Anda di halaman 1dari 9

BAHASA INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengajar : Novia Winda, S.Pd, M.Pd

Oleh:

MUHAMMAD RODI MAULANA


P07120117066
N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
KEPERAWATAN
2017/2018
A. Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama
Adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini
digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh
orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan
Belanda, antara lain dan contohnya:
 Huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
 Huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer
(kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
 Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi
hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa
huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa
Belanda sampai saat ini. Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu
menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
Sejarah singkat
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama
kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur
dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan
Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin
untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah
jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian
menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan
Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst
(1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa
Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini
akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
B. Ejaan Republik (ejaan Republik atau ejaan Soewandi)
Adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret
1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen beserta contohnya:
 Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis
dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
 Awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan
penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan
Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl.
Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
C. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman
Bersama EdjaanABahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha
penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan
Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah sampai diterapkan.
Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam Ejaan Melindo gabungan konsonan tj,
seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj
seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali masih baru. (Dalam Ejaan
Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu diganti dengan ts dan ń.). Contohnya:
 Sejajar sebagai pengganti sedjadjar
 Mencuci sebagai pengganti mentjutji
 Meηaηa sebagai pengganti dari menganga
 Berήaήi sebagai pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa
kesukaran teknis untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua
negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan
tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan
lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu
pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang, juga tidak dapat dilaksanakan.
Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam Ejaan bahasa Indonensia yang
disempurnakan yang berlaku saat ini.
D. Ejaan yang Disempurnakan (disingkat EYD)
Adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 hingga 2015.
Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan ini digantikan oleh
Ejaan Bahasa Indonesia sejak tahun 2015.
Sejarah
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa),
pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya
merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan
dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian
diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan
Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa
Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di
Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada
waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan
Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah
pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia.
Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil
yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun
1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan
serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor
0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
 Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
 Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini,
maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Perbedaan dengan
ejaan sebelumnya:
 "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
 "dj" menjadi "j": djarak → jarak
 "j" menjadi "y" : sajang → sayang
 "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
 "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
 "ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa contoh yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
 Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
 Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
 Awalan "di-" dan kata depan "udi" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada
contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-"
pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
 Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan
Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Perbedaan ejaan van Ophuijsen, ejaan Soewardi, ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EyD), ejaan Melindo dan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
1. Ejaan Van Ophuijsen mempunyai ciri-ciri khusus diantaranya:
 Masih menggunakan huruf/ j/ untuk bunyi huruf /y/ seperti contoh yang atau
Sayang ditulis dengan jang, sajang.
 Masih menggunakan huruf /oe/ untuk untuk bunyi huruf /u/ seperti kata itu dan
guru ditulis dengan itoe dan guroe.
 Masih Menggunakan Tanda diakritik, seperti koma ain /’/ seperti contoh ma’moer,
‘akal, dan huruf /k/ ditulis dengan tanda /’/ pada akhir kata misalnya bapa’,ta’
 Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf /a/ mendapat akhiran /i/, maka di atas
akhiran itu diberi tanda trema /’/ ta’, pa’, dinamai’
 Huruf /c/ yang pelafalannya keras diberi tanda /’/ diatasnya.
 Kata ulang diberi angka 2, misalnya: jalan2 (jalan-jalan)
2. Ejaan Suwandi mempunyai ciri-ciri khusus diantaranya:
 Penggunaan huruf /oe/ dalam ejaan Van Ophuijsen berubah menjadi /u/ seperti
pada contoh guru, itu, umur.
 Masih menggunakan huruf /dj/ djalan untuk kata jalan, /j/ pajung untuk kata
payung, /nj/ bunji untuk kata bunyi, /tj/ tjukup untuk kata cukup, /ch/ tarich untuk
kata tarikh.
 Tanda Koma ain dan koma hamzah untuk bunyi sentak dihilangkan ditulis dengan
k, seperti pada kata-kata tak, pak, makmur, rakyat.
 Kata ulang masih seperti ejaan Van Ophuijsen ditulis dengan angka 2, seperti
anak2, jalan2, ke-barat2-an. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah,
dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
 Huruf /e/ keras dan /e/ lemah ditulis tidak menggunakan tanda, misalnya ejaan,
seekor, dsb.
 Tanda trema pada huruf /a/ dan /i/ dihilangkan.dinamai’ menjadi dinamai
 Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan /e/ lemah (pepet)
dalam bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan /e/ lemah, misalnya: /putra/
bukan /putera/, /praktek/ bukan /peraktek/, dsb.
3. Ejaan Yang Disempurnakan mempunyai ciri-ciri diantaranya:
 Perubahan Huruf Ejaan Suwandi dari /dj/ menjadi /j/ (jalan) ,/j/ menjadi /y/
(payung), /tj/ menjadi /c/ (cukup), /ch/ menjadi /kh/ (tarikh)
 Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.seperti f: maaf,
fakir, v: valuta, universitas, z: zeni, lezat
 Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai.
 Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan,
yaitu di- atau ke-sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya. Contoh:
o Di- (awalan): ditulis, dibakar,dilempar dsb.
o Di- (kata depan): di kampus, di rumah, di jalan dsb.
 Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2 dengan
menggunakan tanda, seperti anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat dsb.
 Penulisan kata ulang dengan menggunakan angka /2/ hanya diperkenankan pada
tulisan cepat atau notula.
 Penulisan kata majemuk harus dipisahkan dan tidak perlu menggunakan tanda
hubung. Contoh :
Duta-besar menjadi duta besar
Kaya-raya menjadi kaya raya
Tata-usaha menjadi tata usaha
 Kata ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contohnya kumiliki, dipukul, barangmu, pacarku, dsb.
 Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang menjadi
kelompok kata.
Contohnya:
Kapan pun aku tetap menantimu
Meskipun demikian aku tak akan marah (meskipun adalah kelompok kata)
 Penulisan kata si dan sang dipisah dari kata yang mengikutinya.
Contohnya:
Si penjual bakso bukan sipenjual bakso
Sang pujangga bukan sangpujangga
 Partikel per berarti tia-tiap dipisah dari kata yang mengikutinya.
Contonya:
Per orang bukan perorang
Per lembar bukan perlembar

4. Ejaan Melindo
Dalam ejaan melindo tidak jauh beda dengan ejaan pembaharuan, karena ejaan itu
sama-sama berusaha menyederhanakan ejaan dengan menggunakan sistem fonemis.
Hal yang berbeda ialah dalam ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti pada kata
tjinta Di ganti dengan c menjadi cinta. Juga gabungan konsonan nj, seperti pada kata
njonja di ganti dengan huruf nc yang sama sekali masih baru.
5. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
 Penambahan huruf vokal diftong. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei
(misalnya pada kata geiser dan survei).
 Penggunaan huruf kapital. Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur ditulis dengan
awal huruf kapital.
 Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan
judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan menulis lema atau
sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.

Anda mungkin juga menyukai