Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIOETIKA

KAJIIAN BIOETIKA TERHADAP REKAYASA GENETIKA


PRENATAL MANUSIA (DESIGNER BABY)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioetika yang diampu oleh
Dr. Sunarno, M.Si dan Rully Rahadian, M.Si, Ph.D

Disusun oleh:

Putri Yogantari 24020113120002


Vinsensius Dhani M. 24020113120004
Muhamad Nastain 24020113120009
Stefanus Fajar 24020113130

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah bioetika
dengan lancar tanpa ada hambatan apapun.

Keberhasilan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, terutama dosen pembimbing yang telah bersedia
membantu dan memberikan saran demi kesempurnaan makalah ini serta dorongan
dan semangat dari pihak-pihak yang tidak mampu disebutkan satu per satu.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat terbuka dalam
menerima saran dan kritikan dari berbagai pihak demi kesempurnaan kami dalam
menyusun makalah. Semoga karya tulis ini dapat memberikan masukan positif
bagi masyakat dalam menyikapi rekayasa genetik prenatal dan dampaknya di
masa depan

Hormat kami,

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di awal abad ke-21


semakin tidak terbendung lagi. Ilmuwan dari setiap negara berlomba-lomba
menemukan inovasi baru dalam berbagai bidang, salah satunya bidang
kedokteran. Berawal dari penemuan PCR dan elektroforesis maka mulai
berkembang teknologi rekayasa genetika. Mengikuti kemajuan awal rekayasa
genetika bakteri, sel, dan hewan-hewan kecil, para ilmuwan mulai
mempertimbangkan bagaimana menerapkannya ke bidang medis, langsung di
dalam tubuh manusia. Dua pendekatan utama pada modifikasi gen medis
adalah untuk mengganti atau merusak gen yang cacat. Genom manusia
berhasil disekuensing dalam waktu 7 tahun dimulai pada tahun 1995 sampai
akhir 2002. Dampak dari sekuensing genom manusia tersebut dapat diketahui
setiap gen manusia termasuk gen yang berpotensi membawa penyakit.
Beberapa penyakit seperti alzheimer, diabetes, duchenne muscular dystrophy,
thalasemia, tay sachs, dan kanker diketahui disebabkan karena adanya mutasi
pada gen tertentu. Mutasi tersebut bersifat permanen sehingga tidak dapat
disembuhkan, sehingga para peneliti tergerak untuk berupaya mencari solusi
bagi penyembuhan penyakit genetik tersebut.

Seiring dengan perkembang IPTEK, peneliti mulai mengembangkan


teknologi deteksi penyakit akibat kelainan gnetik sejak dalam kandungan
melalui teknologi yang disebut diagnosis genetik praimplantasi (PGD).
Teknologi tersebut dikolaborasikan dengan in vitro fertilisation (IVF)
dimaksudkan untuk mendeteksi keberadaan mutasi pada gen maupun
kromosom zigot. Pendeteksian dini diharapkan supaya dampak dari mutasi
kromosom dapat diminimalisir. Rekayasa genetik dilakukan dengan
memodifikasi mitokondria zigot yang diketahui membawa gen penyakit
tertentu, diganti dengan donor mitokondria yang bebas dari gangguan genetik
tersebut. Kemudian peneliti semakin tertantang untuk mencoba
menyembuhkan penyakit genetik pada gen nukleus dengan mengembangkan
teknologi editing gen yang disebut CRISPR. Clustered Regularly Interspered
Short Palindromic Repeat (CRISPR) merupakan segmen DNA prokariotik
dimana mengandung pengulangan singkat dari urutan basa. Pada setiap
repetisi biasanya diikuti oleh segmen pendek atau spacer DNA dari eksposur
sebelumnya untuk virus bakteri maupun plasmid. Elemen spacer ini
mempunyai tingkat presisi yang sangat tinggi untuk memotong sekuens,
dengan proses praktis dan biaya yang jauh lebih terjangkau. Dengan cepat,
biaya rekayasa genetik turun hingga 90%, hanya membutuhkan waktu
beberapa minggu daripada setahun, dan pada dasarnya siapa saja yang
memiliki lab memadahi bisa melaksanakan eksperimen. Kita sudah
memetakan sebagian besar genom manusia, yang mana membuat teknologi
ini bisa dipakai untuk mengatasi penyakit genetis dengan efektif. Berkat itu
pula CRISPR berpotensi untuk mengubah gen lain yang membawa sifat lain
seperti kekuatan fisik dan bentuk wajah, yang menjadikan manusia hasil
rekayasa genetik ini “designer baby”. Susah membayangkan bagaimana
besarnya revolusi teknis CRISPR, tetapi yang jelas pengaruhnya bisa
mengubah peradaban selamanya.

1.2 Rumusan Masalah


II . PEMBAHASAN

2.1 Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika adalah tindakan sengaja untuk memodifikasi DNA


(substansi kimiawi dalam kromosom yang bertanggung jawab atas pewarisan
sifat). Dalam arti luas, Tettamanzi melukiskannya sebagai bentuk-bentuk
manipulasi dan pergantian tatanan gen dari organism hidup. Dapat dikatakan
bahwa tahun 1953 adalah tanggal kelahiran genetika baru. Tahun itu adalah
dimana Francis H.C. Crick dan Jonas D. Watson memperkenalkan model
structural dan fungsional dari DNA. Dari sinilah dimulai “sejarah” molekul
diperkenalkan (Chang, 2009).

Rekayasa genetika mengacu pada berbagai macam prosedur perubahan


mekanisme informasi genetik secara sengaja. Prosedur-prosedur DNA
rekombinan (penjalinan gen, gene splicing) adalah contoh rekayasa genetika yang
paling dikenal. DNA dari organism asing, biasanya merupakan spesies yang
benar-benar berbeda, diintroduksi dan diintegrasi dengan genom organism
tertentu. Genom hybrid yang baru pun diperoleh dengan karakteristik-
karakteristik organism penyumbang DNA diekspresikan pada organisme
penerima (Fried dan George, 2007).

Menurut Henyhili (2003), rekayasa genetika dalam bentuk yang sekarang


telah sekitar selama sekitar 25 tahun. Hal ini juga menjadi topik yang sangat
diperdebatkan secara luas dari awal tahun 1970-an. Ada banyak konsekuensi
sosial yang berkaitan dengan rekayasa genetika, yang membuat keseluruhan risiko
atau penilaian manfaat yang sangat rumit. Manfaat rekayasa genetika di bidang
masing-masing disebutkan di bawah ini.

 Kloning Manusia: Hampir setiap hari, ilmuwan membuat terobosan baru


di bidang rekayasa manusia. Mamalia telah berhasil dikloning dan proyek
genom manusia telah selesai. Hal ini mendorong para ilmuwan di seluruh
dunia untuk penelitian berbagai aspek yang berbeda dari rekayasa genetika
manusia. Penelitian-penelitian telah memungkinkan pemahaman yang
lebih baik DNA dan perannya dalam kedokteran, farmakologi, teknologi
reproduksi dan berbagai bidang lainnya. Para ilmuwan di Roslin Institute
di Skotlandia, kloning salinan dari domba, bernama 'Dolly'. Hewan yang
baru dibuat dengan proses rekayasa genetika yang dikenal sebagai
xenographs.
 Pengobatan: Pada manusia, manfaat yang paling menjanjikan dari
rekayasa genetika adalah terapi gen yang merupakan pengobatan suatu
penyakit dimana gen yang cacat diperbaiki dan diganti atau gen terapeutik
diperkenalkan untuk melawan penyakit. Selama dekade terakhir, banyak
penyakit autoimun dan hati telah diobati menggunakan terapi gen.
Penyakit tertentu seperti penyakit Huntington, ALS dan cystic fibrosis
disebabkan oleh gen yang rusak. Ada harapan bahwa obat untuk penyakit
seperti dapat ditemukan dengan baik memasukkan gen dikoreksi atau
memodifikasi gen yang rusak. Akhirnya, harapan adalah untuk
sepenuhnya menghilangkan penyakit genetik dan juga mengobati penyakit
non-genetik dengan terapi gen yang sesuai. Penelitian terbaru di lapangan
memungkinkan untuk memperbaiki atau tumbuh sel-sel otot baru ketika
mereka tidak bekerja atau rusak.
 Farmasi: Berkat rekayasa genetika, produk farmasi yang tersedia saat ini
jauh lebih unggul dari para pendahulu mereka. Produk-produk baru yang
diciptakan oleh gen tertentu kloning. Beberapa contoh menonjol adalah
insulin bio-rekayasa yang sebelumnya diperoleh dari domba atau sapi dan
hormon pertumbuhan manusia yang sebelumnya diperoleh dari mayat.
Obat baru sedang dilakukan dengan mengubah struktur genetik dari sel
tanaman.
 Kasus Kehamilan: Rekayasa genetika juga merupakan keuntungan bagi
wanita hamil yang dapat memilih untuk memiliki janin mereka diperiksa
untuk cacat genetik. Pemutaran ini dapat membantu orang tua dan dokter
mempersiapkan kedatangan anak yang mungkin memiliki kebutuhan
khusus selama atau setelah melahirkan. Satu manfaat masa depan
kemungkinan rekayasa genetika yang sangat ditunggu-tunggu adalah
bahwa janin dengan cacat genetik dapat diobati dengan terapi genetik
bahkan sebelum lahir. Penelitian yang terjadi untuk terapi gen untuk
embrio sebelum ditanamkan ke ibu melalui fertilisasi in-vitro. Istilah
terbaru diciptakan adalah 'Designer Babies' dimana pasangan sebenarnya
dapat memilih fitur dari bayi yang akan dilahirkan!
 Pertanian: Bidang pertanian juga sangat manfaat dari rekayasa genetika
yang telah meningkatkan kebugaran genetik berbagai spesies tanaman.
Manfaat umum adalah peningkatan efisiensi fotosintesis, meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap salinitas, kekeringan dan virus dan juga
mengurangi kebutuhan tanaman untuk pupuk nitrogen. Penelitian terbaru
di Cornell University adalah untuk memetakan 'Oat' tanaman sehingga
nutrisi tambahan dapat ditambahkan ke urutan dan membuat tanaman
lebih sehat. Penelitian serupa dilakukan dengan 'Soya' tanaman juga.

Kemampuan untuk mengubah gen manusia hingga dapat diteruskan ke


keturunan seterusnya , yang disebut rekayasa germline, telah lama menjadi hal
praktis. Tapi, sampai baru-baru ini, metode yang tersedia untuk modifikasi
genetik hewan sangat mahal, lama, kasar, tidak efisien bahkan beresiko besar
membawa mutasi sampai anak cucu. Sekarang, semuanya berubah berkat
teknologi baru. CRISPR.

2.2 Teknologi CRISPR


Pada awal 2000-an, peneliti mengembangkan zinc finger nucleases,
protein sintetis yang domain DNA-binding-nya memungkinkan mereka untuk
memisahkan untai ganda DNA pada titik-titik tertentu. Pada tahun 2010,
nucleases sintetis yang disebut Talens menyediakan cara yang lebih mudah
untuk menargetkan pemisahan untai ganda ke lokasi tertentu pada untai DNA.
Keduanya membutuhkan pembuatan protein khusus untuk setiap urutan DNA
target, yang merupakan proses yang lebih sulit dan memakan waktu dari itu
untuk RNA guide. CRISPRs jauh lebih mudah untuk dirancang karena
prosesnya membutuhkan hanya urutan RNA pendek (Maxmen, 2015).
Clustered Regularly Interspered Short Palindromic Repeat (CRISPR)
merupakan segmen DNA prokariotik dimana mengandung pengulangan
singkat dari urutan basa. Pada setiap repetisi biasanya diikuti oleh segmen
pendek atau spacer DNA dari eksposur sebelumnya untuk virus bakteri
maupun plasmid (Horvath, 2010). Pada bakteri, CRISPR membentuk sistem
imun bersama protein Cas9. CRISPR/Cas9 adalah sistem kekebalan tubuh
prokariotik yang memberikan imunitas terhadap elemen genetik asing seperti
yang hadir dalam plasmid dan bakteriofag, dan menyediakan “acquired
immunity”. Protein terkait CRISPR (Cas) menggunakan spacer CRISPR untuk
mengenali dan memotong elemen genetik eksogen dengan cara yang analog
dengan interferensi RNA pada organisme eukariotik (Maraffini, 2010).

Cara Kerja CRISPR:


• RNA guide, protein pemotong (CAS9), dan DNA pengganti dibawa ke
dalam sel yang terinfeksi, biasanya oleh virus.
• RNA guide dan CAS9 menempel ke DNA target
• CAS9 memotong kedua strand DNA target
• Mekanisme perbaikan DNA sel menyambungkan DNA pengganti ke
posisinya. Dengan RNA guide yang tepat dan DNA pengganti perubahan
banyak gen bisa dilakukan dalam sekali jalan (Page, 2015).
Kecepatan inovasi CRISPR sangat menakjubkan. Hanya beberapa tahun
setelah penemuan, editing gen CRISPR sudah memiliki dampak besar pada
penelitian biomedis. CRISPR memudahkan peneliti untuk "mematikan" gen
satu per satu, untuk melihat apa saja aktivitas gen itu. Hal ini dapat
menginduksikan mutasi spesifik, untuk mengetahui mengapa mereka menjadi
sel-sel kanker atau membuat orang-orang sakit (Page, 2015).
Para peneliti secara tradisional sangat bergantung pada model organisme
seperti tikus dan lalat buah, sebagian karena mereka adalah satu-satunya
spesies yang datang dengan peralatan yang baik untuk manipulasi genetik.
Sekarang CRISPR memungkinkan untuk mengedit gen dalam lebih banyak
organisme. Misalnya, para peneliti di Whitehead Institute for Biomedical
Research di Cambridge, Massachusetts, dilaporkan menggunakan CRISPR
untuk mempelajari Candida albicans, jamur yang sangat mematikan pada orang
dengan sistem kekebalan yang lemah, tapi sebelumnya sangat sulit untuk
secara genetik dimanipulasi di laboratorium (Ledford, 2015).
Dalam waktu dekat, penelitian berbasis CRISPR bisa membawa obat-
obatan untuk mengatasi obesitas, terapi gen yang lebih kuat dan pasokan
berlimpah organ transplantasi. Kemudian, munculah penerapannya yang paling
kontroversial: CRISPR dapat digunakan untuk secara permanen mengubah
genom keturunan manusia, untuk memberantas mutasi penyebab penyakit atau
bahkan untuk meningkatkan anak-anak dengan menambahkan varian gen
menguntungkan yang tidak dimiliki kedua orang tua mereka (Page, 2015).
Konsep ini disebut “designer baby”.

2.3 Designer Baby

Teknologi untuk memodifikasi genom manusia memiliki tujuan awal


untuk menyembuhkan penyakit genetis atau yang berhubungan dengan genom
manusia. Preimplantation genetic diagnose memungkinkan peneliti untuk
mendeteksi penyakit genetis pada embrio secara in-vivo, dengan adanya CRISPR,
peluang untuk langsung memperbaiki gen yang terdeteksi rusak muncul
(Knopfler, 2015). Pada tahun 2015, tim peneliti yang dipimpin oleh Junjiu Huang,
peneliti fungsi gen di Sun Yat-sen University di Guangzhou, mencoba untuk
mengaplikasikan CRISPR pada sel manusia dengan menggunakan embrio 'non-
viable' embrio, yang tidak dapat menghasilkan kelahiran hidup, diperoleh dari
klinik kesuburan lokal . Tim berusaha untuk memodifikasi gen yang bertanggung
jawab untuk β-thalassemia, kelainan darah yang berpotensi fatal. Penelitian ini
dianggap sebagai landmark era baru modifikasi genetis manusia (Cyranoski,
2015). Beberapa ilmuwan memiliki beberapa pandangan optimis bahwa teknologi
ini kelak bisa merevolusi dunia medis dengan meningkatkan efektivitas terapi gen
yang sudah ada sebelumnya untuk penyakit akibat retrovirus seperti HIV dan
herpes, meningkatkan peluang penyembuhan kanker dengan sistem imun yang
lebih presis, mengubah gen cacat pada embrio IVF penyebab penyakit genetis
seperti Alzheimer dan down syndrome. Bahkan, dengan tingkat presisinya,
dianggap kelak bisa mencegah kematian embrio hasil IVF dan kemudian
meningkatkan nilai etis human germline modification (Knoepfler, 2015).

Bayi hasil cetakan gen generasi pertama yang lahir akan nampak sama,
dengan tujuan utama sebatas untuk menghilangkan kemungkinan penyakit genetis,
dengan demikian, pelarangan riset modifikasi gen justru bisa dianggap melanggar
hak asasi dan menyiksa mereka karena membiarkan mereka lahir dengan cacat
genetis (Knoepfler, 2015). Manusia tidak akan berhenti di sana. Berkat para
ilmuwan terdahulu, kita mengetahui bahwa gen mempengaruhi sifat kita dan
keturunan kita. Saat ini kita hampir melengkapi keseluruhan genom manusia,
indeks yang menunjukan detail gen yang mempengaruhi sifat tertentu seperti warna
mata, bentuk hidung, hingga tingkat kebotakan. Seperti memberikan daftar nama
target pada penembak jitu, dengan inilah CRISPR bisa menunjukkan kekuatan
sejatinya dalam mengubah manusia sekali untuk selamanya. Kita bisa mendesain
bayi kita sesuai cetak biru yang kita susun. Tentu saja kita masih ingat sains
mengguncang dunia dengan ide untuk kloning manusia setelah keberhasilan
kloning domba Dolly, meskipun sampai saat ini belum ada klaim terbukti untuk
manusia. Namun, sepertinya ide kloning manusia akan segera pudar. Untuk apa kita
mengkopi diri kita sendiri apabila kita bisa membuat versi lain diri kita yang jauh
lebih kuat, cepat, dan cerdas.

Setelah menuntaskan penyakit menular dan genetis, kita bisa saja


menghentikan penyebab kematian yang sesungguhnya, penuaan sel. Lobster,
anemon, dan hydra memiliki gen anti-penuaan yang bisa kita pinjam untuk kelak
ditanamkan dalam anak-cucu kita dan membuat umur manusia bertambah-atau
bahkan membalik penuaan. “Transhuman” bisa saja memiliki sistem pencernaan
yang lebih efektif dan efisien sehingga tidak akan ada lagi penderita obesitas.
Sistem imun yang jauh lebih baik akan menghilangkan penyakit menular seperti
malaria dan AIDS untuk selamanya. Lebih jauh ke masa depan, usia yang lebih
panjang memungkinkan manusia melalui perjalanan antar-bintang dan bahkan
beradaptasi dengan lingkungan planet lain (Knoepfler, 2015).

Semua ini membuat masa depan designer baby hasil teknologi CRISPR
terlihat sangat cerah. Tetapi, tentu saja penelitian yang melibatkan embrio
manusia segera memantik perdebatan etika dikalangan peneliti.
2.4 Bioetika Teknologi Modifikasi Gen Prenatal

Bioetika atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh Samuel


Gorovitz sebagai “penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari
pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi”. Jadi bioetika menyelidiki dimensi
etik dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi yang terkait
dengan penerapannya dalam kehidupan, sedangkan Jenie mengemukakan bahwa
bioetika berperan antara lain sebagai pengaman bagi riset bioteknologi, dan Djati
menegaskan bahwa bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi antara lain bioteknologi, tetapi menyadarkan bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab
terhadap manusia dan kemanusiaan (Hudha, 2015).

Tim peneliti pimpinan Jiung Huang, yang pertama kali mengujikan Crispr
pada embrio manusia, menginjeksikan 86 embrio dan kemudian menunggu 48
jam, waktu yang cukup untuk CRISPR / sistem Cas9 dan molekul pengganti DNA
yang hilang untuk bertindak - dan untuk embrio untuk tumbuh menjadi sekitar
delapan sel. Dari 71 embrio yang selamat, 54 teruji secara genetik. Kemudian
terungkap bahwa hanya 28 gen yang berhasil disambung, dan hanya sebagian
kecil dari mereka yang mengandung materi genetik pengganti. Meskipun
menggunakan embrio non-viable, mereka menganggap penelitian mereka sebagai
peringatan bahwa teknologi ini masih sangat baru dan jelas tidak bisa lepas dari
kesalahan (Cryanoski, 2015). Perubahan gen pada para “Transhuman” akan
diwariskan, dan sangat mungkin untuk mengubah keseluruhan gene-pool manusia.
CRISPR mempunyai kemampuan “gene drive”, yang akan menggantikan gen
normal dengan gen mutan, membuat seluruh keturunan menjadi mutan (Maxmen,
2015). Seperti yang kita ketahui, sains sangat rentan dengan kesalahan kecil yang
tidak terdeteksi dan tiba-tiba menjadi masalah besar di kemudian hari. Mungkin
suatu penyakit genetis pada pasien bisa hilang, tapi bisa saja memmunculkan efek
samping lain. Mutasi merugikan yang muncul bisamenjadi bencana hingga tingkat
populasi dan menegasikan tujuan awal semua ini.

Masalah sosial baru juga akan muncul di era “manusia pabrikan”. Anggap
para ilmuan berhasil menciptakan designer baby tanpa cacat dan terapkan perilaku
yang sama di masa depan seperti saat ini. Akumulasi keinginan orang tua untuk
mendesain anak akan menjadi standar baru di masyarakat. Manusia sudah saling
mendiskriminasi untuk waktu yang lama, bayangkan apa yang akan terjadi pada
orang-orang yang tidak mampu membeli “mod gen” untuk mereka dan
keluarganya (Knoepfler, 2015). Dalam bidang psikologi anak, ini bisa digunakan
untuk menentukan terlebih dahulu apa bakat, keterampilan, kemampuan,
kebajikan, dan keburukan yang dimiliki anak, sehingga memaksa anak untuk
memiliki bakat tertentu dan bukan yang lain. Hal ini bisa menjadikan orang tua
seperti tirani yang menjadikan anaknya robot, mengabaikan “ethic of giftedness”
(Steinbock, 2008). Kita sudah beruntung memiliki umur harapan untuk hidup dan
melihat dua generasi penerus, tetapi dengan umur yang jauh lebih panjang dan
jumlah yang bertambah secara eksponensial, di mana kita akan menaruh mahkluk
hidup yang selain manusia? Bagaimana dengan konsumsi pangan dan kebutuhan
energi? Kemampuan rekayasa genetika adalah kekuatan, dan seperti frasa populer:
“Kekuatan cenderung di salah gunakan”. Bayangkan apabila pengetahuan ini
sampai ke orang seperti Hitler atau Kim Jong-Il, mereka dengan senang hati akan
langsung mengujikan ini ke manusia tanpa mempedulikan etika, dan menciptakan
tentara super hasil modifikasi genetis (Knoepfler, 2015). Jadi kita harus melarang
riset modifikasi gen? Salah besar. Ilmuan genetika yang seharusnya bekerja untuk
masyarakat bisa saja menjadi anak buah para diktator masa depan selama
mendapatkan uang. Sejauh ini teknologi ini masih berupa fiksi ilmiah, namun
apabila satu “designer baby” sudah dilahirkan, maka ini akan menjadi pintu yang
terbuka selamanya membawa perubahan.

2.5 Opini Publik

Penyusun mengumpulkan opini publik dalam bentuk kuesioner kepada 10


responden untuk mengetahui bagaimana persepsi publik terhadap teknologi
modifikasi genetis prenatal. Pertanyaan yang disediakan adalah sebagai berikut:
1. Apakah Anda mengetahui teknologi CRISPR atau Designer Baby?
2. Bagaimana pandangan Anda mengenai teknologi modifikasi janin?
3. Teknologi modifikasi genetic bertentangan dengan norma (mis. agama,
sosial).
4. Perlukah teknologi ini diterapkan secepatnya?
5. Modifikasi genetis yang anda inginkan / dibutuhkan untuk generasi
selanjutnya?
a. Menghilangkan penyakit genetis/cacat kandungan
b. Meningkatkan kemampuan fisik (mis. kekuatan otot, kecerdasan,
dsb.)
c. Kosmetik (mis. warna kulit, bentuk hidung, warna mata, dsb.)
d. Meningkatkan angka harapan hidup/ mencegah penuaan.
e. Lainya...

Pertanyaan pertama, 3 dari 10 responden mengetahui sedangkan 7


responden tidak. Pertanyaan kedua 6 responden setuju berbanding dengan 4
responden. Sebagian responden mempermasalahkan etik modifikasi janin,
sedangkan yang lain menganggap kalau teknologi ini bisa menyelamatkan nyawa
berkat penghilangan penyakit dan cacat genetis. Pertanyaan ketiga 6 responden
setuju berbanding 4. Responden yang setuju beranggapan modifikasi janin
menyalahi aturan agama dan kesalahan atau cacat merupakan hal yang alami,
responden lain menjawab tidak selama digunakan untuk tujuan kemanusiaan.
Pertanyaan keempat 3 responden menjawab ya, 7 menjawab tidak. Responden
menjawab teknologi ini harus segera diterapkan untuk tujuan kemanusiaan,
sedangkan yang lain menjawab riset yang lebih matang dan berhati-hati
diperlukan karena masih pada tahap awal. Untuk pertanyaan nomor 5, responden
boleh memilih lebih dari 1 alasan. Pilihan pertama mendapat 7 suara, pilihann
kedua 2 suara, pilihan ketiga 1 suara, pilihan ke 4 mendapat 4 suara, pilihan
kelima 0 suara. Jawaban terbanyak adalah kebutuhan untuk menghilangkan
penyakit genetis atau cacat bawaan.
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Modifikasi genetis janin menggunakan teknologi CRISPR membuka


banyak peluang di masa depan seperti pengobatan penyakit genetis dan cacat
bawaan, peningkatan sifat fisik manusia seperti kecerdasan, imunitas, dan
kekuatan otot, bahkan memungkinkan adaptasi untuk perjalanan ke luar angkasa.
Tetapi tentu saja teknologi ini tidak lepas dari kesalahan dan efek samping yang
bisa saja terjadi tanpa diketahui. Belum lagi benturan dengan norma sosial dan
agama. Opini publik masih memiliki pandangan beragam terhadap hal ini.

3.2 Saran

Studi lebih lanjut terhadap metode dan standar operasional sangat


dibutuhkan dalam melanjutkan penelitian ini. Segera dilakukan konsensi lembaga
internasional untuk menyusun kode etik terhadap modifikasi genetis manusia.
Partisipasi dari berbagai pihak akan memastikan studi lebih lanjut akan
dilaksanakan dengan bertanggungjawab, transparan, kehati-hatian, dan
pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, William. 2009. Pengantar Bioetika. Yogyakarta : Kanisius


Cyranoski, David; Readon, Sara. 2015. “Chinese Scientist Genetically Modify
Human Embryo”. Nature News: doifinder/10.1038/nature.2015.17378.
Diakses pada 10/09/2016
Fried, George H., dan George J. Hademenos. 2007. Schaum’s outline : biology
second edition. Jakarta : erlangga
Henyhili, Victoria dan Suratsih. 2003. Common TextBook Genetika. Yogyakarta :
UNY.
Horvath P, Barrangou R (January 2010). "CRISPR/Cas, the immune system of
bacteria and archaea". Science. 327 (5962): 167–
70. Bibcode:2010Sci...327..167H.doi:10.1126/Science.1179555
Hudha, Atok Miftachul. 2015. “Kajian Pengetahuan Bioetika Dan Kemampuan
Pengambilan Keputusan Etis Mahasiswa Calon Guru Biologi”. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015. Universitas Muhammadiyah
Malang: Malang
Knoepfler, Paul. 2015. GMO Sapiens: The Life-Changing Science of Designer
Babies. World Scientific Publishing co.: Singapore
Ledford, Heidi. 2015. “CRISPR, the distruptor”. Nature News. Nature Publishing
Group: London
Marraffini LA, Sontheimer EJ (March 2010). "CRISPR interference: RNA-
directed adaptive immunity in bacteria and archaea". Nature Reviews
Genetics. 11 (3): 181–90.doi:10.1038/nrg2749
Maxman, Amy. 2015. “Easy DNA Editing Will Remake The World. Buckle Up.”.
Wired (August 2015)
Page, Michael le. 2015. “The Life Editor”. New Scientist no. 3050 (5 December
2015) pp: 32-38
Steinbock, Bonnie. 2008. “Designer Babies: Choosing Our Childrens Genes”.
www.thelancet.com Vol 372 October 11, 2008. Diakses pada: 10/09/2016

Anda mungkin juga menyukai