A. Definisi
Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang
berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Anggraini, 2010).
C. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri imminen
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Pre eklampsia, dan hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
jenis letak baik kepala, sungsang, atau lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak
ada perkiraan panggul sempit. Multigravida dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
kepala bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan
berharga.
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin meninggal (kecuali janin meninggal dengan posisi lintang).
b. Syok, anemia berat.
c. Kelainan kongenital berat
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan
berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
E. Pathway
Fisik
Psikologis
Kelemahan fisik
Estrogen dan progesterone menurun
Dx. Kep : Kurang informasi
Prolaktin meningkat tentang prosedur,
Isapan bayi adekuat Terputusnya kontinutas jaringan Diri
Defisit Perawatan tindakan, dan
perawatan setelah
pembedahan
Oksitosin meningkat Pelepasan mediator nyeri : Dx. Kep :
histamin dan prostaglandin
Ansietas
Kurang perawatan
Gangguan
Dx Kep :
Nyeri saat beraktivitas
Tidak ada produksi ASI Risiko Infeksi
Dx Kep : Dx Kep :
Dx. Kep :
Nyeri Akut Intoleransi Aktivitas
Ketidakcukupan ASI
F. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
d. Latihan duduk dilakukan setelah 24 jam post operasi, pasien dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler).
f. Hari ke 2-3 pasien dianjurkan belajar duduk, berjalan dan sudah
boleh pulang.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada pasien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan pasien.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vitamin C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 2 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi, pernafasan, nyeri dan kontraksi uterus.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan menyusui. Anjurkan ibu menggunakan bra yang dapat
menyangga payudara dan tidak terlalu ketat.
G. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
2. Keluhan utama, yaitu nyeri pada luka post operasi.
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
d. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
f. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
g. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan,
penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.
I. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 — 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg,
RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Intervensi
Tujuan
a. Putting menonjol
b. ASI terproduksi
c. Payudara terpelihara
Intervensi
Garbani, Ndari Annisa. Diposting pada 22 Januari 2014. “Pathway Post Partum”.
https://id.scribd.com/document/201390343/Pathway-Post-Partum .
Diakses pada 16 Mei 2018.
Moorhead, Sue dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5. USA :
Elsevier.
Nur Laeli, Alifah. 2016. “Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi Sectio
Caesaria”. https://id.scribd.com/document/365644785/Alifah-Nur-Laeli-
Bab-II. Diakses pada 16 Mei 2018.