Pengambilan kuputusan individual, baik ditignkat bawah maupun atas, merupakan suatu
bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi
mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagiah besar dipengaruhi oleh
persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu
penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang
menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi
menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain
penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap
informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya,
data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan
akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil
akhirnya.
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam
batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional,
yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada
kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
1. Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk
mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari
kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan
cara yang berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas
individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan
motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini,
maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.
v Intuisi : penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional
atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu
ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat
memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para
ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring.
Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling
mungkin menggunakan intuisi didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian
dalam tingkat yang tinggi, bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel
kurang dapat diramalkan secara ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak menunjukkan
dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila data analitis kurang berguna, bila ada beberapa
penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen yang baik, dan bila waktu terbatas dan
ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.
v Identifikasi masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih
tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut : mudah
untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin dengan pengambilan
keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan
‘berada pada puncak masalah’.
v Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil
keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.
Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1.
1. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan
penilaian pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan
mengapa para manager lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan
daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran
orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan
menarik analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik.
Contohnya adalah manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu
produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang
menonton film Superman dan merasa dirinya seperti Superman, dls.
3. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan
sebelumnya meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan
komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang
diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut,
dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa keputusan awal mereka tidak
keliru dan menghindari keharusan untuk mengakui kekeliruan itu. Banyak
organisasi menderita kerugian karena seorang manager bertekad membuktikan
bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan sumber daya
kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
- Analitis : memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu
menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Direktif : memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis,
mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
- Perilaku : bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan
usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba
menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.
v Hambatan dari organisasi : para manager akan membentuk keputusan sesuai dibawah
ini :
- Evaluasi kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk
mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
- Sistem imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih
disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan
perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat
individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan keputusan.
- Pembatasan waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan
keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit
untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
- reseden historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan
saat ini.
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria
keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas
dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar individu sesuai dengan Piagam
Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan. Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat
mengenai hak individu dan keadilan sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk
mengembangkan standar-standar etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja
ini adalah sebuah tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan
melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager
makin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan
harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan produksi
keluar negeri untuk mengurangi biaya, dls, hanya dapat dibenarkan dalam makna utiliter,
sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari kriteria tunggal tersebut.
Referensi : P. Robbins, Stephen, “Perilaku Organisasi”, Prentice Hall, 2001, Jilid 1 Bab 5
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
banyaknya data yang kita miliki, itu tetap tidak mencukupi untuk
menjawab
apa yang tidak diketahui. Data mungkin mengurangi ketidakpastian, namun
takkan pernah bisa menghapuskannya.
Dalam setiap keadaan setidaknya selalu ada dua keputusan yang diambil:
mengambil keputusan atau tidak. Mengambil keputusan berarti menantang
resiko
sekaligus memastikan harapan. Sedangkan tidak mengambil keputusan
berarti
memupuskan harapan, juga memunculkan resiko. Jadi tak ada resiko yang
lenyap
begitu saja dibalik ketidakmauan kita mengambil keputusan. Keputusan
berarti
memutuskan dari keragu-raguan dengan keyakinan untuk mencapai sebuah
kepastian.
Setiap keadaan selalu unik. Tak ada persoalan yang sama persis. Selalu
saja
ada variasi dan tantangan baru. Dengan demikian setiap keadaan menuntut
pemecahan dan pengambilan keputusan yang unik untuk keadaan tersebut.
Pengalaman adalah bekal yang baik. Data masa lalu menjadi dasar valid
dari
keputusan anda. Intuisi menuntun anda memahami situasi yang sebenarnya.
Namun yang dibutuhkan oleh setiap persoalan adalah sebuah keputusan yang
KEGIATAN ALTERNATIF
Kunci pengambilan keputusan adalah tanggung jawab anda. Oleh karena itu
di
saat mengambil keputusan semestinya anda mempertanyakan kemampuan anda
mempertanggungjawabkannya. Kegiatan itu mengajak anda untuk menelaah hal
tersebut.
1. Anda bertugas untuk membeli sesuatu. Ada dua pemasok yang menawarkan
barang serupa. Pemasok satu menawarkan barang dengan kualitas tinggi
dengan
harga mahal. Sedangkan barang yang ditawarkan pemasok dua sedikit lebih
rendah kualitasnya dan murah. Manakah yang anda pilih? Mengapa? Tahukah
anda
kepada siapa anda harus mempertanggung jawabkan keputusan anda?
2. Anda bertugas merekrut seorang karyawan. Ada dua karyawan yang harus
anda
pilih seorang. Keduanya sama-sama memiliki latar belakang dan pendidikan
sekarang. Selain itu tempat kerjanya lebih jauh sehingga anda harus
mengeluarkan biaya lebih. Karena anda sudah lama menginginkan pekerjaan
itu,
anda terima tawaran itu. Menurut anda mengapa anda memilih pindah?
anda merasa begitu penuh tanggung jawab atas diri anda sendiri?
Semua dari kita selalu memutuskan sesuatu dan melakukan perbedaan karena
http://finance.groups.yahoo.com/group/hri/message/3614.12-april-2010