Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TINDAKAN OPERASI AMPUTASI

OLEH:

RIKA SEPTIANI

NIM. 1502105020

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI


NERS FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019
1. PENGERTIAN
Amputasi berasal dari kata “amputare“ yang kurang lebih diartikan “pancung“.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan tekhnik
lain atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisem cardiovaskuler.
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan
embel – embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan
(kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma,
penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum
diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan
protetik (Standart Perawatan Pasien Vol. 3. 1998)
2. ETIOLOGI
Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit
DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada
kondisi :
1) Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2) Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
3) Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4) Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
5) Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
6) Deformitas organ
7) Trauma
3. PATOFISIOLOGI
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, amputasi harus dilakukan
karena dapat mengancam jiwa pasien.
4. PATWAY (Terlampir)
5. METODE AMPUTASI
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh
dengan metode :
1) Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien
dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan
pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang
drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2) Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode
ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung
tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
6. JENIS AMPUTASI
1) Amputasi guillotine
Amputasi ini dilakukan pada saat darurat jika penyembuhan primer luka tidak
mungkin berlangsung karena kontaminasi atau infeksi berat
2) Amputasi definitive
Amputasi hanya dilakukan pada kasus anggota badan yang sudah hancur
Menurut Tempat Amputasi :
1) Amputasi pada superior meliputi jari tangan, setinggi atau sekitar pergelangan
tangan (amputasi transkarpal), lengan bawah, bagian distal, 1/3 proksimal,
lengan atas, daerah suprakondiler, daerah proksimal suprakondiler, bahu
2) Amputasi pada ekstremitas inferior meliputi paha, lutut, kaki
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1) Amputasi selektif / rencana: Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secra terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2) Amputasi akibat trauma: Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat
trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki
kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3) Amputasi darurat: Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim
kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan
kulit yang luas.
7. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi
amputasi antara lain : nyeri akut, keterbatasan fisik, pantom syndrome, pasien
mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman, adanya gangguan citra tubuh,
mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam diri
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Foto Rontgen : untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2) CT Scan : mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan
hematoma
3) Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan sirkulasi /
perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan
jaringan setelah amputasi
4) Kultur luka : mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
5) Biopsy : mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
6) LED : peningkatan mengidentifikasi respon inflamasi
7) Hitung darah lengkap : peningkatan di duga sebagai proses infeksi
9. PENATALAKSANAAAN
1) Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor:
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai
kebutuhan protesis). Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui
pemeriksaan fisik dan uji dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting
untuk penyembuhan. Floemetri doppler, penentuan tekanan darah segmental,
dan tekanan parsial oksigen perkutan (PaO2) merupakan uji yang sangat
berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi kemungkinan dapat
dilakukan. Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin
tujuan ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit.
Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada
semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan
meningkat dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa
protesis. Maka pemantauan kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat
penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapats seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
dalam gaya berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki
ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang
dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi bawah luut lebih disukai
daripada di atas lutut karena peningnya sendi lutut dan kebutuhan energi
untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang
lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi
roda. Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif yang
masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila
dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya,
otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat dicegah untuk
potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasi sendi
pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk
mobilitasnya. Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan
panjang fungsional maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa
maksimal.
2) Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi,
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang
sehat untuk penggunaan prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan
penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.
Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai,
pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan
menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka unuk menghindari infeksi.
a. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang
dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus
direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan
pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara
(pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri
dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan
bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting)
kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat
pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan
suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
b. Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
3) Amputasi Bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari
infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil, dilakukan amputasi definitife
dengan penutupan kulit.
4) Prostesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera
dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan prostesis sedini mungkin. Kadang prostesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi,
untuk penyakit pembuluh darah prostesis sementara diberikan setelah 4
minggu. Prostesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang
hilang. Pada ekstremitas bawah, tujuan prostesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan
dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari
otot biseps dan triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma
ekstremitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda
umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program
rehabilitasi segera. Karena amputasi sering diakibatkan oleh cedera, pasien
memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan
mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi, rehabilitasi
jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu
untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi
mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi
terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan
pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah
siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh
dari amputasi yaitu :
a. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam
darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan metabolismebasal.
b. Sistem musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan
gangguan system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat
berkurang pada jaringan demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu.
c. Sistem integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga
terjadi penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan
supali darah.
5. PERAWATAN PASCA AMPUTASI
1) Pasang balut steril, tonjolan – tonjolan hilang di balut tekan. Pemasangan
perban elastic harus hati – hati jangan sampai terjadi kontriksi puntung
diproksimalnya sehingga distalnya iskemik
2) Meninggikan puntung dengan mengangkat kaki jangan di tahan dengan
bantal, sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut
3) Luka ditutup, drain diangkat setelah 48 – 72 jam sedangkan puntung tetap
dibalut tekan, angkat jahitan hari ke 10 – 14
4) Amputasi bawah lutut tidak boleh menggantung di pinggir tempat tidur /
berbaring / duduk lama dengan fleksi lutut
5) Amputasi di atas lutut jangan diasang bantal diantara paha / membiarkan
abduksi puntung / menggantungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah
kontraktur lutut dan paha
6) Latihan – latihan, 1 hari pasca bedah atau sesegera mungkin berjalan dengan
kruk, puntung baru dilepas balutannya setelah benar – benar sembu
6. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena
ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau
kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, resiko infeksi meningkat.
Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan
kerusakan kulit.
7. PENGKAJIAN
Pra Operasi
1) Monitor status neurovaskuler kedua ekstremitas.
2) Observasi daerah yang akan dibedah.
3) Observasi tanda vital.
4) Kaji perasaan dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya
hidup.
5) Diskusikan dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi,
tentang kehilangan dan berduka.

Intra Operasi
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik
klie. Tujuan utama dari manajemen asuhan perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi optimal pasien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas,
pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus
untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur
operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan
drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.

Post Operasi
1) Kaji nyeri (sensasi phantom limb).
2) Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
3) Kaji tipe balutan dan plester penekan.
4) Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
5) Kaji posisi stump.
6) Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Data Interpretasi masalah Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Pre Operasi Ansietas
 Pasien mengatakan merasa
cemas
Ketidaktahuan tentang
 Pasien menunjukkan
prosedur operasi
ketakutan
Data Objektif :
Ansietas
 TTV pasien meningkat
 Pasien terlihat gemetar
 Pasien tampak gelisah

Data Subjektif : Risiko Infeksi


 - Intra Operasi
Data Objektif :
 Suhu ruang operasi tidak Tindakan operasi/bedah
sesuai standar
 Penggunaan universal
precaution tidak tepat Risiko Infeksi
 Tidak mempertahankan
lingkungan steril
Data Subjektif : Post Operasi Nyeri Kronis
 Pasien mengeluh nyeri
 Nyeri seperti terbakar,
Luka operasi
terkilir, tertekan
 Pasien mengeluh nyeri
Terputusnya kontinuitas
disekitar bagian amputasi
jaringan
 Pasien mengatakan skala
nyeri 7
 Pasien mengatakan nyeri Nyeri Kronis
hilang timbul setiap saat
Data Objektif :
 Pasien tampak meringis
 Pasien tampak kesulitan
untuk tidur akibat
menahan nyeri

Diagnosa keperawatan :
1. Ansietas berhubungan dengan stressor dan kurangnya pengetahuan terhadap
tindakan amputasi ditandai dengan peningkatan tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, gelisah dan gemetar.
2. Resiko infeksi terkait dengan prosedur invasif dengan faktor risiko gangguan
integritas kulit
3. Nyeri kronis berhubungan dengan pasca trauma pembedahan karena
gangguan ditandai dengan hambatan kemampuan meneruskan aktivitas
sebelumnya, keluhan nyeri, ekspresi wajah nyeri, perubahan pola tidur
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online), diakses: 4


Agustus 2019

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed-3. Jakarta : EGC.

Kun, Saputra. 2013. Asuhan Keperawatan pasien Dengan


Amputasi.http://www.kamusakep.blogspot.com (online), diakses: 4 Agustus 2019
.
Makassar. 2011. Askep Amputasi. http://sebastianamegarezky-
makassar.blogspot.com(online), diakses: 4 Agustus 2019.

Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
9. NURSING CARE PLAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

Ansietas Setelah diberikan asuhan NIC Label: NIC Label:


berhubungan keperawatan selama …x24 Anxiety Reduction Anxiety Reduction
dengan stressor dan jam diharapkan asietas pasien 1. Kaji tanda vital pasien 1. Peningkatan tanda
kurangnya dapat berkurang dengan 2. Beri penjelasan tentang vital menandakan
pengetahuan kriteria hasil: prosedur yang akan kecemasan pada
terhadap tindakan Anxiety Level dilakukan pada klien pasien
amputasi ditandai 1. Tanda vital dalam rentang 3. Orientasikan klien pada 2. Penjelasan prosedur
dengan peningkatan normal: lingkungan yang baru akan memberikan
tekanan darah, TD: 110/70-120/80mmHg 4. Anjurkan klien untuk informasi pada pasien
denyut nadi, RR: 16-22 kali/menit berdoa 3. Pengenalan
frekuensi N: 60-100 kali/menit 5. Beri waktu klien untuk lingkunngan akan
pernapasan, gelisah 2. Pasien tidak gemetar bertanya memberikan
dan gemetar 3. Pasien tidak menunjukkan 6. Beri motivasi klien kenyamanan terhadap
gelisah dan panik tentang prosedur tindakan pasien
7. Dorong klien untuk 4. Berdoa memberikan
mengungkapkan ketenangan bagi
perasaannya pasien
5. Penyampaian
pertanyaan akan
memberikan
pemahaman terhadap
hal yang belum
diketahui
6. Penjelasan prosedur
tindakan akan
memberikan bayangan
bagi pasien
7. Mengungkapkan
perasaan dapat
mengurangi perasaan
cemas pasien

Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan NIC Label : NIC Label :


terkait dengan keperawatan selama …x24 Infection Control: Infection Control:
prosedur invasif jam diharapkan tidak terdapat Intraoperative Intraoperative
dengan faktor risiko tanda-tanda infeksi dengan 1. Monitor dan pertahankan 1. Suhu rendah
gangguan integritas kriteria hasil : suhu ruang operasi antara mencegah mudahnya
kulit Risk Control 20-24oC bakteri berkembang
1. Mencapai penyembuhan 2. Gunakan universal 2. Pencegahan
tepat waktu precautions perpindahan kuman
2. Tidak muncul tanda dan 3. Verifikasi indikator dan bakteri
gejala infeksi sterilisasi 3. Sebagai tanda
3. Tidak ada demam 4. Inspeksi kulit dan peralatan medis yang
4. Bebas drainase purulen jaringan disekitar tempat digunakan benar steril
atau eritema operasi 4. Memastikan kulit
5. Memastikan balutan luka jaringan operasi telah
operasi sesuai dan benar telah
6. Kolaborasi pemberian tertutup
antibiotik 5. Untuk menghindari
Infection Protection luka terbuka sehingga
1. Pantau tanda – tanda vital meningkatkan risiko
(peningkatan suhu) infeksi
2. Inspeksi balutan dan luka, 6. Antibiotic mencegah
perhatikan karakteristik tumbuhnya bakteri
drainase penyebab infeksi
3. Lakukan perawatan luka
dengan pertahankan Infection Protection
teknik aseptic 1. Peningkatan suhu
4. Kolaborasi pemberian sebagai tanda
antibiotik inflamasi dan infeksi
5. Berikan informasi pasien 2. Memastikan kondisi
dan keluarga mengenai luka telah sesuai fase
tanda-tanda infeksi penyembuhan luka
3. Teknik aseptic
mencegah terjadinya
infeksi pada luka
4. Antibiotic mencegah
tumbuhnya bakteri
penyebab infeksi
5. Dapat memberikan
penanganan lebih
cepat ketika terjadi
infeksi
Nyeri kronis Setelah diberikan asuhan NIC Label : NIC Label :
berhubungan keperawatan selama …x24 Pain Management Pain Management
dengan pasca jam diharapkan nyeri dapat 1. Catat lokasi dan intensitas 1. Membantu dalam
trauma pembedahan terkontrol sampai berkurang nyeri, karakteristik nyeri evaluasi kebutuhan
karena gangguan dengan kriteria hasil : 2. Tinggikan bagian yang dan keefektifan
ditandai dengan NOC Label: Pain Control sakit dengan meninggikan intervensi perubahan
hambatan 1. Pasien menyatakan nyeri kaki tempat tidur/ dapat
kemampuan terkontrol atau berkurang mengunakan bantal mengindikasikan
meneruskan 2. Terjadi penurunan skala guling untuk amputasi terjadinya komplikasi
aktivitas nyeri tungkai atas 2. Mengurangi
sebelumnya, 3. Wajah pasien tampak 3. Berikan tindakan terbentuknya odem
keluhan nyeri, rileks dan tenang kenyamanan (mis: ubah dengan peningkatan
ekspresi wajah 4. Mampu tidur / istirahat posisi) dan aktifitas aliran balik vena
nyeri, perubahan dengan tepat terapeutik. Dorong menurunkan kelelahan
pola tidur 5. Pasien memahami faktor penggunaan teknik otot – otot tekanan
nyeri dan mampu atau manajemen stress kulit / jaringan
mengerti cara mengontrol 4. Berikan pijatan lembut 3. Meningkatkan
pada puntung sesuai relaksasi,
toleransi bila balutan meningkatkan
telah dilepas kemampuan koping
5. Kolaborasi pemberian dan menurunkan
obat jenis analgetik atau terjadinya nyeri
relaksan otot (morfin, fantom tungkai
paracetamol), 4. Meningkatkan
6. Berikan informasi tentang sirkulasi, menurunkan
sensasi fantom tungkai tegangan otot,
dan penggunaan alat menurunkan nyeri /
untuk menghilangkan spasme otot
nyeri 5. Memberikan
rangsangan saraf dan
Amputation Care memblok transmisi
1. Latih pasien melakukan sesasi nyeri
ROM 6. Mengetahui sensasi
2. Jelaskan penggunaan nyeri memungkinkan
prosthesis pemahaman fenomena
3. Latih pasien dan keluarga normal ini yang dapat
cara penggunaan terjadi segera /
prosthesis beberapa minggu
pasca operasi. Sensasi
fantom tidak dapat
teratasi dengan obat
tradisional

Amputation Care
1. ROM untuk melatih
tubuh agar tetap
bergerak dan tidak
kaku
2. Prosthesis sebagai alat
bantu pengganti tubuh
3. Penggunaan prosthesis
sejak dini dapat
memaksimalkan
adaptasi pasien dalam
melakukan aktivitas
dengan prostesis

Anda mungkin juga menyukai