Anda di halaman 1dari 8

KONSEPSI JIHAD DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN

PENDAHULUAN

Al-qur`an sebagai kalam Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan yang
membacanya di nilai ibadah1 telah melahirkan komunitas “pembaca”. Mereka berusaha
memahami dan mengartikulasikan nilai qur`ani dalam ragam kehidupan. Kenyataan demikian
bermula dari adanya kesadaran penuh mereka bahwa al-Qur`an merupakan wujud bimbingan
Tuhan kepada manusia agar senantiasa dalam kebenaran selama menjalankan eksistensi
dalam hidupnya. Sementara itu, adalah merupakan hal yang kita maklumi bahwa al-Qur`an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama kurun waktu kurang lebih 23 tahun.

Meskipun demikian, tidak berarti terjadi diskontinuitas pesan antara satu ayat dengan
ayat yang lain. Kandungan al-Qur`an merupakan satu kesatuan yang utuh, Tidak adanya
ikhtilaf atau kontardiksi internal2. Hal ini menjadi asumsi dasar bahwa cara pandang dari para
penafsir terhadap al- Qur`an. Sejalan dengan hal tersebut, para penafsir berusaha keras
merekonsiliasikan makna ayat al-Qur`an yang di pandang bertentangan dengan makna ayat
yang lain. Di antara persoalan yang muncul dari adanya kesan pertentangan atau kontradiksi,
salah satu dari persoalannya adalah tentang memahami konsep Jihad.

Sebab dalam perkembangan saat ini muncul beberapa pandangan bahwa jihad
diartikan dengan “perang” lebih extrim lagi “memerangi orang-orang kafir” dengan
mengatasnamakan membela agama Allah. Sehingga “musuh-musuh Islam” halal di perangi.
Dengan adanya jaminan masuk surga, karena ketika matipun menjadi mati sahid atau dalam
perkembangan saat ini muncul term “terorisme” yang membawa misi keagamaan. Konsep
seperti ini betulkah? Dalam makalah ini akan di bahas tentang konsep jihad yang sebenarnya
dalam al-Qur`an. Dengan tujuan supaya tidak di salahartikan konsep tersebut.

1
Manna al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur`an, Beirut : Manshuratul Asri al-Hadis, 1973,
Hlm.
2
M.Quraish shihab, Membumikan al-Qur`an, Bandung, Mizan, 1997, Hlm. 143.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jihad

Guna untuk meluruskan salah faham dalam mamaknai jihad, dalam hal ini
kaitannya dengan “terorisme” ada baiknya kita membahas dengan mengurai kosa kata
tersebut, sebelum kita mengacu pada dasar yang paling utama yaitu al-Quran. Kata
“Jihad” merupakan salah satu kosa kata dari sekian banyak bahasa arab yang sering
disalahartikan dan disalahpaahami.

Sebetulnya kata tersebut terbentuk dari tiga kata dasar. Yaitu ja-ha-da, yang berarti
sungguh- sungguh atau usaha keras3. Dari kata ini, kita mengenal tiga kata jadian yang
maknanya sering dipisahkan dan seolah tidak menjadi tidak memiliki keterkaitan. Tiga
kata jadian tersebut adalah jihad itu sendiri, mujahadah, dan ijtihad4. Jihad di salah artikan
dengan sungguh-sungguh dengan otot. Sehingga sering diartikan dengan perang fisik.
Mujahadah diartikan sebagai sungguh-sungguh dalam jiwa, sehingga di pakai oleh para
sufi dalam proses- proses yang mereka tempuh dalam munyucikan jiwa.

Sedangkan ijtihad diartikan dengan sungguh-sungguh memaksimalkan pikiran


dalam menetapkan suatu hukum. Mendefinisikan kata-kata “Jihad” dengan perang fisik
adalah sesuatu yang tidak tepat. Selain karena Jihad merupakan kumpulan dari makna
“otot”, “hati” dan “pikiran”, juga karena tampak jelas saat Nabi pulang dengan kekalahan
di Perang Uhud dan bersabda yang kurang lebih maksudnya: kita baru saja kembali dari
perang kecil dan akan menghadapi perang besar, yaitu memerangi hawa nafsu5.

Jika kita telusuri kata “jihad” melalui makna kebahasaan, ia terambil dari kata Jahd
yang berarti “letih / sukar”. Ada juga yang berpendapat “jihad” berasal dari kata “Juhd”
yang berarti kemampuan. Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan
sebesar kemampuan. ‘Kata ini juga mengandung pengertian ujian dan cobaan, hal yang
wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.

3
Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, Mendialogkan Teks dengan Konteks,
Yogyakarta, eLSAQ Press, 2005, Hlm. 183.
4
Ibid…, Hlm. 183.
5
Ibid., Hlm. 183-184
Hal ini dapat dikonfirmasikan dalam Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 142:
“Apakah kamu menduga akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang
berjihad diantara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang sabar.” Dengan demikian
dapat kita lihat bahwa jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji
manusia. Tampak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai isyarat bahwa
jihad adalah sesuatu yang sulit, memerlukan kesabaran serta ketabahan. Jihad merupakan
aktivitas yang unik, menyeluruh, dan tak dapat disamakan dengan aktivitas lain, sekalipun
aktivitas keagamaan.

Tak ada suatu amalan keagamaan yang dilakukan tanpa menyertai jihad. Paling
tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan dan godaan nafsu yang selalu mengajak
pada kedurhakaan dan pengabaian tuntutan agama. Dalam hal pemaknaan jihad, memang
sering dipahami hanya berkisar pada perjuangan fisik / perang. Berdasarkan hadis saat
Rasulullah saw baru pulang dari perang Uhud tadi, memang perang fisik merupakan salah
satu bentuk jihad, dan masih tergolong pada jihad kecil. Selain itu, makna jihad yang tidak
kalah penting adalah jihad melawan setan dan jihad melawan hawa nafsu yang merupakan
musuh bagi setiap jiwa manusia6.

B. Pengertian Teror (Irhab)

Dalam bahasa Arab, kata yang biasa diterjemahkan dengan teror adalah Irhab. Kata
jadian dari kata ini terdapat dalam al-Qur`an surat al-Anfal ayat 60 yang menyatakan lafaz
ra-ha-ba (menggentarkan–dalam hal ini musuh Allah); dan karena ini pula orang
beranggapan bahwa teror dan terorisme dilegitimasi oleh al-Qur`an7. Seluruh kata yang
berakar dari kata ra-ha-ba dalam al-Qur`an.

6
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an: Tafsir Mudhu`I atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan, 2001, Hlm.501-502,506.

7
Waryono Abdul Ghofur, Tafsir Sosial, Hlm. 185.
Tak ada satupun yang bermakna meneror. Perintah Allah untuk mempersiapkan
kekuatan bukan untuk mengancam dan menakut-nakuti orang lain, tetapi agar mereka
yang akan berbuat makar dan bermaksud membikin teror dan kerusakan jadi berhitung
seribu kali sebelum melakukan maksudnya. Al- Qur`an dan as-Sunnah mengingatkan agar
meskipun berhadapan dengan para penguasa yang zalim, diktator dan otoriter sekalipun,
bersikap tidak kasar dan keras. Seperti yang Allah perintahkan pada Nabi Musa dan Harun
as saat berhadapan dengan Fir`aun: “Berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaha: 44). Rasulullah pun
diperintahkan untuk bersikap lemah lembut dengan alasan: “seandainya engkau bersikap
kasar dan berhati keras, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS. Ali
Imran:159)8.

C. Pembedaan Total atas Makna Jihad dan Teror

Allah swt berfirman dalam al-Qur`an surat An-Nisa: 75; “Mengapa kamu tidak
mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki,
wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdo`a: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari
sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”” Allah swt juga berfirman
dalam surat yang sama ayat 90; “…Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak
memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi
jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” Dari ayat-ayat tersebut, maka
dapat kita pahami dengan jelas, bahwa disyari`atkan dan diperintahkannya berperang
(yang hanya merupakan salah satu bentuk Jihad) tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
membela orang- orang yang lemah yang terus menerus dizalimi – dalam konteks ini – oleh
orang-orang kafir Quraisy yang berada di Makkah.

Jika dalam keadaan yang demikian tidak dilakukan pembelaan dan perlawanan
terhadap orang-orang yang dengan terang-terangan memerangi kaum muslimin, maka
tentu saja dengan turut menganiaya orang-orang lemah tersebut tanpa ada usaha untuk
membela mereka. Dan ini tentu saja bertentangan dengan makna dari al-Islam yang berarti
perdamaian. Karena bagaimanapun, tujuan akhir dari berperang di jalan Allah adalah
untuk mewujudkan suatu perdamaian. Pada ayat selanjutnya, dengan lebih tegas, Allah
memperingatkan bahwa terhadap orang-orang yang tidak memerangi kaum muslimin dan

8
Ibid., hlm. 186.
mengemukakan perdamaian, maka Allah tidak memberi jalan dalam artian mengharamkan
perbuatan menawan dan membunuh mereka. Dari konsep yang sangat jelas dari salah satu
bentuk jihad yang notabene tergolong kecil ini, disamping perang melawan setan dan
hawa nafsu; maka kita dengan sangat gamblang dapat dengan mudah membedakannya
dengan istilah teror yang berarti perbuatan merusak, membunuh dan menyiksa orang-
orang tak berdosa tanpa pandang bulu dan tanpa sama sekali memperhatikan batas-batas
kemanusiaan.

D. Konsep Jihad yang Sebenarnya dalam Al-Qur`an

Pakar Tafsir al-Qur`an Ar-Raghib Al-Isfahani, dalam kamus al-Qur`annya Mu`jam


Mufradat Al-Fazh Al-Qur`an, menegaskan bahwa jihad dan mujahadah adalah
mengerahkan segala tenaga untuk mengalahkan musuh; dan musuh tersebut terdiri dari
tiga macam, yaitu musuh yang nyata berupa manusia, yang ghaib berupa setan dan hawa
nafsu yang terdapat pada diri manusia9.

Dapat dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering
memanfaatkan kelemahan nafsu manusia. Ketika manusia tergoda oleh setan, ia menjadi
kafir, munafik dan menderita penyakit-penyakit hati. Menghadapi mereka tentunya
haruslah dengan mengerahkan seluruh potensi yang ada pada manusia yang mecakup akal,
hati dan fisik secara keseluruhan.

Bahkan bila diperluas lagi, makna jihad bisa menjadi bermacam-macam.


Memberantas kebodohan, kemiskinan, dan penyakit adalah jihad yang tidak kurang
pentingnya. Ilmuwan dapat berjihad dengan memanfaatkan ilmunya; karyawan dapat
memaksimalkan etos kerjanya dengan menghasilkan karya yang baik; guru dengan
pendidikan yang sempurna; seorang suami, istri, anakyang dapat melaksanakan berbagai
kewajibannya dengan baik; seorang pemimpin yang amanah dengan tanggungjawab penuh
atas kesejahteraan rakyatnya; pengusaha dengan kejujuran dan kedisiplinannya; dan
sebagainya – bisa siapapun dan dimanapun. Semua itu adalah bentuk-bentuk jihad yang
mungkin berlangsung dan diusahakan oleh hamba-hamba Allah dalam berbagai kondisi
yang melingkupi mereka.

Seperti yang telah disinggung di muka, kata jihad juga berarti usaha keras dan
sungguh-sungguh dengan melewati keletihan dan kesukaran. Orang-orang yang

9
Quraish Shihab, Wawasan, Hlm. 506.
melakukannya dijanjikan oleh Allah swt dalam surat al-Ankabut ayat 69: “Orang-orang
yang berjihad di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami.”

Terakhir dan yang terpenting adalah jihad harus dilakukan dengan keikhlasan;
bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian apalagi untuk keuntungan duniawi. Jihad
adalah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan,
tidak pula pamrih. Tetapi jihad juga tak dapat dilaksanakan tanpa modal, karena itulah
jihad harus disesuaikan dengan modal yang dimiliki dengan tujuan yang akan dicapai.

Sebelum tujuan tercapai dan selama masih ada modal, selama itu pula jihad
dituntut. Rasulullah saw juga bersabda bahwa jihad tidak akan pernah berhenti sampai hari
kiamat.Jihad juga menjadi titik tolak seluruh upaya; karenanya jihad adalah puncak dari
segala aktivitas. Jihad bermula dari upaya mewujudkan jati diri yang bermula dari
kesadaran, yang harus berdasarkan pengetahuan dan tidak datang dengan paksaan. Dulu
ketika kemerdekaan belum di raih, jihad mengakibatkan hilangnya jiwa dan hilangnya
harta benda.

Namun bila diterapkan pada masa sekarang, jihad sudah harus membuahkan
terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang beradab, dan terciptanya masyarakat
yang sejahtera.
PENUTUP

Pemahaman konsep jihad yang biasa dikenal oleh masyarakat terkesan cenderung
bersifat negatif dan radikal. Ini berangkat dari pemahaman yang keliru dalam memaknai jihad
sebagai salah satu unsur penting dalam Islam.

Fenomena sosial yang terjadi belakangan; merebaknya isu tentang terorisme adalah
salah satu penyebab utama timbulnya pengertian yang gelap dan kabur tentang jihad itu
sendiri. Di samping itu pengetahuan masyarakat mengenai keislaman – entah itu menyangkut
isi al-Qur`an, as-Sunnah dan riwayat hidup Nabi saw beserta para sahabat beliau – terbilang
sangat kurang; sehingga bukanlah sesuatu yang tidak wajar bila terjadi kemiringan-
kemiringan pemahaman terhadap makna jihad.

Maka adalah tugas kita untuk memberikan informasi yang lurus dan terbuka tentang
hal-hal keislaman kepada masyarakat. Selama ini berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik, sering mengekspos ajaran-ajaran Islam yang berbau anarkis, kemurkaan Tuhan,
siksa, azab dan sebagainya dengan melupakan sisi lain Islam yang begitu indah, damai dan
penuh dengan ampunan dan perlindungan Tuhan serta keselamatan.

Tugas kita adalah merombak semua persepsi sepihak semacam itu. Islam adalah
agama yang mengutamakan perlindungan dan penyelamatan. Tak ada suatu ajaran, doktrin,
isme-isme ataupun suatu keyakinan tertentu yang memiliki perhatian yang begitu besar
terhadap keselamatan umat manusia di maupun kehidupan setelah dunia yaitu akhirat;
melainkan sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Islam.

Pemahaman yang tidak menyeluruh dan setengah-setengah terhadap al- Qur`an dan
as-Sunnah juga merupakan penyebab sesorang terjerumus dalam suatu radikalisme dan
berlebih-lebihan dalam mengamalkan agama tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang utuh
dan menyeluruh terhadap segala aspek kehidupan yang telah dirumuskan oleh Islam. Dengan
demikian kajian tentang keislaman yang bersifat lebih komplit dan syamil bisa diwujudkan
demi memperbaiki segala bentuk pemahaman yang keliru dalam memandang Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Manna al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur`an, Beirut : Manshuratul Asri al-Hadis, 1973,

M.Quraish shihab, Membumikan al-Qur`an, Bandung, Mizan, 1997.

Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, Mendialogkan Teks dengan Konteks, Yogyakarta,
eLSAQ Press, 2005

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an: Tafsir Mudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat

Anda mungkin juga menyukai