Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.1.1 Pengertian

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progressif nonreversibel atau revesibel parsial. (Ambrosino & Serradori, 2012).

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik

berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut

- turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya.

Sedangkan Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai

oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan

dinding alveoli. (Ramos, et. al. 2013).

2.1.2 Penyebab (Etiologi)

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

yang paling beresiko menurut Avanji & Hajbaghery (2011) adalah :

1. Kebiasaan merokok merupakan satu – satunya kausal yang terpenting, jauh

lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat

merokok perlu diperhatikan : (a).Riwayat Merokok : perokok aktif, perokok

pasif, dan bekas perokok ; (b).Derajat Berat merokok dengan Indeks Brinkman

Universitas Sumatera Utara


9

(IB), yaitu perkalian jumlah rata–rata batang rokok yang dihisap sehari

dikalikan lamanya merokok (waktu selama merokok) dalam tahun.

Tabel 2.1Indeks Brinkman (IB) untuk Perokok (GOLD,2012)

Tingkatan Perokok Indeks Brinkman (IB)

Perokok Ringan 0 - 200


Perokok Sedang 200 - 600
Perokok Berat > 600

2. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi,

3. Riwayat terkena polusi udaraseperti asap kenderaan, asap rokok dan debu atau

gas – gas kimiawi baik di lingkungan rumah maupun lingkungan pekerjaan,

4. Jenis kelamin, pada umumnya pria lebih beresiko dibandingkan wanita,

5. Riwayat infeki saluran napas bawah berulang

6. Infeksi sistem pernapasan akut seperti Hiperaktiviti, Peunomia dan Bronkiolus

7. Bersifat genetik yaituDefisiensiatau kekurangan antitripsin alpha – 1,

umumnya jarang terdapat di Indonesia. Hal ini merupakan kekurangan suatu

enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang

yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif

muda, walau pun tidak merokok.

8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru

obstuksi kronik.

Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi

Universitas Sumatera Utara


10

akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus

influenza dan strepto coccus pneumonia.(David Ovedoff, 2010)

2.1.3 Gejala Klinis

Menurut Hatice (2011), dalam menilai gambaran klinis pada klien PPOK

harus memperhatikan hal-hal sebagaiberikut: (a).Onset(awal terjadinya penyakit)

biasanya pada usia pertengahan ; (b).Perkembangan gejala bersifat progresif

lambat ; (c).Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam dan luar

ruangan serta tempat kerja) ; (d).Sesak pada saat melakukan aktivitas ;

(e).Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini

harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang

biasa terjadi pada proses penuaan. Menurut GOLD (2012), untuk menilai

kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran skala sesak

menurut British Medical Research Council (MRC).

Tabel 2.2 Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

Kegiatan / Aktivitas Skala Sesak

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas (1)


(tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat)
Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau (2)
naik tangga 1 tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak (3)
Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah (4)
beberapa menit
Sesak bila mandi atau berpakaian (5)

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.4 Patologi

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam

usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang

sehingga sulit bernapas.Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen

seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk

digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah

ke paru-paru.

Berkurangnya fungsi parujuga disebabkan oleh berkurangnya fungsi

sistem respirasi. Faktorrisiko tersebut akan mendatangkan proses inflamasi

bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis,

dan berakibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus

terminalis), yang mengalami penutupan,(Neil,F. G, 2013).

Udara yang masuk ke alveoli(waktu inspirasi), banyak terjebak dalam

alveolus(waktuekspirasi) dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal

inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas. Adanya obstruksi pada

awal ekspirasi akan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi paru

seperti : ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

mengalami gangguan. (Arief Mansjoer, 2012).

Obstruksi saluran napas pada klien PPOK bersifat ireversibel dan terjadi

karena perubahan struktural padasaluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,

metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebabutama obstruksi jalan

napas, hal ini dapat dilihat pada Skema dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara


12

Inhalasi Bahan Berbahaya

Inflamasi
Mekanisme Mekanisme
Perlindungan Perbaikan

Kerusakan Jaringan Paru

Penyempitan Saluran Destruksi


Hipersekresi Mukus
Napas dan Fibrosis Paremkim

Skema 2.1 Konsep Patologi pada klien PPOK

2.1.5 Diagnosis

1). Anamnesis

Faktor resiko : a). Usia; b). Riwayat penyakit; c). Faktor

predisposisidiantaranya : Asap rokok, polusi udara, polusi tempat atau

lingkungan.

Gejala:Keluhan respirasi ini harusdiperiksa dengan teliti karena seringkali

dianggap sebagai gejala yang biasaterjadi pada proses penuaan, diantaranya

adalah : a). Batuk kronik; b). Berdahak kronik; c). Sesak napas

2). Pemeriksaan

a) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas

terutamaauskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat

hiperinflasi alveoli.Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan derajat

berat seringkali terlihatperubahan cara bernapas atau perubahan bentuk

Universitas Sumatera Utara


13

anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

hal-hal sebagai berikut:

(1) Inspeksi: a). Barrel chest; b). Pengunaan otot bantu napas ; c).

Hipertropi ; d). Pelebaran sela iga ; e). Penampilan pink pufferatau

blue bloater.

(2) Palpasi : Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

(3) Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorongke bawah.

(4) Auskultasi: a). Suara napas vesikuler normal, atau melemah ; b).

Terdapat ronki (mengi) pada waktu bernapas; c). Ekspirasi

memanjang ; d). Bunyi jantung terdengar jauh.

b) Pemeriksaan Penunjang

(1) Pemeriksaan rutin : a).Faal paru : 1). Obstruksi ditentukan oleh nilai

VEP1 prediksi (%) dan VEP1/KVP ( % ); 2). VEP1 merupakan

parameter yang paling umum dipakai untuk menilai derajat PPOK ;

b).Uji bronkodilator: 1).Menggunakan spirometri ; 2). Setelah

pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudiandilihat perubahan nilai VEP1; 3).Uji bronkodilator

dilakukan pada PPOK stabil.

(2) Darah rutin : Hb, Ht, leukosit.

(3) Radiologi : Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan

penyakit paru lain.

Universitas Sumatera Utara


14

c) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

(1) Faal paru, diantaranya : a). Volume Residu (VR), Kapasiti Residu

Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT) ; b). DLCO; c). Raw

pada bronkitis kronik ; d). Sgaw meningkat ; e). Variabiliti.

(2) Uji latih kardiopulmoner, diantaranya :a). Sepeda statis (ergocycle);

b).Jentera (treadmill) ; c).Jalan 6 menit.

(3) Uji provokasi bronkus : untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus.

(4) Uji coba kortikosteroid : menilai perbaikan faal paru setelah

pemberian kortikosteroid oral (prednison ataumetilprednisolon)

sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan

VEP1pascabronkodilator> 20 % dan minimal 250 ml.

(5) Analisis gas darah, terutama untuk menilai : a). Gagal napas kronik

stabil ; b). Gagal napas akut.

(6) Radiologi, meliputi : a). CT - Scan resolusi tinggi yang berfungsi

mendeteksi emfisema;b). Scan ventilasi perfusi yang berfungsi

mengetahui fungsi respirasi paru.

(7) Elektrokardiografi yang berfungsi untuk mengetahui komplikasi pada

jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

(8) Bakteriologi; pemerikasaan bakteriologi sputum diperlukan

untukmengetahui pola kuman.

(9) Kadar alfa-1 antitripsin

Universitas Sumatera Utara


15

2.1.6 Klassifikasi (Derajat) PPOK

Menurut GOLD (2012), penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sebagai

berikut:

1) Derajat Ringan

Gejala klinis : a). dengan atau tanpa batuk ; b). dengan atau tanpa produksi

sputum ; c). sesak napas derajat sesak 1.Spirometri:VEP1 ≥80% prediksi

(normal spirometri).

2) Derajat Sedang

Gejala klinis: a). dengan atau tanpa batuk ; b). dengan atau tanpa produksi

sputum ; c). sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat

aktivitas).Spirometri:50%≤ VEP1< 80% prediksi.

3) Derajat Berat

Gejala klinis: a). sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik ;

b). eksaserbasi lebih sering terjadi ; c). disertai komplikasi korpulmonale atau

gagal jantung kanan.Spirometri: 30%≤ VEP1< 50% prediksi.

4) Derajat Sangat Berat

Gejala klinis: a). sesak napas derajat sesak 5dengan gagal napas kronik ; b).

eksaserbasi lebih sering terjadidan c). disertai komplikasi korpulmonale atau

gagal jantung kanan.Spirometri: 30%<VEP1 prediksi.

Universitas Sumatera Utara


16

Tabel 2.3Derajat PPOK dan Skala Sesak GOLD (2012) dan MRC (2002)

Derajat PPOK Spirometri (VEP1) Skala Sesak

Ringan VEP1 ≥80% prediksi 1


(normal spirometri).
Sedang 50%≤ VEP1< 80% (prediksi) 2

Berat 30%≤ VEP1< 50% (prediksi) 3 dan 4


Sangat Berat 30%<VEP1(prediksi) 5
2.2 Latihan Pernapasan TripodPosition

2.2.1 Pengertian

Tripod position merupakan salah satu bentuk latihan pernapasan dalam

(non farmokologi) dimanabernapas perlahan-lahan dan menggunakan diafragma,

yang berfungsi untuk meningkatkan otot inspirasi dengan posisi punggung(tulang

belakang) condong kedepan membentuk sudut 30o–45o dan posisi kepala

menunduk membentuk kemiringan 16o–18o, sehingga memungkinkan abdomen

terangkat perlahan serta dada mengembang penuh, (Kim, et. al. 2012).

2.2.2 Tujuan Latihan Tripod Position

Menurut Suddarth & Brunner (2012), tujuan dari latihan pernapasan

dalam dengan tripod positionadalah untuk mencapai ventilasi paru yang lebih

terkontrol dan efisien. Hal ini mencakup : a). mengurangi kerja bernafas ; b).

meningkatkan inflasi alveolar maksimal ; c). meningkatkan relaksasi otot ; d).

menghilangkan ansietas ; e).menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan

yang tidak berguna, dan f). mengurangi udara yang terperangkap.

2.2.3 Siklus Pernapasan Pada Latihan Tripod Position

Manfaat latihan pernapasan pada klien PPOK,adalah : a). meningkatkan

saturasi oksigen (SaO2); b). mengurangifrekuensi pernapasan; c). meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


17

ventilasialveolar, dan d). membantu mengeluarkan CO2 selamaekspirasi. Otot-

otot asesoris pernapasan bagian dada atasdigunakan secara eksesif untuk

membantu pergerakandada (Thomas, McKinley & Foy, 2010).

Otot diafragma merupakan otot utama inspirasi, otot diafragma yang

berada pada posisi 30o-45o menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup

adekuat dibandingkan posisi setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja

pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah

memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya.

Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja

pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin

memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior.Rongga toraks yang

membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks mengembang dan

memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian tekanan intraalveolus akan

menurun.

Proses tersebut menujukan bahwa dengan tripod positionmempermudah

klien PPOK yang mengalami obstruktif jalan nafas melakukan inspirasi tanpa

banyak mengeluarkan energi. Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot

interkosta eksternal saat proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot

intraabdomen saat otot-otot inspirasi tersebut melemas. Otot intraabdomen

merupakan otot utama ekspirasi.Peningkatan tekanan intra abdomen akan

mendorong diafragma ke atas semakin terangkat ke rongga toraks sehingga

semakin memperkecil ukuran rongga toraks.

Universitas Sumatera Utara


18

Hal senada disampaikan oleh Gorman (2012)dan Kleinman (2010) dalam

Gosselink (2013), bahwa pada pasien PPOK, pergerakan diafragmadan

kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma

dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif

atau dengan mengadopsi posisi tubuh condong kedepan.Adanya peningkatan

jumlah udara ekspirasi maka CO2 akan menurun didalam tubuh. Menurunnya

CO2 di dalam tubuh akan menyebabkan menurunnya frekuensi pernafasan (RR).

Sebagaimana disampaikan oleh Guyton (2010) dan Sheerwood (2011)

bahwa kelebihan CO2 atau ion hydrogen mempengaruhi pernapasan terutama

melalui efek perangsangan langsung atas pusat pernapasan itu sendiri, sehingga

semakin meningkatnya kadar CO2 dapat menyebabkan menurunnya frekuensi

pernapasan (RR).

2.2.4 Gambaran Gerakan Tripod Position

Ada beberapa gambaran gerakan tripod position dengan gerak dasar

condong kedepan apabila penderita PPOK mengalami sesak napas dalam

menjalankan aktifitasnya (Emily Krelle, 2014).

(1) Posisi saat tidur adalah dimana posisi berbaring dengan bersilang (disalah

satu sisi) dengan kepala dan tubuh digulung (condong kedepan) membentuk

±30o–45o. Letakkan bantal di antara lutut dan perut untuk kenyamanan.

(2) Pada posisi duduk dengan tidur di meja adalah duduk kedepan mengarah

kemeja dengan tulang belakang (punggung) membentuk ±30o–45odan tidur

di meja, bersandar ke depan dengan kepala dan dada didukung oleh tangan

yang dilipat di atas meja.

Universitas Sumatera Utara


19

(3) Posisi duduk bersandar ke depan adalah duduk dengan posisi tulamg

belakang (pungung) condong kedepan membentuk ±30o–45odan kepala

kedepan membentuk ±16o–18o, lengan diletakan pada paha untuk menopang

kepala.

(4) Posisi berdiri condong ke depan adalah posisi berdiri dengan bertopang pada

jendela (pegangan) dengan tulang belakang (punggung) membentuk ±30o–

45odan kepala membentuk ±16o–18oterhadap dukungan tangan berlipat

diatas jendela.

(5) Posisi bersandar di dinding adalah posisi berdiri dengan bersandar tulang

belakang (punggung) membentuk ±30o–45o, dengan kaki sedikit jauh dari

dinding (di julurkan) ke depan.

2.2.5 Aplikasi Gerakan Tripod PositionDalam Penelitian

Landasan dasar gerakan posisi tripod pada penelitian ini, berdasarkan

eksprimenKim,et.al (2012) langkah–langkah gerakan tersebut adalah:

1) Langkah – 1 : NP (neutral position).

Posisi ini disebut dengan posisi netral atau posisi awal gerakan yaitu duduk

bersandar di kursi dengan posisi badan (tulang belakang) membentuk sudut

90o dengan telapak tangan diletakan diatas lutut. Kepala tegak sejajar dengan

tulang belakang.

2) Langkah – 2 : WAS (with arm support).

Duduk dengan posisi badan (tulang belakang/punggung) condong kedepan

membentuk sudut 30o sampai dengan 45o, beban badan didukung oleh lengan

Universitas Sumatera Utara


20

dengan siku tangan berada di lutut. Kepala membentuk sudut 16o sampai

dengan 18o sejajar dengan tulang belakang (punggung).

3) Langkah – 3 : WAHS (with arm and head support).

Duduk dengan posisi badan (tulang belakang/punggung) condong kedepan

membentuk sudut 30o sampai dengan 45o, beban badan dan kepala didukung

oleh lengan dengan membentuk sudut 45o , atau telapak tangan berada dipipi.

Siku tangan berada pas di lutut, sebagai pondasi dukungan terhadap kepala.

2.3 Latihan Pernapasan Pursed Lips Breathing

2.3.1 Pengertian

Pursed lips breathing (PLB)merupakan latihan pernapasan yang terdiri

dari dua mekanisme, yaitu menarik napas (inspirasi) dengan mulut tertutup

beberapa detik melalui hidung serta mengeluarkan napas (ekspirasi)perlahan-

lahan melalui mulut dengan pola mengerucutkan bibir seperti posisi

bersiul,(Hudak & Gallo, 2011).

2.3.2 Tujuan Latihan Pursed Lips Breathing

Menurut jurnal US Departement of Health and Human Services Healthy

People(2010), tujuan dari latihan pernapasanpursed lips breathingadalahuntuk

peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan

melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan

kolaps pada saluran napas kecil waktu ekspirasi. Mengerutkan bibir seperti

bersiul untuk meningkatkan volume tidal atau SaO2 dan menurunkan PaCO2.

2.3.3 Siklus Pernapasan Pada Latihan Pursed Lips Breathing

Universitas Sumatera Utara


21

Proses inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (mengelurkan napas) pada

posisi pursed lips breathing dapat menghasilkan tekanan intrabdomen yang

meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pula pergerakan

diafragma ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga toraks yang

semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intraalveolus semakin meningkat

sehinga melebihi tekanan udara atmosfir.

Tingginya tekanan O2 di alveolus dibandingkan dengan tekanan O2 di

kapiler parudan rendahnya tekanan CO2 di alveolus dibandingkan dengan

tingginya tekanan CO2 di kapiler paru menyebabkan meningkatnya gradien

tekanan gas-gas tersebut di atara kedua sisi. Perbedaan gradien tekanan O2 yang

tinggi meningkatkan pertukaran gas, yaitu difusi O2 dari alveolus ke kapiler

paru.Perbedaan tekanan CO2 yang tinggi juga meningkatkan pertukaran gas, yaitu

difusi CO2 dari kapiler paru ke alveolus untuk selanjutnya dikelurkan ke atmosfir,

sehingga kapasitas residu juga menurun dan pertukaran gas pun meningkat.

2.3.4 Aplikasi Gerakan Pursed Lips BreathingDalam Penelitian

Landasan dasar gerakan pursed lips breathingpada penelitian ini,

berdasarkan teori Chung Ong (2013),bahwa gerakan dapat dilakukan dengan

santai pada posisi berdiri, duduk dan berbaring dalam segala aktifitas. Adapun

langkah–langkah gerakan tersebut adalah :

1) Langkah – 1 : Inspirasi

Menarik napas (inspirasi) secara mendalam dan kuat selama ± 5 detik sampai

dengan 10 detik melalui hidung dengan posisi mulut tertutup.

2) Langkah – 2 : Ekspirasi

Universitas Sumatera Utara


22

Mengeluarkan napas (ekspirasi) secara perlahan-lahan melalui mulut selama

± 5 detik sampai dengan 10 detik dengan posisi bibir di kerucutkan seperti

sedang bersiul.Hal ini dapat dilakukan berulang sampai pernapasan normal

kembali.

2.4 Latihan Pernapasan Gabungan Antara Tripod Position dan Pursed Lips

BreathingSecara Bersamaan.

2.4.1 Pengertian

Latihan pernapasan tripod position dan pursed lips breathing merupakan

bentuk latihan pernapasan (bernapas) yang dilakukan secara bersamaan dan

merupakan suatu gerakan yang berkesinambungan secara terintegrasi.

2.4.2 Tujuan Latihan Pernapasan Gabungan

Dengan latihan pernafasan gabungan yaitu tripod position dan pursed lips

breathingdapat meningkatkan inspirasi dan ekspirasi lebih optimal lagi, beban

otot inspirasi berkurang, sehingga udara terperangkap/hiperinflasi menurun,

kapasitas residu juga menurun dan pertukaran gas pun meningkat.(Kim,et. al.

2012).

2.4.3 Siklus Pernapasan Pada Latihan Pernapasan Gabungan

Peningkatan pertukaran gas pada pasien PPOK yang melakukan tripod

positiondan pursed lips breathingmakaoksigen yang berpindah ke kapiler paru

pun akan meningkat dan CO2 yang dikeluarkan kealveolus pun akan meningkat.

SaO2 adalah rasio kadar hemoglobin oksigen/ hemoglobin teroksigenasi

(HbO2)dengan hemoglobin dalam darah (total kadar HbO2 dan hemoglobin

terdeoksigenasi). Sebagaimana disampaikan oleh Sherwood (2011),bahwa

Universitas Sumatera Utara


23

peningkatan PaO2 akan meningkatkanafinitas Hb terhadap oksigen dan

penurunanjumlah CO2.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramos,et. al. (2009) yang

menunjukanbahwa bahwa pursed lips breathingsecara signifikan dapat

menurunkan sesak napas dan heart rate sertameningkatkan saturasi oksigen pada

pasien PPOK.

2.4.4 Aplikasi Gerakan Latihan Pernapasan Gabungan

Landasan dasar gerakan latihan pernapasan secara gabungan antara posisi

tripod (tripod position) dan pursed lips breathing(PLB)pada penelitian ini,

berdasarkan eksprimen Kim,et.al. (2012), Alfanji dan Harry (2011) dan Suci

Khazana, et.al. (2010). Adapun langkah–langkah gerakan tersebut adalah :

1) Langkah – 1 :

Seluruh gerakan yang ada di tripod position.

2) Langkah – 2 :

Istirahat selama ± 5 menit sebelum melakukan gerakan pada tahap ke 3 (tiga)

3) Langkah – 3 :

Seluruh gerakan yang ada di pursed lips breathing.

2.4.5 Waktu Operasional Latihan Pernapasan Gabungan

Menurut penelitian Alfanji dan Harry (2011) bahwa latihan pernapasan

secara gabungan yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari sebelum makan

dan sebelum tidur selama 30 menit dandilakukan secara teratur maka setelah 4

(empat) minggu didapatkan hasil : a). meningkatnya saturasi oksigen (SaO2); b).

Universitas Sumatera Utara


24

menurunya PaCO2; c). mengurangi sesak napas ; d). Terjadi peningkatan kualitas

hidup pada klien PPOK.

2.5 Model Asuhan Keperawatan Latihan Pernapasan dengan Metode

Tripod Position dan Pursed Lips Breathing

2.5.1 Model Teori Adaptasi menurut Callista Roy

Asuhan keperawatan pada pasien PPOK menekankan bahwa keperawatan

dibutuhkan untuk mengurangi respon yang tidak efektif dan meningkatkan

respon adaptif. Paradigma asuhan keperawatan menurut teori adaptasi (Roy,

1991 dalam Meyers, 2008), meliputi: a). Manusia sebagai sistem yang dapat

menyesuaikan diri secara holistik (bio-psiko-sosial) yang meliputi adaptasi

fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interdependensi dengan menggunakan

dua sistem adaptasi regulator dan kognator; b). Konsep sehat-sakit yaitu suatu

kondisi dalam upaya beradaptasi yang dimanifestasikan dengan meningkatnya

atau menurunnya status kesehatan seseorang; c). Lingkungan merupakan kondisi

yang berasal dari stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi terhadap

perkembangan dan perilaku klien yaitu: stimulus fokal, kontekstual dan residual;

d). Keperawatan adalah sebagai proses interpersonal yangdilakukan karena

adanya maladaptasi terhadap perubahan lingkungandengan tujuan dan aktivitas

keperawatan.

Tujuan keperawatan untuk meningkatkan interaksi seseorang

terhadaplingkungan sehingga meningkatkan kemampuan adaptasi

seseorang,sedangkan tindakan keperawatan diarahkan untuk

mengurangi,menghilangkan atau meningkatkan adaptasi. Rangkaian

Universitas Sumatera Utara


25

proseskeperawatan dengan pendekatan model adaptasi (Roy, 1991 dalam Meyers,

2008), meliputi: a). Input adalahsebagai stimulus yang merupakan kesatuan

informasi, bahan atau energidari lingkungan yang dapat menimbulkan respon; b).

Kontrol adalah bentukmekanisme koping yang digunakan meliputi regulator dan

kognator; c). Output adalah perilaku yang dapat diamati atau diukur sebagai

responadaptif yang dapat meningkatkan integritas seseorang atau mal-

adaptiveyang tidak mendukung tujuan seseorang ; d). Efektor adalah suatu

prosesinternal seseorang sebagai sistem adaptasi.

Adapun 3 (tiga) tingkatan adaptasi menurutRoy (1991) dalam Meyers

(2008), meliputi: 1). Stimuli fokalyaitu stimulus yang langsung berpengaruh kuat

terhadap proses adaptasiseseorang; 2). Stimuli kontekstualyaitu stimulus internal

maupun eksternalyang dapat mempengaruhi proses adaptasi serta dapat

diobservasi dandiukur secara subyektif ; 3). Stimuli residuayaitu stimulus

lainyang mungkin berpengaruh terhadap proses adaptasi dan sukardiobservasi.

2.5.2 Model Teori Adaptasi Stimulus Menurut Marriner & Tomey

Menurut Marriner & Tomey (2006), stimulus yang mempengaruhi proses

adaptasi diantaranya: a). Kultur meliputi: status sosial ekonomi, etnis, sistem

keyakinan; b).Keluargameliputi: struktur dan tugas-tugas ; c).Tahap

perkembangan meliputi: faktorusia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan genetik ;

d).Integritas modesadaptif meliputi: fungsi fisiologis, konsepdiri, fungsi peran,

interdependensi ; e).Efektivitas kognator meliputi:persepsi, pengetahuan,

ketrampilan ; f). Pertimbangan lingkunganmeliputi: perubahan lingkungan

internal atau eksternal, pengelolaan medis,obat-obatan, alkohol dan tembakau.

Universitas Sumatera Utara


26

Adapun tiga proses adaptasi yang dikemukakan Roy (1991) dalam

Marriner & Tomey (2006):1).Mekanisme koping yaitu mekanisme koping

bawaan yang prosesnya secara tidak disadari, ditentukan secara genetik atau

melalui pengalaman yang dipelajarinya; 2).Pengaturan subsistem merupakan

proses koping yang menyertakan subsistem tubuh yaitu saraf, proses kimiawi dan

sistem endokrin ; 3).Cognator subsystem yaitu proses koping yang menyertakan

sistem pengetahuan dan emosi: pengolahan persepsi dan informasi, pembelajaran,

pertimbangan dan emosi .

Sistem adaptasi menurut Roy (1991) memiliki 4 (empat) model adaptasi

diantaranya:1).Fungsi fisiologis : oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan

istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan

endokrin; 2). Konsep diri yaitu seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial

dalam berhubungan dengan orang lain; 3). Fungsi peran yaitu proses penyesuaian

yang berhubungan dengan peran seseorang dalam mengenal polainteraksi sosial

dalam berhubungan dengan orang lain;4). Interdependensi yaitu kemampuan

seseorang mengenal pola kasih sayang (cinta) yang dilakukan melalui hubungan

interpersonal pada tingkat individu /kelompok.

2.5.3 Aplikasi Model Teori Adaptasi Dalam Asuhan Keperawatan

Klien PPOK sebagai bagian sistem yang mampu melakukanadaptasi

terhadap stimulus yang ada. Kemampuan adaptasi terhadap fungsifisiologis

terutama pernapasan menjadi hal utama untuk terbebas darikondisi emergency

yang mengancam jiwa pasien tersebut. Menurut Roy (1991) dalam Meyers

(2008), fungsi fisiologis tubuhberhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh,

Universitas Sumatera Utara


27

yang harus dipenuhi untukmempertahankan integritas termasuk oksigenasi,

nutrisi, eliminasi,aktifitas dan istirahat, perlindungan, perasaan, cairan dan

elektrolit.

Respon adaptasi dengan kontrol secara regulator dan kognator dapat

membangun individu untuk terbebas dari sesak napas yang dialami pasien.

Serangan ulang akan kegagalan pernapasan sebagai hal yang sangat menakutkan

pada kliensehingga mekanisme adaptasi fungsional paru menjadi prioritas tanpa

melupakan adaptasi fungsi neurologis, endokrin, konsep diri, peran dan

interdependensi sebagai bagian yang harus dicapai pada perawatan intensif.

Pencapaian hasil yang adaptif pada semua fungsi melalui kemampuan individu

sebagai bentuk efektor akan membawa individu yang adaptif.

Berdasarkan hal tersebut perlu diyakini bahwa latihan pernapasan dengan

tripod positiondan pursed lips breathingdapat diaplikasikan dalam pemberian

asuhan keperawatan pada klien PPOK. Fokus pengkajian mengidentifikasi

kondisi yang aktual dan potensial yang mengarah pada respon adaptif maupun

maladaptif mengenai fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan

interdependensi. Adapun tujuan dari pengkajian tahapan adalah :

1) Pengkajian Tahapan - I : Bertujuan mengumpulkan data dan menentukan

kondisi klien PPOK berada pada status adaptif atau maladaptif. Kondisi

maladaptif pada tahap pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi;

oksigenasi, status cairan dan elektrolit atau adanya ketergantungan yang

berlebihan.

Universitas Sumatera Utara


28

2) Pengkajian Tahapan - II : Bertujuan untuk mengidentifkasi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perubahan respon seperti stimulus fokal dari perubahan

perilaku yang dapat diobservasi, kemampuan maupun pemulihan kondisi fisik

dan psikis, stimulus kontekstual berkontribusi terhadap penyebab terjadinya

perilaku atau presipitasi oleh stimulus fokal.

2.5.4 Peran Perawat untuk Pendekatan Model Adaptasi Dalam


AsuhanKeperawatan Latihan Pernapasan pada Klien PPOK

Menurut Wiegand dan Carlson (2005) perawatan pasien PPOK meliputi:

a).Memonitor tanda-tanda vital,status pernapasan, oksigenasi adequat selamasatu

jam ; b).Meningkatkanoksigenasi sesuai kebutuhan pasien ; c).Memonitor

terjadinya penumpukansekret dan risiko aspirasi ; d).Mengajarkan teknik latihan ;

e).Mengkaji kemampuan menelan pasien pada saat makan dan minum.

Universitas Sumatera Utara


29

2.5.5 Kerangka Konseptual Adaptasi Model Roy

Asuhan Keperawatan Pada


Pasien PPOK pendekatan
Teori Adaptasi Roy

Input Control Process Effector Output


Stimuli adaptasi Mekanisme Koping - Fungsi fisiologi
- Fokal - Regulator - Konsep diri - Respon adaptif
- Konstektual - Cognator - Fungsi peran - Respon mal adaptif
- Residual - Interdependensi

Faktor yang
mempengaruhi pasien
PPOK
- Usia
- Jenis kelamin
- Indek massa tubuh
- Bersihan/sumbatan
jalan nafas
- Sistem syaraf pusat/
kontrol pernapasan
- Compliance paru
- Kemampuan otot
pernapasan Meningkatkan
(diafragma, kemampuan Meningkatkan
intercostalis, adaptasi fungsi Kualitas hidup
abdominalis) Latihan pernapasan fisiologis paru
dengan metode Klien PPOK
Tripod Position Oksigenisasi
Faktor yang dan Pursed Lips Paru
mempengaruhi Brithing - Saturasi oksi -
Oksigenisasi gen (SaO2)
Status fungsi paru,
kardiovaskuler,
haematologi

Skema 2.2 Kerangka Konseptual Adaptasi


2.6. Kualitas Hidup Klien PPOK

2.6.1 Pengertian

Universitas Sumatera Utara


30

Menurut Hatice (2014), kualitas hidup merupakan tingkatan (derajat)

keadaan individu dapatmelakukan segala aktivitasnya dan dapat merasakan

(menikmati) hasil dari aktivitasnya tersebut. Kualitas hidup dapat mengambarkan

pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai bidang

dan aspek kehidupan. Klien PPOK akan merasa sesak walau hanya mandi,

memakai baju, terkadang merasa sesak saat berbicara dan sering merasa lelah

serta merasa nyeri di dada yang dapat mengganggu tidur/istirahat. Pada keadaan

ini klien PPOK merasa semua aktivitas memerlukan tenaga yang besar sekaligus

merasa stress dan panik terhadap penyakitnya.

Gold (2012), kualitas hidup merupakan kemampuan individu untuk

berfungsi dalam berbagai peranyang diinginkan dalam masyarakat serta merasa

puas dengan peran tersebut. Hal senada disampaikan oleh Shackell, et. al. (2007)

menyatakan bahwa kecemasan, stres, kehilangan kontrol dan kehilangan percaya

diri karena gangguan pernapasan (sesak napas) yang di alami oleh klien PPOK

berpengaruh pada aspek-aspek sosial dan psikologis, sehingga dapat

mempengaruhi segala aktivitas sehari-hari.

2.6.2 Output Latihan Pernapasan Tripod Positiondan Pursed Lips Breathing

pada Kualitas Hidup Klien PPOK

Out-put yang diharapkan setelah klien PPOK mengadakan latihan

pernapasan dengan metode tripod position dan pursed lips breathing adalah

berkurangannya keluhan sesak napas dan sekaligus meningkatnya kualitas hidup.

Menurut Shackell, et. al. (2013), klien PPOK dengan derajat tinggi sangat sulit

untuk melakukan aktifitasnyawalau hanya akan melakukan aktivitas seperti

Universitas Sumatera Utara


31

mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang klien akan sulit untuk

meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, klien sering menjadi

lelah dan merasa tidak berguna.

Hal senada disampaikan oleh Maslow, et. al. (2011), tentang konsep

piramida kualitas hidupdan derajat hidup yang berhubungan dengan kesehatan

klien PPOK, dapat dilihat pada skema 2.3

Skema 2.3 Konsep piramida derajat hidup dan kualitas hidup

Pada dasarnya konsep ini menjelaskan,peningkatan derajat hidup sebanding

dengan peningkatan kualitas hidup pada klien PPOK, dengan demikian

pencapaian kebutuhan primer, sekunder dan tersier dapat di nikmati oleh klien

PPOK.

2.6.3 Instrumen Kualitas Hidup dengan CAT (COPD Assissment Test)

Universitas Sumatera Utara


32

Menurut Hatice (2014), CATmerupakan lembarpenilaian yang ringkas,

dapat dipergunakan dalam asuhan keperawatan sehari-hari dan dapat

menilaiseluruh aspek pada klien PPOK, seta meningkatkan komunikasi antara

perawat dan klien. Pengembangan instrumen CATuntuk penelitian kualitas hidup

pada klien PPOK sudah banyak dipergunakan diantaranya : a). Emily.K, et. al.

(2010), berjudul : Pulmonary rehabilitation physiotherapy for COPD, in

observation CAT instrument; b). Dimitra dan Paul (2009), berjudul : Pre

pulmonary rehabilitation inspiratory muscle training intervention to enhance

benefits of exercise and strategies to achieve long term bahavioural change in

people with moderate to severe; c). US Departement of Health and Human

Services (2010), berjudul : Respiratory problems nursing manajement for COPD,

Washington DC, Amerika Serikat ; d). Zohreh.Y, et. al. (2013), berjudul :

Daytime sleepines and quality of sleep in patients with COPD compared to

control group ; e). Krachman SL, et. al. (2011), berjudul : Physiologic correlates

of life quality in sever emphysema for COPD, Grand Valley State University,

Physical Therapy Programe, USA ; f). Annemarie dan Anne (2013),berjudul :

Time to adapt Exercise training regimens in pulmonary rehabilitation, Westpark

Healthcare Centre, Toronto, Canada.

Validasi terhadap CAT telah dilakukan di Amerika Serikat dan dibeberapa

negara di Eropa. Klien PPOK harusmenjawab dengan memberi tanda silang pada

angka yang memberikan gambaranterbaik kondisinya saat itu. Setiap pertanyaan

memiliki nilai dari 0 sampai 5. Nol (0) artinya kondisinya sangat baik dan 5

berarti kondisinya sangat tidak baik.

Universitas Sumatera Utara


33

Instrumen CAT merupakan alat ukur untuk tingkatan kualitas hidup

pasien PPOK dengan media kuisioner. Adapun skor untuk menentukan kualitas

hidup dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 2.4 Skor COPD Assisment Test (CAT), Derajat PPOK dan Kualitas Hidup

Skor Level Derajat Derajat Gambaran kualitashidup


CATCAT PPOK Kualitas Hidup terhadap skor CAT

≥ 30 Sangat Sangat harusSangat


Penderita mendapatkan Pada kondisi ini penderita
Tinggi sulit Burukaktifitasnya,
untuk melakukan
Berater sangatsulit untuk
perhatian yang melakukan
serius
setiap hari ia akan terganggu akan - Harus mendapatkan
aktifitasnya, setiap haripengobat-
ia akan
penyakit PPOKnya. Penderita juga an dari spesialis
terganggu akan penyakit
sulit walau hanya akan melakukan - Pertimbangkan
PPOKnya. Penderitapemberian
juga kan
aktivitas seperti mandi atau seke - obat tambahan
sulit walau hanya akan me-
dar keluar dari rumah.Bahkan ter- - Rujuk ke rehabilitasi paru
lakukan aktivitas seperti mandi
kadang penderita akan sulit untuk - Pertimbangkan pendekatan
meninggalkan tempat tidur atau kur- atau pengobtan
sekedar keluar
terbaikdari rumah.
untuk men-
sinya. Pada kondisi ini, penderita se- Bahkan terkadang penderita
cegah terjadinya eksaserbasi.
akan sulit untuk meninggalkan
tempat tidur atau kursinya.
Pada kondisi ini, penderita
sering menjadi lelah dan
merasa tidakberguna

21-29 Tinggi Beratkondisi ini Buruk


Pada penderita sangat PPOK menggangu hampir
seluruhaktivitasnya. Penderita
akan merasa sesak walau
hanya mandi, memakai baju
atau berjalan di sekitar ru-
mahnya. Penderita juga ter-
kadang merasa sesak saat ber-
bicara. Penderita sering merasa
lelah dan merasa nyeri di dada
yang dapat mengganggu tidur
mereka. Pada keadaan ini pen-
derita merasa semua aktivitas
memerlukan tenaga yang
besar. Terkadang penderita
juga merasa stress dan panik
terhadap penyakitnya

Universitas Sumatera Utara


34

10-20 Sedang Sedang Normal PPOK merupakan masalah


utama penderita ini. Mereka
kadang memiliki beberapa hari
yang baik dalam satu minggu,
tetapi tetap mengeluhkan
selalu adanya batuk disertai
dahak setiap hari, dan
mengalami satu atau lebih
eksaserbasi setiap tahunnya.
Penderita sering terbangun dari
tidur karena keluhan sesak
napas. Penderita hanya dapat
melakukan aktifitas harian
dengan perlahan-lahan

<10 Rendah Ringan Baik Penderita tidak terlalu me-


ngeluhkan gejala PPOK, tetapi
terkadang mengganggu akti-
fitas. Penderita mengeluhkan
adanya batuk dalam beberapa
hari setiap minggunya, dan
mengalami sesak napas ketika
berolahraga atau bekerja keras.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian menguraikan pengaruh latihan pernapasan

tripod positiondan pursed lips breathing terhadap kualitas hidup, pada skema 2.4

Tidak diberikan latihan Observasi Kualitas


X1 pernapasanTripod Position& X2 Hidup Sebelum dan
Pursed Lips Breathing Sesudah Latihan
Pernapasan pada klien
PPOK untuk kelompok
Diberikan latihan
Y1 kontrol dan kelompok
pernapasanTripod Position& Y2
Pursed Lips Breathing intervensi

Keterangan :
X1 : Kelompok Kontrol Sebelum (Pretest) Latihan Pernapasan
X2 : Kelompok Kontrol Setelah (Posttest) Latihan Pernapasan dari
Kelompok Intervensi
Y1 : Kelompok Intervensi Sebelum (Pretest) Latihan Pernapasan
Y2 : Kelompok Intervensi Setelah (Posttest) Latihan Pernapasan

Skema 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


35

Berdasarkan uraian diatas, alur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Peneliti memilih responden berdasarkan :


Klien PPOKKelompok Kriteria Inklusi : Kriteria Eksklusi :
Kontrol di RSUDDr. 1. Derajat PPOK 1. Tdk bersedia
Pirngadi Medan dan Calon
MMRC > 1 2. Tidak menyelesaikan
Kelompok Intervensi 2. Umur > 40 thn latihan pernapasan
responden
di RSUP H.Adam 3. Sadar & Koperatif 3. Ada penyakit penyerta teridentifikasi
Malik Medan 4. Dapat berkomu – (tumor paru, jantung,
nikasi dengan baik ibu hamil)

Responden
Terpilih

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Penelitian di RSUP Penelitian di
H.Adam Malik RSUDDr.Pirngadi
Medan Medan

Hari – 1 Hari – 1
Pengisian lembar persetujuan pada Pengisian lembar persetujuan pada
Kelompok Intervensi/KI (Informed Kelompok Kontrol/KK (Informed
Consent) dan Pengambilan data Consent) dan Pengambilan data
Karakteristik Responden (demografi) Karakteristik Responden (demografi)
serta Pengukuran kualitas hidup pada serta Pengukuran kualitas hidup pada
klien PPOK untuk Kelompok klien PPOK untuk Kelompok
Intervensi (KI) dengan menggunakan Kontrol (KK) dengan menggunakan
observasiCAT (PRETEST) observasiCAT (PRETEST)

Hari – 2 s/d Hari - 6 Hari – 2 s/d Hari - 6


Latihan Pernapasan TP & PLB pada Hanya dikontrol tidak melakukan
klien PPOK untuk Kelompok Latihan Pernapasan TP & PLB pada
Intervensi (KI) selama 5 hari klien PPOK untuk Kelompok
Kontrol (KK)

Hari – 6 Hari – 6
Pengukuran kualitas hidup pada Pengukuran kualitas hidup pada
klien PPOK untuk Kelompok klien PPOK untuk Kelompok
Intervensi (KI) dengan menggunakan Kontrol (KK) dengan menggunakan
observasiCAT (POSTTEST) observasiCAT (POSTTEST)

Skema 2.5 Alur pelaksanaan penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai