Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah yang


sedang berkuasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam
setiap pemberitaan pers, baik melalui media elektronik maupun media cetak. Sebut
saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia yang ketika Orba masih berkuasa,
yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil penguasa
dengan alasan pembangunan. Kemudian realitas pengekangan dan pembungkaman
kebebasan pers dengan adanya pemberedalan beberapa media masssa oleh penguasa,
serta pembantaian para ulama (kiayi) dengan dalil dukun santet sekitar tahun 1999
yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini
merupakan bagian kecil dari fenomena kehidupan yang sangat tidak menghargai
terhadap posisi rakyat di hadapan penguasa dan bagian dari fenomena kehidupan yang
tidak menghargai kebebasan berserikat dan berpendapat.
Dengan banyaknya fenomena permasalahan tersebut diperlukan adanya
pengkajian kembali kekuatan rakyat / masyarakat dalam konteks interaksi-
relationship, baik antara rakyat dengan Negara, maupun antara rakyat dengan rakyat.
Kedua pola hubungan interaksi tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian
integral menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisis kritis
yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan
berkeadaban.
Kemungkinan akan adanya kekuatan masyarakat sebagai dari komunitas bangsa
ini akan menghantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembangan,
yakni Masyarakat madani. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan proses
modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal menuju
masyarakat barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah civil society.
Dalam makalah yang berjudul Masyarakat Madani, akan dibahas lebih rinci
tentang apa itu Masyarakat Madani.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan masyarakat madani ?
2. Bagaimana karakteristik masyarakat madani ?
3. Bagaimana masyarakat madani di Indonesia ?
4. Apa saja tantangan dan hambatan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia ?
5. Bagaimana upaya mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat madani ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tesebut di atas, makalah ini secara khusus memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari masyarakat madani
2. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani
3. Untuk mengetahui keadaan masyarakat madani di Indonesia
4. Untuk mengetahui tantangan dan hambatan Penerapan Masyarakat Madani di
Indonesia
5. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan Masyarakat Madani

D. Manfaat Penulisan
a. bagi penulis
- Mendapatkan ilmu pengetahuan baru
- Dapat mengkaji materi mata kuliah pendidikan agama islam
- Mendapat kesempatan untuk tampil dalam mempertahankan pendapat atau
gagasan
b. bagi mahasiswa dan masyarakat
- Dapat lebih memahami dan menerapkan konsep masyarakat madani.
BAB II

PEMBAHASAN

 Pendahuluan

Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya
pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak
menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki
peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan
masyarakat.

Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena
sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal
yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf)
dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal
menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan
tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan


pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat
ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk
Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS.
Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui
Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang
tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani
modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau
peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain,
seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok
lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat
luhur lainnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan
antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya
dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth)
dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada
masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam
hanya menunggu waktu saja.

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan


maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan
dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan
demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

A. Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam
sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat islam juga dikenal istilah
madinah atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju, berperadaban dan
lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Kata madani merupakan penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang
ditunjukkan oleh kondisi dan system kehidupan yang berlaku di kota madinah. Kondisi
dan system kehidupan out menjadi popular dan dianggap ideal untuk menggambarkan
masyarakat yang islami, sekalipun penduduknya terdiri dari berbagai macam keyakinan.
Mereka hidup rukun, saling membantu, taat hukum dan menunjukkan kepercayaan penuh
terhadap pimpinan. Al-Qur’an menjadi konstitusi untuk menyelesaikan berbagai
persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah.
Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat
madani, yaitu:

1. Masyarakat negeri Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman AS.

Keadaan masyarakat Saba’ yang dikisahkan dalam al-Qur’an itu mendiami negeri
yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanaman yang subur,
tesedia rizki yang melimpah, terpenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu,
Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada Allah yang telah
menyediakan kebutuhan hidup mereka.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya
dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

Tapi sayangnya, setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini kemudian
ingkar (kafir) dan maksiat kepada Allah, sehingga mereka mengalami kebinasaan.

(Qs. Saba’:16).

“tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-
pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr”

2. Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat,

Perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk
Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.

Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi, sebagai nama baru kota Yastrib,
tempat yang didiami oleh Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah.
Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong,
menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai
konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh
terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Dalam terminologi klasik kata ‘madinah’ memiliki arti sebagai ‘kota’ sehingga
masyarakat madani dapat diartikan sebagai masyarakat kota atau perkotaan. Meskipun
begitu, istilah kota disini tidak semata-mat merujuk pada letk geografis, tetapi justru pada
karakter tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah kota. Hal ditopang dengan
pengertian Madani dari segi ilmu kebahasan, perkataan itu , mengandung makna
‘peradaban’. Dalam bahasa Arab, “peradaban” memang dinyatakan dalam kata-kata
“madadiyah” atau tamaddun”, selain dengan kata-kata “hadharah” (Hans Wehr,
1980:899). Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang artinya
memiliki peradaban (civilization) (John M. Echols & Hassan Shadily, 1988: 115)
Hal ini dilefitimasi ketika Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yastrib
menjadi Madinah yang menjadi sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau
bersama umat Islam yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak
mendirikan dan membangun masyarakat beradab yang memiliki peradaban atau
kebudayaan tinggi. Nabi Muhammas SAW yg telah melahirkan masyarakat
berperadaban sebagai contoh kepada umat manusia. Pada awal diutusnya Rasulullah
SAW untuk menyampaikan risalah Iislam kepada penduduk Mekah selama kurang lebih
13 tahun, tetapi mengalami berbagai hambatan dan hasil yang kurang signifikan. Allah
SWT memberikan petunjuk untuk hijrah ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur
dan air yang melimpah sekitar 400 km sebelah utara Mekah. Wilayah paling penting
adalah Harrah Waqim di bagian timur yang lebih subur dan lebih padat penduduknya
dibanding dengan wilayah Harrah al-Wabarah di bagian Barat. Nama Yastrib sudah ada
dalam tulisan-tulisan Ma’ini, suatu indikasi akan keunikaannya (Akram Dhiyudin Umari,
1999: 63)
Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan
penuh kerahasiaan, Nabi Muhammad SAW menata kota dengan mendirikan masjiod,
mempersaudarakan ana kaum muhajirin dan Anshar, dan membuat perjanjian dengan
masyarakat non muslim yang termaktub dalam mitsaqal madinah (Piagam Madinah).
Setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yastrib
menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi)
Persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar merupakan tanda bahwa sesama
mukmin adalah saudara (QS. Al-Hujuraat(49):10) melampaui persaudaraan (muakhah)
berdasarkan nasab (keturunan) dengan membangun persahabatan yang akrab dan tolong-
menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap muslim. (Akram:78). Budaya
tolong-menolong dan empati kepada sesama yang didasari iman dan rasa cinta dapat
menghilangkan sekat antara si Miskin dan si Kaya, antara pejabat dan masyarakat jelata,
antara majikan dan pegawainya, dan lain-lain. Hal tersebut merupakan salah satu
karakter dari masyarakat yang beradab dan berperadaban mulia.
Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada tahun 622 M merupakan era baru
dalam usaha beliau mengefektifkan dakwah Islam karena di kota beliau telah
memperoleh dukungan yang kuat dari warganya ( Abdul Fatah, 2004: 104). Dukungan
tersebut tidak beliau peroleh secara tiba-tiba, tetapi tumbuh perlahan yang diawali
dengan kesepakatan-kesepakatan warga Madinah dengan beliau ketika masih berada di
Mekah melalui baiat al-aqabah pertama dan kedua, disertai dengan pengiriman para
sahabat Nabi SAW, diantaranya adalah Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan agama
Islam kepada penduduk Madinah yang menyatakan keIslamannya. (Drs. Ahmad Taufiq,
M.Ag,.dkk ,2012,116)
Namun, dukungan tersebut belum memantapkan posisi Nabi SAW karena
penduduk Madinah menurut genealogi maupun etnis dan keyakinan terbagi ke dalam
bebrapa kelompok sosial yang bereda dalam car berpikir dan kepentingan masing-masing
( J. Suyuti Pulungan, 1996:87). Pada saat itu Nabi SAW melakukan sonsus pertma kali
terhadap warga negara Madinah yang berjumlah 10.000 orang yang terbagi dalam tiga,
kelompok (Abdul Fatah : 104), sebagai berikut :
1. Kaum muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirindan kaum Anshar (suku Aus dan
Khazraj) sebagai penduduk mayoritas.
2. Kaum Musyrik Arab, termasuk di dalamya kaum munafik.
3. Kaum Yahudi yang terdiri atas tiga klan kecil, yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir,
dan Bani Quraizah.

Untuk mewujudkan masyarakat Madinah yang utuh dan bersatu, berkerukunan,


saling toleransi, dan kerja sama diantar ketiga kelompok tersebut, Nabi Muhammad
SAW membuat perjanjian tertulis disebut shahifah dan diterima oleh semua pihak yang
bercorak majemuk tersebut. Perjanjian tersebut dapat dinilai “piagam kerja sama” atau
“kontrak sosial” yang disetujui secara demokratis dan dikenal dengan nama “Piagam
Madinah” atau “ Konstitusi Madinah”. ( Abdul Fatah : 105).

Membangun masyarakat peradaban itulah yang dilakukan Nabi SAW selama


sepuluh tahun di Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan
demokratis dengan landasan takwa kepada Allah SWT dan taat kepada ajaran-Nya.
Taqwa kepada Allah SWT dalam arti semangat Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam
peristilahan Kitab Suci juga disebut semangat rabbaniyah (QS. Ali Imran (3) :79) atau
ribbiyah (QS.Ali Imran (3) : 146).

Semangat rabbaniyah atau ribbiyah itu, yang dijalankan dengan tukus dan benar,
memancarkan semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, atau basyariyah,
dimensi horisontal hidup manusia, hablum min al-nas. Kemudian pada urutannya,
semnagat perikemanusiaan itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk
hubunganpergaulan manusia yang penuh budi luhhur (Nucholis Madjid).
Dengan demikian, tidak heran jika Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya
menegaskan bahwa intisari tugas suci beliau adalah untuk “menyempurnakan akhlak
manusia”

Masyarakat berbudi Luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat berperadaban,


masyarakat madani, civil society. Masyarakat madani yang dibangun Nabi itu, Oleh
Robert N. Bellah., seorang sosiologi agam terkemuka disebut masyarakat yang untuk
zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern sehingga setelah Nabi
Muhammad SAW sendiri wafat, prototipe masyarakat madani ini tidak bertahan lama.
Timur Tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang
diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern, seperti yang dirintis Nabi
Muhammad SAW (1967: 150-151).

B. Karakteristik Masyarakat Madani


Penyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan utuk menjelaskan
bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat
yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini
merupakan satu kesatuan yang intergral menjadi dasar dan nilai bagi ekstensi masyarakat
madani.

1. Free Public Sphere


Yang dimaksud dengan Free public sphere adalah adanya ruang publik yang bebas
sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah
individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan
praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Prasyarat ini dikemukakan
oleh Arendt dan Habermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis
bisa diartikan sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan
publik.

Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan


masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi
salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan madani, maka akan
memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan
aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan
otoriter.
2. Demokratis
Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat
madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga Negara memiliki kehidupan penuh
untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Demokrasi berati masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi
dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku,ras,dan agama.
Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan oleh banyak pakar yang mengkaji
fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak
bagi penegakan masyarakat madani. Penekanan demokrasi (demokratis) disini dapat
mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan,
ekonomi dan sebagainya.

3. Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk
menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh
orang lain. Toleransi ini memungkinkan adanya kesadaran masing-masing individu
untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat lain yang berbeda.
Toleransi menurut Nurcholish Madjid yaitu merupakan persoalan ajaran dan
kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara
pergaulan yang “enak” antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu
harus dipahami sebagai “hikmah” atau “manfaat” dari pelaksanaan ajaran yang benar.
Azyumardi Arza pun meyebutkan bahwa masyarakat madani (civil society) lebih
dari sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke
kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civility). Civilitas meniscayakan toleransi,
yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda.

4. Pluralisme
Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus
dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang
menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan
masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan pluralisme itu dengan bernilai positif, merupakan rahmat tuhan.
Menurut Nurcholis Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi
tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutya adalah pertalian sejati kebhinekaan
dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of
civility).Bahkan Pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang
lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak
monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan dekrit
Allah dan desigh-Nya untuk ummat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal,
monolitik, sama dengan sebangun dalam segala segi.

5. Keadilan Sosial (Sosial Justice)


Keadilan yang dimaksud untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh
aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah
satu aspek kehidupan padasatu kelompok masyarakat. Seara esensial, masyarakat
memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah (penguasa).

6. Pilar Penegak Masyarakat Madani


Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian
dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam
penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi
terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut yaitu Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik.
1. Lembaga swadaya masyarakat ,
adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas
esensinya adalah membantu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang
tertindas. Selain itu, LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas mengadakan
empowering (pemberdayaan) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-
program pembangunan masyarakat.

2. Pers,
Merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena
memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat
menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan
dengan warganegaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya
independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan transparan.

3. Supremasi Hukum,
Setiap warga Negara baik yang duduk di formasi kepemerintahan maupun sebagai
rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan
untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga Negara dan antara warga Negara
dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan sesuai dengan
hokum yang berlaku.

Selain itu, supremasi hokum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar hak asasi manusia,
sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilzed.

4. Perguruan Tinggi,
Yakni dimana tempat aktivitas akademiknya (dosen dan mahasiswa) merupakan
bagian dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada bidang jalur
modal force untuk menyalirkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-
kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebyt
masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul-betul
objektif, menyeurakan kepentingan masyarakat (publik).
Menurut Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga peran yang stategis
dalam mewujudkan masyarakat madani, yakni :

pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi


kehidupan dasar politik yang demokratis.

Kedua,membangun political safety net, yakni dengan mengembangkan dan


mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political net ini
setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap
informasi.

Ketiga, melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling
menghormati. Demokrasi serta meninggalkan cara-cara yang agitatif dan anarkis.

5. Partai Politik,
Merupakan wahana bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya.
Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hemegomi, tetapi bagaimanapun
sebagai sebuah tempat ekspresi warga Negara, maka partai politik ini menjadi prasyarat
bagi tegaknya masyarakat madani.

C. Masyarakat Madani di Indonesia


Isinen faaaa :D

D. Tantangan dan Hambatan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia :

1. Masih rendahnya minat partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik


Indonesia dan kurangnya rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah
masalah yang dihadapi negara Indonesia.
2. Masih kurangnya sikap toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun
beragama
3. Masih kurangnya kesadaran Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang
proporsional antara hak dan kewajiban
4. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
5. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
6. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
7. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
8. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
9. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi

E. Upaya Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam QS. Ali Imran: 110, Allah menyatakan bahwa umat islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Diantara aspek
kebaikan umat islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non islam.
QS. Ali Imran: 110

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai
dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang
dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam
masyarakat madani adalah Alquran. Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula
sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib.
Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan
akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang
madaniyyah (beradab).

Pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah adalah pembangunan yang mengacu pada
sistem ilahi, dan dikerjakan secara bertahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan. Membersihkan mental masyarakat dari kemusyrikan, kezaliman,
dan kebodohan. Yakni memantapkan keyakinan atau aqidah atau kepercayaan kepada
Allah. Maka manusia akan bersikap jujur, adil, berwibawa, tegas dan sopan santun.
Kalau kebenaran sudah dijungkir balikan, hukum diinjak-injak, mereka akan bangkit
membelanya. Allah menyatakan : (Surat Al-Fath/48:29 )

“ Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu tegas terhadap orang-orang kafir
(yang mengganggunya), tetapi kasih sayang terhadap sesamanya”.

2. Tahap Penggalangan. Rasulullah SAW tiba di yastrib pada hari Jum’at tanggal 12
Rabiul Awal tahun pertama Hijriah. Pada hari itu juga Yatrib diganti namanya
menjadi Madinah. Langkah yang ditempuh adalah:
1. Menyatukan visi dan misi yang diikat dengan persaudaraan.
2. Menanamkan rasa kasih sayang dan persamaan derajat atau tingkatan, tidak
ada perbedaan antara satu dengan yang lain, kecuali takwanya.
3. Mengadakan perjanjian perdamaian, kerukunan umat beragama.
4. Toleransi dalam menjalankan keyakinan agama atau kepercayaan, tidak
adanya paksaan dalam beragama.
5. Menata sistem hukum, pranata perundang-undangan.

3. Tahap Pemberdayaan. Menerapkan diberikannya kepada mereka kebebasan


melakukan kegiatan, tetapi harus di dalam koridor peraturan yang ada. Semangat
iman, dan semangat disiplin itulah yang mengantarkan manusia menjadi muttaqiin.
Jiwa iman dan taqwa inilah yang melandasi orang dalam setiap kegitaannya, apapun
pekerjaan dan profesinya. Rasulullah memberikan motivasi kepada setiap orang,
bahwa apa yang dikerjakan itu pasti akan mendapat balasan, tidak hanya berupa upah
di dunia tetapo pahala juga di akherat. Bekerjalah setiap perkerjaan akan dimudahkan
Allah. Beliau bersabda:

“ Dari Ali Bin Abi Thalib r.a berkata: datang seseorang kepada Rasulullah SAW dan
berkata: apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada Allah? Rasul SAW
menjawab: tidak, bekerjalah kamu segala sesuatu itu dimudahkan, kemudian
membaca ayat: “maka barangsiapa yang memberi dan bertaqwa serta membenarkan
adanya pahala kebaikan pasti akan kami mudahkan baginya”.

Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman maka perlu
ditekankan untuk mewujudkan masyarakat madani selain apa yang sudah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, antara lain:

1. Membangkitkan semangat islam melalui pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan,


islamisasi kelembagaan ekonomi melalui lembaga ekonomi dan perbankan syariah
dan lain-lain.
2. Kesadaran untuk maju dan selalu bersikap konsisten terhadap moral atau akhlak
islami.
3. Menegakkan hukum islam dan ditegakkannya keadilan dengan disertai komitmen
yang tinggi.
4. Ketulusan ikatan jiwa, sikap yang yakin kepada adanya tujuan hidup yang lebih tinggi
daripada pengalaman hidup sehari-hari di dunia ini
5. Adanya pengawasan sosial.
6. Menegakkan nilai-nilai hubungan sosial yang luhur dan prinsip demokrasi (
musyawarah ).

Anda mungkin juga menyukai