Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Harga Diri Rendah

2.1.1. Definisi

Harga diri rendah menurut Keliat (2006) digambarkan sebagai

perasaan yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal

mencapai keinginan. Selain itu juga Harga diri rendah adalah evaluasi dari

atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama

(Nanda 2005 dalam Direja, 2011).

Menurut Keliat (2010), Harga diri rendah adalah kondisi seseorang

yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang

berpikir adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak

mampu, dan tidak berprestasi.

Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak

diterima di lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya

(Barry, dalam Fitria 2009).

Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

gangguan harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri

merasa gagal mencapai keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan

merasa dirinya lebih rendah dibandingan orang lain.

Menurut Fitria (2009) harga diri rendah dibedakan menjadi dua, yaitu :

6
a. Harga diri rendah situsional

Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana individu yang

sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif

mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (Kehilangan,

perubahan).

b. Harga diri rendah kronik

Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami

evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu

lama.

2.1.2. Etiologi
Etiologi menurut Stuart Gail (2007) adalah sebagai berikut :
2.1.2.1. Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri Meliputi penolakan orang

tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan yang berulang,

kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada

orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.

Faktor yang mempengaruhi peran di masyarakat umumnya peran

seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang

wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif

dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang

hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai dengan standar

tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka

7
dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal:

seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau

seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan

menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai

muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap

wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang

mempunyai sejumlah peran.

Faktor yang mempengaruhi identitas diri Meliputi

ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan

struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan

menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam

mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan

melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja

akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya

merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja

ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.

Faktor biologis Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat

mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula

berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh

kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien

mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga

8
diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh

pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

2.1.2.2. Faktor presipitasi

Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi

yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi

atas stresor dapat mempengaruhi komponen. Stresor yang dapat

mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh,

tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan

fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan

pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga

diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri

dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat

misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara,

kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan

kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stresor pencetus dapat

berasal dari sumber internal atau eksternal:

1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang

diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

3) Ada tiga jenis transisi peran:

9
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang

berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap

perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-

norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.

b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya

anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

c) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan

sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan

bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi

tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang

normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen

konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

2.1.3. Rentang Respon


Tabel 2.1
Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif


Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan depersonal
diri positif rendah identitas isasi

2.1.4. Proses Terjadinya


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan

dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat

juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feedback dari

10
lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin

kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk

mendorong individu menjadi harga diri rendah.

Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya

individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),

individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga

timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan

fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena

kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri

rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif

atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan

mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

2.1.5. Tanda dan Gejala

a. Mengejek dan mengkritik diri.

b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri

sendiri.

c. Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan

pengunaan zat.

d. Menunda keputusan.

e. Sulit bergaul.

f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.

11
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga,

halusinasi.

h. Merusak diri : harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri

hidup.

i. Merusak atau melukai orang lain.

j. Perasaan tidak mampu.

k. Pandangan hidup yang pesimitis.

l. Tidak menerima pujian.

m. Penurunan produktivitas.

n. Penolakan terhadap kemampuan diri.

o. Kurang memperhatikan perawatan diri.

p. Berpakaian tidak rapi.

q. Berkurang selera makan.

r. Tidak berani menatap lawan bicara

s. Lebih banyak menunduk.

t. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

2.1.6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping termasuk pertahan koping jangka pendek

atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk

melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang

menyakitkan ( Stuart & Gail, 2007 ).

12
Pertahanan jangka pendek mencakup berikut ini :

1) Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis indentitas

diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televisi

secara obsesif)

2) Aktifitas yang memberikan identitas pengganti sementara

(misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,

gerakan atau genk)

3) Aktifitas sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri

yang tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi

akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas)

4) Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat

identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya,

penyalahgunaan obat )

Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini:

1) Penutupan identitas-adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang

terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri

individu.

2) Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan

harapan yang diterima masyarakat.

2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara:

13
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien

akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan

secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa

pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara

fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati

pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan

meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu

tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan

sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk

berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau

hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan

rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di

berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah

yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan

14
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain

yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini

dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan

memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun

jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data

pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila

sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi

bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.

Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan

menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.

Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan

petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di

berikan tidak bertentangan.

15
2.1.8. Sumber Koping
Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya, mempunyai

beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi : Aktifitas olah raga dan

aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan tangan, seni yang ekspresif,

kesehatan dan perwatan diri, pendidikan atau pelatihan, pekerjaan, vokasi atau

posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan kreatifitas, hubungan

interpersonal. (Stuart & Gail,2007).

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari

proses keperawatan (Direja, 2011). Data-data tersebut dikelompokan

menjadi faktor predisposisi, presipitasi, penilaian, terhadap stresor,

sumber koping, dan kemampuan koping yang dimlilki klien. Data-data

yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokan menjadi

data subjektif dan data objektif.

Data subjektif merupakan data yang disampaikan secara lisan

oleh klien maupun keluarga klien melalui proses wawancara.

Sedangkan data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata pada

klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat

(Keliat, Panjaitan & Helena, 2006).

16
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

a. Identitas pasien

b. Keluhan utama atau alasan masuk

Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di

rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang

sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.

c. Faktor presdisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah

penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,

kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada

orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

d. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah

hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau

bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas

(Fitria, 2009).

e. Konsep diri

1) Gambaran diri : Persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh

yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak

disukai dan bagian yang disukai.

17
2) Ideal diri : Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai

personal tertentu.

3) Harga diri : Penilai individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisis sebagai seberapa perilaku dirinya dengan

ideal diri.

4) Identitas : Prinsip pengorganisasian kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,

konsentrasi, dan keunikan individu.

5) Peran : Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh

lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di

berbagai kelompok sosial.

2.2.2. Daftar Masalah

a. Isolasi Sosial.

b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah.

c. Koping Mekanisme Tidak Efektif

2.2.3. Pohon Masalah

Isolasi sosial: menarik diri (effect)

Gangguan konsep diri: harga diri rendah (core problem)

Koping mekanisme tidak efektif (causa)

18
2.2.4. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

b. Isolasi sosial.

(Yosep, 2009).

2.2.5. Rencana Keperawatan

(terlampir)

2.2.6. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali jauh

berbeda dengan rencana (Direja, 2011).

2.2.7. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon

klien terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan

menggunakan pendekatan S.O.A.P yaitu subjektif, objektif, analisis,

perencanaan pada klien dan perencanaan pada perawat.

19

Anda mungkin juga menyukai