TINJAUAN PUSTAKA
II-1
2.2 Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit (Oil Palm Fronds) merupakan salah satu limbah padat
dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan
dengan panen tandan buah segar (Ambarita, dkk., 2015). Pelepah kelapa sawit
dihasilkan selama proses pemeliharaan tanaman (prunning), proses pemanenan buah
dengan melepaskan pelepah di sekitar buah, dan peremajaan dengan cara menebang
tanaman (Muchlis, 2018). Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di
Indonesia sebanyak 81.887.936 ton/tahun. Pelepah kelapa sawit merupakan limbah
yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit mulai dari pra panen hingga proses
pemanenan. Limbah pelepah kelapa sawit dihasilkan dari proses pruning kelapa
sawit dimana untuk satu pohon kelapa sawit dapat dihasilkan 22 – 26 pelepah setiap
tahunnya. Limbah pelepah kelapa sawit hasil pruning biasanya dibuang begitu saja
dan dibiarkan membusuk di bawah pohon kelapa sawit (Ambarita, dkk., 2015).
Pelepah kelapa sawit terbagi atas 3 bagian, yaitu petiole (pangkal batang),
rachis (batang tempat munculnya daun), dan leaflets (daun). Pelepah kelapa sawit
mulai tumbuh dan berkembang selama 30 bulan (Muchlis, 2018).
II-2
memanfaatkan limbah pelepah kelapa sawit sebagai bahan baku adalah pembuatan
nitroselulosa.
2.3 Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang terdapat dalam tumbuhan yang
berfungsi sebagai bahan pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan dengan rumus
empiris (C6H12O5)n. Struktur kimianya terdiri dari glukosa anhidrat yang
dihubungkan oleh ikatan 𝛽-1,4-glikosidik (Sari, 2016).
II-3
Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut:
Selulosa tidak berwarna, tidak berbau dan polimer padat tidak beracun.
Selulosa memiliki beberapa sifat yang menjanjikan, yaitu kekuatan mekanik,
biokompatibilitas, hidrofilisitas, stabilisasi termal, kapasitas penyerapan tinggi, dan
pertimbangan penampilan optik. Sifat ini memungkinkan selulosa diterapkan ke
berbagai bidang. Oleh karena itu, banyak peneliti yang berusaha keras untuk
mengeksplorasi produksi bahan bakar dan bahan kimia dari selulosa (Sari, 2016).
2.4 Nitroselulosa
Nitroselulosa adalah bahan yang sangat mudah terbakar yang merupakan hasil
reaksi antara selulosa dengan asam nitrat (Seta, dkk., 2014). Nitroselulosa juga
dikenal sebagai selulosa nitrat (Wei, et al., 2018). Nitroselulosa atau selulosa nitrat
adalah plastik semi sintetis pertama yang awalnya diproduksi oleh Alexander
Parkerin pada tahun 1862 melalui proses nitrasi selulosa dengan campuran asam
nitrat dan asam sulfat (Izzo, et al., 2018). Nitroselulosa mempunyai rumus molekul
(C6H7O2(OH)3)n. Dari rumus molekul ini, tampak bahwa unsur-unsur bahan bakar
(fuel) yaitu C dan H bergabung dengan unsur oksidator (oxidizer), yaitu O
membentuk satu senyawa yang mampu terbakar apabila dikenai energi aktivasi
walaupun tanpa kehadiran oksigen dari udara (udara mengandung 21%v oksigen dan
79%v nitrogen). Nitroselulosa (<12,6% N) biasanya dipertahankan basah dan
mengandung ±30% air agar tidak mudah meledak. Nitroselulosa dengan kadar N
lebih tinggi dikenal sebagai guncotton dan mudah meledak meski sedikit basah. Jika
kering, semua jenis nitroselulosa sangat peka terhadap ledakan dan cukup berbahaya.
Nitroselulosa kering diperlukan untuk jenis bahan peledak tertentu, dan ini dibuat
dengan pengeringan pelan-pelan dari nitroselulosa basah dalam aliran air hangat
(Erlangga, dkk., 2012).
II-4
Nitroselulosa memiliki nilai derajat polimerisasi (n) yaitu 100 sampai dengan
3500, berat molekul 459,28 – 594,28, memiliki warna putih dan agak kekuningan,
berbau, mudah terbakar dan meledak, densitas relatif 1,58 – 1,65, melting point
160oC sampai dengan 170oC, flash point 12,78oC dan akan mudah terbakar pada
suhu 170oC. Nitroselulosa tidak larut dalam air, larut dalam keton, ester, alkohol, dan
pelarut lainnya (Purnawan, 2010).
Nitroselulosa merupakan zat yang tidak stabil dan mudah terbakar apabila
suhunya mencapai di atas 170oC karena terjadi perubahan komposisi akibat panas
yang tiba-tiba. Nitroselulosa dapat disimpan dalam keadaan dingin dengan suhu tidak
boleh melebihi 30oC dan harus jauh dari sumber api atau sumber-sumber panas
lainnya (Purnawan, 2010). Struktur molekul nitroselulosa dapat ditunjukkan pada
Gambar 2.4 berikut:
II-5
dengan reaksi selulosa yaitu proses substitusi (penggantian) gugus –OH dengan
gugus –NO2 (Setiadi, dkk., 2017).
II-6
Berdasarkan kandungan nitrogen terhadap jenis-jenis nitroselulosa, maka setiap
jenis nitroselulosa memiliki tinjauan termodinamika yang berbeda pula. Tinjauan
termodinamika ini berupa energi pembentukan dan entalpi pembentukan. Adapun
tinjauan termodinamika untuk jenis-jenis nitroselulosa berdasarkan kandungan
nitrogennya dapat ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Tinjauan Termodinamika Nitroselulosa (Hartaya, 2010).
Kadar Nitrogen Energi Pembentukan Entalpi Pembentukan
(%) (kJ/kg) (kJ/kg)
13,3 -2.394 -2.483
13,0 -2.469 -2.563
12,5 -2.593 -2.683
12,0 -2.719 -2.811
11,5 -2.844 -2.936
11,0 -2.999 -3.094
II-7
kedudukan beberapa atom atau gugus yang ada di dalam senyawa. Umumnya nitrasi
yang banyak dijumpai adalah nitrasi –NO2 menggantikan atom H (Ahmadi, 2016).
Pembuatan nitroselulosa meliputi tahapan nitrasi selulosa dengan larutan
penitrasi yang terdiri dari campuran asam nitrat dengan campuran asam sulfat pekat.
Pemisahan nitroselulosa dari larutan penitrasi, pencucian, dan penstabilan (Seta,
dkk., 2014). Adapun reaksi pembentukan nitroselulosa dapat dilihat pada Gambar 2.5
berikut:
H2SO4
(C6H7O2(OH)3)x + 3HONO2 (C6H7O2(ONO2)3)x + 3 H2O + H2SO4
Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Nitroselulosa (Purnawan, 2010).
II-8
H2SO4 yang berlebih, maka molekul air sebagai produk samping reaksi nitrasi
dapat didehidrasi oleh H2SO4 tersebut sehingga akan memaksimalkan
pembentukan produk utama nitroselulosa (Erlangga, dkk., 2012).
II-9
persentase rasio yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu
reaksi, maka akan semakin banyak gugus –OH yang tersubstitusi oleh gugus –
NO2 pada reaksi pembuatan nitroselulosa, karena selulosa merupakan
rangkaian panjang polime, maka semakin lama maka pergantian gugus tersebut
akan semakin banyak terjadi dan menghasilkan % rasio nitroselulosa dalam
produk menjadi lebih besar (Erlangga, dkk., 2012).
2. Suhu Reaksi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlangga, dkk (2012), maka
dapat diketahui bahwa semakin besar suhu reaksi, maka nilai persentase rasio
yang dihasilkan adalah semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hukum
kesetimbangan reaksi dimana untuk reaksi eksoterm untuk menghasilkan
produk yang banyak maka reaksi dikondisikan pada suhu rendah. Reaksi yang
terjadi pada proses pembuatan nitroselulosa ini merupakan reaksi eksoterm
maka produk akan semakin banyak dihasilkan dengan suhu rendah (Erlangga,
dkk., 2012).
3. Komposisi Campuran Asam
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlangga, dkk (2012), maka
dapat diketahui bahwa semakin banyak volume HNO3, maka nilai persentase
rasio yang dihasilkan adalah semakin besar. Hal ini sesuai dengan prinsip
kesetimbangan yang diterapkan dalam teori kesetimbangan Le Chatalier
dimana untuk menghasilkan banyak produk atau kesetimbangan bergeser ke
kanan maka diperlukan penambahan reaktan sehingga semakin banyak reaktan
maka akan semakin banyak produk pula yang dihasilkan (Erlangga, dkk.,
2012).
4. Katalis
Penggunaan katalis dengan jumlah sedikit akan mengakibatkan semakin
banyaknya air yang tidak terikat yang akan menghambat substitusi gugus –OH
oleh gugus –NO2. Sebaliknya, jika jumlah katalis yang digunakan lebih besar,
maka katalis dapat menurunkan energi aktivasi yang secara langsung dapat
mempercepat laju reaksi sehingga kadar nitrogen akan semakin tinggi hingga
perbandingan optimum tercapai. Penggunaan katalis yang berlebih akan
mendestruksi selulosa sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih kecil.
II-10
Demikian pula dengan penggunaan HNO3 yang semakin besar akan
menyebabkan reaksi bergeser ke arah pembentukan produk (Seta, dkk., 2014).
5. Kadar Nitrogen
Kadar nitrogen merupakan faktor yang paling penting dalam pembuatan
nitroselulosa. Kadar nitrogen tersebut dapat menggambarkan sebagian besar
sifat fisik dan sifat kimia nitroselulosa. Beberapa diantaranya adalah kadar
energi, suhu pembakaran, kelarutan, massa jenis, dan reaktivitas. Kadar
nitrogen yang tinggi dapat menyebabkan reaksi bergeser ke arah pembentukan
produk (Seta, dkk., 2014).
II-11
antara pelepah kelapa sawit dengan NaOH 17,5% adalah 1 : 10 (b/v) (Sirait, 2015).
Proses pemasakan berlangsung selama 3 jam dengan suhu 85oC. Media yang
digunakan untuk memanaskan reaktor menjadi 85oC adalah steam yang dialirkan
melalui jaket reaktor (Sinaga, dkk., 2018).
Pulp hasil pemasakan dari digester dialirkan menggunakan pompa (L-102) ke
tangki penampungan sementara (F-141), lalu dikirimkan ke unit pencucian Rotary
Washer (H-101) dengan menggunakan pompa (L-103) untuk menghilangkan larutan
NaOH tersisa (Panjaitan, dkk., 2015). Media yang digunakan untuk mencuci pada
unit ini adalah air proses dengan dengan suhu 30oC selama 30 menit. Perbandingan
air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1. Efisiensi pencucian pada alat ini
adalah 98% (Panjaitan, dkk., 2015 dan Sinaga, dkk., 2018) dengan jumlah selulosa
yang keluar sebanyak 98% dari jumlah pulp dan 2% air yang terkandung di dalam
pulp keluar dari Rotary Washer. Sebanyak 61,53% lignin mampu tereduksi pada
digester yang akan terpisah dari pulp pada saat dicuci pada unit Rotary Washer
(Sirait, 2015). Air buangan hasil pencucian pada unit Rotary Washer (H-101)
dialirkan ke penampungan air limbah dengan menggunakan pompa (L-104).
Selanjutnya, pulp dibawa ke unit bleaching (F-122) dengan menggunakan belt
conveyor (J-114).
Keluaran dari Rotary Washer dialirkan dengan menggunakan belt conveyor
(J-114) ke dalam tangki bleaching (F-122). Tangki bleaching digunakan untuk
menghilangkan lignin yang tersisa dari digester. Di dalam tangki bleaching (F-122),
dimasukkan pulp serta larutan NaOCl 1% dari tangki pencampur (M-102) dengan
menggunakan pompa (L-106) (Sinaga, dkk., 2018). Tangki bleaching (F-122)
dilengkapi pengaduk untuk mengaduk campuran. Proses bleaching berlangsung
selama 1 jam pada suhu 60oC dan konsistensi air di dalam pulp sebesar 10%.
Setelah melewati tahap bleaching, bleached pulp dialirkan ke unit pencucian
Rotary Washer (H-102) yang bertujuan agar pulp yang dihasilkan bersih dari sisa
NaOCl. Media pencucian yang digunakan adalah air proses yang masuk ke unit
Rotary Washer (H-102) pada suhu 30oC selama 30 menit. Perbandingan air proses
dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1. Efisiensi pencucian pada alat ini adalah
98%, dengan jumlah selulosa yang keluar sebanyak 98% dari jumlah pulp dan 2% air
yang terkandung di dalam pulp keluar dari Rotary Washer. Sebanyak 87,638% lignin
II-12
mampu tereduksi pada tangki bleaching yang akan terpisah dari pulp pada saat dicuci
pada unit Rotary Washer (Panjaitan, dkk., 2015). Air buangan hasil pencucian pada
unit Rotary Washer (H-102) dialirkan ke penampungan air limbah dengan
menggunakan pompa (L-108).
Kemudian pulp dibawa menggunakan belt conveyor (J-115) dan disimpan
pada unit penyimpanan sementara (F-142). Pulp yang tersimpan di unit penyimpanan
sementara kemudian dibawa ke tahap nitrasi dengan menggunakan screw conveyor
(J-130) dan bucket elevator (J-122).
II-13
Setelah waktu reaksi dianggap cukup, campuran hasil nitrasi dikirimkan ke
unit pencucian Rotary Washer (H-201) yang dipompa menggunakan pompa (L-205)
sehingga terpisah antara padatan (trinitroselulosa) dan sisa asam pada suhu 30oC dan
selama 30 menit. Perbandingan air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1.
Efisiensi pencucian pada alat ini adalah 98%, dengan jumlah padatan
(trinitroselulosa) yang keluar sebanyak 98% dari jumlah padatan (trinitroselulosa)
dan 2% air yang terkandung di dalam padatan (trinitroselulosa) keluar dari Rotary
Washer. Air buangan hasil pencucian pada unit Rotary Washer (H-201) dialirkan ke
penampungan air limbah dengan menggunakan pompa (L-205).
II-14
NaHCO3 10%. Perbandingan air proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1.
Efisiensi pencucian pada alat ini adalah 98%. Pencucian dilakukan pada 30oC selama
30 menit. Keluaran hasil pencucian berupa nitroselulosa dan selulosa (impurities)
diangkut ke unit storage tank (F-241) dengan menggunakan belt conveyor (J-212).
Selanjutnya nitroselulosa dibawa dengan menggunakan screw conveyor (J-230) lalu
dikemas dengan menggunakan drum fiber penyimpanan nitroselulosa dengan
kapasitas 20 kg/drum dan disusun pada gudang penyimpanan produk nitroselulosa
(F-211).
II-15
2. Selulosa (C6H7O2(OH)2)x
Selulosa berfungsi sebagai bahan baku pembuatan nitroselulosa. Adapun
sifat-sifat selulosa adalah sebagai berikut:
Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padat
- Warna = Keputih-putihan
- Titik Didih = Terdekomposisi
- Titik Leleh = 500 – 518oC
- Specific Gravuty = 1,27 – 1,61
Sifat-Sifat Kimia
- Tidak larut dalam air dingin, air panas
- Tidak larut dalam pelarut organik
- Tidak korosif terhadap kaca
- Merupakan produk yang stabil
(Science Lab, 2013a)
- Reaksi nitrasi selulosa dengan asam nitrat
H2SO4
(C6H7O2(OH)3)x + 3HONO2 (C6H7O2(ONO2)3)x + 3 H2O + H2SO4
(Purnawan, 2010)
II-16
Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat melarut dengan mudah pada air dingin.
- Larut dalam etil alkohol.
- Merupakan produk yang stabil.
- Bersifat korosif terhadap alumunium, tembaga, dan stainless steel.
(Science Lab, 2012a).
4. Air (H2O)
Air berfungsi sebagai pelarut dan pencuci. Adapun sifat-sifat dari air adalah
sebagai berikut:
Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Cairan
- Berat Molekul = 18,02 gram/mol
- Warna = Tidak berwarna
- Titik Didih = 100oC
- Specific Gravity =1
- Tekanan Uap = 2,3 kPa
Sifat-Sifat Kimia
- Merupakan produk yang stabil.
- Tidak terjadi polimerisasi.
- Tidak korosif.
(Science Lab, 2013b).
II-17
- Specific Gravity = 2,159
- Warna = Putih
Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat melarut dalam air dingin.
- Merupakan produk yang stabil.
- Reaktif terhadap asam.
- Tidak korosif terhadap kaca.
- Tidak terjadi polimerisasi.
(Science Lab, 2013c).
II-18
7. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida berfungsi sebagai bahan untuk melarutkan lignin dalam
proses delignifikasi pada pelepah kelapa sawit. Adapun sifat-sifat dari
natrium hidroksida adalah sebagai berikut:
Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Padat
- Bau = Tidak berbau
- Berat Molekul = 40 gram/mol
- Warna = Putih
- Titik Didih = 1388oC
- Titik Leleh = 323oC
- Specific Gravity = 2,13
Sifat-Sifat Kimia
- Larut di dalam air.
- Dapat larut dengan mudah dalam air dingin.
- Tidak mengalami polimerisasi.
- Merupakan produk yang stabil.
- Bersifat korosif terhadap alumunium dan seng.
- Tidak korosif terhadap stainless steel.
(Science Lab, 2012b).
II-19
- Densitas = 1,22 – 1,25 gram/cm3
- Viskositas (20oC) = 2,8 mPa.s
Sifat-Sifat Kimia
- Berisiko meledak dengan asam-asam.
- Akan menghasilkan gas atau uap yang berbahaya jika mengalami
kontak dengan asam.
- Bersifat peka terhadap panas, cahaya, dan air.
- Bersifat iritasi dan korosi.
(Merck, 2017).
2.11.2 Produk
1. Nitroselulosa (C6H7O2(OH)3)n
Nitroselulosa adalah produk utama dari proses reaksi nitrasi antara selulosa
dengan asam nitrat. Nitroselulosa yang dihasilkan berasal dari selulosa
pelepah kelapa sawit. Adapun sifat-sifat dari nitroselulosa adalah sebagai
berikut:
Sifat-Sifat Fisika
- Bentuk Fisik = Butiran padatan
- Berat Molekul = 459 – 594 gram/mol
- Warna = Putih
- Specific Gravity = 1,58 – 1,65
- Densitas = 0,6 gram/cm3
- Temperatur Dekomposisi = > 180oC
Sifat-Sifat Kimia
- Bersifat iritasi terhadap kulit.
- Mudah meledak.
- Padatan yang mudah terbakar.
- Larut di dalam ester, keton, eter, alkohol, dan asam asetat glasial.
(Votorantim, 2005).
II-20