Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TUAN H DENGAN GANGGUAN

PRESEPSI: HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN DI


RUANG PURI NURANI (NAPZA) RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO
HEERDJAN GROGOL JAKARTA BARAT

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

MAHASISWA PROFESI NERS ANGKATAN XI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah Seminar Keperawatan Jiwa
ini dengan baik. Makalah Seminar yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Tuan A dengan masalah utama Gangguan Presepsi: Halusinasi Penglihatan dan
Pendengaran di ruang Puri Nurani (Napza) Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Grogol Jakarta Barat disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa mata
kuliah keperawatan jiwa program Studi Profesi Ners di Universitas Esa Unggul
Jakarta Barat.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:


1. Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ.MKK selaku direktur utama Rumah
Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan.
2. Ns. Diah Sukaesti., S.Kep., M.Kep., Sp.J selaku dosen mata kuliah
keperawatan jiwa yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penyelesaian proposal TAK ini.
3. Ns. Normal Br. Karo, S.Kep selaku pembimbing klinik keperawatan jiwa
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian
proposal TAK ini.
4. Orang Tua Kami tercinta yang selalu memberikan do’a restu dan
dukungan baik moral maupun spiritual dalam proses pembelajaran kami di
program studi profesi ners.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah Seminar Keperawatan Jiwa ini kedepan. Akhir kata,
semoga Makalah Seminar Keperawatan Jiwa ini berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak yang membaca, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan para mahasiswa, dan pembaca.
Jakarta, 17 Mei 2019
Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.................................................................................................
i
DAFTAR ISI..............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1
A.LATAR BELAKANG ...........................................................................................
1
B.TUJUAN ................................................................................................................
3
1.TUJUAN UMUM
3
2.TUJUAN KHUSUS
3
C. METODE PEMBUATAN MAKALAH ...............................................................
3
BAB II GAMBARAN KHUSUS ..............................................................................
5
A.PENGKAJIAN ......................................................................................................
5
1.IDENTITAS KLIEN
5
2.ALASAN MASUK
5
3.FAKTOR PREDISPOSISI
5
4.PEMERIKSAAN FISIK
6
5.PSIKOSOSIAL
7

ii
6.STATUS MENTAL
9
7.KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
11
8.MEKANISME KOPING
12
9.MASALAH PSIKOSOSIL DAN LINGKUNGAN
13
10.PENGETAHUAN KURANG TENTANG
13
11. ASPEK MEDIS
14
B. Analisa Data...........................................................................................................
15
C. Pohon Masalah .....................................................................................................
16
BAB III TINJAUAN TEORI ...................................................................................
18
A. PENGERTIAN ...................................................................................................
18
B. PROSES TERJADINYA MASALAH ...............................................................
18
1.ETIOLOGI .....................................................................................................
18
2.MANIFESTASI KLINIS
.............................................................................................................................
20
3.AKIBAT
.............................................................................................................................
20
4.ENTANG RESPON HALUSINASI
.............................................................................................................................
21

iii
5.FASE-FASE HALUSINASI
.............................................................................................................................
21
5.JENIS HALUSINASI
.............................................................................................................................
22
6.PENATALAKSANAAN
.............................................................................................................................
23
C. POHON MASALAH..........................................................................................
25
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................
27
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN......................................................
27
BAB IV......................................................................................................................
BAB V ......................................................................................................................
BAB VI PENTUTUP.................................................................................................
1.Kesimpulan

2.Saran

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization) kesehatan jiwa adalah ketika
seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi
tantangan hidup serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan
jiwa (UU No.18 tahun 2014).

Menurut American Psychiatric Association (APA) gangguan jiwa adalah


sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis,
yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya
distress (misalnya, gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas
(ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting)
atau disertai peningkatan resiko secara bermagna untuk mati, sakit,
ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan (APA, 1994 dalam Prabowo,
2014).

Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan kasus yang paling


banyak terjadi pada klien dengan gangguan jiwa. Dan akibat yang
ditimbulkan oleh gangguan tersebut dapat berakibat fatal karena berisiko
tinggi untuk merugikan dan merusak diri pasien sendiri, orang lain
disekitarnya dan juga lingkungan (Purba et.al, 2008). Halusinasi adalah
perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang tidak ada berupa
suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan. Halusinasi terjadi karena
adanya reaksi emosi berlebihan atau kurang, dan perilaku aneh
(Damaiyanti & Iskandar, 2012).

1
Menurut Videbeck dalam Yosep Iyus (2010) tanda pasien mengalami
halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa
sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena pasien
menganggap ada yang berbicara dengannya. Bahaya secara umum yang
dapat terjadi pada pasien dengan halusinasi adalah gangguan psikotik berat
dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya, terjadi disorientasi waktu, dan
ruang. Gangguan halusinasi ini umumnya mengarah pada perilaku yang
membahayakan orang lain, klien sendiri dan lingkungan.

Dari data yang telah dikaji di ruang Puri Nurani (Napza) Rumah Sakit
Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta berupa wawancara dan data observasi
pasien dalam 3 bulan terakhir dari bulan Januari sampai dengan Maret
didapatkan terdapat 244 orang yang ada diruanh Puri Nurani (Napza), dari
244 orang tersebut sebanyak 240 orang menderita Gangguan Presepsi:
Halusinasi Pendengaran maupun penglihatan, 11 orang mengalami
Riwayat Perilaku Kekerasan, 2 orang mengalami Riwayat Bunuh Diri dan
1 orang mengalami Defisit Perawatan Diri.

Terkait dengan hal tersebut di atas penulis merasa perlu untuk melakukan
asuhan keperawatan pada Tuan H di ruang Puri Nurani (Napza) Rumah
Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta, kelompok memilih Tuan H
untuk dilakukan asuhan dikarenakan pada kasus ini Tuan H sudah berada
di Ruang Puri Nurani kurang lebih 2 minggu namun perilaku
halusinasinya masih cukup kuat, selain halusinasi Tuan H mengalami
gangguan isolasi social yang disebabkan oleh Gangguan Sensori Presepsi:
Halusinasi Pendengaran, Defisit Perawatan Diri, Harga Diri Rendah dan
Risiko Perilaku Kekerasan. Sehingga penulis ingin melakukan asuhan
keperawatan yang tepat guna membantu Tuan H dalam mengontrol
Gangguan Presepsi: Halusinasi Pendengaran yang dirasakannya agar Tuan
H dapat bersosialisai dengan baik dengan lingkungannya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

2
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa
pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
di ruang Puri Nurani (Napza) Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan
Jakarta.

2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori
: halusinasi
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi
sensori:halusinasi pendengaran
d. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan
yang penulis dapatka

C. Metode Pembuatan Makalah


Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode
deskriptif, dimana kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya
pada kasus. Untuk menggali data, teknik yang digunakan berbagai macam
di antara nya adalah :
1. Wawancara : Kelompok mengadakan wawancara pada klien di ruang
Puri Nurani (Napza).

2. Observasi: Kelompok melakukan pengumpulan data di ruang Puri


Nurani (Napza), yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung
pada prilaku klien.

3. Studi kepustakaan: Kelompok mempelajari sumber-sumber


pemeriksaan fisik yang dilakukan secara bertahap.

4. Diskusi kelompok: Kelompok mengambil data dari status klien di


ruang Puri Nurani (Napza), data diambil dari catatan keperawatan dan

3
rekam medic untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah
klien.

5. Konsultsai pembimbing: Kelompok melakukan konsultasi dengan


pembimbing akademik maupun pembimbing lahan terkait hasil
analisa data yang sudah dilakukan di ruang Puri Nurani (Napza).

4
BAB II
GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Tanggal Pengkajian : 23 April 2019 Nomor Register : 00.01.03.29


Ruangan Rawat : Puri Nurani Diagnosa Medis : Halusinasi
pendengaran
Tanggal Dirawat : -

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A. P (L) Suku Bangsa : Jawa
Umur : 28 Th Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum menikah Alamat : -
Agama : Islam
Sumber Informasi : Pasien

II. ALASAN MASUK


Klien mengatakan bahwa dirinya sering mendengar suara-suara, klien
mengatakan sering mendengar suara saat sendirian dan akan tidur. Klien
mengatakan suara-suara tersebut menyuruhnya untuk tidak berbicara dan
tidak boleh untuk makan.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? (Pernah)
2. Pengobatan sebelumnya.
3. Kurang berhasil
4.
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya Fisik ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Aniaya Seksual ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Penolakan ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

5
Kekerasan ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Tindakan ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
kriminal
Jelaskan No. 1, 2, 3 :
Klien mengalami halusinasi pendengaran, klien sebelumnya belum pernah
di rawat di Rumah Sakit jiwa. Klien mengatakan sudah pernah masuk
Rumah Sakit. Klien pernah mengalami aniaya secara fisik namun belum
pernah menjadi pelaku ataupun saksi.

Masalah Keperawatan :
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

5. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


: tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan saat sekolahz. Klien mengatakan sering dicubit dan
dipukul oleh temannya.

Masalah Keperawatan :
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda vital : TD : 120/80 mmHg N : 90 x/mnt
S : 36 C P : 20 x/mnt
2. Ukur : TB : 160 cm BB : 85 kg
3. Keluhan fisik : klien mengatakan sering sakit di bagian
perutnya.
Jelaskan :
Klien dalam keadaan baik, keadaan fisik klien dalam keadaan normal.
Masalah Keperawatan :
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

6
III. PSIKOSOSIAL
Genogram : Gambarkan,

: perempuan : meninggal

: laki-laki : tinggal satu rumah

Jelaskan:
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, Tn. A mempunyai 2
kaka perempuan. Ayah dari ibu Tn. A sudah meninggal dan di rumah Tn. A
hanya tinggal dengan ibu, bapak dan kedua adiknya. Klien merupakan
anak kandung dari kedua orangtuanya. Klien mengatakan tidak ada
keluarga lain yang memiliki gangguan jiwa. Klien didalam keluarga
merupakan anak bungsu, klien mengatakan sangat menyayangi kedua
saudaranya. Klien mengatakan sangat disayang oleh keluarganya dan saat
ini klien merindukan suasana di rumah. Pola asuh dalam keluarga baik,
tidak ada masalah dalam pola asuh dirumah.
Masalah Keperawatan:
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

1. Konsep diri

7
a. Gambaran diri :
Klien mengatakan merasa malu jika ada dikeramaian. Klien
mengatakan merasa minder dan tidak mau berbicara dengan orang lain.
Klien menutup mukanya saat di ajak berbicara dan cenderung sering
menunduk.

b. Peran :
Klien mengatakan merasa malu dan rendah diri, klien mengatakan
dirinya merasa takut pada bisikan yang tidak membolehkan dirinya
untuk berbicara.

c. Ideal diri :
Klien mengatakan sedih dan ingin secepatnya bertemu dengan
keluarga. Klien mengatakan dirinya merasa tidak percaya diri dengan
lingkungan.

d. Harga diri :
Klien mengatakan malu jika berbicara dengan orang lain, dirinya tidak
mau di ganggu dan tidak ingin berbicara dengan siapapun atau
ditemani oleh orang lain.

Masalah Keperawatan :
Harga diri rendah

2. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
klien mengatakan orang yang dekat dengan dirinya adalah ibunya,
orang tua merupakan orang yang sangat berarti untuk Tn. A.
a. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien terlihat dapat dengan baik mengikuti kegiatan yang ada di
ruangan dengan baik. Namun, klien hanya kesulitan untuk bergabung
dengan pasien yang lain dan sulit untuk makan.

8
3. Spiritual
a. nilai dan kegiatan ibadah
klien mengatakan beraga islam, klien mengatakan jika ada sholat
berjamah dirinya mengikuti kegiatan solat dengan baik bersama pasien
yang lain. Klien mengatakan penting untuk beribadah agar hati tenang.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan masih jarang melakukan sholat 5 waktu, klien
mengatakan masih harus diingatkan untuk beribadah.

IV. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Klien dalam keadaan rapih, klien memakai pakaian sesuai dengan jadwal.
Klien terdapat ketombe di kepalanya. Klien mengatakan jarang sekali
untuk mencuci rambutnya. Klien terlihat sering menggaruk badannya.
Masalah Keperawatan:
Defisit perawatan diri

2. Pembicaraan
Klien berbicara cepat dan tidak jelas, jika klien di ajak berbicara harus
mengalihkan perhatiannya terlebih dahulu dan harus berdua. Klien
mengatakan tidak mau jika banyak orang. Klien berbicara dengan suara
yang sangat pelan. Klien berbicara seperlunya saja.

3. Aktivitas Motorik
Klien terlihat gelisah dan lesu. Klien mengatakan ingin cepat pulang
kerumah. Klien cenderung menyendiri dan tidak mau ditemani oleh
siapapun.

Masalah Keperawatan : harga diri rendah

Alam perasaan
Klien mengatakan merasa sangat sedih dan merasa dirinya sendirian.
Klien mengatakan tidak ingin berbicara dengan siapapun. Klien
mengatakan hanya ingin sendirian.

9
Masalah Keperawatan: isolasi sosial

Afek:
Klien terlihat berwajah gelisah dan murung. Klien mengatakan merasa
sedih dan hanya ingin pulang dan tidak ingin makan.

4. Interaksi selama wawancara:


Klien saat diajak berbicara tidak ada kontak mata, klien cenderung hanya
menunduk dan enggan untuk berbicara. Klien kurang kooperatif dengan
perawat ataupun pasien yang lain.

5. Persepsi
Klien mengalami halusinasi pendengaran, klien mengatakan dirinya
sering mendengar bisikan agar dirinya tidak boleh berbicara dengan
siapapun dan harus tutup mulut. Klien mengatakan bisikannya menyuruh
dirinya untuk tidak makan.

6. Proses Pikir
Klien terlihat hanya diam, dan jika di ajak untuk berbincang dirinya
hanya diam dan menunduk saja.

7. Isi pikir
Tidak terdapat kelainan dalam proses pikir klien.
Waham: Tidak terapat waham pada Tn. A

8. Tingkat Kesadaran
Klien terlihat seperti orang yang kebingungan, klien lupa tinggal dimana
dan tidak terlalu komunikatif dan kooperatif saat diajak berbincang
tentang suasana hati dan kondisinya saat ini. Klien juga tidak mengetahui
dirinya sedang dimana dan bagaimana kondisi dirinya yang sebenarnya.

10
9. Memori
Klien mengalami penurunan daya ingat untuk saat ini dan agak sulit
untuk bercerita tentang masa lalunya.

10. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Klien tidak mampu berkonsentrasi dan tidak ingin ditemani, perhatian
klien mudah teralihkan.

11. Kemampuan Penilaian


Klien mengalami gangguan yang bermakna, klien tidak mampu menilai
sesuatu dan sulit untuk berkonsentrasi.

12. Daya tilik diri


Klien tidak mengakui tentang kondisinya saat ini, klien mengatakan tidak
mengetahui apa yang terjadi.

V. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
klien masih tidak ingin makan, klien harus di paksa terlebih dahulu. Makan
tidak dapat mandiri. Klien mendapatkan bisikan bahwa dirinya tidak
diperbolehkan untuk makan dan harus sealu menutup mulutnya.

2. BAB/BAK
klien dapat BAK/BAB dengan mandiri namum masih dengan bantuan yang
minimal.
3. Mandi
klien dapat mandi dengan mandiri namun masih harus di jadwalkan dan
diingatkan kembali.

4. Berpakaian/berhias
klien dapat berpakaian dengan baik

5. Istirahat dan tidur

11
 Tidur siang lama : sejak pukul 13.00 s.d 15.00
 Tidur malam lama : sejak pukul 20.00 s.d 05.00
 Kegiatan sebelum/sesudah tidur: klien mengatakan hanya duduk saja

6. Penggunaan obat: klien harus diingatkan selalu tentang jadwal minum


obat.

7. Pemeliharaan kesehatan
Klien masih harus dibantu dalam hal pemeliharaan kesehatan.

8. Kegiatan di dalam rumah


Klien masih belum dapat melakukan kegiatan dengan mandiri.

9. Kegiatan di luar rumah


Klien mengatakan tidak tahu dan tidak ingat.

VI. MEKANISME KOPING


Klien masih sering menyendiri dan tidak ingin ditemani. Klien tidak
mengkonsumsi alcohol, reaksi klien lambat dan klien masih belum dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri. Klien cenderung menghindar dari
keramaian dan masih sulit untuk mengikuti kegiatan di ruangan dengan
baik.

VII.MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik :
Klien masih ingin menyendiri
 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik :
Klien terlihat sulit untuk bergabung dengan teman atau pasien lainnya.
 Masalah dengan pendidikan, spesifik :
Klien tidak terdapat masalah dalam pendidikan
 Masalah dengan pekerjaan, spesifik :
Klien tidak terdapat masalah dalam pekerjaan
Masalah dengan perumahan, spesifik
Klien tidak terdapat masalah dalam perumahan
Masalah ekonomi, spesifik
Klien mengatakan dalam keadaan baik

12
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik
Klien mengatakan tidak terdapat masalah dalam pelayanan kesehatan
Masalah lainnya, spesifik
Klien sulit bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.
Masalah dengan dukungan lingkungan
Tidak terdapat masalah dalam dukungan lingkungan

VIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG :


( ) Penyakit Jiwa ( ) Sistem pendukung
( ) Faktor presipitasi ( ) Penyakit fisik
( ) Koping ( ) Obat-obatan
( ) Lainnya

Masalah Keperawatan :
Klien tidak mengetahui dirinya sakit apa, klien tidak memiliki penyakit secara
fisik dan pengaruh obat-obatan terlarang. Klien mengatakan sulit tidur dan
mendengar suara-suara untuk menutup mulutnya dan tidak boleh berbicara
dengan orang lain.

IX. ASPEK MEDIK


Diagnosa medik :
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

Terapi medik :
 Trihexylphenidil
 Risperidone
 Seroquel
 Omeprazole

13
B. Analisa Data

N DATA FOKUS MASALAH


O
1. DS:
Gangguan persepsi sensori:
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara
halusinasi pendengaran
saat ingin tidur dan sendirian isi suara tersebut yaitu
menyuruh untuk tutup mulut dan tidak boleh berbicara
dengan orang lain
DO:
Klien terlihat menyendiri dan hanya menunduk. Klien
tidak ingin berbicara dengan siapapun. Klien sering
berpindah tempat duduk dan selalu menutup mulutnya.
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka bergaul dengan orang Isolasi sosial : menarik diri
lain, lebih senang menyendiri dan di rumah pasien
sering melamun.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak berinteraksi
Klien Nampak sering menunduk dan menutup
mulutnya
3. DS:
Pasien mengatakan sering marah marah kepada orang Resiko mencederai diri,
lain. Klien mengatakan orang lain hanya mengganggi orang lain, dan lingkungan
DO: sekitar

14
Klien tampak gelisah, klien terlihat sering membantah
jika di ajak mengikuti kegiatan.
Klien Nampak ingin memukul ketika perawat
menasihatinya.
4 DS: Deficit perawatan diri
Klien mengatakan gatal-gatal di kepala dan perutnya.
Klien mengatakan gatalnya sering muncul saat mau
tidur dan terkena air

DO:
Klien terlihat ada ketombe dikepalanya
Klien terlihat sering menggaruk perutnya
Klien terkadang menggaruk kulit kepalanya
Klien mazsih diberikan motivasi untuk mandi dan
mencuci tangan.
5 DS: Harga Diri Rendah
Klien mengatakan malu. Klien mengatakan enggan
untuk berbicara dengan teman yang lain. Klien
mengatakan hanya ingin sendirian

DO:
Klien terlihat sering sendiri. Klien terlihat sering
berpindah-pindah duduk. Klien komunikasi masih
distimulusz. Klien enggan untuk berbicara. Klien
kurang komunkatif.

15
C. Pohon Masalah:

Akibat
Resiko menyiderai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi


Core (Masalah Utama)

Penyebab Isolasi sosial : menarik diri DPD

Harga Diri Rendah

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan

16
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses pengindraan
(Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme neurologis yang terlibat
dalam pengindraan (Sunaryo, 2004). Gangguan persepsi sensori
diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi diantaranya merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa
stimulus nyata (Keliat, 2011). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran ) dan
rangsangan ekternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang yang berbicara (
Kusumawati & Hartono 2010).

B. Proses Terjadinya masalah


1. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter


yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,

17
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologi
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

a. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

1) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
2) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

2. Manifestasi Klinis
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut

18
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
a. (Budi Anna Keliat, 2005)

3. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan
tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan
perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

4. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini
merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat,
mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,
penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut:

Adaptif Maladptif

19
Respon adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran
- Respon logis - Distorsi pikiran - Delusi halusinasi
- Persepsi akurat - Prilaku aneh/tidak sesuai - Prilaku disgonisasi
- Prilaku sesuai - Menarik diri - Sulit berespon
- Emosi sosial - Emosi berlebihan dengan pengalaman

5. Fase – fase Halusinasi


Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini
klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.

4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

20
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.

6. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan (Visual)


Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)


Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.

4. Halusinasi peraba (tactile)


Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecap (gustatory)


Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.

6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.

7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

21
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di
berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang


ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan

22
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui
bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di
berikan tidak bertentangan.

C. Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan affect

PPS: HALUSINASI

Perubahan persepsi sensori : halusinasi core problem

Isolasi sosial : menarik diri causa

D. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan
1. Masalah utama : - Klien mengatakan - Tampak bicara dan
gangguan persepsi melihat atau ketawa sendiri.
- Mulut seperti
sensori halusinasi mendengar sesuatu.
- Klien tidak mampu bicara tapi tidak
mengenal tempat, keluar suara.
- Berhenti bicara
waktu, orang.
seolah mendengar
atau melihat

23
sesuatu
- Gerakan mata yang
cepat.
- Klien mengatakan
2. Isolasi sosial : merasa kesepian - Tidak tahan
- Klien mengatakan
menarik diri terhadap kontak
tidak dapat
yang lama.
berhubungan sosial - Tidak konsentrasi
- Klien mengatakan
dan pikiran mudah
tidak berguna.
beralih saat bicara.
- Tidak ada kontak
mata.
- Ekspresi wajah
murung, sedih.
- Tampak larut
- Klien dalam pikiran dan
mengungkapkan ingatannya sendiri.
- Kurang aktivitas.
takut.
- Tidak komunikatif.
- Klien
mengungkapkan apa - Wajah klien
3. Resiko mencederai
yang dilihat dan tampak tegang,
diri sendiri dan orang
didengar merah.
lain - Mata merah dan
mengancam dan
melotot.
membuatnya takut.
- Rahang mengatup.
- Tangan mengepal.
- Mondar mandir.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko prilaku kekerasan

F. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
a. Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol terjadinya halusinasi

24
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal halusinasi.
3) Klien dapat mengontrol halusinasi.
4) Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah di diskusikan.
5) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
6) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
2) Sapa klien dengan ramah
3) Perkenalkan diri dengan sopan.
4) Tanya nama lengkap klien.
5) Jelaskan tujuan pertemuan.
6) Jujur dan tepati janji.
7) Tunjukan sikap empati.
8) Beri perhatian pada klie
9) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi.
10) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi
11) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang di lakukan jika terjadi
halusinasi.
12) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien.
13) Diskusikan cara lain memutus mengontrol halusinasi.
14) Bantu klien melatih cara memutuskan halusinasi.
15) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang di latih
16) Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
17) Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang gejala
halusinasi yang dialami.
18) Cara yang dapat dilakukan klien memutuskan halusinasi.
19) Cara merawat halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan
sendiri.
20) Beri informent karena sudah berinteraksi.
21) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,frekeunsi dan
manfaat obat.
22) Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan merasakan
manfaat.
23) Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat,efek samping
obat.
24) Bantu klien minum obat.

2. Isolasi sosial

25
a. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapt mengidentifikasi penyebab isolasasi sosial
3) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain.
4) Klien dapat berkenalan
5) Klien dapat menentukan topik pembicaraan
6) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan
dengan orang pertama ( perawat).
7) Klien dapat berinteraksi dengan seacara bertahap berkenalan dengan
orang ke dua ( pasien lain)

c. Intervensi
1) Beri salam dan panggil nama klien
1) Sebutkan nama perawat dan saling berjabat tangan
2) Jelaskan tujuan interaksi
3) Jelaskan kontrak yang akan di buat
4) Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati
5) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaanny
6) Bantu klien mengungkapkan alasan klien di bawa ke RS
7) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan /
berinteraksi dengan orang lain.
8) Beri kesempatan klien untuk mengatakan kerugian berhubungan /
berintraksi dengan orang lain.
9) Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan.
10) Neri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan.
11) Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik pembicaraan
12) Latihan berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat
13) Masukan dalam jadwal kegiatan klie
14) Latihan cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih dengan teman 1
ruangan/ sesama pasien.
15) Masukan dalam jadwal kegiatan klien.

3. Resiko perilaku kekerasan


a. Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara
fisik,sosial, verbal,spiritual
b. Tujuan Khusus
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

26
4) Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang dapat di
lakukan.
5) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi
terapeutik
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan.
3) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan.
4) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan
5) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.
6) Anjurkan klien mempraktekan latihan.

BAB V
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai keberhasilan yang telah dicapai oleh
klien dan hambatan yang ditemukan pada saat merawat klien serta
pemecahan masalah yang telah dilakukan di Ruang Puri Nurani Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, Pada tanggal 23 April sampai
tanggal 02 Mei 2019:

A. Diagnosa I : Gangguan Sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran

27
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn. A dengan masalah
utama Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran, Pada waktu
melakukan Pengkajian Kepada Tn.H ditemui beberapa hambatan atau
kendala, hal ini disebabkan karena Tn.H kurang kooperatif saat dikaji.
Mahasiswa telah melakukan tindakan sesuai dengan tujuan khusus yang
telah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan yakni mahasiswa
hanya melakukan strategi pelaksanaan secara bertahap mulai dari strategi
pelaksanaan SP I (24-26 April 2019) pertama sampai SP II (3-7 Mei 2019) .
SP I mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara
menghardik, dan SP II mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

Menurut Stuart dan Laria, faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan


jiwa mengalami halusinasi yaitu ada dua pokok antara lain: faktor genetis
yaitu secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak
kembar identik memiliki kemampuan mengalami skizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zigot, peluang
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya skizofrenia
berpeluang 15%. mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%. Faktor Neurobiologis yaitu
klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat. Faktor predisposisi yang terjadi pada Tn.
A adalah klien mengatakan klien sering dicubit dan dijauhin sama teman-
temannya. Hal itulah yang membuat klien sedih, dendam sehingga
mengakibtkan klien tidak mau makan, tidak mau tidur karena sehungga
membuat suara itu muncul dan mengganggu klien merasa kesal. klien juga
pendiam dan cenderung murung bahkan menarik diri, dari situlah muncul
gejala klien sering mendengar suara suara yang tidak ada wujudnya secara

28
terus menerus. Saat dikaji alasan masuk rumah sakit klien tidak bisa
menejlaskan kenapa bisa dibawakan ke rumah sakit.

Pada evaluasi hasil untuk diagnosa gangguan sensori persepsi : halusinasi


pendengaran, mahasiswa hanya bisa melakukan tindakan keperawatan
sampai kepada tujuan khusus yaitu klien mampu mengntrol halusinasinya
dengan cara bercakap-cakap. Namun saat pelaksanaan kegiatan ditemukan
beberapa hambatan dalam memberikan strategi pelaksaanan tersebut di
antaranya klien kurang kooperatif, konsentrasi yang mudah beralih dan
klien sering lupa cara mengontrol halusinasinya yang telah diajarkan oleh
perawat. Pemecahan masalah yang harus dilakukan dalam menangani
masalah tersebut adalah dengan cara tetap menjaga hubungan saling
percaya, berusaha membuat klien tetap kooperatif, melakukan kontak
singkat namun sering kepada klien, kemudian menganjurkan klien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

B. Diagnosa II : Isolasi Sosial


Mahasiswa telah melaksanakan tindakan keperawatan dari SP I (24-25 April
2019), SP II (26-29 April 2019) sampai dengan SP III (30 April 2019-2 Mei
2019). Pada saat melakukan pengkajian pada Tn.A, kelompok menemukan
hambatan dalam menggali penyebab klien isolasi sosial , sebab saat ditanya
mengenai penyebab isolasi sosial, klien hanya mengatakan bahwa klien
tdiak mau berbicara/berhubungan dengan perawat aaupun orang lain, hal ini
dikatakan sebab klien merasa klien akan dimusuhin dan dijauhin oleh orang
lain maupun teman-temannya. Saat ditanya mengenai kentungan berteman
dan kerugian saat tidak punya teman klien hanya terdian sambal menunduk.
kelompok mencoba memfasilitasi klien dengan memberikan pertanyaan
tertutup dengan pilihan jawaban sederhana. Sehingga, pada akhirnya klien
berhasil mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pada dirinya. Selain itu
kelompok menggunakan pertanyaan singkat dan langsung dalam
melaksanakan tindakan keperawatan pada klien.

29
Menurut Afnuhazi, Salah satu gejala negatif skizofrenia adalah menarik diri
dari pergaulan sosial (isolasisosial). Isolasi social adalah suatu keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap
yang negatif dan terancam. Hal ini juga dirasakan oleh klien yang selalu
menarik diri dan tidak mau berhubungan dengan orang lain dan mengatakan
sering mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari teman-temannya,
ditambah lagi klien mengatakan hubungan komunikasi dengan keluarga di
rumah kurang berjalan dengan baik, Klien mengatakan tidak mau berbicara
dengan perawat, Klien mengatakan tidak suka bergaul dengan orang lain,
lebih senang menyendiri dan di rumah pasien sering melamun, Klien
menagatakan dirinya dulu sering dibully oleh temannya, Klien mengatakan
sering dicubit, dan sering dijauhi oleh teman-temannya.

Hal senada juga dikatakan oleh Kusumawati dan Hartono, Isolasi social
dipengaruhi oleh factor predisposisi. Kegagalan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar
dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.

Dalam pelaksanaannya kelompok menemui beberapa hambatan karena klien


kurang kooperatif hal ini ditandai dengan nampak klien menjauh dari
perawat atau teman yang lain, klien lebih banyak berdiam diri dan
beberbicara seperlunya. klien sering menutup mukanya dengan baju, klien
sering menundukan kepala, nampak kontak mata tidak ada serta afek klien
yang datar. Hal ini kelompok mencoba mengatasinya dengan cara tetap
membina hubungan saling percaya dan menjaga kontak singkat namun
sering sehingga klien tetap merasa dihargai dan didukung untuk membantu
klien menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.

C. Diagnosa III : Harga Diri Rendah

30
Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien Tn. A dengan masalah
harga diri rendah, kelompok telah melakuka kegiatan tindakan keperawatan
SP I (mengenal kemampuan pasien) pada tanggal 3 Mei-7 Mei 2019.t
Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan berfokus pada
kemampuan/kelebihan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Kelompok melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tujuan khusus


yaitu klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki hingga menilai kemampuan yang dimiliki dan didukung oleh
pemberian reinforcement positif dari kelompok terhadap usaha yang telah
dilakukan. Saat dikaji mengenai kemampuan yang dimiliki oleh klien
kelompok mengalami hambatan. Klien tidak bisa mengungkapkan
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Hal yang kelompok lakukan dengan
cara mencoba menggali kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan berupa
hobi atau hal-hal yang behubungan dengan kebiasaan klien.

Menurut Keliat, Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang
lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. Hal ini
yang dialami oleh klien Tn. A. klien sering merasa bahwa diri klien selalu
dilecehkan dan merasa tidak dihargai oleh orang di sekitarnya. Perasaan
klien juga cepat berubah jika ada pembicaraan yang menjadi pengalaman
traumatik bagi klien. klien mengatakan tidak ingin mengobrol dengan
siapa-siapa, klien mengatakan takut untuk berbicara dengan orang lain, klien
mengatakan takut untuk berbicara dengan orang lain. Solusi yang dilakukan
oleh kelompok untuk meningkatkan harga diri klien dengan cara
memotivasi dan meyakini klien bahwa klien juga bisa untuk berdoa dan
mandiri, serta mencoba menawarkan kegiatan ringan seperti menggambar

31
atau bernyanyi. Setelah kegiatan tersebut berhasil dilakukan kemudian
perawat memberikan pengahragaan positif. Serta menjelaskan kepada pasien
bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menunjukan kelebihan klien dan
bermanfaat buat klien dan kelompok menunjukan rasa bangga dan senang
sebagai bentuk kepedulian kepada klien.

D. Diagnosa IV: Defisit Perawatan Diri


Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn. A dengan masalah
Defisit Perawatan Diri kelompok telah melakuka kegiatan tindakan
keperawatan SP I (mengenal kebersihan diri ) pada tanggal 29 April-7 2
Mei 2019.

Menurut Fitria Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada


seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan toileting.
Kondisi tersebut sesuai dengan keadaan klien yang mengatakan tidak ingin
mandi, klien mengatakan malas untuk mandi, klien tampak lesu, baju klien
tampak kotor, klien tampak tidak bersemangat, klien mengatakan kepalanya
terasa gatal. Semua keadaan itu diakibatkan karena klien malas dan tidak
memperdulikan kebersihan diri.

Kelompok berusaha mengenalkan bagaimana cara perawatam diri yang


benar, manfaat dan kerugian jika tidak memperhatikan kebersihan diri. Saat
diberikan penjelasan tersebut klien hanya diam, namun setelah melakukan
kontak singkat namun sering perlahan klien mau melakukan apa yang sudah
diajakrkan oleh kelompok. Klienpun mulai mengikuti anjuran yang
diberikan oleh kelompok walapun masih membutuhkan motivasi dari
kelompok. Reinforcement positifpun diberikan sebagai bentuk pengahragan
kepada klien. Walaupun menemukan beberapa hambatan selama praktek di
ruangan Puri Nurani namun kelompok telah melakukan tindakan
keperawatan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, kelompok

32
menemukan perbuahan atau hasil yang baik, hal ini ditunjukkan dengan
klien bisa melawan suara-sara yng telah menggunggunya, merubah
pandangan negatif terhadap dirinya, dan klien mau menggunakan
kemampuan yang dimiliki serta berusaha menjaga kebersihan diri

BAB V

33
BAB VI

PENUTUP

Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan


gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran Di ruang rawat inap Puri
Nurani (Napza) RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta

A. KESIMPULAN

1. Klien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran


membutuhkan komunikasi terapeutik yang digunakan untuk membina
hubungan saling percaya sehingga dapat menggali semua permasalahan.

2. Klien dengan gangguan sensori persepsi harus selalu dilibatkan dalam


kegiatan dan ditemani atau pun diberikan perhatian ekstra. Indentifikasi
diri mengenal penyebab awal terjadinya gangguan tersebut harus

34
menjadi fokus perhatian pada awal terjadinya gangguan tersebut harus
menjadi fokus perhatian pada pemberian pelayanan kesehatan..

3. Klien dengan gangguan sesnsori persepsi : Halusinasi pendengaran


membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat
kesembuhan klien.

B. SARAN

Dari beberapa simpulan di atas penulis dapat memberikan beberapa saran


yaitu sebagai berikut :

1. Bagi mahasiswa
Hendaknya meningkatkan peranan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi : Halusianasi Pendengaran sesuai
dengan kondisi dan tempat praktik.

2. Bagi perawat
a. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan hendaknya perawat
berpedoman pasa standar asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien
b. Hendaknya perawat mengikuti langkah- langkah proses
keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis
agar tindakan keperawatan berhasil dengan optimal.
c. Seharusnta perawat melakukan pendekatan secara bertahap dan
terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.

3. Bagi rumah sakit


Hendaknya meningkatkan mutu pelayanan agar asuhan
keperawatan tecapai secara optimal.

4. Bagi keluarga
Hendaknya sering mengunjungi klien di rumah sakit . sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat
membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan
keperawatan bagi klien.

35
5. Bagi pasien
Diharapkan klien mampu malaksanakan intervensi yang di ajarkan
oleh perawat. Dan klien mampu dengan cepat mengenal jenis
gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran agar tidak
terjadi gangguan jiwa yang lainnya…

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama
Fitria, N. 2008. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Bandung : Salemba
Medik
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3 Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.
Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. Edisi 6.
St. Louis : Mosby year Book
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Yosep,Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama.

36

Anda mungkin juga menyukai