Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut

rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan

merusak jaringan normal disekitarnya.

2.2 ANATOMI HISTOLOGI

Cervix adalah bagian dari system reproduksi wanita, terletak di dalam

pelvis. Cervix bagian terbawah dekat dengan bagian dari uterus. Cervix adalah

suatu saluran:

2.2.1 Cervix, menghubungkan uterus ke vagina. Selama periode menstruasi,

darah mengalir dari uterus melalui cervix ke vagina. Vagina mengalirkan

darah keluar dari tubuh.

2.2.2 Cervix memproduksi mucus. Selama coitus mucus membantu sperma

bergerak dari vagina melalui cervix ke dalam uterus

2.2.3 Selama kehamilan, cervix tertutup rapat unutk membantu menjaga

bayi tetap di dalam uterus selama kehamilan.


Ada 2 tipe sel dalam serviks, squamos dan glanduler. Pertemuan dua sel di

squamo-columner junction, bagian antara bibir luar dan dalam leher rahim, bisa

mengubah sel menjadi abnormal. Celakanya ini adalah bagian yang selalu berubah

jika terjadi haid, hamil atau menopause. Di bagian inilah, sela-sel berubah cepat

dan bisa jadi abnormal. Sel –sel yang rusak itu berubah bentuk dan warna dan

akhirnya menjadi tumor dan selanjutnya kanker yang mematikan. Kanker servik

makin ganas dari bulan kebulan dan tahun ke tahun. Pada masa pra kanker

(setelah sel berubah menjadi abnormal), ada tiga tahapan perubahan sel, Cervical

Intraepithel Neoplasma (CIN) 1, CIN 2 dan CIN 3. Setelah CIN 3, sel yang

abnormal itu menjadi sangat tebal dan akhirnya menjadi kanker.Tetapi kanker

tersebut tidak serta merta, dari terindikasi ada virus HPV hingga mencapai CIN 2

atau 3 jarak waktunya 5 tahun, maka deteksi dini sangat penting.

Karsinoma servik timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks

( portio ) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squama-colimnar

junction ( SCJ ). Histologik antara epitel gepeng berlapis ( squamous compleks )


dari portio dengan epitel kuboid / silindris pendek selapis beersilia dari

endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri

eksternum., sedang pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, SCJ berada dalam

kanalis serviks. Maka untuk melakukan paps smear yang efgatif, yang dapat

mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau

cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi

tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai

porsio yang erosive (metapasi squamosa) yang fisiologik atau patologik.

2.3 ETIOLOGI

Pada umumnya, kanker bermula pada saat sel sehat mengalami mutasi

genetic yang mengubahnya dari sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat

tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang teratur. Sel kanker tumbuh dan

bertambah banyak tanpa control dan mereka tidak mati. Adanya akumulasi sel

abnormal akan membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker menginvasi jaringan

sekitar dan dapat berkembang dan tersebar di tempat lain di dalam tubuh

(metastasis)

Kanker serviks paling sering bermula dengan sel datar, tipis yang

membentuk dasar selviks (sel skuamosa). Karsinoma sel squamosa merupakan

80% dari kasus kanker serviks. Kanker serviks dapat juga terjadi pada sel kelenjar

yang membentuk bagian atas dari cerviks. Dapat disebut dengan adenocarcinoma,

prevalensi kanker ini yaitu 15% dari kanker serviks. Kadang-kadang kedua tipe

sel ditemukan pada kanker serviks. Terdapat kanker lain pada sel lain di serviks

namun persentasenya sangat kecil.


Apa yang menyebabkan sel skuamos atau sel glandular menjadi abnormal

dan berkembang menjadi kanker belum begitu jelas. Namun, telah jelas bahwa

Human papiloma virus (HPV) pada infeksi menular seksual berperan. Bukti

bahwa HPV ditemukan pada hampir semua kanker serviks. Namun, HPV

merupakan virus yang sangat umum dan kebanyakan wanita dengan HPV tidak

pernah mengidap kanker serviks. Ini berarti faktor resiko lainnya, seperti faktor

genetik, lingkungan, dan gaya hidup, juga menentukan apakah seseorang akan

terkena kanker serviks.

99,7 % kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus

(HPV), khususnya HPV tipe 16 dan 18, yang ditularkan melalui kontak kulit

kelamin.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Diantara tumor ganas ginekologi, kanker serviks masih menduudki

peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 th, terbanyak antara

45-50 th. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan

waktu sekitar 10 th. Hanya 9% dari wanita berusia < 35 th menunjukan kanker

serviks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat

pada wanita dibawah usia 35 th. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, kita

sepakat secara nasional melacak (mendeteksi dini) setiap wanita sekali saja

setelah melewati usia 30th dan menyediakan sarana penanganannya, untuk

berhenti sampai usia 60th. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya

(coverage). Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun, ibu-ibu

PKK) untuk mengenali bentuk portio yang mencurigakan untuk dapat di Pap
smear oleh dokter atau bidan di Puskesmas atau Puskesling sebagaimana

disarankan oleh WHO.

2.5 FAKTOR RESIKO

2.5.1 Mulai melakukan hubungan seks pada usia muda

Melakukan hubungan sex sebelum umur <16 tahun meningkatkan resiko

untuk terkena HPV. Sel imatur cenderung lebih rentan untuk mendapatkan

perubahan pre-kanker yang disebabkan oleh HPV.

2.5.2 Berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom

Semakin banyak jumlah partner seks (dan semakin banyak jumlah partner

sex dari partner sex pasien), semakin besar kemungkinan untuk terkena

HPV.

2.5.3 Sering menderita infeksi di daerah kelamin

Jika pasien memiliki IMS lainnya — seperti chlamydia, gonorrhea,

syphilis atau HIV/AIDS — pasien akan memiliki kemungkinan yang besar

terkena HPV.

2.5.4 Melahirkan banyak anak

2.5.5 Kebiasaan merokok (resikonya 2x lebih besar)

Mekanisme pasti yang menghubungkan antara rokok dengan kanker

serviks juga belum diketahui dengan jelas, namun merokok meningkatkan

perubahan pre-kanker dan terjadi pada servik. Merokok dan infeksi HPV

dapat membuat kemungkinan kanker serviks semakin meningkat tinggi.

2.5.6 Defisiensi vitamin A, C, E dan zat gizi


Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat

dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta

mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita

yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

2.5.7 Infeksi Clamidia

Beberapa riset menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau

infeksisaat ini berada dalam resiko kanker serviks lebih tinggi.

2.5.8 Pemakaian AKDR

Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks, bermula dari

adanya erosi serviks kemudian menjadi infeksi berupa radang yang terus

menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus kanker serviks.

2.5.9 Pemakaian pil KB

Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks

meningkat sejalan dengan semakin lama wanita tersebut

menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun

pada saat pil dihentikan.

2.5.10 Pemakaian DES (Dietylstilbestrol)

DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara tahun

1940-1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran.

Anak-anak wanita dari parawanita yang menggunakan obat ini,

ketika mereka hamil berada dalam resiko terkena

kanker serviks dan vagina sedikit lebih tinggi.


2.6 PATOFISIOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar Junction

(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio

dengan epitel kuboid /silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis

serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedang

pada wanita usia>35 tahun SCJ berada di dalam kanalis servikalis. Maka untuk

melakukan pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus

dikerjakan dengan skraper ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal

perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda dan keluhan. Pada

pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi

skuamosa) yang fisiologik atau patologik.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel

serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga

berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses

metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses

metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo kolumnar,

yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo kolumnar baru yang

menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.

Daerah di antaranya ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau

bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif

metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini

biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen

yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma
virus (HPV) memegang peranan penting. Sel yang mengalami mutasi tersebut

dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang

disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang

mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma

in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma

invasif tetapi membrana basalis masih utuh.

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks

(NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari:

1) NIS 1, untuk displasia ringan;

2) NIS 2, untuk displasia sedang;

3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.

Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang

dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ untuk kemudian

berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian menemukan bahwa

30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena

tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progresif dan

mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas

sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya.


Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina

sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis ; 2)

endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk

mengadakan infiltrasi menjadi ulkus ; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung

merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk

menjadi ulkus yang luas.

Umumnya fase prainvasif antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun).

Perubahan epitel diplastik serviks secara kontinyu masih memungkinkan

terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dekenal dengan

unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa

epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell

carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma.

Porsio yang erosif dengan ektropion bukan termasuk lesi pramaligna,

selama tak ada bukti adanya perubahan diplastik dari SCJ. Penting untuk dapat

menggaet sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meski pada

pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi false negative/ false positive.

Penanganan / terapi hanya boleh dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh

karena itu untuk konfirmasi hasil pap smear perlu tindak lanjut upaya diagnostik

biopsi serviks.

2.7 PENYEBARAN

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3

arah:

a. kearah fornises dan dinding vagina


b. kearah korpus uterusl

c. kearah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi

septum rektovaginal dan kandung kemih.

Melalui pembuluh darah getah bening dalam parametrium kanan dan kiri

sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam

(hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak

lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.

Tergantung dari kondisi imunulogik tubuh penderita KIS akan berkembang

menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman

invasi lebih dari 1mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau

darah. Jika sel tumor sudah terdapat lebih dari 1mm dari membrana basalis, atau

lebih dari 1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe atau darah,

maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma

serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang

demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor

menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan

secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus,

rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat

menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke

perimetrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,

kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya

secara teoretis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus dikanan danvena subklavia

di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.


Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh

perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh

karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.

2.8 MANIFESTASI KLINIK

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar

dari vagina ini makin lama kan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Dalam hal demikian, pertumbuhan menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami

segera sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma

serviks (75-80%)

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama

akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan

spontan umumnya terjadi pada tinkat klinik lebih lanjut ( II atau III ), terutama

pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita yang sudah usia lanjut yang

sudah tak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid

(menopause) bilamana mengidap kanker serviks serin terlambat datang meminta

pertolonga. Perdarahan spontan saat defekasiakibat tergesernya tumor eksofitik

dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan

spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemingkinan adanya

karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk khas memperkuat dugaan

karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam

berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf, memerlukan

pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat.,

khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan
meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh

metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal

akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal

Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang

menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang

klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah bagaimana

mendiagnosa dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra invasif,

lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pra-maligna

(displasia/diskariosis serviks)

Hasil pemeriksaan sitologi ekploratif dari ekto dan endo-serviks yang

positif tidak boleh dianggap doiagnosis pasti. Diagnosis harus dipastikan dengan

pemeriksaan histologik memuaskan, dari jaringan yang diperoleh dengan

melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan histologik memuaskan biopsi harus

terarah (targeted biopsy). Dengan bimbingan kolposkop bila sarana

memungkinkan. Secara sederhana , dapat dikerjakan dengan sebelumnya memulas

porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang diambil hendaknya pada batas

antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium) dengan

porsio yang pucat ( haringan abnormal yang tidak menyerap iodium). Kemudian

jaringan direndalm dalam larutan formalin10% untuk dikirim ke lab Anatomi.

Perlu disadari mengerjakan biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian yang

nekrotik. Pada tingkat klinik O, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara

klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk

konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase

endoserviks ( ECC = Endo-Cervical Curettage ) atau konisasi serviks.


2.9 DIAGNOSIS

Jika seseorang mengalami tanda dan gejala kanker serviks, pasien dapat

menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis. Untuk

menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan :

2.9.1 Memeriksa serviks. Selama pemeriksaan yang disebut kolposkopi, dokter

dapat menggunakan mikroskop khusus (colposcope) untuk memeriksa

serviks dari sel abnormal. Jika terlihat area yang tidak biasanya, dapat

diambil sample sel untuk analisis (biopsy).

Gambar 1. Colposcopy untuk mengambil jaringan yang abnormal

2.9.2 Mengambil sample sel serviks. Selama prosedur biopsy dokter

mengambil sample dari sel abnormal dari serviks dengan menggunakan

alat khusus. Pada punch out biopsy, dokter menggunakan pisau sirkuler

khusus untuk mengambil sebagian kecil dari serviks. Biopsi jenis lainnya
dapat digunakan tergantung dari lokasi dan

ukuran dari area yang abnormal.

Gambar 2. perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal

2.9.3 Stadium

Jika kanker serviks telah ditentukan, maka pasien akan manjalani

pemeriksaan lebih jauh lagi untuk menentukan apakah kanker telah

menyebar dan sampai dimana penyebarannya – suatu proses yang disebut

stadium kanker. Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan

pengobatan.

Tabel 2.1 Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978

Tingka Kriteria

t
0 Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis

masih utuh.

I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

Ia Karsinoma mikro invasif; bila membrana basalis sudah rusak dan sel

tumor sudah memasuki stroma tak>3mm, dan sel tumor tidak terdapat

dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah.

Ib occ Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada

pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi


II stroma melebihi Ia.

Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik

IIa menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.

Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian

IIb atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.

Penyebaran hanya ke vagina, perametrium masih bebas dari infiltrat

tumor.

III Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai dinding

panggul.

IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke

parametrium sampai dinding panggul.

IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke

parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah

IV bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)

atau proses pada tingkat klinik I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal

ginjal.

IVa Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan

mukosa rektum dan/ atau kandung kemih (dibuktikan secara

Ivb histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau ke tempat-

tempat yang jauh.

Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi

mukosa rektum dan/ kandung kemih.

Telah terjadi penyebaran jauh.


Tabel 2.2 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM

Tingka Kriteria

t
T Tak ditemukan tumor primer

T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)

T1 Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke

korpus uteri)

Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif yang dibuktikan dengan

T1b pemeriksaan histologik.

T2 Secara klinis jelas karsinoma yang invasif.

Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai

dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum

T2a sampai 1/3 bagian distal.

T2b Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium.

T3 Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium.

Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah

NB : mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan

dinding panggul).

Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter

karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3

T4 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori

yang lebih rendah (T1 atau T2).

T4a Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih,

atau meluas sampai di luar panggul.

T4b Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktiksn
NB : secara histologik.

NX Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul.

Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya

sebagai T4.

N0 Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda

N1 -/+ ditambahkan untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi

mengenai pemeriksaan histologik, jadi NX+ atau NX-.

N2 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi.

Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh

M0 cara diagnostik yang tersedia (misal limfografi, CT Scan panggul).

M1 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan

celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor.

Tidak ada metastasis berjarak jauh.

Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas

bifurkasio arteri iliaka komunis.

2.9.4 Pemeriksaan visual pada kandung kemih atau rektal.

Dokter dapt menggunakan alat khusus untuk melihat kandung kemih secara

langsung (cystoscopy) dan rektum (proctoskopi).

2.9.5 Radiologi

Pemerksaan seperti X-Ray, computerized tomography (CT) Scan atau MRI dapat

membantu untuk menentukan apakah kanker telah menyebar disekitar serviks.


Jika kanker serviks terdeteksi pada stadium yang lebih awal,

penatalaksanaan sepertinya lebih berhasil. Skrining kanker serviks regular dan

perubahan prekanker pada serviks direkomendasikan untuk semua wanita.

Kebanyakan panduan menganjurkan skrining pertama dalam waktu 3 tahun

pertama setelah aktif secara seksual, atau tidak lebih dari umur 21. Skrining dapat

berupa.

2.9.6 Pap test.

Selama Pap test, dokter mengambil sel dari serviks – leher sempit dari

uterus- dan mengirim sample tersebut ke lab. Sel ini kemudian diperiksa ada

tidaknya abnormalitas.

Pemeriksaan Pap Test dapat mendeteksi sel abnormal pada serviks.

Stadium prekanker terjadi pada saat sel abnormal terdapat hanya pada lapisan luar

dari serviks dan tidak menginvasi bagian lebih dalam. Jika tidak ditangani, sel

abnormal ini dapat berubah menjadi sel kanker, dimana dapat menyebar pada

beberapa tempat sekitar serviks, vagina bagian atas, area pelvis, dan bagian lain

dari tubuh. Kanker atau prekanker yang ditemukan pada stadium preinvasif jarang

membahayakan nyawa dan biasanya hanya membutuhkan pengobatan rawat jalan.

Pemeriksaan Pap Smear secara rutin adalah cara paling efektif untuk

mendeteksi kanker serviks pada stadium yang lebih dini. Panduan jadwal Pap

rutin adalah sebagai berikut :

2.9.6.1 Pap Smear pertama dilakukan pada 3 tahun pertama setelah hubungan sex

pertama atau pada umur 21 tahun (lakukan yang mana terjadi duluan)

2.9.6.2 Dari umur 21 hingga 29 tahun, lakukan pemeriksaan Pap rutin setiap satu

atau 2 tahun sekali.


2.9.6.3 Dari umur 30 hingga 69 tahun, Pemeriksaan Pap setiap 2 atau 3 tahun jika

pasien memiliki 3 kali berurutan pemeriksaan Pap yang normal.

2.9.6.4 Umur 70 keatas, jika 3 pemeriksaan Pap Smear negative maka Pap smear

sudah dapat dihentikan.

Jika pasien mempunyai resiko yang lebih besar terjadinya kanker seviks,

maka Pap Smear lebih sering dilakukan.

2.9.6.5 Tes HPV DNA.

Terdapat juga pemeriksaan HPV DNA untuk menentukan apakah seseorang

terinfeksi salah satu dari 13 jenis HPV yang sepertinya paling mungkin

menyebabkan kanker serviks. Seperti pada Pap tes, tes HPV DNA mengambil

jaringan dari serviks untuk diperiksa di lab. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi

strain resiko tinggi HPV pada DNA sel sebelum perubahan pada sel serviks

dapat terlihat.

Pemeriksaan HPV DNA bukan merupakan pengganti skrining Pap dan

tidak digunakan untuk wanita lebih muda dari 20 tahun dengan hasil Pap yang

normal, kebanyakan infeksi HPV pada wanita pada kelompok ini sembuh sendiri

dan tidak dikaitkan dengan kanker serviks.

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer

Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American

Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services

Task Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut:

2.9.6.5.1 Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah

melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang

lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih

banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV

onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya

setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang

pada wanita di bawah usia 19 tahun.

2.9.6.5.2 Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama

dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.

Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif

disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN

3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan

untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi

HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun

atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini

meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun

infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual

tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi

DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap

sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan

usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko karsinoma

serviks.

2.9.6.5.3 Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan

menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base

method setiap 1-3 tahun.


2.9.6.5.4 Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan

pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan

diulang 3 tahun kemudian.

2.9.6.5.5 Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3

kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. Tidak dapat

dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah karsinoma

serviks adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan

dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-

karsinoma. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya

proses screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat

yang sedikit di negara-negara yang membutuhkan penanganan.

2.9.6.5.6 IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks

menggunakan asam asetat 3-5% dan kemudian diinspeksi secara kasat

mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan

asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat

diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau

abnormal.

2.10 PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang

sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim onkologi).

Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau

elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila
yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan

belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk

diagnostik acapkali untuk terapetik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai

rusak karenanya. Bila penderita cukup tua atau sudah mempunyai cukup anak,

uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakitnya tidak kambuh (relapse) dapat

dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy).

Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi

aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan

penyinaran luar, dapat dilakukan.

Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker

yang invasif. Bila kedalaman invasif kurang atau hanya 1 mm dan tidak meliputi

area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah,

penanganannya dilakukan seperti pada KIS di atas.

Pada klinis Ib, Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan

limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran

tergantung ada/ tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat.

Pada tingkat IIb, III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah.

Untuk ini primer adalah radioterapi. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran

hanya bersifat paliatif. Pemberian khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada

kasus yang kambuh 1 tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi

jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul.

Bila proses sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih

khemoterapi bila syaratnya terpenuhi. Untuk ini tak dilakukan sitostatika tunggal,

tetapi kombinasi beberapa sitostatika (polikemotherapi). Jika terapi terdahulu


adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas

dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak mungkin

dikerjakan atau penyebaranya sudah lanjut, maka dipilih polikhemoterapi bila

syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus yang sebelumnya pernah

mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan di tangan yang ahli, hasilnya tidak

selalu mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam tahap eksperimen

2.11 PENCEGAHAN

Resiko terjadinya kanker serviks dapat dilakukan dengan menghindari

infeksi HPV. HPV menyebar melalui kontak kulit dengan bagian badan yang

terinfeks – tidak hanya dengan hubungan seks. Menggunakan kondom setiap

melakukan hubungan dapat mengurangi resiko terkena infeksi HPV.

2.11.1 Vaksin HPV

Suatu vaksin baru disebut Gardasil memberikan perlindungan dari tipe

HPV yang paling berbahaya. The national Advisory Committee on Immunization

Practices merekomendasikan vaksinasi pada wanita umur 11 dan 12 tahun,

sebagaimanapula pada wanita umur 13 hingga 26 tahun jika mereka belum

menerima vaksin. Vaksin ini paling efektif diberikan sebelum wanita aktif secara

seksual.

Walaupun vaksin dapat mencegah hingga 70 % kasus kanker serviks,

vaksin ini tidak dapat mencegah infeksi dari virus lain yang dapat juga

menyebabkan kanker serviks. Pap Smear secara rutin untuk skrining kanker

serviks lah yang paling penting.

Cara kerja Vaksin HPV


2.11.1.1 Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus tak beselaput

dengan DNA rantai ganda yang memerlukan organisme lain untuk

berkembang biak

2.11.1.2 Vaksin HPV dibuat dari HPV yang sudah tidak memiliki

DNA dan hanya terdiri atas selubung protein (kapsid) L1 yang

bisa memancing tubuh membentuk sistem kekebalan terhadap

HPV.

2.11.1.3 Vaksin disuntikkan ketubuh dan masuk ke aliran darah

2.11.1.4 Didalam darah, vaksin bekerja membentuk antibodi dan sel

memori (sel yang natinya akan membentuk antibodi terhadap

HPV). Makin muda usia, makin tinggi kadar antibodi yang

terbentuk

2.11.1.5 Antibodi akan menangkap HPV yang masuk ke tubuh

sehingga tidak dapat masuk ke sel servik (leher rahim).

2.11.2 Penggunaan Kondom

Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya

bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus

penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus karsinoma leher rahim.

Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of

Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu

menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen

lebih kecil untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita

yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah

hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil penelitian memperlihatkan


efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey

Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa

ternyata penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar

0,9 persen.

2.11.3 Sirkumsisi pada pria

Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan

dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria

dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko karsinoma

serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.

2.12 PROGNOSIS

Kanker leher rahim menempati peringkat pertama kanker pada perempuan

di Indonesia. Ada 15.000 kasus baru pertahun dengan kematian 8000 pertahun.

Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada

stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3

tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan.


BAB III

KESIMPULAN

Faktor-faktor penting yang dapat meningkatkan kejadian kanker serviks

yaitu: kawin usia muda sehingga frekuensi koitus tinggi, multiparitas,

Multipartner, Nutrisi rendah, Herediter, Infeksi genetalia yang menahun

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel

serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga

berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses

metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses

metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo kolumnar,

yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo kolumnar baru yang

menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.

Daerah di antaranya ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau

bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif

metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas.

Kini, cara terbaik untuk mencegah karsinoma ini adalah bentuk skrining

yang dinamakan Pap Smear , dan skrining ini sangat efektif.

Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada

stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3

tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi

Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.

2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al, 2005. Obstetri Williams

Vol.2/edisi 21. EGC : Jakarta.

3. http: // www.UVAhealth.com/carcinoma cervix.htm. diakses tanggal 28

april 2019

4. http: // www.emedicine.com/ carcinoma cervix.jpg. diakses tanggal 28

april 2019

5. http: // www.pogisurabaya.org/ kanker leher rahim.htm. diakses tanggal 28

april 2019

6. Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC : Jakarta.

7. Bagus Ida Gede Manuaba.2004.Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri

Dan Ginekologi (Karsinoma Serviks Uteri).Jakarta.Edisi kedua.

8. Junaedi. Achmad. 2010. Cervical Cancer (Cancer of the Cervix). Online

(http://www.medicinenet.com/cervical_cancer/discussion-88.htm).

9. Ardiansyah. F. 2009. Kanker (Cancer). Online

(http://www.cancerhelps.com/kanker.htm).

10. Siauta. J.F. 2010. Kanker. Online (http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker)

11. Norwitz,E; Schorge,J. 2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi

kedua ( Kanker Serviks dan Kanker Vagina). Jakarta: Erlangga Medical

Series.

12. Wilopo, SA. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim.

Online (http://chnrl.net/mkia-kr/files/CaCervic-texfinal.pdf).

Anda mungkin juga menyukai