Anda di halaman 1dari 16

pembatas

40
cover awal

41
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat menggambarkan
pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah diukur dan nyata.
Dalam mendeskripsikan vegetasi harus dimulai dari suatu titik pandang bahwa
vegetasi merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan yang hidup di suatu
lingkungan hidup tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai
komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifat-sifatnya yang
mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum. Dalam mempelajari komunitas
tumbuhan kita tidak dapat melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati
komunitas, terutama apabila area itu cukup luas. Oleh karena itu penelitian dapat
dilakukan disebagian area komunitas tersebut dengan syarat bagian tersebut dapat
mewakili sebagian komunitas yang ada. Luas area tempat pengambilan contoh
komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung dari struktur
vegetasi tersebut. Yang penting diperhatikan adalah seluas apapun percontohan itu
diambil harus dapat menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan
(Raharjanto, 2001).
Komunitas secara alamiah memiliki kekayaan dalam hal jumlah spesies yang
mereka miliki. Komunitas juga berbeda dalam hal kelimpahan relatif spesies.
Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum ditemukan dan
beberapa spesies yang jarang ditemukan. Analisis vegetasi adalah salah satu cara
untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi
(masyarakat tumbuhan). Analisis vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu: (1) minimal
area, (2) metode kuadrat dan (3) metode jalur atau transek (Irwan, 1997).
Luas daerah dalam satuan kecil komunitas atau vegetasi sangat bervarisi
keadaannya. Keberadaan daerah tersebut merupakan himpunan dari spesies populasi
yang sangat berinteraksi dengan banyak faktor lingkungan yang khas dari setiap
vegetasi, cara mengamati komunitas atau vegetasi tersebut dan beberapa sampel
harus representatif bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar jenis
tumbuhan yang membentuk komonitas tersebut. Daerah minimal yang

42
mencerminkan kekayaan komunitas atau vegetasi disebut dengan jumlah kuadrat
minimum (Syafei, 1990).
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sedangkan sampling adalah suatu proses memilih sebagian dari
unsur populasi yang jumlahnya mencukupi secara statistik sehingga dengan
mempelajari sampel serta memahami karakteristik-karakteristiknya (ciri-cirinya)
akan diketahui informasi tentang keadaan populasi. Teknik sampling adalah suatu
cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel,
sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya
(representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki
populasi (Nasution, 2012).
Berdasarkan uraian diatas, pada suatu daerah vegetasi umumnya akan
terdapat suatu luas tertentu dan daerah daerahnya sudah memperlihatkan kekhususan
dari vegetasi secara keseluruhan yang disebut dengan luas minimum area. Untuk
mempelajari keanekaragaman jenis tumbuhan dalam suatu lingkungan serta
menentukan luas petak minimum yang dapat mewakili tipe komunitas maka
dilakukan praktikum ekologi tumbuhan Minimal Area.

I.1 Tujuan

Adapun tujuan dilakukan pratikum ini adalah untuk menentukan ukuran plot yang
representatif pada suatu areal.

43
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi adalah ilmu pengetahuan yang termasuk salah satu cabang biologi. Ekologi
mempelajari saling hubungan antara organisme satu dengan organisme lainnya dalam
satu populasi dan populasi lainnya, serta saling hubungan antara organisme dengan
faktor-faktor fisik dari lingkungannya. Ekologi hewan menyangkut 3 aspek pokok
yaitu deskriptif yaitu menyangkut pengetahuan tentang cara hidup hewan, kuantitatif
memberikan informasi yang menyangkut tentang ukuran-ukuran kondisi lingkungan
dan batas-batas toleransi hewan terhadap fluktuasi faktor lingkungan, dan analitik-
sintetik menganalisis lingkungan beserta pengaruhnya dengan cara memvariasikan
kondisi faktor tertentu di bawah kondisi faktor lain yang terkontrol. Dalam
mempelajari ilmu ekologi kita akan membahas tentang individu, populasi,
komunitas, ekosistem, biosfer (Odum, 1993).
Keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan yang berada di seluruh wilayah
Indonesia, telah menjadi salah satu sumber pokok kehidupan para petani sebagai
mata pencahariannya. Sebelum dilakukan upaya pemanfaatan tumbuhan bagi
masyarakat, terlebih dahulu diadakan inventarisasi dengan tujuan mengetahui potensi
fungsi, peranan dan manfaat yang ada dari bagian organ dari tanaman. Beberapa tipe
lahan memiliki berbagai fungsi ekologis, terutama dalam menyimpan
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman jenis anakan pohon di agrofores dapat
mendekati keanekaragaman pohon di hutan (Indriyanto, 2006).
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan
untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan
diantaranya yaitu: 1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan
permudaannya. 2) Mempelajari tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yang dimaksud
tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan
hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi
semak belukar (Desmawati, et. al, 2011).
Luas daerah dalam satuan kecil memiliki komunitas atau vegetasi yang
sangat bervariasi keadaannya. Keberadaannya merupakan himpunan spesies dalam

44
populasi yang sangat berinteraksi dengan banyak faktor lingkungan yang khas untuk
setiap vegetasi. Perlu diperhatikan cara mengamati komunitas atau vegetasi tersebut
dan berapa banyak sampel yang harus diamati sehingga dikatakan representatif bila
di dalamnya terdapat sebagian besar jenis tumbuhan yang membentuk komunitas
atau vegetasi. Daerah minimal yang mencerminkan kekayaan komunitas atau
vegetasi disebut minimal area (Suin, 2004). Metode ini dapat digunakan untuk
mengetahui minimal jumlah petak contoh. Sejumlah sampel dikatakan representif
bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar jenis tanaman pembentuk
komunitas atau vegetasi tersebut (Odum, 1993).
Luas minimum area atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang
digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh
(kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh
(sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu
habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh
yang digunakan. Ukuran plot minimal dapat ditentukan dengan cara survey
pendahuluan untuk menentukan ukuran luas plot minimal. Menentukan luas minimal
plot dapat dilakukan dengan cara membuat kurva luas minimal terlebih dahulu.
Untuk bentuk plot persegi dimulai dengan membuat sebuah plot (bidang datar)
persegi pada satu tegakan dengan kuadrat (luas) terkecil, misalnya untuk lapangan
rumput adalah 25 x 25 cm2, selanjutnya dicatat spesies tumbuhan yang ada dalam
kuadrat terkecil. Kemudian kuadrat diperluas dua kali luas semula dan kemudian
penambahan spesies baru yang terdapat di dalam kuadrat luasan dicatat (Suprianto,
2001).
Pada suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisis vegetasi erat kaitannya
dengan sampling artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk
mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisis vegetasi
yang digunakan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak pada
komposisi jenis pohon. Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat

45
digunakan random sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat
digunakan sistematik sampling (Dedi, 2009).
Cara peletakan petak contoh ada dua, yaitu cara acak (random sampling) dan
cara sistematik (systematic sampling). Random sampling hanya mungkin digunakan
jika vegetasi homogen, misalnya hutan tanaman atau padang rumput (artinya kita
bebas menempatkan petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis
bebeda tiap petak contoh relatif kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan untuk
menggunakan systematic sampling karena lebih mudah dalam pelaksanaannya dan
data yang dihasilkan dapat bersifat representatif (Nasution, 2012).
Untuk memahami luas minimal area, metode manapun yang di pakai untuk
menggambarkan suatu vegetasi yang penting adalah harus di sesuaikan dengan
tujuan luas atau sempitnya suatu area yang di amati. Luas area tempat pengambilan
contoh komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk
dan struktur vegetasi tersebut. Untuk vegetasi lumut kerak, diperlukan ukuran 1cm 2,
sedangkan untuk vegetasi hutan campuran dan tropika di perlukan ukuran 1 atau 10
hektar. Yang perlu di perhatikan adalah seluas apa percontohan di ambil harus dapat
menggambarkan bentuk vegetasi dan apabila seluruh atau sebagian besar jenis
tumbuhan membentuk vegetasi itu berada dalam daerah percontohan. Dengan
demikian biasanya pada suatu bentuk vegetasi itu akan didapatkan suatu wilayah
terkecil yang dapat mewakili vegetasi kecuali untuk hutan tropika yang sangat sulit
di tentukan luas terkecil. Luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas
tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan disebut luas minimum (Rahardjanto,
2007).
Parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah nama
jenis (lokal atau botanis), jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan,
penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan,
diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar yang berguna untuk menghitung
volume pohon. Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang
(TBC) penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat
diketahui ditaksir ukuran volume pohon (Suin, 2004).
Jumlah minimum merupakan jumlah terkecil spesies yang terdapat dalam
vegetasi. Banyak atau sedikitnya jumlah spesies dalam vegetasi ditentukan oleh

46
beberapa faktor, yaitu: 1) Iklim, merupakan faktor terpenting yang menyebabkan
keragaman tumbuhan dalam suatu daerah karena masing-masing tumbuhan
mempunyai iklim dan habitat tertentu. 2) Keragaman habitat, akan menyebabkan
keragaman spesies tumbuhan yang membuat persaingan dan kompetisi meningkat. 3)
Ukuran daerah yang luas akan dapat menampung jumlah individu/spesies yang
banyak pula. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara luas
dan keberagaman spesies secara kuantitatif (Rahayu, 2013).

47
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Maret 2016 di Laboratorium
Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum minimal area adalah meteran,
pancang, tali rafia.

3.3 Cara Kerja

Dibuat plot atau petak dengan ukuran 25 cm x 25 cm, dicatat dan diamati jenis-jenis
tumbuhan yang terdapat pada plot tersebut. Kemudian plot diperbesar dengan ukuran
25 x 50 cm. Dicatat penambahan jenis pada plot tersebut. Jika penambahan jenis
lebih dari 10 % plot diperbesar dua kali lipat menjadi 50 cm x 50 cm, dan dicatat
penambahan jenis tumbuhannya. Hal yang sama dilakukan untuk perbesaran plot
selanjutnya yaitu 50 cm x 100 cm, 100 cm x 100 cm dan seterusnya, plot ditambah
ukurannya bila spesies yang ada pada plot kurang dari 10 %. Jika spesies lebih dari
10 % maka plot tidak ditambah.

48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum minimal area adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Persentase penambahan jenis tiap plot


Plot Jenis tumbuhan Jumlah Persentase
No indivdu penambahan
jenis
1. 0,25 m x 0,25 m Sp 1 (anakan pohon) 2
Asystasia gangetica 3
Sp 2 (liana) 1
Sp 3 (Fabaceae) 1
Sp 4 (Graminae) 8
2. 0,25 m x 0,5 m Sp 5 (Graminae) 3 28 %
Sp 1 ( anakan pohon) 1
Sp 6 (Anakan pohon, 1
daun kasar)
3. 0,5 m x 0,5 m Sp 5 (Graminae) 3 0%
Asystasia gangetica 3

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pada plot pertama ukuran 0,25 m x 0,25 m
didapatkan 5 jenis tumbuhan yaitu 2 individu Sp 1, 3 individu Asystasia gangetica, 1
individu Sp 2 (liana), 1 individu Sp 3 (Fabaceae), 8 individu SP 4 (Graminae).
Setelah ukuran plot tersebut diperbesar menjadi 0,25 m x 0,5 m ditemukan 3 spesies
tumbuhan yaitu 3 indivisu Sp 5 (Graminae), 1 individu Sp 1 ( anakan pohon), 1
individu Sp 6 (Anakan pohon, daun kasar). Dari plot kedua ini didapatkan 2 jenis
baru yaitu Sp 5 (Graminae), dan Sp 6 (Anakan pohon, daun kasar).
Persentase penambahan jenis pada plot kedua dihitung dengan rumus: Jumlah
spesies baru / Jumlah seluruh spesies x 100%. Setelah dilakukan perhitungan
diperoleh persentase penambahan jenis pada plot kedua senilai 28%. Persentase
penambahan tersebut besar dari 10% sehingga dilakukan penambahan ukuran plot
ketiga menjadi 0,5 m x 0,5 m. Penambahan ukuran plot dihentikan apabila
persentasenya kurang dari 10%. Plot ketiga tidak ada lagi penambahan jenis sehingga
persentase penambahan jenis senilai 0%. Menurut Oosting, (1958) bahwa luas
minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan
kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10%. Persentase penambahan jenis plot ketiga 0%,
sesuai dengan ketentuan minimal area tersebut maka penambahan ukuran plot
dihentikan.

49
Peletakkan petak kuadrat terkecil dimulai pada wilayah dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi agar pertambahan jenisnya tidak bertambah
meningkat. Banyak penelitian di daerah tropika menghasilkan spesies area yang terus
naik, karena banyaknya jenis pohon yang terdapat dalam area tegakan. Untuk
kebanyakan hutan-hutan tropika petak tunggal seluas 1,5 ha sudah cukup mewakili
tegakan sedangkan luas minimum untuk hutan hujan tropis lebih kurang 3 ha (Cain
& Castro, 1959).
Dalam menganalisis kurva minimal area terdapat beberapa titik berupa luas
minimum dan juga luas optimum. Menurut Odum (1993), pada suatu daerah vegetasi
umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan
kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan yang disebut luas minimum. Penentuan
persentase penambahan jenis dengan menggunakan metode minimal area ini dapat
menetapkan 1. Luas minimum suatu petak yang dapat mewakili jenis vegetasi yang
ada di suatu area, 2. Jumlah minimal petak contoh agar hasilnya mewakili keadaan
tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur (Balai
Taman Nasional Baluran, 2010).
Menurut Suin ( 2004), suatu spesies dipengaruhi oleh densitas dan pola
distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan informasi tentang keberadaan
tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang
jumlah individu pada masing-masing plot. Petak minimal area digunakan pada
praktikum ini karena daerah lapangan terbukanya bersifat homogen, sehingga bebas
menempatkan petak contoh dimana saja. Peluang menemukan jenis berbeda tiap
petak contoh relatif kecil.
Menurut Odum (1993), penyebaran minimal area yang diambil untuk
dianalisis sangat ditentukan keadaan medan dan keadaan topografi. Petak contoh
dapat dibuat bermacam-macam bentuknya. Petak contoh dapat berupa lingkaran,
bujur sangkar, atau persegi. Pemilihan bentuk petak contoh lebih banyak didasarkan
pada kemudahan dalam menganalisis. Petak yang berbentuk lingkaran, baik sekali
digunakan untuk menganalisis padang rumput dan belukar, sedangkan pada hutan
petak berupa lingkaran tidak efisien.

50
Tabel 5. Kerapatan individu dan kerapatan relatif
Kerapatan individu Kerapatan relatif
No Spesies
(ind/m2) (%)
1. Sp1 ( Anakan pohon) 12 11,5
2. Asystasia gangetica 24 23,07
3. Sp 2 (liana) 4 3,84
4. Sp 3 (Fabaceae) 4 3,84
5. SP 4 (Graminae) 32 30,7
6. Sp 5 (Graminae) 24 23,07
Sp 6 (Anakan pohon, daun
7. 4 3,84
kasar)
∑ 104

Dapat dilihat dari tabel hasil hitung kerapatan individu pada ketiga plot didapatkan
individu yang kerapatannya paling tinggi adalah individu Sp 4 (Graminae) dengan
nilai kerapatan individunya adalah 32 ind/m2, sedangkan yang paling sedikit adalah
nilai kerapatan individu Sp 2 (liana), Sp 3 (Fabaceae) dan Sp 6 (Anakan pohon, daun
kasar) yaitu 4 ind/m2. Kerapatan relatif paling tinggi adalah individu Sp 4
(Graminae) dengan nilai 30,7 % dan nilai kerapatan relatif yang paling sedikit
adalah Sp 2 (liana), Sp 3 (Fabaceae) dan Sp 6 (Anakan pohon, daun kasar) sebesar
3,84 %.
Berdasarkan nilai kerapatan dapat dilihat bahwa pada wilayah tersebut
individu yang populasinya paling besar adalah Sp 4 yaitu famili Graminae. Hal ini
juga disebabkan oleh faktor lingkungan tertentu baik biotik maupun abiotik dari plot
yang diamati. Plot tersebut berada di area terbuka karena tidak ada canopi pohon
yang menutupi area tersebut. Intensitas cahaya matahari tinggi menyebabkan area
tersebut sangat cocok untuk ditumbuhi famili Graminae. Menurut Rahardjanto
(2001), ciri-ciri lingkungan yang bagus untuk ditumbuhi famili Graminae adalah
intensitas cahaya tinggi, curah hujan sedang 50-766 cm/th tanah kering tetapi subur.
Lingkungan adalah sistem kompleks yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dan merupakan ruang tiga dimensi,
dimana makhluk hidupnya sendiri merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan
bersifat dinamis berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi dari faktor lingkungan
akan mempengaruhi makhluk hidup dan respon makhluk hidup terhadap faktor
tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala ruang dan waktu, serta kondisi
makhluk hidup (Indriyanto, 2006).

51
Faktor-faktor lingkungan mempengaruhi suatu organisme secara sendiri-
sendiri atau kombinasi dari berbagai faktor. Pengaruhnya dapat menentukan
kehadiran atau keberadaan dan proses kehidupan makhluk hidup. Terdapat berbagai
prinsip yang mendasari hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya, seperti
makhluk hidup tidak dapat hidup pada lingkungan yang hampa udara. Segala sesuatu
yang dapat mempengaruhi makhluk hidup akan membentuk lingkungan atau faktor
lingkungan yang terdiri dari faktor lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Setiap
jenis, individu, kelompok atau umur makhluk hidup dipengaruhi atau membutuhkan
faktor lingkungan yang berbeda-beda. Komponen-komponen lingkungan terdiri dari
faktor-faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologi, seperti energi, tanah, gas-gas
atmosfir, tumbuhan hijau, manusia atau decomposer (Desmawati et, al, 2011).

52
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ukuran plot yang representatif untuk dijadikan minimal area adalah plot

ukuran 0,5 m x 0,5 m yang memiliki persentase penambahan jenis 0 %.


2. Kerapatan individu dan kerapatan relatif yang paling besar pada ketiga plot

adalah adalah individu Sp 4 (Graminae), sedangkan yang paling sedikit

adalah nilai kerapatan individu Sp 2 (liana), Sp 3 (Fabaceae) dan Sp 6

(Anakan pohon, daun kasar) .

5.2 Saran

Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah agar memilih plot yang

representatif pada suatu area, dan perhitungan dilakukan secara teliti

53
DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Baluran. 2010. Laporan Kegiatan. Pengendali Ekosistem


Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Baluran: TN Baluran.
Cain, S.A. & G.M. de Oliviera Castro. 1959. Manual Of Vegetation Analysis. New
York: Harper & Bros.
Dedi, 2009. Pengenalan Ekologi. http://web.ipb.ac.id. Diakses 09 Mei 2016
Desmawati et, al, 2011. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Irwan, Z. D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas
&Lingkungan.Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
Nasution, R. 2012. Teknik Sampling. http://.download/fkm/fkm-rozaini.pdf. Diakses
tanggal 09 Mei 2016.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi
Ketiga. GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Oosting, H.J. 1958. The Study of Plant Communities and Introduction to Plant.
Ecology. San Francisco. W.H. Freeman and Company.
Rahardjanto, A. 2001.Ekologi Tumbuhan. UMM Press. Malang
Rahayu. 2013. Analisa Vegetasi. Http://Academia.edu. Diakses tanggal 09 Mei
2016.
Suin, N, M. 2004. Ekologi Populasi.Unand. Padang.
Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Bandung: UPI
Syafei. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB : Bandung.

54
LAMPIRAN

Lampiran 3. Gambar Plot Minimal area

55

Anda mungkin juga menyukai