Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2
3
4
5
6
7
8
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”, kata jual beli
adanya suatu perbuatan dalam satu kegiatan, yaitu pihak penjual dan pihak
pembeli. Maka dalam hal ini terjadilah transaksi jual beli yang mendatangkan
akibat hukum.
Secara lughawi (dalam bahasa arab) jual beli adalah bai’i, berarti
menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-
yakni kata asy-syira’ (beli). Dengan demikian makna al-bai’i berarti “jual”,
tetapi sekaligus juga berarti “beli”. Dalam fiqih Islam dibahas secara luas oleh
pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan
1
Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ikhtiar Baru Nvan
Hoeve, 1999), Jilid 3, Hal:87.
2
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group,
2012) Hal : 67
10
1. Madzhab Hanafi
a. Makna khusus, yaitu barang dengan dua mata uang, yakni emas dan
b. Makna umum, yaitu ada dua belas macam diantaranya adalah makna
khusus ini.
2. Madzhab Maliki
Menuurut Madzhab Maliki, jual beli atau bai’ menurut istilah ada dua
pengertian, yakni :
a. Defenisi untuk seluruh satuannya bai’ (jual beli), yang mencakup akad
sharf, salam (jual beli degan cara titip) dan lain sebagainya.
b. Defenisi untuk satu satuan dari beberapa satua yaitu sesuatu yang
kebiasaan).
3. Madzhab Syafi’i
4. Madzhab Hambali
Menurut ulama Hambali jual beli menurut syara’ ialah menukarkan harta
dengan harta atau dengan menukarkan manfaat yang mubah dengan suatu
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli
adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-
benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau keuntungan
masyarakat adalah menyangkut masalah jual beli, mengenai jual beli itu
sendiri pengertiannya adalah tukar menukar satu harta dengan harta yang
lainnya melalui jalan suka sama suka. Atau pertukaran harta atas dasar saling
rela, yaitu memindahkan hak milik kepada seseorang dengan ganti rugi yang
dapat dibenarkan5.
3
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Mazahibi al-Arba’ah, Penerjemah: Chatibul
Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), Hal :312
4
Hedi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), Hal: 69.
12
Jual beli sudah dikenal masyarakat sejak dahulu yaitu zaman para
Nabi. Sejak zaman itu jual beli dijadikan kebiasaan atau tradisi oleh
masyarakat hingga saat ini. Adapun dasar hukum yang disyari’atkannya jual
1. Al-Qur’an
beli adalah halal, dan riba hukumnya haram, namun hukum jual beli
sendiri bisa disesuaikan dengan kondisi. hukum jual beli. Hukum jual beli
tidak hanya halal, bisa haram, mubah, ataupun makruh tergantung pada
barang yang diperjual belikan mnjadi sunnah dan wajib. Barang yang
Jual beli hukumnya haram jika tidak memenuhi rukun dan syarat
Terjemahnya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.6
6
Departemen Agama RI, op,cit.,Hal : 33
14
berfirman :
Terjemahnya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.7
dari memakan harta sesame mereka secara batil, seperti dengan cara
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi tentu saja transaksi jual
beli itu harus seusai dengan koridor atau ketentuan yang telah Allah SWT
berikan.
7
Departemen Agama RI, op,cit.,Hal : 83
15
2. Hadits
yakni :
Artinya:
“ Mewartakan Ibrahim bin Musa, bercerita Isa, dari Tsaur, dari
Khalid Bin Ma’dan, dari Miqdan r.a dari Rasulullah SAW,
sabdanya: tidak ada makanan yang dimakan seseorang sekali-kali
tidak, yang lebih baik daripada memakan makanan hasil usaha
tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daus a.s., makan dari
hasil usahan tangan beliau sendiri8. (HR Bukhari dan Muslim)
usaha disini yakni sesuatu yang kita hasilkan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dengan bekerja yang halal serta tidak mendzolimi hak orang
8
Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shaih Bukhori, Jilid III, Syirkah Al Maktabah
Litab’I Wan Nasr Indonesia, t.t. Hal: 12
16
3. Ijma.
sepakat bahwa jual beli itu boleh-boleh saja dilakukan, asal saja dalam jual
beli tersebut telah terpenuhi rukun dan syarat yang diperlakukan untuk jual
beli dipenuhi.
Artihnya:
“ Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya”.
jual beli diperbolehkan asal saja di dalam jual beli tersebut memenuhi
tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang
lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai9.
Para ulama fiqih mengambil suatu kesimpulan. Bahwa jual beli itu
madzhab Imam Maliki) hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi
9
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), Hal:75.
17
ihtikar, yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan atau stok hilang dari
pasar dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu maka
hukum Islam dan hukum barat. Dalam sistem hukum Islam kewajiban lebih
diutamakan dari hak, sedangkan dalam hukum barat hak didahulukan dari
kewajiban11.
disebutkan diatas membawa kita dalam suatu kesimpulan bahwa jual beli
adalah suatu yang disyaratkan dalam Islam. Maka secara pasti dalam praktek
10
M. Ali Hasan, Op.,cit, Hal:117
11
Muhammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta :
PT. Grafindo Persada,2002), edisi-6, Hal: 200
18
Rukun dan syarat jual beli adalah merupakan suatu kepastian. Tanpa
adanya rukun dan syarat tentulah tidak akan terlaksana menurut hukum,
karena rukun dan syarat tidak bisa dikesampingkan dari suatu perbuatan dan
beli terpenuhi. Adapun rukun yang dimaksud dapat dilihat dari pendapat
ijab dan qabul bukan dilihat dari siapa yang akan memiliki.
b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli). Pnjual dan pembeli atau
12
M. Ali Hasan, op.cit, Hal: 118
13
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), Hal : 115
19
c. Ma’qud ‘Alaih (Objek akad). Ma’qud ‘Alaih atau objek akad jual beli
adalah barang yang dijual dan harga/uang. Jika suatu pekerjaan tidak
terpenuhi rukun dan syaratnya maka pekerjaan itu akan batal karena
memenuhi rukun dalam jual beli tersebut. Secara bahasa rukun adalah
maka diperbolehkan.
14
Hendi Suhendi, Op.Cit. Hal 75
15
Rachmat Syafei, Op.Cit. Hal 76
20
atau untuk tidak mendapatkan ijin dari pemiliknya adalah tidak sah.
Karena jual beli baru bisa dilaksanakan apabila yang berakad tersebut
lambat, tidak sah menjual binatang-binatang yang sudah lari dan tidak
d. Hak milik
bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dan
ridha dari pemilik barang. Karena yang menjadi tolak ukur di dalam
e. Dapat diketahui
Barang yang sedang dijual belikan harus diketahui banyak, berat atau
Agar jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli
a. Subjek
Subjek atau aqid (penjual dan pembeli) yang dalam hal ini
1) Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yang
16
Ibid, Hal : 115-119
22
pemeluknya.
b. Objek
menjadi miliknya.
menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi.
kepada tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah,
c. Sighat
sighat akad jual beli harus dilaksanakan dalam satu majaelis, antara
dengan sesuatu yang lain dan tidak dibatasi dengan periode waktu
orang pertama, baik yang berkata setelah orang yang pertama, baik
pihak, seperti akad jual beli, akad sewa menyewa, dan akad nikah.
wasiat, hibah, dan waqaf, tidak perlu qabul, karena akad seperti itu
17
Syafei, Rahmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), Hal : 45-46
24
berikut:18
3) Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majealis. Artinya, kedua
bahwa antara ijab dan qabul bisa saja diantarai oleh waktu, yang
ijab dan qabul tidak terlalu lama, yang dapat menimbulkan dugaan
barang oleh penjual, tanpa ucapan apapun. Misalnya, jual beli yang
18
Nasrun Haroen, op.cit, Hal:116
25
Dalam fiqih Islam, jual beli seperti ini disebut dengan ba’i al-
d. Harga (tsaman)
praktek seperti ini seperti yang terjadi pada toko grosir yang melayani
syara’.
19
Ibid, Hal:119.
26
a. Ditinjau dari segi sifatnya jual beli terbagi dua yaitu, jual beli shahih
1) Pengertian jual beli shahih adalah jul beli yang tidak terjadi
2) Pengertian jul beli ghair shahih adalah jual beli yang tidak
maka jual beli tersebut disebut jual beli yang bathil. Akan
yaitu jual beli yang rukun dan syaratnya terpenuhi, tetapi jual
20
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Penerbit Amzah, 2010) Hal. 201
27
macam, yaitu :
2) Sharf adalah tukar menukar emas dengan emas, dan perak dengan
perak, atau menjual salah satu dari keduanya dengan lain (emas
macam yaitu :
1) Jual beli murabahah arti bahasa berasal dari kata yang akar
2) Jual beli tauliyah menurut syara’ adalah jual beli barang sesuai
3) Jual beli wadiah adalah jual beli barang dengan mengurangi harga
pembelian.
4) Jual beli musyaamah adalah jual beli yang biasa berlaku dimana
para pihak yang melakukan akad jual beli saling menawar sehingga
mereka lakukan.
28
2. Menurut Malikiyah
a. Jual beli manfaat, dalam hal ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1) Jual beli manfaat benda keras (jamad). Contohnya jual beli tanah
menyewa).21
b. Jual beli benda (a’yan), ini dibagi menjadi enam bagian yaitu :
1) Ditinjau dari segi pembayarannya tempo atau tunai. Dalam hal ini
a) Jual beli tunai (bai’an-naqd), yaitu jual beli dimana harga dan
21
Ibid., Hal. 209
29
c) Jual beli tempo (al-bai’ li ajal), yaitu jual beli dimana harga
tunai.
d) Jual beli salam, yaitu jual beli dimana barang diberikan nanti
2) Ditinjau dari segi alat pembayarannya. Jual beli ini dibagi menjadi
tiga bagian.
3) Jual beli ditinjau dari dilihat atau tidaknya objek. Jual beli ini
a) Jual beli barang yang kelihatan (bai’ al-hadir), yaitu jual beli
dimana barang yang menjadi objek jual beli bisa dilihat atau
b) Jual beli barang yang tidak kelihatan (bai’ al-ghaib), yaitu jual
4) Ditinjau dari putus tidaknya akad, jual beli dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
a) Jual beli yang putus (jadi) sekaligus (bai’ al bat), yaitu jual beli
yang tidak ada khiyar (pilihan) bagi yang salah satu pihak yang
berakad.
22
Ibid., Hal. 210
30
b) Jual beli khiyar, yaitu jual beli dimana salah satu pihak yang
5) Ditinjau dari segi ada tidaknya harga pertama. Jual beli dapat
tertentu.
c) Jual beli muzayadah, yaitu jual beli dimana para pihak yang
dikemabalikan.
6) Ditinjau dari segi sifatnya, jual beli dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
31
Jual beli shahih yaitu apabila jual beli itu seperti yang
hak khiyar lagi. Jual beli yang telah memenuhi rukun dan
syarat adalah boleh atau sah dalam agama Islam selagi tidak
berikut :
Menyakiti si penjual
3. Menurut Syafi’i
23
Ibid., Hal. 202
24
Ibid., Hal. 211
25
Hendi Suhendi.,Op.Cit. Hal . 78
32
Jual beli benda yang kelihatan adalah pada waktu yang melakukan
akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan
Jual beli ini sering disebut juga dengan jual beli salam (pesanan).
Menurut kbiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang
sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad. Dalam salam
berikut :
didapatkan dipasar.
Jual beli seperti ini dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak
Jual beli dapat di tinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam yaitu, jual beli yang sah menurut syara’
dan jual beli yang batal menurut syara’, serta dapat dilihat dari segi benda
Taqiyyudin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu : jual beli benda
Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan, yakni jual beli
diantar belakangan.
26
Suhendi,Fiqih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hal : 75.
27
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008),
Hal:102
34
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah
Jual beli alat penukar dengan alat penukar adalah jual beli barang
yang bisa dipakai sebagai alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan
uang emas.
Berdasarkan dari segi harga, jual beli juga dibagi pula menjadi empat
bagian :
2. Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual dengan harga aslinya
(At-Tauliyah)
tetapi kedua orang yang akad saling meridhai, jual beli seperti inilah yang
berkembang sekarang.
35
Karena itu, maka diantar hikmah dihalalkannya jual beli bagi umat
semua jual beli dibenarkan oleh agama atau syara’, seperti halnya jual beli
Tetapi ada juga macam jual beli yang dilarang oleh agama namun
sah hukumnya dan orang yang melakukannya mendapatkan dosa, jual beli
tingginya.
3. Jual beli dengan najasy, yaitu seorang menambah atau melebihi harga
berikut :
Syeh Abdurrahman As-Sa’di, dkk, Fiqih Jual Beli Panduan Bisnis Syari’ah, (Jakarta :
28
1. Jual beli muhaqalah (barang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada)
Para ulama fiqh sepakat menyatakan jual beli seperti ini tidak sah atau
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan seperti burung yang ada di
seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang tanah
Ulama sepakat tentang larangan jual barang yang najis seperti khamr.
Akan tetapi, mereka berbeda pendapat barang yang terkena najis (al-
bangkai tikus.
Air laut, sungai, dan serupa dengannya, seperti sumber dan air hujan
adalah mubah bagi semua orang. Air-air tidak khusus dimiliki orang oleh
seseorang tanpa yang lain dan tidak dijual selama masih berada
ditempatnya.
37
Jual beli mudhamin adalah transaksi jual beli yang objeknya adalah hewan
yang masih dalam perut induknya. Menurut ulama Hanafiyyah jual beli
seperti itu adalah fasid, sedangkan menurut jumhur adalah batal, sebab
7. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (gahib), tidak dapat dilihat.
memberikan syarat yaitu : barang jauh sekali dari tempatnya, tidak boleh
diukur.
rambutan yang masih hijau, manga yang masih kecil-kecil dan lainnya.
Hal yang dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian buah
jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si
38
pembelinya. 29
terutama petani cengkeh. Karena tanah yang ada di Desa Luhu merupakan
dan minyak.
cengkeh dari masyarakat untuk nantinya mereka jual dengan harga yang lebih
tinggi di Kota/Kabupaten.
dengan ukuran 1/4 liter dan cengkeh kering dilakukan system timbangan agar
supaya tau berapa berat daripada cengkeh yang di jual tersebut dan agar bisa
29
Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hal : 98.
39
G. Penelitian Terdahulu
Jual Beli Buah Kelapa Sawit Di Tinjau Menurut Ekonomi Islam (Studi Kasus
Rokan Hulu)”. Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau pada tahun 2011 . Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa praktik jual beli yang digunakan di Desa
Pasir Utama tidak sesuai dengan ketentuan yang diajarkan oleh agama Islam.30
Islam (Studi Kasus Penimangan Karet di Desa Tanjung Kecamatan XIII Koto
Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru pada tahun
karena terkadang berat karet tidak sesuai dengan berat yang ditibang.
hilangnya kepercayaan.31
30
Ahmad Supendi. 2011. Pelaksanaan Penimbangan Dalam Jual Beli Buah Kelapa Sawit
Di Tinjau Menurut Ekonoi Islam (Studi Kasus Penduduk Asli Di Desa Pasir Utama Kecamatan
Rabah Hilir Kabuupaten Rokan Hulu). (Riau : Skripsi Sarjana; Jurusan Ekonomi Islam), Hal : 61
31
Nurzali. 2010. Jual Beli Karet Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus
Penimangan Karet di Desa Tanjung Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar),
(Pekanbaru : Skripsi Sarjana; Jurusan Muamalah) , Hal : 69
40
Tengkulak Dalam Jual Beli Karet Mentah (Studi di Desa Gedung Riang
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung pada tahun
2017. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penetapan harga karet oleh
32
Artaty. 2017. Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek Tengkulak Dalam Jual Beli
Karet Mentah (Studi di Desa Gedung Riang Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way
Kanan). (Lampung : Skripsi Sarjana;Jurusan Muamalah) hal : 104