Makalah Bidang 4 SECURED PDF
Makalah Bidang 4 SECURED PDF
Sekretariat
Biro Kerja Sama Hukum dan Humas LIPI
Sasana Widya Sarwono Lt.5 Jln. Jend Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta 12710
Telp. 021-5225711 ext.1236, 1240, 1233
Fax. 021-5251834
Tim Bidang 4
Perumus
1. Prof. Fasli Jalal
Universitas Negeri Jakarta
Sekretaris
Esta Lestari, MEcon
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2
MAKALAH UTAMA
BIDANG IV – Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah masalah kurang gizi menahun (kronis) pada anak sehingga
mengganggu pertumbuhan fisik dan otaknya. Data WHO (2014) mencatat sekitar
seperempat atau 24,5% anak balita di dunia mengalami stunting. Sementara data
Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi anak stunting di Indonesia sebesar
37,2%. Artinya, 3-4 dari 10 balita mengalami stunting. Data terbaru PSG (2016)
menunjukkan prevalensi balita stunting sebesar 27,5%, atau 1 dari 3 balita di
Indonesia mengalami stunting. Angka ini terbilang sangat tinggi karena sepertiga
anak balita Indonesia mengalami stunting yang mengakibatkan anak balita gagal
3
tumbuh optimal, ditandai dengan postur tubuh pendek, kemampuan motorik
terlambat, mudah terkena infeksi, kemampuan belajar dan sosialisasi rendah,
prestasi sekolah rendah, saat dewasa prestasi kerja rendah dan mudah terkena
penyakit kronis.
4
B. ENAM TANTANGAN PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN
STUNTING
5
dibutuhkan sebagai sumber zat besi yang berlimpah dan lebih mudah diserap
tubuh. Richard D Semba (2016) menunjukkan anak stunting ternyata mengalami
kekurangan 9 jenis asam amino esensial, asam amino bersyarat/conditional, dan
asam amino non esensial. Penelitian konsumsi energi protein pada anak balita
(Hermina dan Sri Prihatini 2011) menunjukkan konsumsi protein hewani anak
balita stunting (19,0 persen) lebih sedikit dari anak normal (23,2 persen).
Keluarga Suku Sasak sangat jarang memberi asupan protein hewani kepada anak
balita-nya, meski mereka mampu (penghasilannya cukup), kebiasaan ini menjadi
faktor predisposisi munculnya stunting pada anak-anak Suku Sasak di lokasi
penelitian (Lina Nurbaidi 2014).
6
90 pil zat besi selama kehamilannya, namun Riskesdas 2013 menunjukkan hanya
33,3 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya. Kurang zat besi
pada ibu hamil bukan hanya mempengaruhi tumbuh kembang janin dalam
kandungan yang berisiko stunting, juga risiko anemia zat besi pada bayi baru lahir
yang sangat membahayakan, apalagi jia tidak mendapatkan ASI secara eksklusif.
Asupan gizi mikro anak balita seharusnya terpenuhi dari konsumsi pangan
beragam dan bergizi seimbang, dan pemberian kapsul vitamin A. Pantauan
kecenderungan pemberian vitamin A pada anak balita secara nasional adalah
75,5 persen. Dari 33 provinsi terdapat 24 provinsi di bawah angka nasional
dengan terendah di Sumatera Utara (52,3%).
7
Dimulainya pemberian MP-ASI adalah sumber gizi utama bagi pertumbuhan
bayi yang sangat pesat saat bayi berumur 6 bulan, sebab ASI saja sudah tidak
cukup. Kegagalan pemberian MP-ASI meliputi pemberian terlalu cepat, atau
terlalu terlambat; diberikan terlalu jarang dengan kandungan gizi yang tidak cukup
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak balita. (Brown dkk 1998) Anak
balita sering tidak menghabiskan MPASI yang diberikan, sehinga interaksi dengan
ibu atau pengasuh saat makan sangat berperan. (Dewey dan Brown 2003).
Praktek pemberian prelakteat kepada bayi baru lahir: susu formula (79,8 persen),
susu non formula (1,6 persen), madu/madu dan air (14,3 persen), air gula (4,15
persen), air tajin (1,6 persen), air kelapa (0,9 persen), kopi (0,9 persen), teh manis
(1,2 persen), air putih (13,2 persen), bubur tepung/bubur saring (2,7 persen),
pisang dihaluskan (4,1 persen), nasi dihaluskan (2,3 persen). (Riskesdas 2013)
Kondisi kesehatan bayi sejak dalam kandungan sampai usia balita sangat
tergantung pada perilaku pengasuhan kesehatan ibu hamil. Pengasuhan
kesehatan ibu hamil (ANC) yang terjadwal akan menolong dan mendukung
kesehatan ibu hamil dan pertumbuhan janin yang optimal, menurunkan risiko
kematian bayi neonatal (Kuhnt J dan Vollmer S 2017), dan mencegah terjadinya
stunting (Nohora F Ramirez dkk 2012, Schmidt dkk 2002).
Meningkatkan pengetahuan praktis ibu tentang kesehatan ibu dan anak sangat
diperlukan, agar memeriksakan kehamilan lengkap dan terjadwal: K1 ideal dan
K4: minimal 1 kali pada trisemester pertama (K1 ideal), 1 trisemester 2, dan 2 kali
trisemester 3. Secara nasional cakupan K1 ideal: 81,6% dan K4: 70,4%. Berarti
ada 12% yang melakukan K1 ideal yang tidak melanjutkan sampai K4, dan sekitar
30 persen ibu hamil tidak terpantau kondisinya. (Riskesdas 2013). Proses
terjadinya stunting mulai dari dalam kandungan, di Indonesia ditunjukkan oleh
8
data-data Riskesdas 2013 berikut ini: BBLR (2,5kg) 10,2 persen, PBLP (48 cm)
20,2 persen, dengan keduanya BBLR dan PBLP 4,3 persen, total 34,7 persen.
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak baduta tetap sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit infeksi (Olofin dkk 2013), sehingga proses tumbuh
kembangnya tidak terganggu. Perilaku pengasuhan kesehatan untuk imunisasi
dasar pada anak baduta, dapat dilihat dari data cakupannya (Riskesdas 2013):
Lengkap (59,2 persen), Tidak lengkap (32,1 persen), Tidak imunisasi (8,7 persen)
(Riskesdas 2013). Alasan tidak pernah imunisasi L/P (Riskesdas 2013): Keluarga
tidak mengijinkan (27,2 / 25,1 persen), Takut anak menjadi panas (28,2/29,7
persen), Anak sering sakit (7,5/5,7 persen), Tidak tahu tempat imunisasi (5,0/8,7
persen), Tempat imunisasi jauh (21,5/22 persen), Sibuk/repot (18,7/14,2 persen).
Sebagai tenaga kesehatan pilihan hampir 90 persen ibu hamil (Riskesdas 2013),
bidan mempunyai peluang besar untuk memotivasi dan mendukung ibu hamil,
dengan alasan ini bidan juga masuk kelompok sasaran perubahan perilaku untuk
pencegahan stunting.
Tumbuh kembang anak balita tidak dapat dipenuhi hanya oleh pengasuhan
konsumsi dan kesehatan saja. Anak balita membutuhkan dukungan ibu dan
lingkungan agar dapat bertumbuh dan berkembang optimal, baik dalam bentuk
stimuli atau ‘pengalaman-yang-diharapkan (‘experience-expectant’) atau
9
‘pengalaman-yang-dialami’ (‘experience-dependent’). Stimuli yang diharapkan
bersifat universal, otak mengharapkan stimuli berupa input visual melalui syaraf
optik agar korteks visual dapat berkembang secara normal. Kecukupan asupan
gizi juga termasuk jenis ‘stimuli/pengalaman-yang-diharapkan’ otak dari
lingkungannya untuk pertumbuhannya yang normal. Sedangkan
stimuli/pengalaman-yang-dialami bersifat unik dan individu karena proses yang
terjadi adalah otak merespon apa yang dialaminya dari lingkungannya termasuk
dari ibu atau pengasuhnya (Greenough WT dan Black JE 1992).
10
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir merupakan perilaku
yang efektif mencegah sakit diare pada bayi atau anak balita. Dalam riset Curtis
dan Cairncross (2003), CTPS di waktu-waktu penting dapat mengurangi risiko
anak terkena diare sebesar 42 -44% atau bila diterjemahkan lebih lanjut, CTPS
dapat mencegah 1 juta kematian anak balita per tahunnya. Kurang lebih, temuan
Curtis dan Cairncross tidak berbeda dengan kesimpulan Fewtrell et.al. (2005).
11
Rendahnya praktik CTPS terkait dengan sejumlah faktor. Formative
Research IUWASH PLUS 2016 menemukan salah satu faktor yang menonjol,
yaitu persepsi tentang sabun. Sebagian besar (88%) dari total responden
memandang sabun sebagai bahan untuk membersihkan tangan (yang tidak bersih
atau kotor) yang bersifat tangible atau bisa ditangkap oleh panca indera. jika
tangan tidak terlihat, tercium atau teraba kotor, maka sabun tidak diperlukan dan
air saja dipandang telah memadai. Kesalahan persepsi ini cukup serius dan
memiliki konsekuensi terhadap isi pesan kampanye komunikasi yang perlu jadi
prioritas. Faktor kedua adalah sikap terhadap praktik CTPS itu sendiri. . Hasil
pengukuran dengan Likert-type scale,1 baru separuh atau 55% dari responden
yang bersikap positif dan mendukung praktik CTPS. Sisanya belum sepenuhnya
positif atau bahkan negatif. Ini berarti, pesan-pesan kampanye untuk perubahan
sikap perlu diprioritaskan untuk mendorong perubahan perilaku hidup sehat (aksi).
1
Likert-type scale disusun dengan 4 pernyataan, sbb: 1) Sebelum makan, cukup cuci tangan dengan air, tidak perlu pakai sabun, 2)
Mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dapat mengurangi selera makan, 3) Sebelum menyuapi anak, kita harus mencuci tangan
pakai sabun, dan 4) Sehabis BAB kita harus cuci tangan dengan air bersih, tapi tidak harus pakai sabun. Uji Alpha Cronbach
menunjukkan tingkat iinternal konsistensi sebesar 0,587 dengan mengeluarkan pernyataan atau indikator no. 3.
12
Konsepsi budaya tentang makanan sering gagal melihat hubungan antara
makanan dan kesehatan, dan sangat memungkinkan munculnya persoalan gizi,
termasuk gizi buruk/kurang. Penelitian di Rawa Bogo, Bekasi menunjukkan hampir
semua anak balita gizi kurang yang menjadi kasus penelitian ini menyukai makan
mie instant dan berbagai jajanan yang mengandung pemanis buatan, bahkan ada
anak balita yang hampir tiap hari minum kopi dan ikan teri yang juga menjadi
kesukaan orang dewasa yang mengasuhnya. (Soerachman, Sulistiawati, dan
Purwanto 2016).
Adat pantang makanan bagi ibu hamil dan ibu masa nifas dengan maksud
melindung ibu dan bayinya, banyak ditemui di masyarakat dunia, termasuk di
Indonesia. Budaya pantang makan tidak berpengaruh pada status gizi kelompok
kunci, jika makanan yang dipantang bukanlah pangan dengan kandungan gizi
tinggi. Namun, bila sebaliknya, maka pastilah akan berpengaruh pada status gizi
kelompok kunci khususnya ibu hamil dan janinnya, ibu nifas dan bayinya, juga jika
pangan sumber gizi penggantinya tidak tersedia. Program perubahan perilaku
juga perlu mempertimbangkan isu ini dalam rancangan kegiatannya. (Anggorodi
dan Sukandi 1998, Swasono dan Soselisa 1998, Soerachman, Sulistiawati, dan
Purwanto 2016).
13
B.5. Faktor Ekonomi Keluarga
14
C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH TANGGA: Air bersih, jamban dengan
tangki septik aman, terstandar, rumah sehat cukup ventilasi udara, dan
cahaya alami, serta ada sistem drainase rumah tangga
Untuk kelompok miskin, Riset Formatif IUWASH PLUS USAID (2016) pada
3.458 rumah tangga di 15 kabupaten/kota Indonesia menemukan 39% rumah
tangga menggunakan air isi ulang sebagai sumber air siap minum sehari-hari.
Namun, kualitas air isi ulang memprihatinkan. Studi Pakpahan dkk. (2015) di kota
Kupang, 33,3% dari DAMIU menjual air isi ulang yang tercemar E-coli. Di
Makassar, seperempat (25,3%) mengandung E-coli (Kasim dkk., 2014).
15
Pengawasan DAMIU sangat longgar, mayoritas depot tidak memiliki ijin
usaha alias dikelola secara informal. Banyak Pemda tidak mengalokasikan dana
memadai untuk pemantauan dan pengawasan DAMIU, dana yang tersedia untuk
melakukan uji air pada sejumlah kecil depot isi ulang. Sosialisasi dan sanksi atas
pelanggaran kualitas air siap minum yang dijual tidak dilakukan. Riset IUWAS
PLUS USAID (2016) menemukan LCD (liter per capita per hari) atau konsumsi air
isi ulang di kalangan kelompok miskin 1,84 liter per kapita per hari. Belanja
mereka rata-rata per bulan 67.310 rupiah. Kebanyakan (79%) berpendapat
kualitas air isi ulang bagus, bahkan 17% menyatakan sangat bagus. Hanya 3,5%
menyatakan tidak bagus. Masalah ini sangat serius karena sepertiga DAMIU
tercemar ecoli, namun masyarakat memiliki persepsi positif!.
C.2. Sanitasi
Rumah tangga yang memiliki tangki septik 65% tersebut tampak cukup
besar. Namun, kebanyakan jamban mereka dengan tangki septik tidak aman atau
cubluk. Usia tangki septik dan pengurasan (desludging) lebih dari 4 tahun atau tak
pernah menguras. Data survei IUWASH PLUS 2016, lebih dari separuh (52%)
memiliki tangki septik tidak aman atau bocor yang bisa mencemari sumber air,
hanya 13% memiliki tangki septik aman (namun, 12% memakai layanan sedot
tinja swasta dan hanya 1% menggunakan layanan pemerintah). Layanan swasta
belum tentu aman, karena kerap truk sedot tinja membuang ke sungai. Dari total
rumah tangga miskin yang disurvei, hanya 1% memiliki sarana sanitasi aman dan
memakai sarana yang aman untuk mengurasnya. Indonesia dalam standar SDG
bisa dikatakan sangat buruk karena angkanya baru 1%.
16
Tangki septik tidak aman atau isinya dibuang secara tidak aman berisiko
mencemari lingkungan (badan/sumber air tanah) dengan bakteri Escherichia-coli
sebagai penyebab utama penyakit diare. Uji sampel air sumur warga, BPLHD
Jogjakarta (2010) menemukan 70% mengandung E-coli. Bahkan pada 2011,
Bidang Pengendalian Pencemaran BLH Provinsi DIY memeriksa 34 sumur di kota
Jogja, Sleman dan Bantul. Hasilnya 97,06% sampel tidak memenuhi baku mutu
parameter bakteri E-coli dan coli tinja pada April dan Juli 2011 88,24% sampel
tidak memenuhi baku mutu parameter total coli (jogjaprov.go.id: 2011). BPLHD
DKI (2016) menemukan 53,7% air sumur warga yang diuji mengandung E-coli.
Survei IUWASH PLUS (2016) mendapati hanya 10% dari total responden
tahu tangki septik berfungsi untuk melindungi sumber air dari cemaran tinja.
Persepsi masyarakat tentang tangki septik yang baik/aman masih keliru.
Sebagian besar menganggap tangki septik yang baik dan aman itu tidak pernah
penuh atau tidak perlu penyedotan. Tangki septik yang tidak penuh selama tiga
tahun adalah indikator kebocoran tangki septik, berpotensi mencemari sumber air.
Tingginya angka pencemaran sumber air karena kebocoran tangki septik yang
tidak pernah dikuras terjadwal adalah masalah sangat serius untuk pencegahan
stunting.
Hasil survei IUWASH PlLUS 2016, 30% rumah tangga mengeluarkan uang
di atas Rp 400.000 untuk sekali penyedotan. Pangsa pasar layanan pemerintah
masih sangat kecil (1%) dibanding swasta (12%). Padahal, layanan pemerintah
lebih murah, warga mengeluhkan mahalnya layanan swasta. Dari hasil survei,
65% responden mengatakan ongkos penyedotan mahal atau sangat mahal.
17
ini dimasukkan sebagai tambahan. Adanya sistem drainase rumah tangga
sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir begitu saja di atas permukaan
tanah akan membuat lingkungan sekitar rumah menjadi tempat yang sehat bagi
aktivitas bermain anak balita yang tentunya mendukung tumbuh kembangnya.
Sistem drainase rumah tangga tentunya harus didukung oleh sistem drainase
Desa yang dapat diintegrasi dengan sistem pengolahan limbah dengan berbagai
pilihan teknologi akrab lingkungan yang dapat diterapkan di Desa, ini pasti akan
sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak balita di Desa.
18
Gambar 1. Kerangka Pikir Komunikasi Terkait Kesehatan Lingkungan
19
bagi anggota keluarganya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari faktor perilaku
penyebab terjadinya stunting.
21
Toma,
Toga Liputan
Media Media Cetak, Media
Kunjungan Massa, Sosial, Bioskop,Radio
Rumah Media
oleh Sosial
Puskesmas
Saluran Utama
Intervensi MOBILISASI
Komunikasi MASYARAKAT
Perubahan DESA
Perilaku
Kampanye
Media
'Anakku
Hebat TV, Bioskop, Radio
Bangsaku
Kuat' dan
CTPS
Gambar 5. Cycle Pelaksanaan Mobilisasi Masyarakat Desa Perubahan Perilaku Pencegahan Stunting
23
stunting, maka dapat diantisipasi hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menyusun kegiatan maupun materi komunikasi, informasi dan edukasi yang akan
digunakan.
Tabel. 1.
24
warga Desa untuk dapat mempraktekan perilaku yang diharapkan: air, sanitasi,
sistem drainase rumah tangga dan desa, bibit untuk ‘Pekarangan Sebagai
Sumber Gizi Keluarga’ dan lain-lain sesuai kondisi tiap Desa lokus. Dengan
menggunakan kerangka konsep Johns Hopkins Center for Communication
Program (Lampiran 1), intervensi komunikasi ini akan dilaksanakan sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 6.
25
Keterampilan
Penyikapan terhadap perilaku yang diharapkan
Emosi
Citra diri
Pengaruh sosial
Kemampuan diri
Advokasi personal
Faktor Psikologis Keluarga
Dukungan anggota keluarga
Pembagian tugas keluarga
Penyikapan yang sama atas perilaku yang diharapkan
Faktor Psikologis Masyarakat Desa
Medukung dan mempioritaskan
Pembagian tanggung jawab untuk kepentingan bersama
Norma sosial
Kepemimpinan
Faktor Penunjang
Ketersediaan air bersih, termasuk terstandarnya air di DAMIU
Jamban sehat, leher angsa, alntai kering, berpintu, berdinding kuat, dan
beratap, tangki septik tidak bocor/terstandar
Pekarangan sumber gizi keluarga
Sistem drainase rumah tangga dan Desa
Pengolahan limbah Desa
Perubahan Perilaku:
Pengasuhan Kesehatan, Tumbuh Kembang dan Afeksi
Perawatan Kehamilan ANC Lengkap – K1 Ideal dan K4
Perawatan Neonatal Lengkap KN1, KN2, KN3
Perawatan Nifas Lengkap
Imunisasi Dasar Lengkap dan terjadwal
Timbang, Ukur terjadwal
Pengasuhan tumbuh kembang dengan afeksi/kasih sayang
Perilaku Konsumsi
Pola makan – Isi Piringku: Beragam Bergizi Seimbang
26
Minum pil zat besi 90 hari tanpa absen selama kehamilan
IMD berkualitas, dan ASI Ekslusif 6 bulan penuh
MPASI bergizi diberikan tepat saat bayi berumur 6 bulan
Perilaku Higienis
CTPS dengan air mengalir di 5 saat penting
BAB di jamban, tidak di sungai atau sembarang tempat
Tidak merokok di dalam rumah, dan simpan makanan tertutup
27
Gambar 6. INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN STUNTING TERINTEGRASI DENGAN INTERVENSI SPESIFIK DAN SENSITIF
HASIL YANG
INTERVENSI KOMUNIKASI (1) SASARAN PERUBAHAN (2) Perubahan Perilaku (3) DIHARAPKAN (4)
Faktor Psikologis
- Pembagian tugas keluarga ‘Sadar
CERAMAH MOTIVASI - Penyikapan yang sama atas Cukup’ Stunting’
TOMA, TOGA perilaku yang diharapkan - Minum pil zat besi 90 hari menjadi
Masyarakat Desa selama kehamilan Norma
- Dukung & Prioritas - IMD, ASI Eksklusif 6
Keluarga
- Pembagian tanggung jawab bulan penuh
MOBILISASI - Norma sosial - MPASI sehat tepat saat
MASYARAKAT DESA - Kepemimpinan bayi berumur 6 bulan
+ MATERI KIE yang - Beri bayi Vit A sesuai Tahap III
Multisektor/Intervensi Sensitif jadwal
efektif Perilaku Higienis
- Air berih dan aman + DAMIU Desa/Kel
terstandar CTPS dengan air mengalir di Bebas
JADWAL
- Jamban, Tagki septik aman 5 saat penting Intergenerasi
INTERVENSI - Rumah sehat BAB di jamban Stunting
SPESIFIK DAN - Pekarangan Sumber Gizi Keluarga Tidak merokok di dalam
Faktor Penunjang
- Pengolahan limbah Desa Simpan makanan tertutup
G. REKOMENDASI
Pencegahan stunting harus menjadi gerakan dan tanggung jawab bersama
multisektor untuk mewujudkan ‘Anakku Hebat Bangsaku Kuat’ agar Generasi yang hilang
(Lost Generation) menjadi Generasi Tangguh Menyongsong Bonus Demografi Indonesia.
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu:
30
Lampiran 1. Kerangka Konseptual untuk Mendorong Perilaku Sehat
Source: John Hopkins Center for Communication Programs (John Hopkins CCP)
31
Daftar Referensi
Abd. Hakim Laenggeng1 & Yance Lumalang. (2015). “Hubungan pengetahuan gizi dan
sikap memilih makanan jajanan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1 Palu”. Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol. 1 (1):49–57
Abd.Kadir A. (2016) . “Kebiasaan Makan Dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya
Terhadap Status Gizi Remaja”. Jurnal Publikasi Pendidikan Vol. 1
Amelinda Calinda Rahma, Siti Rahayu Nadhiroh. (2016). “Perbedaan sosial ekonomi dan
pengetahuan gizi ibu BALITA gizi kurang dan gizi normal”. Media Gizi Ind Vol.
11(1):55 – 60
Annisa Sophia Badan Litbangkes, Kemenkes. (2014). Laporan Survei Konsumsi
Makanan Individu
Benitez-Bribiesca et al. (1999). Dendritic spine pathology in infants with severe protein-
calorie malnutrition. Pediatrics 104 (2), 1–6. {PubMed}
Black et al (2008) Maternal and chils undernutrition: global and regional exposures and
health consequences. Lancet 382, 427-451. {PubMed}
BPLHD Jogjakarta (2011): http://blh.jogjaprov.go.id/detailpost/pemantauan-
kualitas-air-sumur.
Branca F, Ferrari M. (2002). Impact of micronutrient deficienccies on growth: The stunting
syndrome. Ann Nutr Metab. 46(Suppl 1): 8–17 .
Brown J. L. & Pollitt E. (1996). Malnutrition, poverty and intellectual development.
Scientific American 274, 38-43. {PubMed}
Cordero et al (1993). Dendritic development in neocortex of infants with early postnatal
life undernutrition. Pediatric Neurology 9 (6), 457–464. {PubMed}
Dangour AD et al. (2013). Intervention to Improve Water Quality and Supply, Sanitation
and Hygiene Practices, and Their Effects on the Nutritional Status of Children.
Cochrane Database of Systematic Review 2013. DO: 10.1002/ 14651858.
CD009382. pub2
Desti Sagita Putri1* Dan Dadang Sukandar. (2012). Keadaan rumah, kebiasaan makan,
status gizi, dan status kesehatan balita di kecamatan tamansari, Kabupaten
Bogor. Jgp, Vol 7(3)
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia.
(2017). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya Tahun 2016.
Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat,
DKI, BPLHD (2016): http://www.koran-jakarta.com/masyarakat-dki-diimbau-sedot-limbah-
tinja/
32
Elizabeth Prado and Kathryn G. Dewey. (2014). Nutrition and brain development in early
life. Nutriion Reviews Vol. 72(4):267–284
Engle P, Lhotska L, Armstrong H. (1997). The Care Initiative: Assessment, Analysis
And Action To Improve Care For Nutrition. United Nations Childrens Fund,
Nutrition Section, New York.
Engle P, Menon P, Haddad L. (1997b). Care and Nutrition: Concepts and
Measurement. International Food. Policy Research Institute, Washington DC,
USA.
Fewtrell et. al. (2005). Water, Sanitation, and Hygiene Interventions to Reduce Diarrhoea
in Less Developed Countries-a systematic review and meta-analysis. The lancet
infectious Diseases Vol.5 No.1 PP.42-52
Fitri Respati Ambarwati, SKM, M.Kes (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Foster, George M, and Barbara G. Anderson. (1986). Antropologi Kesehatan
(Penerjemah: Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Swasono). UI-PRESS
Guoyao Wu, Fuller W. Bazer, Timothy A. Cudd et al (2004). Maternal Nutrition and
Fetal Development American Society for Nutritional Sciences Downloaded
from https://academic.oup.co./jn/article-abstract/134/9/2169/4688801 on 20 April
2018
Hermina dan Sri Prihatini (2011). Gambaran keragaman makanan dan sumbangannya
terhadap konsumsi energi protein pada anak BALITA pendek di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 39(2):62–73
Intje Picauly dan Sarci Magdalena Toy. (2013). Analisis determinan dan pengaruh
stunting terhadap prestasi belajar anak sekolah di kupang dan sumba timur, ntt.
Jurnal Gizi dan Pangan Vol. 8(1): 55—62
Jim Mann and A. Stewart Trustwell (2014). Buku Ajar Ilmu Gizi
Kasim, K. Et al. (2014). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Cemaran Mikroba dalam
Air Minum Isi Ulang pada Depot Air Minum Kota Makassar Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia, Vol.13 No.2/Oktober 2014.
Lina Nurbaidi (2014). Kebiasaan Makan Balita Stunting Pada Masyarakat Suku
Sasak:Tinjauan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
McLean E et al. (2009) Worldwide prevalence of anaemia, WHO vitamin and mineral
nutrition information system, 1993-2005. Public Health Nutr. 12, 444-454
10.1017/s1368980008002401 {PubMed}
Montanari, Massimo. (2004). Food is Culture New York: Columbia University Press
Melviana, M, et al. (2014), Hubungan Sanitasi Jamban dan Air Bersih dengan Kejadian
Diare pada Balita di Kecamatan Medan Marela, Kota Medan. (tidak dipublikasikan)
33
Noviati Fuada, Sri Muljati dan Tjetjep S. Hidayat (2011). Karakteristik anak balita dengan
status gizi akut dan kronis di perkotaan dan perdesaan di indonesia (RISKESDAS
2010) Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10(3):168–179
Oliver Cumming and Sandy Cairncross. Maternal and Child Nutrition 2016, 12
(Suppl.1), pp. 91-105
Olofin et al. (2013). Association of suboptimal grorwth with all-causes and cause-specific
mortality in children under five years. PloS ONE 8(5): e64636.
O’Sullivan, G. A. Yonkler, J. A. Morgan, W., Merrit A. P. A. (2003). Field Guide to
Designing a Health Communication Strategy, Baltimore, MD: Johns Hopkins
Bloomberg School of Public Health/Center for Communication Programs
Ozek E. & Tuncer M. “Intrauterine growth retardation”. Marmara Medical Journal
Volume 4 No. 2 April 1991
Papageorghiou et al. (2014). International standart for fetal growth based on ultrasound
measurements: the Fetal Growth Longitudinal Study of the INTERGROWTH-21st
Project. the Lancet Volume 384, No. 9946, p869-879 2014
Pakpahan, R. S, et al.. (2015). Cemaran Mikroba Escherichia coli pada Air Minum Isi
Ulang, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol.9, No.4, Mei 2015
Puti Sari H., Dwi Hapsari, Ika Dharmayanti, Nunik Kusumawardani (2014). Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap risiko kehamilan “4 Terlalu(4-T)” pada wanita usia 10-
59 tahun. Media Litbangkes Volume 24, No. 3
Rifkin B. S., and Pridmore P (2001). Partners in Planning. Oxford: Macmillan
Rifkin B. S. (2009). Lesson from community participation in health programes: a review of
post Alma-Ata experience. International Health 1, 31-36
Rifkin B. S. (1996). Paradigm Lost: Toward a new understanding of community
participation in health programmes. Acta Tropica 61(1996) 79-92
RISKESDAS 2013.
Rizka Febriana dan Ahmad Sulaeman 2014. “Kebiasaan makan sayur dan buah ibu saat
kehamilan kaitannya dengan konsumsi sayur dan buah anak usia prasekolah”
Jgp, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014
Saleh, Muh et al. (2013), Hubungan Kondisi Sanitasi LingkungN DENGAN Kejadian Diare
pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Baranti, Kabupaten Sidrap. (tidak
dipublikasikan)
Savino M (2002) The thymus gland is a target in malnutrition. European Journal of
Clinical Nutrition 56, Suppl 3, S46-S49
Semba R. D. (2016) Child stunting is associated with low circulating essential amino
acids. EbioMedicine (2016) 246-252
34
Sihadi dan Poedji Hastoety Djaiman (2011). Peran kontekstual terhadap kejadian balita
pendek di indonesia PGM 34(1):29–38
Sjahmien Moehji (2009) Buku Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk
Soerachman, Sulistiawati, Purwanto (2016). Asal Perut Tidak Kosong Di Kalangan Balita
Di Rawa Bogo. Jakarta: Kanisius
Spears D (2013). “How much international variation in child height can sanitation
explain?” Policy Paper World Bank 2013
USAID (2017). Indonesia Urban Water, Sanitation and hygiene Penyehatan Lingkungan
Untuk Semua Formative Research (IUWASH PLUS) USAID.
35
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI 2018
Sekretariat
Biro Kerja Sama Hukum dan Humas LIPI
Sasana Widya Sarwono Lt.5 Jln. Jend Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta 12710
Telp. 021-5225711 ext.1236, 1240, 1233
Fax. 021-5251834