Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KESEHATAN ANAK

“MASALAH SOSIAL ANAK”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak


Dosen Pengampu : dr. Fitri Hartanto, SpA (K)

Disusunoleh :

Kelompok 4

1. Alfina Rohmah ( P 1337424417002 )


2. Shelta Azalea ( P 1337424417012 )
3. Alma Tussalmah ( P 1337424417021 )
4. Dian Pratama Anggraini ( P 1337424417029 )
5. Rahma Pamuji Rahayu Astuti ( P 1337424417038 )
6. Nisma Nur Oktaviana ( P 1337424417048 )

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Terimakasih kepada dr. Fitri Hartanto, SpA (K) selaku dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak sekaligus pembimbing materi dalam pembuatan
makalah.Berkat beliau penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Masalah
Sosial Anak”

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.Aamiin.

Wassalamu’alaikumWr. Wb

Semarang, 10 Februari 2019

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................. I

Kata Pengantar .................................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1


1.3 Tujuan ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anak Rawan........................................................................................ 2


2.2 Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak)................................................... 3

2.3 Pekerja Anak.................................................................................................. 5


2.4 Anak Terlantar..................................................................................................... 5

2.5 Anak Jalanan................................................................................................ 6


2.6 Anak Korban Fedofilia................................................................................ 7

2.7 Putus Sekolah............................................................................................... 7


2.8 Bentuk- bentuk Permasalahan Perkembangan Sosial Pada Anak................ 8

BAB III PENUTUP

3.1Simpulan ................................................................................................. 10
3.2 Saran ....................................................................................................... 10

Daftar Pustaka…………………………………………………….................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak rawan (anak yang karena tekanan kondisi atau kultural tidak terpenuhi atau
dilanggar hak-haknya) harus diakui masih belum sepopuler isu mengenai kemiskinan atau
perempuan atau gender. Walaupun demikian, perlahan namun pasti perhatian terhadap isu
anak rawan ini mulai meningkat. Bahkan belakangan ini berbagai kasus yang berkaitan
dengan pekerja anak di bawah umur, pelacuran anak, perdagangan anak, anak jalanan,
dan lain sebagainya tidak lagi dipandang sebagai kasus insidental, tetapi sudah menjadi
sebuah fenomena sosial yang membutuhkan perhatian khusus dan mendapatkan perhatian
luas dari masyarakat.

1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Anak Rawan, Child Abuse (Kekerasan Terhadap
Anak), Pekerja Anak, Anak Terlantar, Anak Jalanan, Anak Korban Fedofilia,
Putus Sekolah ?
1.2.2 Apa saja Bentuk- bentuk Permasalahan Perkembangan Sosial Pada Anak ?

1.3Tujuan
1.3.1 Mengetahui yang dimaksud dengan Anak Rawan, Child Abuse (Kekerasan
Terhadap Anak), Pekerja Anak, Anak Terlantar, Anak Jalanan, Anak Korban
Fedofilia, Putus Sekolah.
1.3.2 Mengetahui bentuk- bentuk Permasalahan Perkembangan Sosial Pada Anak.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anak Rawan


Anak rawan adalah sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak-anak yang
karena situasi, kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun struktur menyebabkan
mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya, dan bahkan acap kali pula dilanggar
hak-haknya. Bagong Suyanto, (2010: 4).
Ciri ciri yang umumnya diidap oleh anak-anak rawan antara lain :
1. Inferior
Mereka tersisih dari kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya
secara wajar.
2. Rentan
Mereka sering menjadi korban situasi dan bahkan terlempar dari masyarakat.
3. Marginal
Mereka mengalami berbagai bentuk eksplotasi dan diskriminasi, mudah
diperlakukan salah bahkan kehilangan kemerdekaannya dalam kehidupan sehari-
hari.

Mereka biasanya merupakan korban pemerkosaan, anak yang menjadi korban


dan diharuskan bekerja menjadi seorang pelacur, anak jalanan, anak yang ditelantarkan,
korban kekerasan dan lain-lain(Bagong Suyanto, 2010:13).

Situasi yang dianggap rawan bagi anak-anak sehingga membutuhkan perlindungan


khusus , antara lain :
1. Berada dalam lingkungan dimana hubungan anak dengan orang dewasa penuh
dengan kekerasan atau cenderung tidak peduli alias menelantarkan.
2. Dalam daerah konflik bersenjata seperti Aceh,Irak, dll
3. Berada di dalam ikatan kerja, dimana perkembangan dan pertumbuhan anak tidak
memperoleh perhatian dan perlinduangan yang memadai.
4. Melakukan pekerjana yang mengandung resiko kerja tinggi, seperti pertambangan,
pekerja konstuksi, dan lainnya
5. Terlibat dalam pengunaan zat psikoaktif
6. Karena kondisi fisik (misalnya cacat sejak lahir atau akibat kecelakaan), latar
belakang budaya (minorotas), sosial ekonomi (tidak memiliki KTP, akta kelahiran,
miskin), maupun politis orang tuanya rentan terhadap berbagai perlakuan
diskriminatif
7. Status sosial perkawinan orang tuanya rentan terhadap tindakan diskriminatif
8. Sedang berhadapan dan mengalami konflik dengan hukum dan harus berurusan
dengan aparat penegak hukum beserta semua pranatanya. (Irwanto.1999, dalam
konvensi Vol III N0. 3 April 1999).

2
Dari berbagai kondisi tersebut, kita perlu mencegah berbagai kemungkinan terjadinya
anak menjadi korban. seperti pada contoh kasus penelantaran anak. Biasanya
penelantaran anak terjadi karena faktor ekonomi dan kurang siapnya calon orang tua
dengan keberadaan sang anak. pada situasi ini, disarankan agar sebelum kita hendak
memutuskan memilki anak, kita hendaknya memikirkan faktor ekonomi kita supaya
kedepannya kita dapat memenuhi hak sang anak dengan layak. Apabila kita merupakan
seseorang yang tidak mampu, hendaknya kita tidak menggunakan dan mempercayai
pepatah "Banyak anak banyak rezeki", karena pepatah ini belum tentu dapat diterapkan
pada kita yang memilki perekonomian yang kurang. Hendaknya diperhitungkan secara
matang supaya anak yang hendak kita lahirkan nanti tidak menjadi anak yang rawan
karena kekurangan haknya khususnya dalam perekonomian yang sangat menunjang
dalam berbagai hal khususnya pendidikan.

Faktor kurang siapnya orang tua juga dapat dialami pada para pasangan yang menikah
dini ataupun pergaulan bebas. Hal ini dapat menimbulkan akibat penelantaran anak dan
pembuangan, bahkan yang lebih menyedihkan lagi, akhir-akhir ini banyak sekali bani
di temukan diberbagai tempat karena dibuang oleh orang tuanya sendiri karena faktor
mereka lahir karena tidak di inginkan.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yaitu perceraian. Maasalah yang satu ini akan
meninggalkan bekas yang luar biasa ada sanng anak, karena dampak yang di timbulkan
bukan hanya anak akan berada pada lingkungan yang konflik tetapi juga sang anak
akan berada pada posisi dimana mereka harus kehilangan salah satu orang tua hingga
merasakan sebuah pukulan mental sampai perasaan yang ditelantarkan oleh orang tau
mereka.

Berbagai penyebab yang demikian yang menyebabkan seorang anak menjadi anak
yang rawan dan tentunya korban dari situasi dan keadaan yang tidak diinginkan. Jika
hal ini terjadi, di masa yang akan datang akan mempengaruhi bagi perkembangan
psikologi sang anak, dimana sang anak akan merasa tidak ercaya diri dan menarik diri
dari lingkungan, bisa juga sang anak melampiaskan posisi yang mereka alami ini denga
nsebuah pelampiasan yang buruk seperti mereka menjadi pelaku kejahatan atau
terjerumus dalam mpergaulan yang tidak di inginkan. Oleh karena itu, dengan
sedemikia rupa kita harus menjaga anak kita supaya tidak menjadi korban dari berbagai
tindakan yang menjadikan anak kita sebagai anak yang rawan, supaya psikoogi dan
mental sang anak dapat bekembang dengan baik sehingga dapat membantu sang anak
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh para orang tua.

2.2 Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak)


Child abuse adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, atau seksual yang dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang
mana diidinkasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan
kesejahteraan anak. Contoh tindak kekerasan (pemukulan, penyerang fisik), bentuk
eksploitasi seperti pornografi dan penyerangan seksual, pemberian makan yang tidak
layak, dan lainnya (Gelles, 1985)

3
Faktor penyebabnya antara lain orang tua yang dibesarkan dengan kekerasan
cenderung meneruskan kekerasannya pada anak-anaknya, kemiskinan, tidak ada
dukungan dari lingkungan sekitar, dan teksnan sosial akibat krisis ekonomi. (Lestari
Basoeki, 1999). Sedangkan menurut Siti Fatimah, 1992 terdapat enam kondisi yang
menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, yaitu :
1. Faktor ekonomi
Kemiskinan dapat menyebabkan masalah diantaranya pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan lainnya yang mempengaruhi jika
dan tekanan yang sering kali akhirnya dilampiaskan ke anak-anak.
2. Masalah Keluarga
Seorang ayah akan sanggup melakukan kekerasan terhadap anaknya sebgai
pelampiasan rasa jengkel dan marahnya terhadap istri. Bagi orang tua yang
mrmiliki anak cacat fisik atau mental juga akan menyebabkan orang tua terbebani,
kecewa, bahkan frustasi.
3. Faktor perceraian
Akan menimbulkan persoalan pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, dan
nafkah. Apalagi jika anak dirawat oleh ibu atau ayah tiri, dalam banyak kasus
tindakan kekerasan tersebut akan terjadi.
4. Kelahiran anak diluar nikah
Anak akan merasa disingkirkan, menerima perlakuan diskriminatif, tersisih dan
disisihkan keluarga, perlakuan tidak adil dan kekerasan yang lainnya.
5. Permasalahan Jiwa/ Psikologis
Orang tua yang depresi akan mengekibatkan anak mendapat pendidikan yang
tidak baik.
6. Tidak memiliki pengetahuan religi yang memadai
Strategi penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap anak dan perlidungan
anak menurut UNICEF anatara lain :
1. Supporting parents, caregivers and families
Pendekatan ini dengan memperkuat keterampilan pengasuhan anak, seperti
mempersiapkan penyalur pengasuh anak yang terlatih. Strategi ini berupaya penuh
dalam mendukung orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penyediaan informasi,
pendidikan dan pengetahuan mengenai “parenting skill”. Dengan tujuan
mengurangi atau dapat mencegah potensi perilaku kekerasan terhadap anak.
2. Helping children and adolescents manage risk and challenges.
Pendekatan ini memberikan keterampilan terhadap anak-anak dan remaja
untuk mengatasi dan mengelola risiko kekerasan sehingga dapat membantu anak
untuk mengurangi terjadinya kekerasan di sekolah dan masyarakat. Mengajarkan
anak berpikir kritis, bertindak asertif, berani menolak dan mengeluarkan pendapat,
memecahkan masalah secara kooperatif sehingga mereka dapat melindungi dirinya
sendiri dari tindak kekerasan yang terjadi di lingkungannya.
3. Changing attitudes and social norms that encourage violence and discrimination.
Pendekatan ini memberikan pengetahuan mengenai cara merespon ketika
melihat dan mengalami tindak kekerasan. Memahami ketika ada perbedaan yang
terjadi pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat sehingga ketika kita

4
melihat ada perilaku salah, itu dapat dikatakan sebagai tindakan yang wajar atau
tidak, dapat di toleransi atau tidak.
4. Promoting and providing support services for children.
Pendekatan ini berupaya menyediakan layanan bagi anak, seperti layanan
pengaduan ketika mengalami tindak kekerasan. Memberikan informasi dan bantuan
agar anak mendapatkan pemulihan dan tindakan yang tepat. Pemerintah dan
masyarakat harus sadar akan pentingnya ketersediaan layanan di lingkungan tempat
tinggal.
5. Implementing laws and policies that protect children
Pembuat kebijakan memainkan peran penting untuk melindungi anak-anak.
Mereka dapat memastikan bahwa Negara memiliki proses nasional untuk mencegah
dan menanggapi kekerasan terhadap anak. Pemerintah harus membangun kerangka
hukum yang kuat bahwa implementasi dan monitoring perlu dilakukan.
6. Carrying out data collection and research
Peningkatan pengumpulan data nasional dan sistem informasi untuk
mengidentifikasi kelompok rentan. Hal ini dilakukan untuk memantau kekerasan
yang terjadi pada anak. Mengoptimalkan ketersediaan data tentang isu-isu
kekerasan anak (Ending Violence Against Children : Six Strategies for Action,
UNICEF : 2014).

2.3 Pekerja Anak


Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda global bangsa-
bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Data Organisasi Buruh Internasional (ILO)
menunjukkan, jumlah pekerja anak di dunia mencapai sekitar 200 juta jiwa.Di
Indonesia, diperkirakan terdapat 2,4 juta pekerja anak. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat angka lebih besar, yaitu 2,5 juta jiwa. Angka yang tercatat tersebut baru data
anak jalanan, belum termasuk anak-anak yang terjun di sektor industri. Menurut BPS,
usia yang dapat dikategorikan pekerja anak adalah mereka yang berumur 10 - 14 tahun.
Banyak penyebab anak sebagai pekerja, salah satu yang paling mendasar adalah
alasan kebutuhan sosial-ekonomi, selain seorang anak memutuskan untuk menjadi
pekerja anak adalah keinginan sendiri. Pekerja anak tersebar pada beberapa sektor baik
formal maupun informal dengan tingkat pendapatan rendah dan perlindungan
ketenagakerjaan yang tidak pasti.
Untuk mengatasi masalah pekerja anak dan anak putus sekolah, seyogianya
pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, seperti
menyediakan lapangan kerja, memberikan bekal keterampilan dan modal usaha yang
dapat dikembangkan, misalnya melalui koperasi unit desa. Hal yang tidak kalah penting
adalah sosialisasi atau kampanye mengenai pentingnya pendidikan. Memberikan
pemahaman tentang arti pendidikan bagi generasi lanjut sangat mendesak dilakukan.
Hal ini mengingat para orang tua dan anak cenderung berpikir pendek, yakni bekerja
mencari uang untuk bertahan hidup. Sosialisasi bisa dilakukan siapa saja, baik oleh
lembaga pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan.

2.4 Anak Terlantar

5
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak tercantum dalam
pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa “Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi
kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial”. Anak terlantar
adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya akibat kelalaian maupun
ketidakmampuan orang tuanya.
Ciri-ciri seorang anak terlantar adalah:
Pertama, mereka biasanya berusia 5-18 tahun, dan merupakan anak yatim, piatu, atau
anak yatim piatu.
Kedua, anak yang terlantar acap kali adalah anak yang lahir dari hubungan seks di luar
nikah dan kemudian mereka tidak ada yang mengurus karena orang tuanya tidak siap
secara psikologis maupun ekonomi untuk memelihara anak yang dilahirkannya.
Ketiga, anak yang kelahirannya tidak direncanakan atau tidak diinginkan oleh kedua
orang tuanya atau keluarga besarnya, sehingga cenderung rawan diperlakukan salah.
Keempat, meski kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak ditelantarkan dan tidak
selalu pula keluarga miskin akan menelantarkan anaknya. Tetapi bagaimanapun harus
diakui bahwa tekanan kemiskinan dan kerentanan ekonomi keluarga akan
menyebabkan kemampuan mereka memberikan fasilitas dan memenuhi hak anaknya
menjadi sangat terbatas.
Kelima, anak yang berasal dari keluarga yang broken home, korban perceraian orang
tuanya, anak yang hidup di tengah kondisi keluarga yang bermasalah-pemabuk, kasar,
korban PHK, terlibat narkotika, dan sebagainya.

2.5 Anak Jalanan


Menurut Kementerian Sosial RI (2001:20), anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan
atau tempat-tempat umum lainnya.Usia mereka berkisar dari 6 tahun sampai 18
tahun.Penyebabnya berbagai macam, salah satu diantaranya adalah kemiskinan.
Secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan yaitu yang pertama,
adalah penanganan rehabilitatif yakni mengarahkan anak jalanan untuk dikembalikan
kepada keluarga asli, keluarga pengganti, ataupun panti.Kedua, yakni pembinaan anak
dengan memberikan alternatif pekerjaan dan keterampilan (Novrizal 2009:21)
Shalahuddin 2004:14, mengkategorikan anak jalanan berdasarkan hubungan mereka
dengan keluarganya sebagai berikut:
a. Children on the street adalah anak-anak yang mempuyai kegiatan ekonomi di
jalan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok
anak dalam kategori ini, yaitu:
1) Anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa pulang
setiap hari.
2) Anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal dijalan namun
masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang
balik secara berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
b. Children of the street adalah anak yang menghabiskan seluruh atau sebahagian
besar waktunya di jalanan yang tidak memiliki atau memutuskan hubungan
dengan orangtuanya/ keluarganya lagi.

6
c. Children in the street atau children from the families of the street adalah anak-
anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari
keluarga yang hidup di jalanan

Program Dinas Sosial dalam penanggulangan anak jalanan antara lain berupa :
1. Penanganan pendidikan dalam hal pengetahuan seperti pendidikan pengetahuan
perilaku hidup bersih sehat yang diberikan selama tiga hari agar anak jalanan
menjaga kebersihan dirinya. Seperti mandi dua kali sehari secara rutin.
2. Penanganan pendidikan dalam hal keterampilan berupa pendidikan keterampilan
yang mengarah kepada keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan
tertentu seperti perbengkelan. Pelatihan keterampilan ini diadakan sesuai dengan
rencana program anggaran Dinas Sosial bidang Penyandang Masalah dan
Kesejahteraan Sosial.
3. Penanganan pendidikan dalam hal pengetahuan sikap yangmenekankan kepada
pendidikan mental disiplin. Pendidikan mental disiplin dilakukan agar anak
jalananmemiliki sikap yang lebih terkontrol, disiplin dan tidak anarki.

2.6 Anak Korban Fedofilia


Dampak negatif pedofilia terhadap anak sebagai korban dapat berlangsung untuk
jangka waktu yang lama diantaranya mekanisme koping yang maladaptif (misalnya
menarik diri dari masyarakat, perilaku seksual yang menyimpang, dan penyalahgunaan
zat) dan risiko psikopatologi (misalnya psikosis, gangguan afektif, gangguan ansietas
dan gangguan kepribadian) (Stuart, 2016).
Noviana (2015) juga mengemukakan bahwa pedofilia memberikan dampak emosional
dan fisik. Dampak emosional diantaranya stress, depresi, goncangan jiwa, rasa takut,
PascaTraumatic Sindrom Disaster (PTSD), kehamilan yang tidak 2 diinginkan, masalah
harga diri dan penyakit jiwa lainnya. Sedangkan dampak fisik meliputi, cidera fisik di
area genetalia, penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, dan berisiko tertular
penyakit menular. Anak-anak korban pedofilia sering tidak mengetahui bahwa dirinya
adalah korban dan merahasiakan peristiwa yang dialaminya tersebut karena mereka
sulit mempercayai orang lain. Hal ini menyebabkan kasus pedofilia sering tidak
terungkap.
Salah satu upaya preventifnya yaitu kegiatan penyuluhan tentang pencegahan
pelecehan seksual atau sering disebut pedofilia harus dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan pada institusi pendidikan sehingga anak-anak dapat terhindar
dirinya sebagai korban pedofilia, sehingga kesehatan jiwa mereka pun meningkat. Hal
ini dapat mengurangi angka kejadian pedofilia di Indonesia.

2.7 Putus Sekolah


Faktor penyebab anak putus sekolah pada jenjang pendidikan SD tentunya tidak akan
terlepas dari beberapa hal yang mempengaruhi anak sekolah sehingga tidak dapat
menyelasaikan sekolah,karena dihadapkan beberapa kendala, baik yang datang dari
dalam diri anak tersebut maupun yang datang dari luar diri anak yaitu lingkungan.
a) Faktor internal; Faktor yang terdapat pada dalam diri anak tersebut yang tidak
memiliki kemauan sama sekali untuk sekolah

7
b) Faktor Eksternal ; (1) Kemampuan ekonomi orang tua; Kemampuan 8 ekonomi
orang tua ialah sesuatu hal yang menjadi penyebab seorang anak tidak dapat
menyelesaikan sekolah pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).
Kemampuan ekonomi orang tua, tingginya harapan kesempatan (oppratuny cost)
sekolah terutama bagi anak-anak keluarga miskin, kurang sensitif sekolah
terhadap peserta didik.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi anak putus sekolah adalah orang tua
harusmemperhatikandan sadar akan pentingnya pendidikan anak mereka, hal tersebut
dengan memberikaan dan dukungan dan motivasi baik moral maupun material.
Masyarakat sekitar harus lebih jeli dengan pergaulan anak-anak di desa misal dengan
memberikan atau mengajar nilai keagama dan sosial serat memberikan motivasi
kepada tentang pentingnya pendidikan dan sekolah.

2.8 Bentuk- bentuk Permasalahan Perkembangan Sosial Pada Anak


Susanto (2011:41) menjelaskan bentuk- bentuk tingkah laku sosial sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativism).
Terjadi pada anak mulai usia 18 bulan sampai tiga tahun, yaitu suatu bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan
disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua mau memahami tentang proses
perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan
untuk berkembang dari posisi dependent (ketergantungan) keposisi independent
(bersikap mandiri).
2. Agresi.
Yaitu perilaku yang menyerang balik secara fisik maupun kata-kata. Agresi ini
merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya)
3. Berselisih atau Bertengkar.
Terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap
atau perilaku anaklain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau
direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda
Yaitu merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada
orang yang diserangnya.
5. Persaingan
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorang atau distimulasi
oleh orang lain.
6. Kerjasama
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok
7. Tingkah laku berkuasa
Yaitu sejenis tingkah laku yang menguasai situasi sosial, mendominasi, atau
bersikap bossiness.
8. Mementingkan diri sendiri
Yaitu sikap egosentris dalam Memenuhi keinginannya.
9. Simpati

8
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya. Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan perkembangan sosial anak usia dini sangat
penting karena dalam perkembangan ini anak akan menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi meleburkan dirimenjadi suatu
kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama, maka dari dari itu guru
danorang tua sangat berperan dalam membantu perkembangan anak supaya
perkembangan anak dapat berjalan dengan baik.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak rawan adalah sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak-anak yang
karena situasi, kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun struktur menyebabkan
mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya, dan bahkan acap kali pula dilanggar
hak-haknya. Bagong Suyanto, (2010: 4).
Menurut Siti Fatimah, 1992 terdapat enam kondisi yang menjadi penyebab terjadinya
kekerasan terhadap anak, yaitu :
7. Faktor ekonomi
Kemiskinan dapat menyebabkan masalah diantaranya pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan lainnya yang mempengaruhi jika
dan tekanan yang sering kali akhirnya dilampiaskan ke anak-anak.
8. Masalah Keluarga
Seorang ayah akan sanggup melakukan kekerasan terhadap anaknya sebgai
pelampiasan rasa jengkel dan marahnya terhadap istri. Bagi orang tua yang
mrmiliki anak cacat fisik atau mental juga akan menyebabkan orang tua terbebani,
kecewa, bahkan frustasi.
9. Faktor perceraian
Akan menimbulkan persoalan pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, dan
nafkah. Apalagi jika anak dirawat oleh ibu atau ayah tiri, dalam banyak kasus
tindakan kekerasan tersebut akan terjadi.
10. Kelahiran anak diluar nikah
Anak akan merasa disingkirkan, menerima perlakuan diskriminatif, tersisih dan
disisihkan keluarga, perlakuan tidak adil dan kekerasan yang lainnya.
11. Permasalahan Jiwa/ Psikologis
Orang tua yang depresi akan mengekibatkan anak mendapat pendidikan yang
tidak baik.
12. Tidak memiliki pengetahuan religi yang memadai
Hendaknya diperhitungkan secara matang supaya anak yang hendak kita lahirkan
nanti tidak menjadi anak yang rawan karena kekurangan haknya baik dalam
perekonomian yang sangat menunjang dalam berbagai hal khususnya pendidikan, dan
kasih sayang dari orang tuanya.

3.2 Saran
Untuk membangun kepedulian terhadap nasib dan upaya perlindungan anak rawan
kita perlu menyusun sebuah strategi aksi, bukan hanya sekedar belas kasihan, dan juga
menumbuhkan kepekaan terhadap persoalan masa depan anak-anak rawan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ending Violence Against Children : Six Strategies for Action, UNICEF : 2014
Firadika, Andi Resky.2017. Penanganan Anak Terlantar Oleh Dinas Sosial Berdasarkan
Pasal 34 Uud Tahun 1945. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/4261/1/Andi%20Resky%20Firadika.pdf diakses pada 11 Februari 2019
Hariyani, Fitri. 2015. Permasalahan Perkembangan Sosial Dan Emosi Anak Usia Dini Di
Tkn 01 Koto Parik Gadang Diateh (Kpgd) Kabupaten Solok Selatan. http://jim.stkip-
pgri-sumbar.ac.id/jurnal/download/2912 di akses pada 7 Februari 2019, pukul 12.00
WIB
Liansyah, Wanto Riva’ie, Rustiyarso.2014 Analisis Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Pada Jenjang Pendidikan Sd Di Desa Malikian Kecamatan Mempawah Hilir
KabupatenPontianak.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/6502/6735 diakses pada 11
Februari 2019
Nandi.2006. Pekerja Anak Dan Permasalahannya.
http://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1731/1181 Vol 6, No. 1 diakses pada
10 Februari 2019
Novitayani, Si dan Alyab. 2018. Pencegahan Pelecahan Seksual pada Anak Melalui
Peningkatan Kemampuan Cara Menghindari Fedofilia.
http://uilis.unsyiah.ac.id/unsyiana/files/original/9d82ef2bf0f455750dc1bce1e3fb2d74.p
df diakases pada 10 Februari 2019
Ramadhani M, Sarbaini, dan Matnuh, Harpani. 2016. Peran Dinas Sosial Dalam
Penanggulangan Anak Jalanan Di Kota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan: Volume 6, Nomor 11, Mei 2016
https://media.neliti.com/media/publications/121735-ID-peran-dinas-sosial-dalam-
penanggulangan.pdf diakses pada 10 Februari 2019
Sinabutar,Aprianna Marselina dan Setianingsih , Endang Larasati. Pengawasan Terhadap
Penanganan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial, Pemuda Dan Olahraga Di Kota
Semarang. https://media.neliti.com/media/publications/95990-ID-pengawasan-
terhadap-penanganan-anak-jala.pdf diakses pada 11 Februari 2019
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Prenadamedia
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=zqRPDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA5
&dq=Permasalahan+sosial+pada+anak&ots=XQ971eqRu8&sig=SUjquvdXc2S5eFxEx
u2ZS4WbK14&redir_esc=y#v=onepage&q=Permasalahan%20sosial%20pada%20anak
&f=falsediakses pada 10 Feberuari 2019
Uswatun Hasanah, Uswatun dan Raharjo, Susanto Tri. 2016. Penanganan Kekerasan Anak
Berbasis Masyarakat. Sosial Work Jurnal, Volume VI N0. 1 ISSN: 2528-1577
http://jurnal.unpad.ac.id/share/article/view/13150/6006 diakses pada 10 Februari 2019

11

Anda mungkin juga menyukai