Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman oleaginous yang
memiliki produktivitas tertinggi (Aholoukpe, et al., 2013). Indonesia merupakan
negara dengan luas lahan kelapa sawit terbesar di dunia (Muchlis, 2018).
Berdasarkan data, luas areal perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), Tahun 2013 total luas lahan
perkebunan kelapa sawit mencapai 10.465.020 Ha dengan produksi kelapa sawit
mencapai 27.782.004 ton. Sedangkan pada tahun 2017 total luas lahan mencapai
12.307.677 Ha dengan produksi kelapa sawit mencapai 35.359.384 ton. Sehingga
dapat dilihat bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 17,6%
dan dan hal ini mengakibatkan produksi kelapa sawit juga mengalami peningkatan
sebesar 27,27% (Badan Pusat Statistik, 2016).
Peningkatan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka akan
mengakibatkan volume limbah padat yang dihasilkan juga mengalami peningkatan
terutama limbah pelepah kelapa sawit yang berasal dari pembersihan pohon. Pelepah
kelapa sawit merupakan hasil sampingan dari pemanenan buah kelapa sawit. Pelepah
kelapa sawit umumnya masih dianggap sebagai limbah oleh masyarakat. Potensi
limbah pelepah kelapa sawit yang sangat banyak dan berbanding lurus dengan
luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menimbulkan berbagai masalah,
di antaranya:
1. Limbah dapat mengotori lahan kelapa sawit, sehingga menjadi tempat
bersarangnya hama dan penyakit tanaman.
2. Limbah dapat menganggu operasional perawatan tanaman kelapa sawit.
3. Limbah dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga hasil tidak
maksimal.
(Muchlis, 2018).

II-1
2.2 Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit (Oil Palm Fronds) merupakan salah satu limbah padat
dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan
dengan panen tandan buah segar (Ambarita, dkk., 2015). Pelepah kelapa sawit
dihasilkan selama proses pemeliharaan tanaman (prunning), proses pemanenan buah
dengan melepaskan pelepah di sekitar buah, dan peremajaan dengan cara menebang
tanaman (Muchlis, 2018). Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di
Indonesia sebanyak 81.887.936 ton/tahun. Pelepah kelapa sawit merupakan limbah
yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit mulai dari pra panen hingga proses
pemanenan. Limbah pelepah kelapa sawit dihasilkan dari proses pruning kelapa
sawit dimana untuk satu pohon kelapa sawit dapat dihasilkan 22 – 26 pelepah setiap
tahunnya. Limbah pelepah kelapa sawit hasil pruning biasanya dibuang begitu saja
dan dibiarkan membusuk di bawah pohon kelapa sawit (Ambarita, dkk., 2015).
Pelepah kelapa sawit terbagi atas 3 bagian, yaitu petiole (pangkal batang),
rachis (batang tempat munculnya daun), dan leaflets (daun). Pelepah kelapa sawit
mulai tumbuh dan berkembang selama 30 bulan (Muchlis, 2018).

Gambar 2.1 Bagian Pelepah Kelapa Sawit (Aholoukpe, et al., 2013)

Pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit mulai dikembangkan misalnya


sebagai pakan ternak dan pupuk kompos, namun ditinjau dari komposisi kimianya
limbah pelepah kelapa sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk diolah lebih
lanjut menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis (Ambarita, dkk.,
2015). Dalam setahun, setiap hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan
pelepah kelapa sawit sebanyak 10,4 ton bobot kering. Salah satu produk yang

II-2
memanfaatkan limbah pelepah kelapa sawit sebagai bahan baku adalah pembuatan
nitroselulosa.

Gambar 2.2 Pelepah Kelapa Sawit (Muchlis, 2018)

Pelepah kelapa sawit merupakan limbah perkebunan kelapa sawit yang


mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Kandungan selulosa pada pelepah kelapa sawit yang tinggi yaitu 35,88% memberi
peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pada pembuatan nitroselulosa
(Ambarita, dkk., 2015). Komposisi kimia dari pelepah kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Pelepah Kelapa Sawit (Ambarita, dkk., 2015)
No Komponen Kimia Kandungan (%)
1. Selulosa 35,88
2. Lignin 18,90
3. Hemiselulosa 26,47
4. Zat ekstraktif 9,05
5. Air 9,70

Kandungan selulosa pada pelepah kelapa sawit tersebut dapat digunakan


sebagai bahan baku pembuatan nitroselulosa sebagai produk yang lebih bermanfaat
dan bernilai ekonomis (Putri, dkk., 2013).

2.3 Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang terdapat dalam tumbuhan yang
berfungsi sebagai bahan pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan dengan rumus
empiris (C6H12O5)n. Struktur kimianya terdiri dari glukosa anhidrat yang
dihubungkan oleh ikatan 𝛽-1,4-glikosidik (Sari, 2016).

II-3
Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Struktur Molekul Selulosa (Purnawan, 2010).

Selulosa tidak berwarna, tidak berbau dan polimer padat tidak beracun.
Selulosa memiliki beberapa sifat yang menjanjikan, yaitu kekuatan mekanik,
biokompatibilitas, hidrofilisitas, stabilisasi termal, kapasitas penyerapan tinggi, dan
pertimbangan penampilan optik. Sifat ini memungkinkan selulosa diterapkan ke
berbagai bidang. Oleh karena itu, banyak peneliti yang berusaha keras untuk
mengeksplorasi produksi bahan bakar dan bahan kimia dari selulosa (Sari, 2016).

2.4 Nitroselulosa
Nitroselulosa adalah bahan yang sangat mudah terbakar yang merupakan hasil
reaksi antara selulosa dengan asam nitrat (Seta, dkk., 2014). Nitroselulosa juga
dikenal sebagai selulosa nitrat (Wei, et al., 2018). Nitroselulosa atau selulosa nitrat
adalah plastik semi sintetis pertama yang awalnya diproduksi oleh Alexander
Parkerin pada tahun 1862 melalui proses nitrasi selulosa dengan campuran asam
nitrat dan asam sulfat (Izzo, et al., 2018). Nitroselulosa mempunyai rumus molekul
(C6H7O2(OH)3)n. Dari rumus molekul ini, tampak bahwa unsur-unsur bahan bakar
(fuel) yaitu C dan H bergabung dengan unsur oksidator (oxidizer), yaitu O
membentuk satu senyawa yang mampu terbakar apabila dikenai energi aktivasi
walaupun tanpa kehadiran oksigen dari udara (udara mengandung 21%v oksigen dan
79%v nitrogen). Nitroselulosa (<12,6% N) biasanya dipertahankan basah dan
mengandung ±30% air agar tidak mudah meledak. Nitroselulosa dengan kadar N
lebih tinggi dikenal sebagai guncotton dan mudah meledak meski sedikit basah. Jika
kering, semua jenis nitroselulosa sangat peka terhadap ledakan dan cukup berbahaya.
Nitroselulosa kering diperlukan untuk jenis bahan peledak tertentu, dan ini dibuat
dengan pengeringan pelan-pelan dari nitroselulosa basah dalam aliran air hangat
(Erlangga, dkk., 2012).

II-4
Nitroselulosa memiliki nilai derajat polimerisasi (n) yaitu 100 sampai dengan
3500, berat molekul 459,28 – 594,28, memiliki warna putih dan agak kekuningan,
berbau, mudah terbakar dan meledak, densitas relatif 1,58 – 1,65, melting point
160oC sampai dengan 170oC, flash point 12,78oC dan akan mudah terbakar pada
suhu 170oC. Nitroselulosa tidak larut dalam air, larut dalam keton, ester, alkohol, dan
pelarut lainnya (Purnawan, 2010).
Nitroselulosa merupakan zat yang tidak stabil dan mudah terbakar apabila
suhunya mencapai di atas 170oC karena terjadi perubahan komposisi akibat panas
yang tiba-tiba. Nitroselulosa dapat disimpan dalam keadaan dingin dengan suhu tidak
boleh melebihi 30oC dan harus jauh dari sumber api atau sumber-sumber panas
lainnya (Purnawan, 2010). Struktur molekul nitroselulosa dapat ditunjukkan pada
Gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Struktur Molekul Nitroselulosa (Purnawan, 2010).

Komponen utama dalam proses pembuatan nitroselulosa yaitu selulosa.


Sumber selulosa cukup melimpah jumlahnya di Indonesia. Jika ditinjau dari kuantitas
dan perkembangannya, sumber selulosa yang melimpah di Indonesia berbasis sawit.
Sawit merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal perkebunan di
Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat akan
menyebabkan peningkatan jumlah limbah padat yang dihasilkan seperti pelepah
kelapa sawit, sabut kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit, dan batang kelapa
sawit. Oleh karena itu, limbah padat kelapa sawit perlu dimanfaatkan kembali untuk
menghasilkan produk yang lebih bermanfaat seperti memproduksi nitroselulosa
dengan menggunakan reaksi nitrasi (Saragih, dkk., 2012).
Nitroselulosa dibuat dengan melakukan proses reaksi nitrasi terhadap selulosa
menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat dengan air. Nitroselulosa dibuat

II-5
dengan reaksi selulosa yaitu proses substitusi (penggantian) gugus –OH dengan
gugus –NO2 (Setiadi, dkk., 2017).

2.5 Aplikasi dan Kegunaan Nitroselulosa


Pemanfaatan dari nitroselulosa sendiri saat ini sangatlah luas. Di antaranya,
pemanfaatan nitroselulosa dapat digunakan sebagai bahan bakar yang bisa digunakan
dalam skala rumah tangga maupun dalam skala industri. Nitroselulosa juga dapat
digunakan untuk bahan bakar pengganti minyak gas dan juga LPG dalam memasak
dengan melarutkan dalam metanol sehingga dihasilkan metanol gel nitroselulosa.
Penggunaan lainnya pada era modern ini adalah pengembangan penggunaan
nitroselulosa sebagai bahan peledak, maupun sebagai bahan baku penggerak roket
(Erlangga, dkk., 2012).
Nitroselulosa sering digunakan sebagai bahan baku utama maupun konstituen
dalam pembuatan propelan dan amunisi. Kandungan nitroselulosa dalam propelan
berkisar 65 hingga 95% massa (Kuo, et al., 2017). Awalnya, nitroselulosa dikenal
sebagai guncotton dikarenakan penggunaannya sebagai aditif untuk propelan
senapan dan roket atau bahan peledak tingkat rendah. Nitroselulosa juga bisa
dieksploitasi secara industri untuk menghasilkan film plastik dan pelapisan kayu.
Nitroselulosa umumnya disimpan di gudang yang dingin dan berventilasi (Wei, et
al., 2018).

2.6 Produk Turunan Nitroselulosa


Aplikasi untuk produk turunan nitroselulosa tergantung kadar nitrogen di
dalamnya. Jenis-jenis produk turunan nitroselulosa serta bidangnya ditunjukkan pada
Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Nitroselulosa dan Kegunaannya (Purnawan, 2010).
No Kandungan Bidang Aplikasi Pelarut
Nitrogen (%)
1. 10,7 – 11,2 Plastic, Lacquer Etil Alkohol
2. 11,2 – 11,7 Film, Lacquer Etil Alkohol, metanol, etil, butil,
amil asetat, aseton, metil etil keton
3. 11,8 – 12,3 Film, Lacquer, Etil Alkohol, metanol, etil, butil,
Coated fabric, amil asetat, aseton, metil etil keton
Cement
4. 12,5 – 13,5 Smokeless powder Aseton

II-6
Berdasarkan kandungan nitrogen terhadap jenis-jenis nitroselulosa, maka setiap
jenis nitroselulosa memiliki tinjauan termodinamika yang berbeda pula. Tinjauan
termodinamika ini berupa energi pembentukan dan entalpi pembentukan. Adapun
tinjauan termodinamika untuk jenis-jenis nitroselulosa berdasarkan kandungan
nitrogennya dapat ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Tinjauan Termodinamika Nitroselulosa (Hartaya, 2010).
Kadar Nitrogen Energi Pembentukan Entalpi Pembentukan
(%) (kJ/kg) (kJ/kg)
13,3 -2.394 -2.483
13,0 -2.469 -2.563
12,5 -2.593 -2.683
12,0 -2.719 -2.811
11,5 -2.844 -2.936
11,0 -2.999 -3.094

2.7 Macam-Macam Proses Pembuatan Nitroselulosa


Reaksi nitrasi adalah proses dimana terjadi reaksi kimia yang menjamin
masuknya satu atau lebih gugus (-NO2) ke dalam suatu molekul, dimana molekul
reaktannya merupakan senyawa-senyawa organik. Reaksi nitrasi merupakan reaksi
yang penting dalam industri kimia organik sintesis. Hal ini dikarenakan bahwa selain
menghasilkan produk semacam pelarut, zat warna, zat yang mudah meledak, dan
juga menghasilkan produk menengah yang berguna bagi penyediaan atau pembuatan
senyawa lain seperti amin (Ahmadi, 2016).
Proses nitrasi adalah masuknya gugus nitro ke dalam zat-zat organik atau kimia
lainnya dengan menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat. Proses nitrasi
dibedakan menjadi 2 macam proses, yaitu pembuatan senyawa nitro dan pembuatan
ester nitrat dimana atom N berikatan dengan atom O. Kegunaan asam sulfat dalam
proses tersebut sebagai zat penarik air (dalam reaksi nitrasi akan terbentuk air),
sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna (Purnawan, 2010).
Reaksi nitrasi berlangsung dengan penggantian satu atau lebih gugus nitro
(-NO2) menjadi molekul yang reaktif. Gugus nitro akan menyerang karbon
membentuk nitroaromatik atau nitroparafin. Jika menyerang nitrogen membentuk
nitramin dan bila menyerang oksigen membentuk nitrat ester. Pada proses nitrasi,
masuknya gugus (-NO2) ke dalam senyawa dapat terjadi dengan menggantikan

II-7
kedudukan beberapa atom atau gugus yang ada di dalam senyawa. Umumnya nitrasi
yang banyak dijumpai adalah nitrasi –NO2 menggantikan atom H (Ahmadi, 2016).
Pembuatan nitroselulosa meliputi tahapan nitrasi selulosa dengan larutan
penitrasi yang terdiri dari campuran asam nitrat dengan campuran asam sulfat pekat.
Pemisahan nitroselulosa dari larutan penitrasi, pencucian, dan penstabilan (Seta,
dkk., 2014). Adapun reaksi pembentukan nitroselulosa dapat dilihat pada Gambar 2.5
berikut:
H2SO4
(C6H7O2(OH)3)x + 3HONO2 (C6H7O2(ONO2)3)x + 3 H2O + H2SO4
Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Nitroselulosa (Purnawan, 2010).

Secara umum proses pembuatan nitroselulosa dapat dilakukan dengan beberapa


cara, yaitu:
1. Proses Nitrasi dengan Menggunakan Asam Nitrat
Pada proses ini, kedudukan asam campuran sebagai asam penitrasi digantikan
dengan asam nitrat dan sisanya air. Proses ini kurang menguntungkan karena
membutuhkan asam nitrat yang berlebih untuk menghasilkan nitroselulosa
dalam jumlah yang sama. Selain itu, proses ini juga membutuhkan bahan baku
yang lebih banyak sehingga ukuran alat yang dibutuhkan jauh lebih besar. Jadi,
dari segi ekonomis juga kurang menguntungkan (Ahmadi, 2016).
2. Proses Nitrasi dengan Campuran Asam (Nitration Mixed Acid)
Pada proses ini, pembuatan nitroselulosa dilakukan dengan menambahkan jenis
asam lain seperti H2SO4 disamping menggunakan HNO3 sebagai reaktan.
Apabila semakin banyak volume HNO3, maka nilai % rasio yang dihasilkan
adalah semakin besar. Untuk menghasilkan nitroselulosa dengan kandungan
gugus nitro yang banyak, maka diperlukan H2SO4 berlebih. Hal ini sesuai
dengan prinsip kesetimbangan Le Chatalier dimana untuk menghasilkan
banyak produk atau kesetimbangan bergeser ke kanan, maka diperlukan
penambahan reaktan sehingga apabila semakin banyak reaktan maka akan
semakin banyak pula produk yang dihasilkan. Pada proses nitrasi, H 2SO4
bertindak sebagai zat pendehidrasi yang dapat menarik molekul air yang
dihasilkan selama proses nitrasi, sehingga reaksi berlangsung hingga akhir
untuk membentuk nitroselulosa yang lebih maksimal. Dengan menggunakan

II-8
H2SO4 yang berlebih, maka molekul air sebagai produk samping reaksi nitrasi
dapat didehidrasi oleh H2SO4 tersebut sehingga akan memaksimalkan
pembentukan produk utama nitroselulosa (Erlangga, dkk., 2012).

2.8 Pemilihan Proses Yang Digunakan


Perbandingan dari kedua proses pembuatan nitroselulosa dapat dilihat pada
Tabel 2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Perbandingan Proses Pembuatan Nitroselulosa (Sumirat, 2010).
No Parameter Proses Nitrasi dengan Proses Nitrasi dengan
Asam Nitrat Campuran Asam
1. Jenis reaktan Asam Nitrat Asam Nitrat dan Asam Sulfat
2. Kebutuhan Membutuhkan asam nitrat Bahan baku yang dibutuhkan
bahan baku yang berlebih lebih sedikit
3. Konsentrasi Konsentrasi HNO3 sebagai Konsentrasi HNO3 yang
reaktan penitrasi lebih tinggi (> 32 diperlukan lebih rendah
%) (interval 20 – 32%)
4. Waktu reaksi Lebih lambat Lebih cepat
5. Temperatur > 60oC 30 – 55oC
6. Ukuran alat Lebih besar Lebih kecil

Berdasarkan Tabel 2.4, dapat dilihat perbandingan masing-masing proses


pembuatan nitroselulosa. Adapun proses yang akan digunakan adalah proses nitrasi
dengan campuran asam (nitration mixed acid). Alasan memilih proses ini
dikarenakan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:
1. Kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi.
2. Suhu operasi lebih rendah.
3. Pemakaian reaktan HNO3 lebih sedikit.
4. Waktu reaksi lebih cepat.
5. Ukuran alat yang digunakan lebih kecil.

2.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Nitroselulosa


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan nitroselulosa
adalah sebagai berikut:
1. Waktu Reaksi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlangga, dkk (2012), maka
dapat diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi, maka semakin besar pula

II-9
persentase rasio yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu
reaksi, maka akan semakin banyak gugus –OH yang tersubstitusi oleh gugus –
NO2 pada reaksi pembuatan nitroselulosa, karena selulosa merupakan
rangkaian panjang polime, maka semakin lama maka pergantian gugus tersebut
akan semakin banyak terjadi dan menghasilkan % rasio nitroselulosa dalam
produk menjadi lebih besar (Erlangga, dkk., 2012).
2. Suhu Reaksi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlangga, dkk (2012), maka
dapat diketahui bahwa semakin besar suhu reaksi, maka nilai persentase rasio
yang dihasilkan adalah semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hukum
kesetimbangan reaksi dimana untuk reaksi eksoterm untuk menghasilkan
produk yang banyak maka reaksi dikondisikan pada suhu rendah. Reaksi yang
terjadi pada proses pembuatan nitroselulosa ini merupakan reaksi eksoterm
maka produk akan semakin banyak dihasilkan dengan suhu rendah (Erlangga,
dkk., 2012).
3. Komposisi Campuran Asam
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlangga, dkk (2012), maka
dapat diketahui bahwa semakin banyak volume HNO3, maka nilai persentase
rasio yang dihasilkan adalah semakin besar. Hal ini sesuai dengan prinsip
kesetimbangan yang diterapkan dalam teori kesetimbangan Le Chatalier
dimana untuk menghasilkan banyak produk atau kesetimbangan bergeser ke
kanan maka diperlukan penambahan reaktan sehingga semakin banyak reaktan
maka akan semakin banyak produk pula yang dihasilkan (Erlangga, dkk.,
2012).
4. Katalis
Penggunaan katalis dengan jumlah sedikit akan mengakibatkan semakin
banyaknya air yang tidak terikat yang akan menghambat substitusi gugus –OH
oleh gugus –NO2. Sebaliknya, jika jumlah katalis yang digunakan lebih besar,
maka katalis dapat menurunkan energi aktivasi yang secara langsung dapat
mempercepat laju reaksi sehingga kadar nitrogen akan semakin tinggi hingga
perbandingan optimum tercapai. Penggunaan katalis yang berlebih akan
mendestruksi selulosa sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih kecil.

II-10
Demikian pula dengan penggunaan HNO3 yang semakin besar akan
menyebabkan reaksi bergeser ke arah pembentukan produk (Seta, dkk., 2014).
5. Kadar Nitrogen
Kadar nitrogen merupakan faktor yang paling penting dalam pembuatan
nitroselulosa. Kadar nitrogen tersebut dapat menggambarkan sebagian besar
sifat fisik dan sifat kimia nitroselulosa. Beberapa diantaranya adalah kadar
energi, suhu pembakaran, kelarutan, massa jenis, dan reaktivitas. Kadar
nitrogen yang tinggi dapat menyebabkan reaksi bergeser ke arah pembentukan
produk (Seta, dkk., 2014).

2.10 Deskripsi Proses Pembuatan Nitroselulosa dari Selulosa Pelepah Kelapa


Sawit
Proses yang digunakan untuk pembuatan nitroselulosa adalah menggunakan
proses nitrasi dengan campuran asam (nitration mixed acid) sebagai katalis.
Bahan Baku Utama : Pelepah Kelapa Sawit, campuran asam (mixed acid) % berat
(H2SO4 : HNO3 : H2O = 21,3% : 66,4% : 12,3%), NaHCO3

2.10.1 Proses Pembentukan Pulp dari Pelepah Kelapa Sawit


Proses pembentukan pulp yang berasal dari pelepah kelapa sawit bertujuan
untuk pengambilan selulosa yang terkandung pada pelepah kelapa sawit.
Pembentukan pulp dilakukan dengan proses pulping yang diikuti dengan proses
bleaching (pemutihan). Pelepah kelapa sawit di dalam gudang penyimpanannya (F-
111) dibawa menuju unit disc chipper (C-101) dengan menggunakan belt conveyor
(J-111) untuk diperkecil ukurannya hingga berdiameter 50 mm. Pelepah kelapa sawit
yang telah dicacah dibawa ke gudang penyimpanan (F-112) chip pelepah kelapa
sawit dengan menggunakan belt conveyor (J-112) dan kemudian dibawa ke digester
(F-121) dengan menggunakan bucket elevator (J-121) (Panjaitan, dkk., 2015 dan
Sinaga, dkk., 2018).
Larutan NaOH 17,5% (Setiadi, dkk., 2017) dari tangki (M-101) dipompakan
menggunakan pompa (L-101) menuju digester (F-121). Proses pemasakan
menggunakan pelarut NaOH 17,5% bertujuan untuk melarutkan lignin di dalam
pelepah kelapa sawit. Digester dilengkapi dengan alat pengaduk. Perbandingan

II-11
antara pelepah kelapa sawit dengan NaOH 17,5% adalah 1 : 10 (b/v) (Sirait, 2015).
Proses pemasakan berlangsung selama 3 jam dengan suhu 85oC. Media yang
digunakan untuk memanaskan reaktor menjadi 85oC adalah steam yang dialirkan
melalui jaket reaktor (Sinaga, dkk., 2018).
Pulp hasil pemasakan dari digester dialirkan menggunakan pompa (L-102) ke
tangki penampungan sementara (F-141), lalu dikirimkan ke unit pencucian Rotary
Washer (H-101) dengan menggunakan pompa (L-103) untuk menghilangkan larutan
NaOH tersisa (Panjaitan, dkk., 2015). Media yang digunakan untuk mencuci pada
unit ini adalah air proses dengan dengan suhu 30oC selama 30 menit. Perbandingan
air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1. Efisiensi pencucian pada alat ini
adalah 98% (Panjaitan, dkk., 2015 dan Sinaga, dkk., 2018) dengan jumlah selulosa
yang keluar sebanyak 98% dari jumlah pulp dan 2% air yang terkandung di dalam
pulp keluar dari Rotary Washer. Sebanyak 61,53% lignin mampu tereduksi pada
digester yang akan terpisah dari pulp pada saat dicuci pada unit Rotary Washer
(Sirait, 2015). Air buangan hasil pencucian pada unit Rotary Washer (H-101)
dialirkan ke penampungan air limbah dengan menggunakan pompa (L-104).
Selanjutnya, pulp dibawa ke unit bleaching (F-122) dengan menggunakan belt
conveyor (J-114).
Keluaran dari Rotary Washer dialirkan dengan menggunakan belt conveyor
(J-114) ke dalam tangki bleaching (F-122). Tangki bleaching digunakan untuk
menghilangkan lignin yang tersisa dari digester. Di dalam tangki bleaching (F-122),
dimasukkan pulp serta larutan NaOCl 1% dari tangki pencampur (M-102) dengan
menggunakan pompa (L-106) (Sinaga, dkk., 2018). Tangki bleaching (F-122)
dilengkapi pengaduk untuk mengaduk campuran. Proses bleaching berlangsung
selama 1 jam pada suhu 60oC dan konsistensi air di dalam pulp sebesar 10%.
Setelah melewati tahap bleaching, bleached pulp dialirkan ke unit pencucian
Rotary Washer (H-102) yang bertujuan agar pulp yang dihasilkan bersih dari sisa
NaOCl. Media pencucian yang digunakan adalah air proses yang masuk ke unit
Rotary Washer (H-102) pada suhu 30oC selama 30 menit. Perbandingan air proses
dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1. Efisiensi pencucian pada alat ini adalah
98%, dengan jumlah selulosa yang keluar sebanyak 98% dari jumlah pulp dan 2% air
yang terkandung di dalam pulp keluar dari Rotary Washer. Sebanyak 87,638% lignin

II-12
mampu tereduksi pada tangki bleaching yang akan terpisah dari pulp pada saat dicuci
pada unit Rotary Washer (Panjaitan, dkk., 2015). Air buangan hasil pencucian pada
unit Rotary Washer (H-102) dialirkan ke penampungan air limbah dengan
menggunakan pompa (L-108).
Kemudian pulp dibawa menggunakan belt conveyor (J-115) dan disimpan
pada unit penyimpanan sementara (F-142). Pulp yang tersimpan di unit penyimpanan
sementara kemudian dibawa ke tahap nitrasi dengan menggunakan screw conveyor
(J-130) dan bucket elevator (J-122).

2.10.2 Proses Pengubahan Pulp Menjadi Nitroselulosa Dengan Menggunakan


Proses Nitrasi
Pulp dibawa dari tangki penyimpanan sementara (F-142) dengan
menggunakan screw conveyor (J-130) dan bucket elevator (J-122) ke reaktor nitrasi
(R-201) yang dilengkapi dengan pengaduk. Pada proses pembuatan nitroselulosa
dengan menggunakan campuran asam, campuran asam yang digunakan terdiri dari
H2SO4, HNO3, dan H2O (perbandingan % berat 21,3% : 66,4% : 12,3%) (Setiadi,
dkk., 2017). Larutan HNO3 65% dan larutan H2SO4 98% yang telah dicampur pada
tangki pencampur (M-201) dipompakan dengan menggunakan pompa (L-203)
dimasukkan ke dalam reaktor nitrasi (R-201) sesuai dengan perbandingan persentase
berat yang telah ditentukan. Kondisi operasi pada unit ini adalah 30oC dan tekanan
operasi 1 atm selama 30 menit. Perbandingan massa campuran asam dan selulosa
pada pulp adalah 27 : 1 (Setiadi, dkk., 2017). Fasa pada proses ini adalah bubur
(slurry). Reaksi keseluruhan yang terjadi dalam reaktor dalam perubahan selulosa
menjadi nitroselulosa adalah sebagai berikut:

(C6H7O2(OH)3)x (s) + 3HONO2 (l) (C6H7O2(ONO2)3)x (s) + 3 H2O (l)

Reaksi yang terjadi merupakan reaksi eksotermis sehingga untuk


mempertahankan suhu tersebut digunakan sistem jaket pendingin dan konversi reaksi
yang diharapkan adalah 95% (Panjaitan, dkk., 2015). Selulosa adalah cincin
anhidroglukosa tanpa gugus –OH dan –NO2 merupakan gugus nitro. Reaksi di atas
menunjukkan bahwa 3 mol asam nitrat bereaksi dengan 1 mol selulosa untuk
menghasilkan 1 mol nitroselulosa dan 3 mol H2O.

II-13
Setelah waktu reaksi dianggap cukup, campuran hasil nitrasi dikirimkan ke
unit pencucian Rotary Washer (H-201) yang dipompa menggunakan pompa (L-205)
sehingga terpisah antara padatan (trinitroselulosa) dan sisa asam pada suhu 30oC dan
selama 30 menit. Perbandingan air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1.
Efisiensi pencucian pada alat ini adalah 98%, dengan jumlah padatan
(trinitroselulosa) yang keluar sebanyak 98% dari jumlah padatan (trinitroselulosa)
dan 2% air yang terkandung di dalam padatan (trinitroselulosa) keluar dari Rotary
Washer. Air buangan hasil pencucian pada unit Rotary Washer (H-201) dialirkan ke
penampungan air limbah dengan menggunakan pompa (L-205).

2.10.3 Proses Stabilisasi dan Netralisasi Produk Nitroselulosa


Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan sisa asam yang dapat menyebabkan
nitroselulosa tidak stabil dan mudah meledak. Stabilisasi dilakukan dengan tangki
stabilisasi (F-221). Hasil pencucian unit Rotary Washer (H-201) diangkut ke tangki
stabilisasi dengan menggunakan belt conveyor (J-211). Di dalam tangki stabilisasi
terjadi pencucian dengan penambahan air. Air yang dibutuhkan untuk tahap
stabilisasi sebesar 71% dari laju alir umpan selulosa pada tahap nitrasi (Yamashita, et
al., 1986). Suhu operasi adalah 85oC dan tekanan operasi adalah 1 atm selama 2 jam.
Campuran diaduk-aduk secara perlahan sehingga akan terbentuk serpihan padatan
(flake) nitroselulosa. Pada unit stabilisasi bertujuan untuk menghentikan proses
reaksi nitrasi.
Setelah melalui proses stabilisasi, maka produk keluaran tangki stabilisasi (F-
221) dipompakan dengan menggunakan pompa (L-206) ke reaktor netralisasi (R-
202). Proses penetralan dilakukan dengan menambahkan larutan NaHCO3 10%
(Panjaitan, dkk., 2015 dan Setiadi, dkk., 2017). Suhu operasi proses penetralan
adalah sebesar 30oC selama 2 jam (Setiadi, dkk., 2017). Larutan NaHCO3 10% pada
tangki pencampur (M-202) dipompakan dengan menggunakan pompa (L-208) ke
dalam reaktor netralisasi (R-202). Reaksi yang terjadi selama proses netralisasi
adalah sebagai berikut:
H2SO4 (l) + NaHCO3 (l) NaHSO4 (s) + H2CO3 (l)
2HNO3 (l) + NaHCO3 (l) NaH(NO3)2 (s) + H2CO3 (l)
Nitroselulosa yang telah dinetralisasi kemudian dipompakan dengan pompa
(L-209) ke unit pencucian Rotary Washer (H-202) untuk menghilangkan sisa larutan

II-14
NaHCO3 10%. Perbandingan air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1.
Efisiensi pencucian pada alat ini adalah 98%. Pencucian dilakukan pada 30oC selama
30 menit. Keluaran hasil pencucian berupa nitroselulosa dan selulosa (impurities)
diangkut ke unit storage tank (F-241) dengan menggunakan belt conveyor (J-212).
Selanjutnya nitroselulosa dibawa dengan menggunakan screw conveyor (J-230) lalu
dikemas dengan menggunakan drum fiber penyimpanan nitroselulosa dengan
kapasitas 20 kg/drum dan disusun pada gudang penyimpanan produk nitroselulosa
(F-211).

2.11 Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku dan Produk


2.11.1 Bahan Baku
1. Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit berfungsi sebagai bahan baku sumber selulosa dalam
pembuatan nitroselulosa. Adapun sifat-sifat pelepah kelapa sawit adalah
sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Panjang pelepah rata-rata = 675,89 cm
- Berat pelepah rata-rata = 9,5 kg
- Lebar minimum = 11 mm
- Lebar maksimum = 180 mm
- Tinggi minimum = 23,5 mm
- Tinggi maksimum = 64,5 mm
(Bulan, 2016)
 Komposisi Kimia
- Selulosa = 35,88%
- Lignin = 18,9%
- Hemiselulosa = 26,47%
- Zat Ekstraktif = 9,05%
- Air = 9,7%
(Ambarita, dkk., 2015).

II-15
2. Selulosa (C6H7O2(OH)2)x
Selulosa berfungsi sebagai bahan baku pembuatan nitroselulosa. Adapun
sifat-sifat selulosa adalah sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padat
- Warna = Keputih-putihan
- Titik Didih = Terdekomposisi
- Titik Leleh = 500 – 518oC
- Specific Gravuty = 1,27 – 1,61
 Sifat-Sifat Kimia
- Tidak larut dalam air dingin, air panas
- Tidak larut dalam pelarut organik
- Tidak korosif terhadap kaca
- Merupakan produk yang stabil
(Science Lab, 2013a)
- Reaksi nitrasi selulosa dengan asam nitrat
H2SO4
(C6H7O2(OH)3)x + 3HONO2 (C6H7O2(ONO2)3)x + 3 H2O + H2SO4
(Purnawan, 2010)

3. Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat berfungsi sebagai campuran asam dan katalis sekaligus sebagai
dehydrating agent yang dapat mengikat air yang terbentuk pada saat reaksi
nitrasi. Adapun sifat-sifat asam sulfat adalah sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Cairan
- Berat Molekul = 98,08 gram/mol
- Warna = Tidak berwarna
- Titik Didih = 270oC
- Titik Leleh = -35oC
- Specific Gravity = 1,84

II-16
 Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat melarut dengan mudah pada air dingin.
- Larut dalam etil alkohol.
- Merupakan produk yang stabil.
- Bersifat korosif terhadap alumunium, tembaga, dan stainless steel.
(Science Lab, 2012a).

4. Air (H2O)
Air berfungsi sebagai pelarut dan pencuci. Adapun sifat-sifat dari air adalah
sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Cairan
- Berat Molekul = 18,02 gram/mol
- Warna = Tidak berwarna
- Titik Didih = 100oC
- Specific Gravity =1
- Tekanan Uap = 2,3 kPa
 Sifat-Sifat Kimia
- Merupakan produk yang stabil.
- Tidak terjadi polimerisasi.
- Tidak korosif.
(Science Lab, 2013b).

5. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)


Natrium bikarbonat berfungsi sebagai bahan pencuci nitroselulosa setelah
proses nitrasi. Adapun sifat-sifat dari natrium bikarbonat adalah sebagai
berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padat
- Bau = Tidak berbau
- Berat Molekul = 84,01 gram/mol

II-17
- Specific Gravity = 2,159
- Warna = Putih
 Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat melarut dalam air dingin.
- Merupakan produk yang stabil.
- Reaktif terhadap asam.
- Tidak korosif terhadap kaca.
- Tidak terjadi polimerisasi.
(Science Lab, 2013c).

6. Asam Nitrat (HNO3)


Asam nitrat berfungsi sebagai reaktan dalam proses nitrasi. Adapun sifat-
sifat dari asam nitrat adalah sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Cairan
- Warna = Tidak berwarna
- Titik Didih = 121oC
- Titik Leleh = -41,6oC
- Specific Gravity = 1,408
- Tekanan Uap = 6 kPa
 Sifat-Sifat Kimia
- Larut dalam air dan dietil eter.
- Dapat larut dengan mudah dalam air dingin dan panas.
- Merupakan produk yang stabil.
- Bersifat korosif terhadap alumunium dan tembaga.
- Tidak korosif terhadap kaca dan stainless steel.
(Science Lab, 2013d).

II-18
7. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida berfungsi sebagai bahan untuk melarutkan lignin dalam
proses delignifikasi pada pelepah kelapa sawit. Adapun sifat-sifat dari
natrium hidroksida adalah sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padat
- Bau = Tidak berbau
- Berat Molekul = 40 gram/mol
- Warna = Putih
- Titik Didih = 1388oC
- Titik Leleh = 323oC
- Specific Gravity = 2,13
 Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat larut dengan mudah dalam air dingin.
- Tidak mengalami polimerisasi.
- Merupakan produk yang stabil.
- Bersifat korosif terhadap alumunium dan seng.
- Tidak korosif terhadap stainless steel.
(Science Lab, 2012b).

8. Natrium Hipoklorit (NaOCl)


Natrium hipoklorit berfungsi sebagai bahan pemutih pada unit bleaching
dan untuk menghilangkan lignin yang masih tersisa. Adapun sifat-sifat dari
natrium hipoklorit adalah sebagai berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padatan
- Warna = Hijau muda
- Bau = Berbau klor
- Titik Didih = 102oC
- Titik Lebur = -20oC
- Tekanan Uap (20oC) = 20 hPa

II-19
- Densitas = 1,22 – 1,25 gram/cm3
- Viskositas (20oC) = 2,8 mPa.s
 Sifat-Sifat Kimia
- Berisiko meledak dengan asam-asam.
- Akan menghasilkan gas atau uap yang berbahaya jika mengalami
kontak dengan asam.
- Bersifat peka terhadap panas, cahaya, dan air.
- Bersifat iritasi dan korosi.
(Merck, 2017).

2.11.2 Produk
1. Nitroselulosa (C6H7O2(OH)3)n
Nitroselulosa adalah produk utama dari proses reaksi nitrasi antara selulosa
dengan asam nitrat. Nitroselulosa yang dihasilkan berasal dari selulosa
pelepah kelapa sawit. Adapun sifat-sifat dari nitroselulosa adalah sebagai
berikut:
 Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Butiran padatan
- Berat Molekul = 459 – 594 gram/mol
- Warna = Putih
- Specific Gravity = 1,58 – 1,65
- Densitas = 0,6 gram/cm3
- Temperatur Dekomposisi = > 180oC
 Sifat-Sifat Kimia
- Bersifat iritasi terhadap kulit.
- Mudah meledak.
- Padatan yang mudah terbakar.
- Larut di dalam ester, keton, eter, alkohol, dan asam asetat glasial.
(Votorantim, 2005).

II-20

Anda mungkin juga menyukai