Anda di halaman 1dari 7

Peran Interpreter Dalam Kegiatan Geowisata :

Studi Kasus Gunung Tangkuban Perahu

Ahmad Rimba Dirgantara


NIM 95712002

Abstrak
Makalah ini mencoba menjelaskan mengenai perkembangan Geowisata di Kota
Bandung. Bandung memiliki sumber daya wisata alam yang kaya, salah satunya
adalah Gunung Tangkuban Perahu. Daya tarik wisata ini menjadi magnet bagi
wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun, kegiatan wisata umumnya hanya
sekedar melihat-lihat keadaan lingkungan sekitar Gunung Tangkuban Perahu tanpa
mengetahui secara rinci mengenai asal mula terjadi. Cerita masyarakaat yang
tersebar mengenai Gunung Tangkuban Perahu ialah gunung tersebut berasal dari
perahu yang di tendang oleh Sangkuriang karena gagal dalam mewujudkan keinginan
Dayang Sumbi. Padahal jika cerita tersebut dikemas dan disajikan dengan unsur
pendidikan maka aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan akan lebih bermanfaat,
daripada hanya sekedar melihat panorama alam Gunung Tangkuban Perahu. Disinilah
peran dari pemandu atau interpreter untuk memberikan pengetahuan khususnya
geologi dalam kegiatan di tempat wisata. Tujuan dari makalah ini untuk memberikan
gambaran mengenai pentingnya peran interpreter pada kegiatan wisata. Metode yang
dipergunakan pada makalah ini adalah metode deskriptif sedangkan data yang
disajikan dalam makalah ini berasal dari data sekunder yang berkaitan dengan
interpreter dalam geowisata.

Kata kunci : geowisata, interpreter, gunung tangkuban perahu.

Latar Belakang
Fenomena gunung berapi sudah tidak asing lagi bagi mereka yang mendiami wilayah
yang termasuk ke dalam “ring of fire” salah satunya Indonesia. Masuknya Indonesia ke
dalam wilayah tersebut menjadikan wilayah Indonesia sebagai kawasan rawan
bencana. Namun, di sisi lain dampak dari adanya gunung berapi menjadikan alam
Indonesia subur dan juga memiliki berbagai macam batuan yang tersebar hampir di
seluruh Indonesia. Salah satu dari gunung berapi yang masih aktif dan memiliki
keunikan di bandingkan dengan gunung berapi lain di Indonesia adalah Gunung
Tangkuban Perahu, gunung yang terletak di sebagian wilayah Subang dan Kabupaten
Bandung menjadi destinasi popular bagi warga Bandung dan sekitarnya. Tidak heran
jika akhir pekan tiba, daya tarik ini dikunjungi banyak wisatawan baik dari
mancanegara maupun dari domestik.
Kegiatan yang biasa dilakukan wisatawan selain menikmati keindahan alam,
wisatawan pun dapat berinteraksi dengan fenomena alam Gunung Tangkuban Perahu,
khususnya yang terletak di kawah domas. Wisatawan dapat memasak telur di kawah
yang gasnya cukup aman untuk dihirup sehingga aktivitas memasak telur hingga
matang banyak dilakukan. Hal ini merupakan bagian dari geowisata. Geowisata
(geotourism) adalah kosakata yang relatif baru dalam kepariwisataan nasional. Istilah
itu kurang populer dibanding ekowisata (ecotourism), atau agrowisata misalnya.
Namun demikian, di dalam UU No. 9/1990 tentang Kepariwisataan, selain wisata agro,
baik ekowisata maupun geowisata memang tidak disebut-sebut. Apa itu geowisata
atau geotourism? Istilah geotourism muncul tak lebih tua dari pertengahan 1990-an.
Seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris bernama
Tom Hose diperkirakan menjadi orang yang pertama aktif memperkenalkan istilah itu.
Ia misalnya menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah berjudul
“Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your doorstep”.

1
(http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=48). Geotourism adalah pendekatan holistik
untuk wisata keberlanjutan yang memfokuskan keseluruhan definisi poin tentang
menjadikan keaslian sebagai pengalaman berwisata (Stokes et al., 2003). Bagi
wisatawan yang sering mengunjungi tangkubanperahu sekedar mengamati kawah
dengan asap belerangnya yang mengepul-ngepul mungkin kurang menantang lagi.
Padahal ada alternatif berwisata lain yang perlu dipertimbangkan di kawasan ini, yakni
volcanotrekking (Budi dan T. Bachtiar, 2009).
Kegiatan volcanotrekking sebagai alternatif dari aktivitas yang dilakukan wisatawan
pada destinasi geowisata menjadi terkesan sepi dan tidak memberikan pengalaman
berarti khususnya tentang sejarah dan ilmu pengetahuan jika wisawatan tidak
mempergunakan jasa interpreter dalam perjalanannya. Sebagai contoh yang dibahas
pada makalah ini adalah kasus Gunung Tangkuban Perahu. Dengan kunjungan
wisatawan yang besar ke destinasi ini. Sudah semestinya pemerintah daerah
menyediakan jasa interpreter untuk mendampingi wisatawan, khususnya wisatawan
minat khusus karena akhir-akhir ini jumlah wisatawan minat khusus meningkat
dikarenakan banyak dari mereka yang merasa perlu mendapatkan nilai edukasi selain
menikmati indahnya panorama yang disajikan oleh wisata Gunung Tangkuban Perahu.
Hal ini sejalan dengan UU RI No 10 tahun 2009 tentang kepariwisatan pasal 3 yang
berbunyi: “Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan
pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat”. Untuk itu makalah ini
akan mencoba memberi gambaran mengenai peran interpreter dalam kegiatan
geowisata dengan objek studi pada Gunung Tangkuban Perahu

Kebijakan Mengenai Interpreter dan Geowisata


1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 tentang
kepariwisataan, BAB I pasal I no. 1 menyebutkan bahwa Wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara.
2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 tentang
kepariwisataan, BAB I pasal I no. 5 menyebutkan bahwa Daya Tarik Wisata
adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dari UU RI di atas
dapat diambil kesimpulan bahwasannya daya tarik yang memiliki kriteria unik,
indah dan memiliki nilai. Sama halnya dengan geowisata yang memiliki kriteria
tersebut.
3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 tentang
kepariwisataan, BAB II pasal II mengenai asas, fungsi dan tujuan kepariwisataan
harus dilandasi dengan asas; diantaranya adalah asas kelestarian dan
keberlanjutan. Asas ini erat kaitannya dengan sumber daya alam sebagai daya
tarik wisata yang harus dilestarikan dan dijaga melalui kegiatan wisata sehingga
dapat berlanjut ke depannya (sustainable).
4. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG
PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH, isi dari kebijakan ini adalah
perlindungan mengenai ekowisata yang salah satu dari jenis ekowisata,
pegunungan dan karst termasuk di dalamnya.
5. Kesepakatan Quebec 2002, Geowisata sebagai bagian dari ekowisata
bagaimana pun harus tunduk pada prinsip-prinsip berwisata yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan sesuai Kesepakatan. Pertemuan Puncak Ekowisata
Sedunia yang diselenggarakan di Quebec, Kanada, pada akhir Mei 2002 itu
memuat kesepakatan bahwa pelaksanaan ekowisata yang memanfaatkan objek

2
kawasan alami yang relatif belum terganggu dan umumnya dilindungi, harus
menjadi alat konservasi dan pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat
setempat. Kesepakatan Quebec 2002 untuk ekowisata ini diturunkan sebagai
kaidah pengembangan wisata alam alternatif yang harus bercorak mendukung
konservasi alam, bersifat edukatif dan memberi pengetahuan bagi
wisatawannya, memberi manfaat ekonomi dan budaya bagi masyarakat
setempat secara berkelanjutan, dan kecil dampak negatifnya pada lingkungan.

Gambaran Umum Gunung Tangkuban Perahu


Objek wisata kawah gunung Tangkuban Parahu merupakan salah satu objek wisata
yang terletak di Bandung utara/Lembang, taman wisata ini banyak di kunjungi oleh
wisatawan nusantara dan manca negara, selain dari pemandanganya yang menawan
pengunjung dapat mudah melihat keajaiban alam berupa kawah gunung api yang
masih aktif yaitu kawah Ratu yang terletak di atas ketinggian 1.830 m di atas
permukaan laut.

Sumber:https://maps.google.com/maps?q=gunung+tangkuban+perahu+map&ie=UTF-8&hl=id

Ditinjau secara geologis gunung Tangkuban Parahu terbentuk dari aktivitas letusan
yang paling muda diantara jajaran gunung Api Sunda Purba dengan tipe letusanstrato,
(kata letusan strato berarti berlapis), yang menghasilkan beberapa pusat letusan yang
dinamakan eruption center dan itu terjadi sekitar 3000 tahun silam. Berdasarkan
catatan sejarah, Tangkuban Perahu yang terletak pada ketinggian 2.084 meter di atas
permukaan laut dan terletak sekira 30 km sebelah utara Kota Bandung tersebut dalam
kurun waktu 1,5 abad pernah beberapa kali meletus. Catatan sejarah erupsi gunung
berapi di Indonesia juga menyebutkan, Gunung Tangkuban Perahu termasuk dalam
kelompok yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali
setelah tahun 1600 sesudah Masehi (Kusumadinata, 1979).

3
sumber: http://www.iberita.com/wp-content/uploads/2013/05/Gambar-Gunung-Tangkuban-Perahu.jpg

Dari gunung Sunda Purba (dengan ukuran yang lebih besar) yang kemudian
membentuk 3 gunung Api baru, yaitu : gunung Sunda (baru), gunung Burangrang
yang menjadi gunung kecil dan pada fasa terakhir sekirat 2000 tahun yang lalu
terbentuklah dasar batuan sediment neogen atau endapan batu baru. Sebagian sisa
kawah (kaldera) gunung Sunda Purba terdapat di antara gunung Burangrang dan
gunung Tangkuban Parahu, sedangkan danau yang terletak di gunung Sunda Purba, itu
dalah bagian dari dasar kawah gunung itu sendiri dan dinamakan situ Lembang.
Peristiwa runtuhan ini terjadi pada dua tahap, yaitu:
• Pertama, tejadinya patahan Lembang di bagian sisi selatan sekitar 3000 tahun
yang lalu.
• Kedua, runtuhnya bagian puncak di bagian sisi utara Lembang, yang kemudian
munculah kegiatan gunung Tangkuban Parahu di sebelah timur yang merupakan
sisa kaldera gunung Sunda Purba Sekitar 2000 tahun yang lalu.

Dalam perkembangannya membentuk tubuh gunung dengan puncak gunung api yang
memanjang. Bentuk tubuh memanjang di sebabkan oleh perpindahan titik letusan
yang memanjang dari arah timur ke barat dengan jarak 1.100 meter. Hal ini
disebabkan oleh adanya tempat perpindahan akitivitas di pucak gunung yang
membentang dari timur ke barat, maka apabila dilihat dari arah selatan (kota
Bandung) maka tampak seperti trapesium dan terlihat seperti perahu yang terbalik,
(dalam bahasa Sunda > Parahu Nangkub = Tangkuban Perahu). Dalam masyarakat
setempat (Sunda) dan terbentuknya gunung Tangkuban Perahu yang tidak terlepas
dari legenda Sangkuriang.
Objek wisata ini terletak dari kota Bandung berjarak 29 km, secara geografis gunung.
Tangkuban Perahu berada pada 64º- 6º lintang selatan, 107º-36º bujur timur dengan
ketinggian 2.084 m dpl, luas keseluruhan1660 Ha. suhu udara di gunung Tangkuban
Parahu pada pagi hari berkisar 7ºC dan pada siang hari berkisar 28ºC dengan tingkat
kelembaban udara berkisar 45-95%. Sejarah Tangkuban Parahu terbentuk dari
aktivitas letusan yang meletus sekitar 5000 tahun lalu, gunung Tangkuban Parahu
memiliki peranan penting dalm perkembangan pembentukan datarn tinggi di Bandung
yang pernah di catat oleh seorang yang berkebangsaan Belanda yaitu Mr. Junghuhn
pada tahun1829 Yang mencatat letusan gunung Tangkuban Parahu. Beberapa kali
gunung ini menymburkan lava yaitu pada tahun 1829, 1846, 1862, 1896, 1910,1929,
1935, 1952 dan 1969 panjang, yakni antara 30-70 tahun sekali.

Peran interpreter pada kegiatan geowisata


Definisi harfiah mengenai interpretasi berdasarkan pada kamus besar Bahasa
Indonesia, interpretasi memiliki arti pemberian kesan, pendapat atau pandangan
teoritis terhadap sesuatu; tafsiran. Moscardo (1999a) menggambarkan interpretasi
sebagai jenis khusus komunikasi yang sangat relevan dengan pariwisata. Menurutnya

4
arti pentingnya jelas terlihat pada kegiatan seperti tur, presentasi dan program
pendidikan yang dilakukan di museum, galeri seni, pusat informasi, taman
margasatwa, kebun binatang, taman nasional dan lingkungan dilindungi lainnya
(Moscardo, 1998). Orang yang melakukan kegiatan interpretasi disebut interpreter.
Definisi lain menurut pendapat Suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan
mengungkapkan berbagai makna dan hubungan melalui penggunaan objek asli,
dengan cara langsung, dengan media ilustratif, lebih dari sekedar menyampaikan
informasi faktual (Freeman Tilden, 1977).
Peran seorang interpreter sangat diperlukan dalam kegiatan geowisata. Resource
interpretation connects visitors to the meaning and spirit of places (David, 2007).
Menurut pendapat Sam (2007) The role of interpretation in tourist experience is widely
acknowledged. Trekking yang dilakukan wisatawan pada wilayah geowisata di Gunung
Tangkuban Perahu akan terasa biasa saja tanpa adanya seorang intrepreter yang akan
menjelaskan mengenai kenapa, dan bagaimana batuan atau fenomena alam dalam
volcanotrekking terjadi, tentunya dengan interpretasi ilmiah sehingga dapat menjadi
tambahan ilmu bagi wisatawan. Kurangnya sumber daya insani menjadi hambatan
bagi pengelola daya tarik wisata Gunung Tangkuban Perahu dalam memberikan jasa
interpreter bagi wisatawan yang akan melakukan volcanotrekking. Untuk itu peran
pihak swasta dan volunteer untuk memberikan pelatihan dan jasa seorang interpreter
sangat dibutuhkan. Tambahan sertifikat pun kiranya menjadi perlu untuk seorang
interpreter, dengan adanya sertifikasi jasa interpreter memberikan kredibilitas lebih
dan menambah poin bagi seorang interpreter.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pemandu dalam melakukan interpretasi

• Pemilikan informasi faktual yang memadai, hasil penelitian ataupun dari sumber
tertulis, maupun dari sumber yang tidak dibukukan, seperti kepercayaan yang
tumbuh dalam masyarakat, persepsi masyarakat tentang sesuatu, serta
informasi teknis tentang objek.
• Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui informasi yang dimiliki.
• Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan keterkaitan antara objek yang
sedang diinterpretasi dengan para pengunjung. Keterkaitan ini berbeda untuk
kelompok pengunjung yang berbeda, misalnya antara anak-anak dengan
manusia dewasa, atau antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa atau
domestik. Mengkaitkan sesuatu yang ditafsirkan dengan keseharian kelompok
pengunjungnya.
• Kemampuan untuk membujuk agar pengunjung menjadi tertarik, melalui
keterampilan dan media komunikasi untuk menarik perhatian. Pemandu harus
memiliki pemahaman tentang ketertarikan (interest) pengunjung.
• Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak memberikan kesan bahwa kita
hanya sekedar tahu tetapi paham betul tentang apa yang sedang ditafsirkan.

Beberapa pedoman bagi pemandu

• Ikutilah perkembangan berita terkini baik berita lokal maupun global, termasuk
berita-berita isu lingkungan.
• Bawalah selalu peralatan pemanduan seperti buku catatan lapangan, buku
referensi, P3K dan lain-lain.
• Berilah motivasi pada pengunjung tentang pentingnya isu-isu lingkungan, baik
secara lokal maupun global, dengan demikian kunjungan ke tempat wisata alam
(eco-site) menjadi batu loncatan terhadap upaya konservasi dan berpikir
rasional dalam memanfaatkan sumber daya alam, baik di dalam maupun di luar.
• Membantu memantau dampak-dampak terhadap lingkungan, termasuk

5
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan wisata.
• Tingkatkan teknik pemanduan dan pengetahuan umum anda. Sebagai contoh,
setiap bulan memberikan laporan resmi pada organisasinya masing-masing
berkaitan dengan perkembangan subyek di lapangan.
• Jangan ragu-ragu untuk menengahi atau memberi tahu dengan sopan dan baik
apabila terlihat pengunjung melakukan interaksi dengan alam/objek yang
bersifat merusak/mengganggu untuk mencegah dampak yang lebih besar.
• Belajarlah untuk berkata “saya tidak tahu” . Hal yang lebih penting adalah
bukan hanya seberapa banyak Anda tahu, tetapi seberapa baiknya anda
menyampaikan informasi pada pengunjung.
• Jangan terlalu muluk berjanji pada pengunjung. Sebagai contoh, hari ini kita bisa
melihat lumba-lumba, atau kita akan melihat penyu, atau satwa lain di
habitatnya jika beruntung.
• Pakailah perasaan dan berbuatlah jujur.
• Pemandu adalah pemimpin dan model panutan. Sebagai contoh, jika anda tidak
membuang sampah sembarangan, mungkin pengunjung pun akan menirunya
dan mencoba menghargai alam.
• Berilah pujian atau penghargaan dengan tulus daripada hanya berkata basa-
basi.

Hal-hal yang dapat diinterpretasikan oleh pemandu

• Suasana lokasi yang akan dijadikan objek wisata


• Biota laut yang ada pada ekosistem terumbu karang (fungsi, peran, ancaman
terhadap habitat dan populasinya)
• Menumbuhkan empati (misalnya jika manusia berada dalam kondisi atau situasi
ancaman dan kehancuran seperti pada kondisi terumbu karang yang sedang
dikunjungi)
• Pertanyaan yang bersifat memancing pengunjung, contohnya, “Bagaimana
sikap kita dalam melestarikan terumbu karang”.

Tingkatan penyampaian pesan kepada pengunjung atau wisatawan meliputi:

• Tingkat pendekatan, lakukan aktivitas untuk menarik perhatian pengunjung,


salah satunya adalah dengan perkenalan, diskusi, atau permainan.
• Tingkat pengalaman, ajaklah pengunjung untuk merasakan ke lima indera
perasa. Contohnya adalah mempersilahkan pengunjung untuk mengamati dan
menikmati keindahan batuan gunung berapi.
• Tingkat menemukan dan tertarik, pengujung sadar akan sesuatu. Salah satu
caranya adalah bertanya pada mereka.
• Tingkat Interpretasi, seorang pemandu harus menjawab pertanyaan dengan
ilmu pengetahuan dan informasi yang ada. Pemandu memberikan pengalaman
yang berkesan kepada pengunjung, sehingga pengalaman itu tertanam dalam
pikiran pengunjung
• Tingkat Pengembangan, bila setelah program pengunjung merubah pola
hidupnya, maka itu berarti anda telah melakukan interpretasi dengan hebat.
“Mereka memahami bahwa batuan dan harus dilindungi dan dilestarikan,
mengingat besar fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan’’.

Dengan menggunakan teknik interpretasi pada kegiatan geowisata khususnya wisata


volcanotrekking, pemandu dapat lebih berperan dan bertanggungjawab dalam
keselamatan wisatawan.

6
Kesimpulan dan Saran
Kegiatan berwisata khususnya volcanotrekking di geowisata memiliki pengalama yang
bisa dijadikan alternatif lain berwisata. Dengan aktivitas volcanotrekking yang
didampingi oleh interpreter dalam perjalanannya menjadikan perjalanan sarat akan
ilmu pengetahuan. Namun, kasus di Indonesia khusus pada geowisata Gunung
Tangkuban Perahu, peran dari interpreter masih sangat kecil karena sumber daya
insani yang masih kurang. Padahal, kegiatan volcanotrekking membutuhkan seorang
interpreter dalam aktivitasnya, dengan demikian setiap perjalanan akan mempunyai
pengalaman berbeda dan mendidik karena interpretasi tentang informasi yang
diberikan oleh interpreter syarat akan nilai historis dan ilmu. Untuk itu, pemerintah
daerah diwajibkan untuk memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi para calon
interpreter sehingga kekurangan jasa interpreter bisa di atasi.

Daftar Pustaka
Benton, Gregory M., Ph.D. 2007 From Principle to Practice : Four Conceptions of Interpretation. Journal of
volume 12 number 2, interpretation RESEARCH. The National Association for Interpretation.
Brahmantyo, Budi. Menggali Akar Geowisata. Pikiran Rakyat, Senin, 7 Januari 2008
(http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=48)
___________ dan Bachtiar, T. 2009. Wisata Bumi Cekungan Bandung. Truedee Pustaka Sejati. Bandung.
Carter, James. 1997. A Sense of Place : An interpretive planning handbook. The Tourism and Environment
Initiative , Bridge House, Bridge Street, Inverness IV1 1QR.
Cooper, Patricia Erfurt and Cooper, Malcolm. 2010. Volcano and Geothermal Tourism: Sustainable Geo-
Resources for Leisure and Recration. Eartscan. London and Washington, DC.
Dowling, Ross K. 2010. Geotourism's Global Growth. Geoheritage (2011) 3:1–13 DOI 10.1007/s12371-010-
0024-7. Springer-Verlag.
Hall, C.Michael and Page, Stephen J., 2006. THE GEOGRAPHY OF TOURISM AND RECREATION:
Environment, place and space ;Third edition. Rouledge.
Ham, Sam H. and Weiler, Betty. 2007. Isolating the Role of On-site Interpretation in a Satisfying
Experience. Journal of volume 12 number 2, interpretation RESEARCH. The National Association
for Interpretation.
Walker, Kaye B. 2007. The role of interpretation in sustainable tourism: a qualitative approach to
understanding passenger experiences on expedition cruises. PhD thesis, James Cook University.

Sumber lain:
-http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?
keyword=interpretasi&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel
-http://www.antaranews.com/berita/351185/tangkuban-parahu-dikunjungi-14-juta-pengunjung
-http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=100%3Aguiding-interpreter-
qmenjadi-pemandu-ekowisata-yang-bertanggungjawabq&catid=54%3Apengelolaan&lang=id

Anda mungkin juga menyukai