Pengolahan Limbah
Pengolahan Limbah
DI POLITEKNIK KAMPAR”
Di susun Oleh:
Yeriken Delbi Almansyah ( 201711001)
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos
Kompos pada dasarnya berasal dari sisa bahan organik, baik dari tanaman,
hewan, dan limbah organik yang telah mengalami dekomposisi atau fermentasi,
pupuk kandang dan pupuk hijau merupakan bagian dari kompos. Jenis tanaman yang
sering digunakan sebagai kompos diantaranya adalah jerami, sekam padi, pelepah
pisang, sisa tanaman jagung dan sabuk kelapa. Sementara itu bahan dari hewan yang
sering digunakan diantaranya kotoran ternak, urin, pakan ternak yang terbuang dan
cairan biogas (Hadisuwito, 2012).
Pembuatan kompos pada prinsipnya bisa dilakukan dengan cara membiarkan
bahan organik hingga melapuk atau menambahkan dekomposer untuk mempercepat
proses pengomposan. Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi)
dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan
terkendali dengan proses akhir humus atau kompos. Proses pengomposan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: imbangan C/N bahan organik, ukuran bahan, kekuatan
struktur bahan baku, kelembaban, aerasi, dan jenis mikroorganisme yang terlibat.
Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang
mempengaruhi mikroorganisme tanah akan mempengaruhi laju dekomposisi tersebut.
Dekomposisi bahan organik (bahan baku kompos) tergantung dari beberapa
faktor. Kompos mempunyai sifat yang menguntungkan, yaitu memperbaiki struktur
tanah yang berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat air pada
tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, memperbaiki daya ikat
tanah terhadap zat hara, mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
(tergantung bahan pembuatnya), membantu proses pelapukan bahan mineral,
memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba, menurunkan aktifitas
mikroorganisme yang merugikan (Suhut simamora, 2006).
2.2 Sludge
Sludge merupakan bagian dari Palm Oil Mill Effluent (POME). POME
sebenarnya berasal dari mesocarp atau serabut berondolan sawit yang telah
mengalami pengolahan di pabrik kelapa sawit (Fauzan barus, 2017).
POME mentah memiliki bentuk dan konsistensi seperti ampas tahu, berwarna
kecokelatan, berbau asam-asam manis, dan masih mengandung minyak CPO sekitar
1,5% (Ruswendi, 2008). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa
padatan POME memiliki kandungan bahan kering 81,56% yang di dalamnya terdapat
protein kasar 12,63%; serat kasar 9,98%; lemak kasar 7,12%; kalsium 0,03%; fosfor
0,003%; dan energi 154 kal/100 gram. (Utomo dan Widjaja, 2005).
Limbah POME dari pabrik pengolahan kelapa sawit memiliki potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai kompos. Kompos POME sebagai agen
pembenah tanah diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah akan
ketersediaan bahan organik dan unsur hara.1 ton POME mengandung unsur hara
sebanding dengan, 10,3 kg Urea, 3,3 kg TSP, 6,1 kg MOP, 4,5 kg Kieserit.
Kandungan hara tersebut hampir sama dengan janjangan kosong, akan tetapi
kandungan MOP pada POME lebih rendah (Pahan, 2012).
2.5 Granulasi
Menurut Hadisoewignyo dan Fudholi (2013), granulasi merupakan suatu proses
pembentukan partikel-partikel besar yang disebut granul dari suatu partikel serbuk
yang memiliki daya ikat. Proses granulasi bertujuan:
1. Mencegah segresi campuran serbuk.
2. Memperbaiki sifat alir serbuk atau campuran.
3. Meningkatkan densitas ruahan produk.
4. Memperbaiki kompresibilitas serbuk.
5. Memperbaiki penampilan produk.
6. Mengurangi debu.
CARA KERJA
3.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan mol bonggol pisang adalah parang,
baskom, ember dan timbangan. Alat yang digunakan untuk pembuatan pupuk kompos
adalah sekop, terpal, cutter mill, parang, ember, timbangan. alat yang digunakan
untuk pembutan pupuk granul adalah granulator, timbangan, ember, ayakan dan botol
semprot.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan pupuk kompos adalah batang
sawit, pome, abu boiler serta sekam padi. Bahan yang digunakan untuk membuat mol
bonggol pisang adalah urin sapi, air kelapa, gula merah serta bonggol pisang. Bahan
yang digunakan sebagai perekat pada saat proses granulasi pupuk organik adalah
tepung tapioka.
Bonggol pisang jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah
pisang. Bonggol pisang mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang
lengkap, mengandung karbohidrat, protein, air dan mineral-mineral penting
(Munadjim, 2014). Bonggol pisang mempunyai kandungan pati (karbohidrat) 45,4%
dan kadar protein 4,36%. Kandungan karbohidrat yang tinggi akan memacu
perkembangan mikroorganisme. Bonggol pisang juga mengandung mikrobia
pengurai bahan organik. Mikrobia pengurai tersebut terletak pada bonggol pisang
bagian luar maupun bagian dalam. Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan MOL
bonggol pisang sebagai dekomposer mampu meningkatkan kualitas kompos
(Suhastyo, 2013).
Pembuatan MOL bonggol pisang dilakukan dengan menambahkan urin sapi, air
kelapa, dan gula merah. Penambahan urin sapi karena memiliki kandungan unsur hara
yang lebih tinggi dari pada kotoran ternak sapi padat (Wanapat, 2001). Air kelapa
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme selama proses
fermentasi karena air kelapa mengandung 7,27% karbohidrat 0,29% protein.
Penggunaan gula merah sebagai energi bakteri karena gula merah mudah ditemui dan
mengandung asam amino lebih baik dari pada gula putih (Indriyani, 2011). Persiapan
bahan dimulai dengan mencicang bonggol pisang hingga menjadi balok-balok kecil,
lalu melarutkan gula merah ke dalam air kelapa, setelah itu semua bahan dicampur
dan diaduk hingga rata, kemudian difermentasi.
Proses fermentasi bahan-bahan MOL dilakukan selama 10-14 hari. MOL yang
sudah jadi dan siap digunakan ketika beraroma seperti tape (Panji Nugroho, 2012).
Waktu fermentasi bonggol pisang oleh MOL yang paling optimal pada fermentasi ke-
7 Hal ini berhubungan dengan ketersediaan makanan dalam MOL. Semakin lama
maka makanan akan berkurang karena dimanfaatkan oleh mikroba didalamnya
(Suhastyo, 2011).