Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

KEPERAWATAN JIWA
“TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERILAKU KEKERASAN”

Dosen Pembimbing: Sri Hendarsih, S. Kp., M.Kes

OLEH :
1. Sri Rahmawati (P07120216007)
2. Afita Rosadiana (P07120216008)
3. Kristina Weningtyastuti (P07120216009)
4. Sekar Tunjung M (P07120216010)
5. M. Afif Fadhil W. (P07120216011)
6. Banu Ramadhan (P071202160 )

DIV KEPERAWATAN REG. 6A


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2019
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

PERILAKU KEKERASAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Gatotkaca Rumah
Sakit Jiwa Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki
riwayat melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki
kriteria perilaku kekerasan Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi
Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien dapat berperilaku
asertif.

B. Landasan Teori
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di
ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di
ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang
melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme
koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman
tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima
atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan
lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

4. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu
rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses
penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa
ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan
individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon yang tidak normal (maladaptif).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan
pada objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-
suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan
kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).

C. Rencana Kegiatan
1. Topik
Manajemen Stres di Organisasi Kampu
2. Tujuan
a. Umum
Peserta TAK mampu mengelola stres dalam mengahadapi masalah.
b. Khusus
1) Klien mampu menjelaskan pengertian stress.
2) Klien mampu mengidentifikasi penyebab stres di organisasi yang diikuti.
3) Klien mampu mengatasi stres yang dialami.

3. Waktu Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Jumat, 6 April 2018
Tempat : Ruang Kelas Betty Neuman
Jam : 08.00 – selesai WIB
No. Kegiatan Waktu
1. Pembukaan 5 menit
a. Doa pembukaan
b. Perkenalan
c. Tujuan
d. Kontrak
e. Aturan
2. Isi 15 menit
a. Diskusi mengenai
masalah yang dihadapi
klien.
b. Diskusi cara mengatasi
masalah stres yang sudah
dilakukan.
3. Penutup
a. Evaluasi perasaan
subjektif dan objektif
klien.
b. Rencana tindak lanjut
20 menit
c. Kontrak yang akan
dilakukan.
d. Hasil Observasi
e. Kesimpulan
f. Doa Penutup
Jumlah 40 Menit

4. Setting Tempat
5. Proses Seleksi
a. Berdasarkan observasi klien sehari-hari
b. Berdasarkan informasi yang klien utarakan dan berdasar perilaku klien sehari-
hari
c. Berdasarkan informasi dan diskusi dengan teman mengenai perilaku klien sehari-
hari
d. Hasil diskusi kelompok
e. Adanya kesepakatan dengan klien
6. Data Spesifik
a. Data Objektif:
1) Klien Anggita Nurlitasari :
- Klien sering tertidur dikelas.
- Klien terlihat sibuk dengan hal lain selama perkuliahan
2) Klien Siti Nurhaliza Fujiyanti :
- Muka klien terlihat tidak santai.
- Klien terlihat tidak semangat untuk mengikuti perkuliahan
3) Klien Bella Meilani :
- Wajah klien terlihat sayu dan tidak bersemangat
- Klien terlihat sering terlambat masuk kelas
b. Data Subjektif
1) Klien Anggita Nurlitasari
- Teman klien mengatakan klien sering teriak-teriak tanpa ada alasan yang
jelas di kelas.
2) Klien Siti Nurhaliza Fujiyanti
- Teman klien mengatakan klien sering uring-uringan dan marah-marah
sendiri.
- Teman klien mengatakan klien jadi mudah tersinggung dengan hal kecil
yang klien alami.
3) Klien Bella Meilana
- Klien mengatakan bahwa klien ingin sekali pergi dan lari dari masalah
yang dihadapi.
- Klien mengatakan bahwa klien lebih sering memusatkan pikiran pada
indolanya dan terkadang berhalusinasi.
7. Peran Ners/Anggota Tim Terapis
a. Formulasi Tim
1) Leader : Kristina Wening T.

Tugas:

 Memimpin jalannnya terapi aktifitas kelompok.


 Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannnya terapi.
 Menyampaikan materi sesuiai tujuan TAK.
 Memimpin diskusi kelompok.
2) Co. Leader : Rizqi Ayu Asifya T.
Tugas:

 Membuka acara.
 Mendampingi Leader.
 Mengambil alih posisi leader jika leader bloking.
 Menyerahkan kembali posisi kepada leader.
 Menutup acara diskusi.
3) Fasilitator :Alfi Nur Vaizatul Khasanah
Ismi Fitriani
Naufal Muafi

Tugas:

 Ikut serta dalam kegiatan kelompok.


 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannnya terapi.
4) Observer : Arinadya Hanifa Putri P.
Tugas:

 Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang


tersedia).
 Mengevaluasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses,
hingga penutupan.

b. Klien
1) Anggita Nurlitasari
2) Siti Nurhaliza Fujiyanti
3) Bella Meilana
8. Alat yang digunakan
1) Kertas
2) Pulpen
9. Proses TAK
1) Pra- Interaksi
a. Memilih klien sesuai indikasi yaitu klien yang mengalami stress
b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a. Memberikan salam terapeutik
b. Terapis memperkenalkan diri diikuti dengan klien disertai pemasangan
name tag
c. Melakukan kontak topik, waktu dan tempat sesuai dengan rencana
d. Maksud dan tujuan terapi disampaikan
e. Prosedur dan aturan main terapi disampaikan
f. Mempersilahkan klien BAK/BAB sebelum acara dimulai
g. Memberikan kesempatan klien bertanya tentang TAK yang akan
dilakukan
3) Tahap Kerja
a. Terapis memberikan arahan/bimbingan sesuai tujuan terapi sampai klien
mengikuti intruksi terapis
b. Fasilitator memberi motivasi pada klien sehingga klien mengikuti kegiatan
terapi sampai selesai
c. Terapis memberikan reward dan punishment sesuai kondisi dan tepat
waktu
d. Observer mendokumentasikan proses TAK dari awal sampai akhir,
sehingga semua respon klien teridentifikasi
4) Tahap Terminasi
a. Mengungkapkan perasaan klien setelah TAK
b. Pemahaman klien terhadap tujuan TAK
c. Reinforsement terhadap tujuan TAK
d. Observer menyampaikan hasil observasinya pada semua pasien
e. Rangkuman TAK dilakukan
f. RTL disepakati dengan klien
g. Tanggal, jam, tanda tangan & nama terapis dicantumkan
h. Lembar observasi klien diisi sesuai format yang tersedia
i. Respon klien selama terapi berlangsung dimasukkan dalam catatan
perkembangan keperawatan masing-masing klien
10. Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

11. Perincian Biaya

Snack 9 x 10.000 = Rp 90.000


Kertas 6 lembar = Rp 1.500
9 Pulpen x 2.000 = Rp 18.000 +
Total Rp 112.000
Lembar Observasi Pasien

Terapi Aktivitas Kelompok

Nama Pasien :

Usia/Jenis Kelamin :

No Elemen Pencapaian Kriteria Pencapaian Ya Tidak Ket.


1 Sikap klien selama 1.1. Klien mendengarkan
terapi dan menjalani terapi
dengan baik
1.2. Klien mampu
mengikuti arahan dari
leader
2 Materi yang 1.1.Mampu menjelaskan
disampaikan pengertian stress
1.2.Mampu menjelaskan
penyebab stress secara
umum
1.3.Mampu menjelaskan
penyebab stress yang
dialami
1.4.Mampu memahami cara
mengatasi stress yang
dialami

Kesimpulan :
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien :

Umur/Jenis Kelamin :

NO. Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


1. Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Pukul : Pukul :

Anda mungkin juga menyukai