010


2. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011
3. Tiemstra J,MD & Khatkhate Nandini. Bell's Palsy: Diagnosis and Management.
University of Illinois at Chicago College of Medicine, Chicago, Illinois : 2007.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p997.html

4. C Taylor Danette, DO, MS. et all Bell Palsy. Clinical Assistant Professor, Department
of Neurology and Ophthalmology, Michigan State University College of Osteopathic
Medicine; Senior Staff Neurologist, Henry Ford Health Systems: 2013
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#showall

19

Anda mungkin juga menyukai