Anda di halaman 1dari 41

I.

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia

setelah katarak. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)

menyatakan bahwa, pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang

mengalami kebutaan akibat gaukoma (Kemenkes RI, 2015). Menurut Shraawy et

al., 2009 glaukoma menimpa 67 juta penduduk di dunia dimana 10% (6,6 juta)

mengalami kebutaan. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada

usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5%, dan 75 tahun ke

atas sebesar 8.44% (Kemenkes, 2014). Efek sosial dan ekonomi yang ditimbulkan

dari glaukoma sangat besar diantaranya kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan,

kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-sehari (Activity Daily Living

(ADL)), isolasi sosial, dan depresi. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang

diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki. Hal ini

menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus

glaukoma.

Glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan pada

nervus optikus yang diikuti oleh gangguan pada lapang pandang. Kondisi ini

diakibatkan oleh hambatan dalam pengeluaran cairan bola mata (humour aquos)

yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma dapat

diklasifikasikan menjadi glaukoma primer,sekunder, dan kongenital. Glukoma

primer dalah glaukoma yng tidak diketahui penyebabnya. Glukoma primer sudut

terbuka (Primary Open Angle Glaucoma) biasanya merupakan glaukoma kronis,

sedangkaan glaukoma primer sudut tertutup (Primary Angle Closure Glaucoma)

1
dapat berupa akut, subakut, atau intermiten. Pada referat ini penulis akan

membahas mengenai glaukoma primer sudut tertutup akut.

Glaukoma primer sudut tertutup merupakan suatu keadaan dimana

seluruh trabekulum tertutup oleh pangkal iris di sudut mata depan. Keadaan ini

dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, yaitu akut, subakut, dan intermiten.

Kejadian glaukoma primer sudut tertutup akut termasuk dalam golongan

kegawatdaruratan mata karena dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

introkular secara mendadak. Prevalensi glaukoma sudut tertutup akut. Secara

global prevalensi glaukoma sudut tertutup akut berbeda pada masing-masing ras.

Prevalensi tertinggi yaitu di Inuit yakni sebesar 3.8%, Cina tepatnya pada daerah

Guangzhou sebesar 3.0%, dan negara Asia lainnya. Pada orang Eskimo prevalensi

terjadinya glaukoma sudut tertutup akut sebesar 2,12-2,9% lebih banyak jika

diandingkan dengan glaukoma primer sudt terbuka 0,01-0,4%. Prevalensi

glaukoma di Indonesia menurut Jakarta Urban Eye Helth Study tahun 2008 sebesr

1,8% lebih besar dibandingkan dengan sudut terbuka yaitu 0, 48%. Glaukoma

primer sudut tertutup akut merupakan kondisi kegawat daruratan pada mata

sehingga harus ditangani dengan cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya

keadaan yang lebih berbahaya. Dampak yang ditimbukan dari PACG adalah

kebutaan bilateral, namun kondisi ini dapat dicegah dengan diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat (Depkes RI, 2014).

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai oleh

pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang yang

biasanya disertai peningkatan tekanan intraocular (Salmon, 2000).

Glaukoma primer sudut tertutup akut merupakan kedaruratan mata yang

terjadi jika tekanan intra okuler meningkat dengan cepat sebagai akibat

sumbatan mendadak trabekular meshwork oleh iris (iris bombe). Hal ini

menyumbat aliran aquos humor dan tekanan intraokular meningkat dengan

cepat. Glaukoma tipe ini biasanya menimbulkan keluhan berupa nyeri

pada mata, nyeri kepala, pandangan kabur, dan adanya gambaran

“rainbowcolored halo” saat melihat sumber cahaya. Secara sistemik,

keadaan ini akan menyebabkan mual dan muntah (AAO, 2011). Dari

temuan klinis, glaukoma primer sudut tertutup akut ditandai dengan IOP

lebih besar dari 21 mm Hg, injeksi konjungtiva, edema epitel kornea, dan

COA dangkal (Freedman, 2015).

B. Anatomi dan Fisiologi Humor Aqueous

a. Anatomi Bilik Mata Depan (COA)

Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya

dengan pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena

pengaliran cairan aquos harus melalui bilik mata depan terlebih

dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm. Bilik mata depan dibentuk

oleh persambungan antara kornea perifer dan iris (Salmon,2000).

Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi.

3
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera dan

kornea, di sini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar

360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi, serta tempat

insersi otot siliar logitudinal. Pada sudut filtrasi terdapat garis

schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran

descement dan kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar

ke salurannya (Khurana, 2007). Bagian terpenting dari sudut filtrasi

adalah trabekular, yang terdiri dari :

1. Trabekula korneoskleral

Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke

belakang mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada

sklera.

2. Trabekula uveal

Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju

ke scleral spur (insersi dari m.siliaris) dan sebagian ke

m.siliaris meridional.

3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis

Schwalbe) Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris

radialis dan sirkularis

4. Ligamentum pektinatum rudimenter

Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke

depan trabekula

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan

seluruhnya diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang

4
tembus pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanalis schlemm, dapat

terlihat dari luar. Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi,

yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel,

diameternya 0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam, terdapat lubang-lubang

sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis

Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah,

yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan

vena siliaris anterior di badan siliar (James, 2003).

Gambar 2.1 anatomi badan siliar

b. Produksi humor aquos

Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris, tepatnya

dari plasma darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi cairan aquos

adalah sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan untuk menjaga tekanan

intraokuler, memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk

ke bola mata anterior. Volumenya sekitar 250 µL dengan kecepatan

pembentukannya adalah 2,5 µL/m. Cairan ini bersifat asam dengan tekanan

osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma (Olver, 2005).

5
Aquos humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrasi plasma

yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodofikasi oleh fungsi sawar

dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata

belakang, humor aquos mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke

jalinan trabekular di sudut bilik mata depan. Selama periode ini, terjadi

pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris (Martini,

2009).

c. Komposisi cairan aquos

Aquos Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata

depan dan bilik mata belakang. Aquos humor dibentuk dari plasma

didalam jalinan kapiler prosesus siliaris. Tekanan osmotiknya sedikit lebih

tinggi daripada plasma. Komposisinya serupa dengan plasma kecuali

bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang

lebih tinggi; dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Unsur

pokok dari humor aquos normal adalah air (99,9%), protein (0,04%) dan

lainnya dalam milimol/kg adalah Na+ (144), K+ (4,5), Cl- (110), glukosa

(6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan inositol (0,1). Normal

produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit (Kanski, 2007).

d. Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos

Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik

yang dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan

dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis

Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam trabekula

6
memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan

drainase Humor Aquos juga meningkat. Aliran Aquos Humor kedalam

kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler

siklik di lapisan endotel. Aquos Humor dari corpus siliaris masuk ke dalam

camera oculi posterior dan berjalan melalui pupil ke camera oculi

anterior.carian bilik mata keluar dari bola mata melalui anyaman

trabekulum dan kanalis Schlemm yang terletak di sudut bilik mata. Dari

kanal Schlemm yang melingkar disekeliling sudut bilik mata cairan mata

keluar melalui kanal kolektor dan masuk ke dalam pembuluh darah vena

episklera (Salmon, 2000).

Gambar 2.2 aliran humor aquos

Aquos humor berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen

untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan

kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil

7
metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan

mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata

(tekanan intra okuler) (Olver,2005). Untuk mempertahankan keseimbangan

tekanan di bola mata cairan aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan

keluar melalui sistem drainase.

Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme

pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya

tekanan di dalam bola mata berkisar antara 10-20 mmHg. Peningkatan tekanan

intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang meningkat

misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran

keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular,

trabekular atau post trabekular (Salmon, 2000). Resistensi utama terhadap

aliran keluar humor aquous dari COA adalah lapisan endotel saluran schlemm

dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya, bukan dari sistem

pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar

minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

C. Etiologi dan faktor resiko PCAG

Predisposisi anatomi mata dengan bilik mata anterior yang dangkal

menimbulkan hambatan relatif terhadap aliran aquous humor melalui pupil. Blok

pupil akan mengakibatkan tekanan di ruang posterior meningkat. Tekanan

mengakibatkan iris terdorong ke jalinan trabekular dan menghambat aliran keluar

aquous humor (Salmon, 2000).

8
Gambar 2.3 glaukoma akut sudut tertutup

Penyebab lain yang dapat mengakibatkan tertutupnya bilik mata

anterior adalah karena pelebaran pupil baik di lingkungan gelap atau di bawah

tekanan emosional (cemas atau takut). Selain itu, midriasis farmakologis

iatrogenik dan obat psikotropika sistemik juga dapat memicu serangan

glaukoma (Salmon, 2000).

Bilik mata anterior akan berkurang kedalaman dan volumenya seiring

dengan bertambahnya usia. Hal tersebut akan menjadi faktor predisposisi

terjadinya blok pupil. Pada pasien dengan hiperopia, bilik anterior dan volume

mata menjadi lebih kecil, walaupun glaukoma primer sudut tertutup dapat

terjadi pada semua jenis kelainan refraksi mata, tapi hiperopia berhubungan

dengan glaukoma jenis ini (AAO, 2011).

Faktor risiko terjadinya glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi

menjadi faktor risiko demografi dan faktor risiko okular. Faktor penyakit

sistemik belum diketahui perannya dalam kejadian glaukoma sudut tertutup

primer. Penelitian di India menunjukkan tidak ada hubungan antara kejadian

glaukoma sudut tertutup primer dengan diabetes atau hipertensi. Adapun

beberapa faktor resiko PCAG adalah sebagai berikut :

9
a. Faktor Demografi

Faktor demografi yang berperan antara lain ras, umur, jenis kelamin, dan

riwayat keluarga (Yanoff, 2014).

1. Ras dan umur

Laporan tertinggi prevelensi kejadian glaukoma sudut tertutup

primer adalah pada ras Eskimo. Studi lain menunjukkan prevelensi

yang lebih tinggi pada populasi Asia Timur dibandingkan dengan

populasi berkulit putih dan hitam. Penelitan di China menujukkan

prevelensi glaukoma meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Penelitian di Singapore menunjukkan bahwa kejadian glaukoma sudut

tertutup primer lebih sering terjadi pada ras Tianghoa (Chinase)

dibanding ras India dan Melayu.

2. Jenis kelamin

Beberapa studi dengan etnik berbeda menunjukkan perempuan

secara signifikan berisiko mengalami glaukoma sudut tertutup

dibandingkan dengan laki-laki dengan perbandingan 1,5 sampai 3,9.

3. Riwayat keluarga

Penelitian menunjukkan anggota keluarga penderita glaukom

sudut tertutup memiliki risiko 3,5 lebih tinggi untuk menderita

penyakit serupa, kemungkinan berkaitan dengan heritabilitas struktur

anatomi.

10
b. Faktor Okular

1. Kedalaman bilik mata depan

Beberapa studi menunjukkan rata-rata kedalaman bilik mata depan

pada mata penderita glaukoma sudut tertutup lebih dangkal 0,3-1,0 mm

dibandingkan dengan mata normal. Kedalaman bilik mata depan diduga

berkaitan dengan faktor ras dan jenis kelamin. Penelitian mendapatkan

kedalaman bilik mata depan pada perempuan lebih dangkat 0.1-0.2 mm

dibandingkan laki-laki. Ras eskimo yang merupakan ras dengan prevelensi

glaukoma sudut tertutup tertinggi dilaporkan sebagai ras dengan bilik mata

depan terdangkal (Yanoff, 2014).

2. Kedalaman limbal bilik mata depan

Kedalaman limbal bilik mata depan dapat diestimasikan dengan

sistem Van Herick pada pemeriksaan slit lamp dengan membandingkan

kedalaman bilik mata depan dengan ketebalan kornea. Studi menunjukkan

Van Herick kurang dari 15% memiliki nilai prediktif yang baik untuk

kejadian glaukoma sudut tertutup (Yanoff, 2014).

3. Panjang sumbu axial atau gangguan refreksi.

Penelitian mendapatkan rata-rata mata penderita glaukoma sudut

tertutup memiliki sumbu axial yang lebih pendek 0.5-1.0 mm

dibandingkan mata normal, hal ini berkaitan dengan gangguan refraksi

hipermetropi. Penderita hipermetropi 2 D atau lebih berisiko terkena

glaukoma sudut tertutup 3,7 kali dibandingkan penderita miopi 2 D

(Yanoff, 2014).

11
4. Ketebalan lensa

Rata-rata lensa pada mata penderita glaukoma sudut tertutup lebih

tebal 0.2-0.6 mm dibandingkan mata normal. Ketebalan lensa meningkat

seiring pertambahan usia, hal ini kemungkinan menjelaskan pengaruh usia

dengan kejadian glaukoma sudut tertutup (Yanoff, 2014).

5. Radius kurvutura kornea

Radius kurvutura kornea berkaitan dengan kedalaman bilik mata

depan, penelitian mendapatkan mata dengan glaukoma sudut tertutup

memiliki radius kurvutura kornea yang sedikit lebih kecil dibandingkan

mata normal, hal ini menyebabkan bilik mata depan yang menjadi lebih

dangkal (Yanoff, 2014).

D. Patogenesis dan Patofisiologi

Mekanisme penyebab glaukoma sudut tertutup primer antara lain :

1. Pupillary block

Pupillary block merupakan mekanisme yang paling umum

terjadinya sebagai penyabab glaukoma sudut tertutup. Pada pupillary

block, iridolenticuler berkontak dengan pupil membatasi aliran

aquous dari epitel siliar ke bilik mata depan sehingga semakin

mendorong iris ke anterior. Terdorongnya iris ke anterior

menyebabkan aposisi iridotrabecular dan penutupan sudut bilik mata

depan. Iridektomi dengan menggunakan laser akan kembali

memperbaiki aliran aquous dari posterior ke anterior sehingga

menurunkan tekanan intra okalar yang menyebabkan iris kembali

mendatar dan sudut bilik mata depan kembali melebar (Yanoff, 2014).

12
Gambar 2.4 Gambaran pupillary block pada ultrasound biomicroscopy.

2. Non-pupillary block

Desakan sudut bilik mata depan akibat tebalnya iris semakin

sering ditemukan pada kasus glaukoma sudut tertutup. Pada saat pupil

berdilatasi maka iris akan berdekatan dengan sudut bilik mata depan,

apabila bilik mata depan dangkal maka dapat terjadi aposisis anyaman

trabuculer oleh iris yang tebal sehingga menyebabkan tertutupnya

sudut bilik mata depan (Yanoff, 2014).

13
Gambar 2.5 Gambaran Anterior segment optical coherence

tomography pada mata dengan non-pupillary block pada saat kondisi

terang (atas) dan gelap (bawah).

3. Plateu iris

Pada plateu iris, iris terdorong ke anterior menutup sudut bilik

mata depan akibat rotasi anterior dari badan siliar. Penutupan sudut bilik

mata depan dapat terjadi secara spontan atau saat pupil berdilatasi

(Yanoff, 2014).

4. Aqueos missdirection

Kondisi ini juga dikenal dengan glaukoma maligna atau ciliary block

glaucoma. Karakteristiknya antara lain bilik mata depan yang dangkal

atau datar dan diikuti peningkatan tekana intra okular. Sering terjadi

14
post-operasi namun juga dapat terjadi spontan. Cairan aquoes mengalir

ke posterior karena terdapat obsturksi aliran yang terjadi karena rotasi

anterior siliaris. Akumulasi caira aquoes di segemen posterior

menyebabkan perubahan posisi anterior dari diafragma lensa-iris

sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan. Kelemahan

zonule lensa sehingga dapat terjadi perubahan posisi lensa ke anterior

dalam proses ini.

Gambar 2.6 Gambaran anterior segment optical coherence

tomography pada glaukoma maligna.

Meskipun gambaran klinis dari glaukoma sudah dapat dijelaskan dengan

baik, namun mekanisme pasti penyebab kerusakan pada nervus opitikus belum

diketahui. Peningkatan tekanan intra okuler berkaitan dengan kejadian

glaucomatous optic neurophaty (GON), terdapat 2 teori yang dapat menjelaskan

hal ini, yaitu (Sharaawy, 2015).

1. Teori tekanan

Dikenalkan oleh Muller, teori ini mengatakan peningkatan tekanan

intraokuler secara langsung menyebabkan kerusakan pada nervus optikus.

15
2. Teori vaskuler

Dikenalkan oleh von Jaeger, teori ini mengatakana peningkatan

tekanan intra okuler menyebabkan insufiensi suplai darah ke nervus

optikus, sehingga akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada nervus

optikus.

A. Diagnosis

a. Anamensis

Berdasarkan manifestasi klinis dan onset terjadinya, glaukoma sudut

tertutup dapat dibagi menjadi glaukoma sudut tertutup akut, subakut, kronik,

dan laten. Glaukoma sudut tertutup akut ditandai dengan mata merah

dengan penglihatan turun mendadak, biasanya unilateral, disertai nyeri,

mata merah, penglihatan kabur, penglihatan halos, sakit kepala, mual dan

muntah. Gejala-gejala tersebut harus ditanyakan dengan rinci pada saat

anamnesis (Yanoff, 2014). Serangan glaukoma akut terjadi secara tiba-tiba

dengan rasa sakit hebat di mata dan, kepala, perasaan mual dengan

muntah, bradikardia akibat reflek okulokardiak, dan mata menunjukkan

tanda-tanda peradangan seperti mata bengkak, mata merah, tekanan bola

mata yang tinggi mengakibatkan pupil lebar, edema, serta lapangan pandang

menciut (Ilyas, 2013). Gejala spesifik seperti di atas tidak selalu terjadi pada

mata dengan glaukoma akut. Kadang-kadang riwayat mata sakit disertai

penglihatan menurun sudah dicurigai telah terjadi serangan glaukoma akut,

apabila tidak diobati dapat menjadi kronis. Tekanan bola mata antara dua

serangan dapat normal, biasanya serangan dipicu oleh lebarnya pupil

16
pada saat berada di tempat yang gelap (Ilyas, 2013).

Riwayat gangguan refraksi juga harus ditanyakan, gangguan refraksi

hipermetropi merupakan salah satu faktor predisposisi penyakit glaukoma

sudut tertutup, sedangkan miopi merupakan faktor predisposisi glaukoma

sudut terbuka. Riwayat keluarga dan ras juga harus ditanyakan, mengingat

hal tersebut juga menjadi faktor predisposisi penyakit ini (Yanoff, 2014).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan mata luar

Sebagian besar penderita glaukoma sudut tertutup tidak mengalami

gejala tertentu, namun apabila serangan bersifat akut dapat ditemukan

gejala mata merah, kornea kabur dengan penurunan tajam penglihatan, dan

mid-dilatasi pupi. Mid-dilatasi pupil terjadi akibat iskemik paralisis dari

otot sphincter iris akibat tingginya tekanan intra okuler. Apabila sudah

terjadi infark pada otot tersebut maka pupil tidak dapat kembali normal

meskipun tekanan intra okuler sudah normal. Pemeriksaan tekanan bola

mata dengan palpasi akan mendapatkan bola mata yang keras. Pasien juga

dapat mengalami bradikardia atau aritmia.

17
Gambar 2.7 Gambaran Glaukoma Sudut Tertutup Akut

c. Pemeriksaan dengan penlight

Kedalaman bilik mata depan dapat diestimasikan dengan pemeriksaan

menggunakan penlight. Pemeriksaan dilakukan dengan mnyinari mata dari sisi

temporal. Iris yang datar dan bilik mata depan yang dalam menyebabkan nasal

iris dapat teriluminasi, namun pada iris conveks dan bilik mata depan yang

dangkal, nasal iris tidak dapat teriluminasi, menyebabkan nasal iris berada

dalam bayangan (Yanoff, 2014).

d. Pemeriksaan slit-lamp

Pemeriksaan slit-lamp dapat menghitung kedalaman bilik mata depan

sentral dan perifer. Kedalaman bilik mata depan perifer dapat mengistimasikan

sudut bilik mata depan dengan menggunakan klasifikasi Van Herick yaitu :

18
Tabel 1. Tabel Klasifikasi van Herick

Perbandingan tebal bilik mata depan Van Herick Grade


dibandingkan dengan kornea

≥ Kornea 4

¼-½ 3

¼ 2

<¼ 1

Tabel di atas menunjukkan klasifikasi kedalaman bilik mata depan

menurut van Herick. Berdasarkan tersebut sudut bilik depan mata dikatakan

tertutup apabila perbandingan tebal bilik mata depan dengan kornea kurang dari

seperempat ketebalan kornea (Grade 1). Klasifikasi ini sangat baik untuk

mendeteksi glaukoma sudut tertutup dan juga digunakan dalam berbagai studi

epidemiologi (Yanoff, 2014).

Gambar 2.8 Gambaran grading van Herick.

19
e. Pemeriksaan Gonioskopi

Pemeriksaan genioskopi berperan vital dalam diagnosis glaukoma

sudut tertutup. Pemeriksaan genioskopi terbaik menggunakan two-mirror

geniolens atau Goldmann. Terdapat berbagai sistem untuk

mengklasifikasikan temuan pada genioskopi, antara lain Scheie, Schaffer,

dan Spaeth (Sharaawy, 2015).

f. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Scheimpflug photography

Scheimpflug photography dapat menunjukkan gambaran

kedalaman sudut bilik mata depan, namun resolusi yang relative

rendah menjadi keterbatasan dalam mengevaluasi penutupan sudut

bilik mata depan (Yanoff, 2014).

Gambar 2.9 Scheimpflug photography.

2. Ultrasound biomicroscopy (UBM)

Ultrasound biomicroscopy (UBM) dapat memberikan

gambaran bilik mata depan, irir, iris-lensa, dan badan siliar dengan

resolusi yang baik sehingga sangat baik untuk kepentingan

20
diagnosis. Kekurangan pemeriksaan ini adalah waktu pemeriksaan

yang lama dan biaya pengoperasian yang tinggi (Yanoff, 2014).

Gambar 2.10 Gambaran Ultrasond Biomicroscopy.

3. Anterior segment optical coherence tomography (AS-OCT)

Pemeriksaan anterior segement optical coherence tomography (AS-

OCT) terbukti lebih baik dibandingkan dengan genioskopi.

Gambar 2.11 Gambaran anterior segment optical coherence

tomography

21
4. Provocative tests

Dahulu provactive test dilakukan untuk memicu menutupnya sudut

bilik mata depan untuk mengidentifikasi tatalaksana yang tepat. Tes yang

dilakukan meliputi tes kamar gelap dan menggunakan obat pendilatasi

pupil. Sekarang tes tidak lagi dilakukan karena rentan dengan hasil

false-positive dan false-negative (Yanoff, 2014)

B. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari glaukoma sudut tertutup akut antara lain irititis

akut dan konjungtivitis akut. Irititis akut lebih sering menimbulkan fotofobia

dibandingkan glaukoma akut. Tekanan intra okular biasanya tidak meningkat,

pupil konstriksi atau bentuknya ireguler, dan kornea tidak edema. Di bilik mata

depan tampak flare dan terdapat injeksi siliar dalam. Pada konjungtivitis akut

biasanya terjadi bilateral, nyeri ringan atau tidak ada, dan tidak ada gangguan

penglihatan, terdapat sekret, respon pupil normal, kornea jernih. Perbedaan

glaukoma akut, irititis akut, dan konjungtivitis akut dapat dilihat pada tabel

berikut (Salmon, 2000).

22
Tabel 2.2 Diagnosis Banding Glaukoma Akut

Glaukoma Akut Irititis Akut Konjungtivitis


Akut
Insidensi Jarang Sering Sangat sering
Sekret Tidak ada Tidak ada Sedang-banyak
Tajam Sangat kabur Sedikit kabur Tidak ada efek
penglihatan penglihatan
Berat Sedang Tidak ada
Nyeri
Terutama Terutama Difus
Injeksi sirkumkorneal sirkumkorneal
konjungtiva Berkabut Biasanya jernih Jernih
Dilatasi sedang Kecil Normal
Kornea Tidak ada Buruk Normal
Ukuran pupil Meningkat Normal Normal
Respon cahaya Tidak ada Tidak ada orgasme Organisme
pupil organism penyebab
Takanan
intraokular
Sedian apus

F. Tatalaksana

Pada dasarnya terapi glaucoma dibagi menjadi terapi medikamentosa dan

operatif. Tujuannya untuk menurunkan TIO sehingga aman bagi penderita. Masing-

masing individu mempunyai ambang toleransi TIO yang berbeda-beda. Target

penurunan TIO pada glaucoma sudut tertutup dan glaucoma sekunder adalah

dibawah 22 mmHg. Suatu tekanan sebesar ‘x’ mmHg, dapat disebut sudah aman bagi

suatu individu jika tidak terjadi progresivitas kerusakan saraf optic. Cara penurunan

TIO ialah dengan menurunkan produksi humor akuous oleh badan siliar atau

menambah pembuangan cairan akuous melalui trabekulum meshwork dan

uveosklera. Pasien dengan glaucoma sudut tertutup perlu dirawat inap dan

diturunkan TIO dengan segera. Apabila TIO sudah menurun, diberi obat miotikum

untuk membuka sudut iridokorneal. Setelah itu dievaluasi sudut iridokorneal terbuka

atau tidak dan direncanakan operasi (Yoshiaki et al., 2006).

23
a. Medika Mentosa

a) Menurunkan Produksi Humor Aquos

1. Beta blocker

1) Timolol Maleat

Obat ini tergolong dalam penyekat reseptor β-2 yang

menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi cairan aquos oleh

badan siliaris. Timolol merupakan penyekat β-2 yang tidak selektif,

bekerja juga pada resepor di jantung sehingga memperlambat denyut

jantung dan menurunkan tekanan darah serta menyebabkan konstriksi

bronkus. Efek samping pada mata dapat berupa conjungtivitis,

blefaritis, keratititism sensitifitas kornea yang menurun, gangguan

penglihatan, keratopati pungtata superfisial, gejala sindroma mata

kering, diplopia, dan ptosis. Obat ini tidak boleh diberikan jika telah

diketahui alergi atau mempunyai kelainan yang merupakan

kontraindikasi penyekat β pada umumnya. Obat yang tersedia dengan

konsentrasi 0.1% (bentuk gel) diberikan sekali sehari dan dengan

konsentrasi 0.25%-0.5% (bentuk tetes mata), diberikan 2 kali sehari

(Suryaningrum et al., 2016).

2) Betaxolol

Betaxolol merupakan penyekat reseptor β-1 selektif sehingga

tidak menimbulkan efek samping terhadap bronkus dan tidak

menyebabkan bronkokonstriksi. Obat ini aman digunakan pada

penderita asma. Obat yang tersedia dalam benuk betaxolol hidroklorid

tetes mata dengan konsenrasi 0.25% dan 0.5% yang diberikan satu

24
tetes, dua kali sehari (Khurana, 2007). Efek samping penghambat beta

antara lain hipotensi, bradikardi, brokokonstriksi sehingga tidak boleh

diberikan pada orang dengan riwayat asma (Suryaningrum et al.,

2016).

2. Penghambat Anhidrase Carbonat (CAI)

a. Dorzolamide

Merupakan golongan carbonik anhidrase inhibitor topikal yang

bersifat hidrofilik dan dapat menembus kornea dan menuju badan siliar

untuk menekan produksi cairan akuous. Obat ini merupakan derivat

sulfonamid non-bakteriostatik yang akan menghambat kerja anhidrase

karbonat pada badan siliar, memperlambat produksi bikarbonat,

menurunkan kadar sodium dan transport cairan sehingga produksi cairan

aquous akan berkurang. Dapat digunakan pada pasien dengan glaukoma

sudut tertutup dan terbuka. Dapat ditambahkan juga pada pasien yang

tidak respon pada timolol maleat. Dosis yang tersedia adalah Dorzolamide

Hydrocloride 2% dalam bentuk tetes mata yang diberikan sampai 3 kali

sehari. Sediaan kombinasi dengan timolol maleat 0.5% dan bentuk tetes

mata dan diberikan dua kali sehari. Efek samping obat ini yang tercatat

antara lain gangguan pada indra pengecap, rasa terbakar dan gatal pada

mata, hiperemis kongjungtiva, mata kabur, keratitis pungtata superficial,

rasa melayang, pusing, insomnia, perubahan tingkah laku, vertigo, nyeri

abdomen, nausea, alopesia, nyeri dada, diare dan infeksi saluran kemih

(Ariesti, 2018).

25
b. Brinzolamid

Obat ini juga tergolong dalam penghambat anhidrase karbonat yang

bersifat sama dengan dorsolamide, tetapi efek samping baik yang local

maupun sistemik yang timbul lebih ringan dibandingkan dengan

dorsolamid. Dosis yang tersedia adalah brinzolamid 1% tetes mata yang

diberikan tiga kali sehari, dan obat ini tidak dapat diberikan bila pasien

ternyata hipersensitif terhadap brinzolamid atau zat pembawanya

(Khurana, 2007).

c. Acetazolamide

Cara kerja obat ini menurunkan produksi cairan aquous.

Digunakan sebagai monoterapi atau terapi tambahan pada pasien

glaukoma sudut terbuka primer, glaukoma sekunder, glaukoma sudut

tertutup akut atau sebagai pre-medikasi operasi intraokular. Obat tidak

dapat diberikan kepada pasien yang hipersensitif dan kadar kalium dan

natrium serum yang rendah, kelainan ginjal dan hati, juga pada ganguan

pada sistem pernapasan yang berat. Dosis yang tersedia; 125mg, 250mg

dalam bentuk tablet, 500mg dalam bentuk kapsul dan diberikan setiap 6

jam pada orang dewasa, pada anak diberikan 10-15mg per KgBB/hari

dengan dosis terbahagi 3-4 kali sehari juga dapat diberikan secara IV. Efek

samping antaranya; malaise, lelah yang berlebihan, depresi, anoreksia,

mual dan muntah, sering kencing, asidosis metabolik, kesemutan pada

ujung extremitas, diskrasia darah, turunnya berat badan serta penurunan

libido pada pasien pria muda dan reaksi hipersensitivitas (Ariesti, 2018).

26
d. Metazolamide

Cara kerja sama seperti Asetazolamid tetapi lebih poten dan dapat

menembus barier darah 50 kali dibanding asetazolamid. Dapat digunakan

juga sebagai terapi tambahan obat anti glaukoma lain. Dosis yang tersedia

25mg, 50mg dalam bentuk tablet diberikan 3 kali sehari. Efek samping :

rasa melayang, lelah yang berlebihan, gangguan GIT (Giani et al., 2018).

3. Agonis Adrenergik

a. Brimonidin

Obat ini menurunkan TIO dengan jalan mengurangi produksi

humor akuos dan menaikkan outflow uveusklera, sediaan yang tersedia

adalah brimonidine 0,2% diberikan 2 kali setetes sehari. Obat ini kadang-

kadang memberikan efek samping mulut kering, hiperemi konjungtiva

dan rasa panas dimata, sering digunakan sebagai pencegah kenaikan TIO

setelah tindakan laser trabekuloplasty, obat ini dapat diberikan bersama

timolol atau sebagai pengganti timolol, efek samping terhadap system

kardiopulmonar lebih kecil dibandingkan penghambat beta sehingga

dapat diberikan kepada pasien dengan kelainan paru atau kelainan

jantung (Ariesti, 2018).

b) Menambah Pembuangan Humor Akuos

1. Pilokarpin

Pilokarpin merupakan obat golongan kolinergik yang menurunkan

TIO dengan cara menaikkan kemampuan aliran keluar cairan aquos

melalui trabekulum meshwork. Obat ini merangsang saraf parasimpatik

sehingga menyebabkan kontraksi m.longitudinalis ciliaris yang menarik

27
taji sklera. Hal ini akan membuka anyaman trabekulum sehingga

meningkatkan aliran keluar. Selain itu, agen ini juga menyebabkan

kontraksi m.sfingter pupil sehingga terjadi miosis. Efek miosis ini akan

meyebabkan terbukanya sudut iridokornea pada glaukoma sudut tertutup.

Pilokarpin tidak boleh diberikan pada galukoma yang disebabkan oleh

uveitis, glaukoma maligna dan kasus alergi terhadap obat terebut. Efek

samping penggunaan obat ini adalah keratitis superfisialis pungtata,

spasme otot siliaris yang menyebabkan rasa sakit pada daerah alis,

miopisasi, ablasio retina, katarak, toksik terhadap endotel kornea.

Pilokarpin tersedia dalam bentuk pilokarpin hidrokloride 0.25%-10% dan

pilokarpin nitrat 1%-4%.Pemberian dengan diteteskan 1-2 tetes, 3-4 kali

sehari. Durasi obat ini selama 4-6 jam (Khuana, 2007).

4. Prostaglandin

Obat ini merupakan obat yang paling baru dengan titik tangkap

pada aliran uveasklera dengan menyebabkan relaksasi otot siliaris dan

melebarkan celah antar fibril otot sehingga aliran keluar humor akuos

melalui jalur ini lebih banyak yang berakibat TIO turun, obat ini sekarang

merupakan terapi first line karena tidak mempunyai efek samping sistemik

dan mempunyai efektivitas tinggi dalam menurunkan TIO, hanya masalah

harga masih cukup tinggi. Pemakaian obat ini cukup satu kali tetes per

hari, efek samping terhadap mata yang sering adalah hiperemi

konjungtiva, pemanjangan bulu mata, pigmentasi iris dan warna kulit

kelopak menjadi lebih gelap, obat yang termasuk golongan ini adalah :

28
Latanaprost 0,005%. Travaprost 0,004%, Bimatoprost 0,03% dan

Unoprostone isopropyl 0,15% (Khurana, 2007).

c) Mengurangi Volume Vitreus : Zat Hiperosmotik

1. Gliserol

Merupakan obat hiperosmotik yang dapat menurunkan TIO dengan

cepat dnegan cara mengurangi volume vitreous, penting untuk tekanan

akut karena tekanan tinggi sehingga TIO harus segera diturunkan. Obat

ini akan membuat tekanan osmotik darah menjadi tinggi sehingga air di

viterous diserap kedarah. Obat tidak boleh diberikan kepada penderita

DM dan kelainan fungsi ginjal. Dosis yang tersedia cairan gliserol 50%

dan 75% yang diberikan dengan dosis standard 2-3ml/KgBB atau peroral

3-4 kali per hari. Sabagai medikasi pre-operasi intraokular diberikan

dosis 1-1.5g/kgBB diminum sekitar 1-1.5 jam sebelum operasi. Obat

mulai bekerja setelah 10 menit dan mencapai efek maksimal setelah

30menit dan akan bekerja selama 5 jam. Efek samping : peningkatan

tekanan darah sistemik yang berat, dehidrasi, mual muntah, diuresi,

retensi urin, rasa bingung, pusing, demam, diare, CHF,asidosis dan

edema paru (Ariesti, 2018).

2. Manitol

Golongan hiperosmotik yang dapat diberikan IV. Cara kerja sama

seperti zat hiperosmotik yang lain. Dosis ; 1-2g/KgBB atau 5ml/KgBB IV

dalam masa 1 jam (Ariesti, 2018).

B. Non Medikamentosa

a) Bedah Glaukoma : Iridektomi atau Iridotomi Perifer

29
Iridektomi atau iridotomi perifer adalah tindakan bedah dengan

membuat lubang pada iris untuk mengalirkan cairan akuos langsung dari

bilik belakang ke bilik depan mata mencegah tertutupnya trabekulum pada

blok pupil dan juga dapat mencegah timblnya blk pupil relatif pada pasien

yang memiliki bilik depan mata yang dangkal. Iridektomi perifer

dilakukan dengan cara menggunting iris bagian perifer dengan iridotomi

perifer yaitu melubangi iris dengan menggunakan laser ND-Yag dengan

panjang gelombang 1064 nanometer atau laser Argon. Laser iridotomi

dilakukan pada pasien yang memiliki sudut iridokornea yang sempit dan

terancam tertutup, glaukoma sudut tertutup akut beserta mata satunya, iris

bombe, blok pupil pda afakia atau peudofakia, nanoftalmos dan glaukoma

fakomorfik. Laser iridtomi tidak dapat dilakukan pada kornea yang keruh,

pupil dilatasi, bilik mata depan sangat dangkal (terdapat sentuhan

iridokorneal), inflamasi akut, rubeosis iridis. Bila terdapat kondisi seperti

di atas maka dilakukan operasi iridektomi perifer. Untuk menghindari

kenaikan tekanan intraokuler mendadak post laser dapat diberikan

brimonidin, sedangkan steroid dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi

setelah laser. Komplikasi yang dapat terjadi setelah laser antara lain

meningkatnya tekanan intraokuler, rusaknya krnea, iritis, hifema, katarak,

gangguan penglihatan, retina terbakar, glaukoma maligna, sinekia

posterior (Ayu, 2016).

b) Operasi Filtrasi : Trabekulektomi

Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi

(pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata

30
sehingga tekanan bola mata naik. Bedah trabekulektomi merupakan teknik

bedah untuk membuat saluran atau lubang yang menghubungkan bilik depan

mata dengan daerah subkongjungtiva atau subtenon, sehingga pada kondisi

ini cairan akuous mengalir langsung dari bilik mata belakang ke bilik mata

depan dan langsung masuk ke daerang subkonjungtiva melalui partial

thickness flap sclera sehingga TIO menurun. Pada trabekulektomi ini cairan

mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau

salurannya diperluas. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk

diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar

sehingga tekanan bola mata sangat menurun (Ayu, 2016).

Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit setelah

pembedahan perlu diamati pada 4-6 minggu pertama untuk melihat keadaan

tekanan mata setelah pembedahan. Biasanya pengobatan akan dikurangi

secara perlahan-lahan. Prosedur ini tidak dianjurkan ada mata yang sudah

buta karena akan berisiko untuk menimbulkan oftalmia simpatika pada mata

sebelahnya atau pada glaucoma neovaskular karena resiko kegagalan yang

sangat tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi, hipotoni,

bilik mata depan lenyap, glaucoma maligna, hifema, katarak, udem macula

kistoid, hipotoni makulopati, efusi koroid, perdarahan suprakoroid, uveitis,

visus turun, blebitis dan endoftalmitis (Ayu, 2016).

c) Implan Drainase Pada Glaukoma

Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong

pengaliran (implant surgery). Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin

untuk membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan

31
(artifisial) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan mata keluar

dengan mempertahankan fungsi bleb konjungtiva yang diperlukan untuk

mengendalikan TIO. Komplikasi yang mungkin terjadi setelah pemasangan

drainase antara lain hipotoni, bilik mata depan lenyap, sumbatan tuba,

sentuhan tuba pada kornea atau iris yang menyebabkan kerusakan, erosi atau

lepasnya implant dari tempatnya, diplopia, dekompensasi kornea (Ayu,

2016).

d) Perusakan Badan Silier (Siklodekstruksi)

Metode terapi glaukoma ini ditujukan untuk mengurangi produksi

cairan akuos dengan cara menghancurkan badan siliaris yang memproduksi

cairan akuos. Siklodestruksi diindikasikan untuk glaukoma neovaskular,

glaukoma pada afakia, glaukoma setelah operasi retina atau setelah operasi

keratoplasti tembus, glaukoma pada mata yang mengalami sikatrik

konjungtiva. Siklodestruksi ini tidak boleh dikerjakan pada mata yang masih

memiliki visus yang baik karena akan menyebabkan turun atau hilangnya

ketajaman penglihatan yang ada. Terdapatnya berbagai cara cyclodestruksi

antara lain cyclocryoteraphy, transsceral ND-Yag dan Transskleral diode

laser cyclophoto Koagulation. Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan

siklodestruksi ini antara lain hipotoni yang berkepanjangan sakit, inflamasi,

udem makular kistoid, perdarahan dan yang paling buruk adalah mata yang

mengempis atau ptisis bulbi (Giani, 2018).

C. Komplikasi

Sinekia anterior perifer; apabila glaucoma akut tidak cepat diobati,

terjadilah perlekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.

32
Akibatnya adalah bahwa penyaluran keluar akuous humor terhambat. Bisa

terjadi katarak. Di atas permukaan kapsul depan lensa acapkali terlihat bercak

putih sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang tertumpah

di atas meja. Gambaran ini dinamakan Glaukomflecken yang menandakan

pernah terjadi serangan akut pada mata tersebut. Atrofi papil saraf optic

karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optic mengalami

pukulan yang berat hingga menjadi atrofi. Kalau glaukomanya tidak diobati

dan berlangsung terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi. Glaukoma absolute

adalah istilah untuk suatu glaucoma yang sudah terbengkalai sampai buta

total. Bola mata nyeri karena TIO tinggi dan kornea mengalami degenerasi

hingga menggelupas (keratopati bulosa) (Giani, 2018).

D. Prognosis

Prognosis tergantung deteksi dini dan pengobatan. Tanpa pengobatan,

glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes anti

glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum

mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila

proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat

ditangani dengan baik (Giani, 2018).

33
III. KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh

meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai pencekungan diskus optikus dan

pengecilan lapang pandang. Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan

intraokuler yang dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus

oleh badan siliar ataupun berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah

sudut bilik mata atau di celah pupil.

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang

menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga

menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat

sehingga menimbulkan nyerihebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan.

Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi akut, subakut, kronik, dan

iris plateau.

Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma

sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan

progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen.

Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi

humor akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat

menurunkan tekananintra okuler sesegera mungkin.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology, 2011-2012. Glaucoma. San

Fransisco.

2. Ariesti, A, Hariadi, D. 2018. Profile of Glauoma at The Dr. M. Djamil

Hospital Padang West Sumatra. Journal of Unand. Volume (5) : 55-56.

3. Depkes RI. 2014. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Republik

Indonesia. Available

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/

infodatin-glaukoma.pdf

4. Freedman J. Acute angle-closure glaucoma. Diunduh pada 9 November

2015. Tersedia dari: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/798811-overview#a4Glaucoma;

p1001-1180.herick-Clasificacion_final.gif [Citied on 9 December 2015].

5. Giani, P, Wayan, I, Mas, A. 2018. Karakteristik Penderita Glaukoma

Primr Sudut Terbuka dan Tertutup di Divisi Glaukoma di Poliklinik

Mata RSUD Sanglah Denpasar Periode 1 Januari 2014-31 Desember

2014. E-Journal Medika. Volume 7 (1) : 16-21.

6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran

7. James B, et all. 2003. Lectures Note On Ophthalmology, Ninth Edition.

Blackwell

8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Sixth

Edition, Oxford,

9. Khurana, AK. Glaukoma. Comprehensive Ophthalmology Ed. 4,

35
2007: 205-208, 231-

10. Olver J, Cassidy L. Ophthalmology at A Glance, Blackwell Publishing,

2005:78-80.

11. Optometry Australia. Genioscopy Angle Grading

http://www.optometry.org.au/media/581446/107%20%20gonioscopy%2

0Table Publishing: 112-113.

12. Salmon, JF. 2000. Glaukoma . In Vaughan D, Asbury T, Riordan Eva P.

Oftalmologi Umum Ed. 17: 212-228.

13. Sauders; 2015. Chapter 9 : Role of Ocular Blood Flow in the

Pathogenesis of Glaucoma; p88-97.

14. Schlote, T, et all. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. 152-153, 164-

165.

15. Shaarawy TM, Sherwood MB, Hitchings RA, Crowston JG. Glaucoma.

Elsavier

Universitas Indonesia; 2013.

14. Suryaningrum, R, Ayu, G. 2016. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. SMF

IK Mata Universitas Udayana RSUP Sanglah. Denpasar : 26-31.

15. Van Herick W, Shaffer RN, Schwartz A. Estimation of width of angle of

anterior chamber. Incidence and significance of the narrow angle. Am. J.

Ophthalmol.

16. Yanoff M, Duker JS, Ophtalmology 4th Edition. Elsavier Saunders; 2014.

Part 8 : %201_620x302.jpg [Citied on 9 December 2015].1969;68:626-

629.2007. 152-153,164-165.237

36
17. Yoshiaki, K & Chairman. 2006. Guidline For Glaucoma 2nd Edition. Japan

Glaucoma Society.

37
38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai