Puputan Margarana
Puputan Margarana
Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan
Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan
Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda di pulau
Bali.Dengan maksud mendirikan Negara Indonesia Timur.
Disaat masyarakat Bali sedang menjalankan aktifitasnya, tiba-tiba datanglah pasukan
Belanda kurang lebih 2000 tentara. Dan menguasai pulau Bali. Mendengar kedatangan
Belanda rakyat Bali ketakutan. Dan berteriak histeris.
Jendral Belanda: “Mulai hari ini, pulau ini adalah milik kita. Kalian semua mulai detik ini
tunduk padaku. Hahaha..... (kata Jendral Belanda kepada Rakyat Bali)
Mari kita kembali ke markas!
Prajurit Belanda 1&2: “Siap Jendral.”
Setelah, Jendral Belanda menulis surat. Lalu surat tersebut dikirim ke markas pasukan
Bali. Sesampainya surat itu di tangan Komandan I Gusti Ngurah Rai, emosinya memuncak
ketika membaca isi surat yang ditulis oleh Jendral Belanda tersebut. Yang berisi, bahwa
Jendral Belanda ingin melakukan perundingan dalam pembentukan Negara Indonesia Timur.
Komandan I Gusti Ngurah Rai akan menjadi pemimpin negara ini dibawah pemerintahan
Belanda.
I Gusti : “Tidak...”
Prajurit Bali 1 : “Ada apa Komandan?”
I Gusti : “Mereka mengajak kita bergabung dalam pembentukkan Negara Indonesia
Timur. Mereka pikir kita pengkhianat. TIDAK...”
Setelah membaca isi surat yang ditulis oleh Jendaral Belanda, Komandan I Gusti
Ngurah Rai lalu meminta prajuritnya untuk mengirim surat balasan kepada Jendral Belanda.
Yang berisi, bahwa Bali bukanlah tempat untuk melakukan perundingan jika Jendral Belanda
ingin melakukan perundingan silakan katakan kepada pusat di Yogyakarta. Karena rakyat
Bali bukanlah pengkhianat bangsa.
Membaca jawaban dari Komandan pasukan Bali tersebut, Jendral Belanda naik pitam.
Lalu Jendral Belanda tersebut menyuruh salah satu prajuritnya untuk memenggal kepala
pembawa pesan tersebut, dan mengirim potongan kepalanya ke markas pasukan Bali.
Pada saat malam hari, Komandan I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung
Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.
Sebelum I Gusti ), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali,
di dalam rumah I Gusti Ngurah Rai berbicara kepada istrinya,..
I Gusti : “Ada apa? Mengapa kau gelisah,soal Belanda? Mereka telah pergi”
Desak Putu Kari : “Perasaanku, tidak tenang bli.”
I Gusti : “Tenanglah, De.”
Ditengah percakapan I Gusti dan istrinya, dari luar seorang prajurit Bali berteriak...
Prajurit Bali 1 : “Parai...Parai...Parai”
I Gusti : “Ada apa?”
Prajurit Bali 1 : “Belanda menyerang desa di Marga, Parai”
I Gusti : “Apa? Bagaimana bisa?”
Prajurit Bali 1 : “Sepertinya mereka mendapat kiriman pasukan bantuan, jumlah
mereka semakin banyak. Bahkan lebih banyak dari jumlah pasukan kita
yang telah ditambah.”
I Gusti : “Sebanyak apapun pasukan mereka, kita tetap harus mempertahankan
Bali. Yakinlah, kita pasti dapat mengalahkan mereka. Silahkan berjuang,
hingga tetes darah terakhir”
Prajurit Bali 1 : ”Siap Karai, aku yakin Bali akan memenangkan perang ini”
I Gusti : “Iya, silahkan kamu keluar dahulu”
Prajurit Bali : “Siap,laksanakan. Karai.”
Lalu setelah prajurit tersebut keluar I Gusti Ngurah Rai melanjutkan kembali
pembicaraan bersama istrinya...
Desak Putu Kari : “Apa kamu yakin bli, prajuritmu akan menang?”
I Gusti : “Bli yakin, rakyat bali adalah rakyat yang memiliki semangat teguh
dalam mempertahankan kekuasaan pulau Bali, tapi de ini adalah
tugasku dan kewajibanku”
Desak Putu Kari : “Tapi ingatlah tugasmu bukan hanya menjadi seorang Komandan,
tetapi juga kepala keluarga ini”
I Gusti : “De, buat apa kita hidup bersama de. Jika dalam keadaan terjajah,
buat apa de kita hidup bersama, jika angan-angan jika harapan
hanyalah jadi sesuatu yang semu. Ingatlah de, anggaplah bli sudah
mati de. Tidak usah kau pikirkan kapan bli akan pulang,ini
kewajibanku. Maaf de, bli harus pergi. ”
Desak Putu Kari : “Pergilah, demi bangsa ini aku rela.”
Setelah itu I Gusti Ngurah Rai berpamitan dengan istrinya, dengan mengecup tangan
istrinya. Lalu, ketika I Gusti telah pergi Desak Putu berdoa,...
Desak Putu Kari : “Tuhan, tolong jaga suamiku demi keamanan Bali,negeriku dan juga
keluargaku.”
Sesampainya, di markas pasukan Bali. Komandan I Gusti Ngurah Rai, berusaha untuk
menyemangati pasukannya untuk mengalahkan pasukan Belanda.
I Gusti : “Baik, kita harus megusir para penjajah yang datang. Kita gunakan
pedang, jika pedangmu patah gunakanlah kedua tangan untuk
membunuh. Jika tanganmu patah gunakanlah gigimu untuk mengigit.
Dan jika gigimu patah gunakanlah kedua bola matamu untuk
mematahkan semangat lawan.Mari kita hadapi para penjajah Ayo...”
Prajurit Bali 1&2 : “Siap...Komandan!”
Siang harinya, 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung
Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba
di tengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Prajurit Bali dan Belanda berseru untuk memulai pertempuran
Prajurit Belanda 1 : “Siap Serang!”
Prajurit Bali 2 : “PUPUTAN!”
Terjadilah pertumpahan darah antara pasukan Bali dan Belanda. Sayangnya, pasukan
Bali kalah karena jumlah pasukan Belanda yang lebih banyak. Dan persenjaatan Belanda
yang lebih maju dari pasukan Bali, Belanda juga menggunakan bom dari pesawat udara.
Komandan I Gusti Ngurah Rai, akhirnya meninggal di tangan Jendral Belanda dengan satu
kali tembakan pistol.
Jendral Belanda : “Bangun kau! Katakan apa yang ingin kau katakan! Bangun!”
I Gusti : “PUPUTAN!”
Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti
Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana.
Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan
rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa.
Tokoh:
1. Desak Putu Kari
2. I Gusti Ngurah Rai
3. Jendral Belanda
4. Prajurit Belanda 1
5. Prajurit Belanda 2
6. Prajurit Bali 1
7. Prajurit Bali 2
8. Narator