Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan

Dosen pengampu : Martono, S.Kep., Ns., MPd.

Disusun Oleh :
1. Arin Widiastuti ( P27220018049 )
2. Choyrun Nisa F ( P27220018051 )
3. Fiqi Makrifah ( P27220018057 )
4. Meliana Krisnandiar ( P27220018066 )
5. Taris Sekar Pramesthi S ( P27220018079 )

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

Tahun Akademik 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan
kepada kami sehingga dapat menyusun laporan yang berjudul " Laporan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala Berat". Pembuatan laporan ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya untuk perbaikan
sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberi masukan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada Bapak Martono, S.Kep., Ns., MPd
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga laporan ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu petunjuk maupun pedoman dan juga
berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Semoga isi yang
disajikan dalam makalah kami dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 1
C. Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II Tinjauan Teori

A. Konsep Dasar Cidera Kepala ............................................................. 3


B. Asuhan Keperawaatan Cidera Kepala ............................................... 3

BAB II Pembahasan Kasus

A. Pengkajian .......................................................................................... 3
B. Analisa Data ....................................................................................... 3
C. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 4
D. Perencanaan Keperawatan ................................................................. 5

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ......................................................................................... 6
B. Saran ..................................................................................................... 6

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu aspek yang dimasa sekarang ini

semakin maju dan semakin memudahkan masyarakat untuk berpergian,

terutama transportasi darat. Tetapi semakin majunya kendaraan darat juga

berpengaruh pada banyaknya angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi.

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012

terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur

akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011). Menurut Korps Lalu Lintas Polisi

RI (KORLANTAS POLRI, 2018) dalam grafik kecelakaan yang dilaporkan

ke polisi lalu lintas ditampilkan per triwulan (kuartal). Grafik dihasilkan

secara online dari database kecelakaan Automatic Identification System

(AIS). Dalam grafik tersebut didapatkan data kecelakaan pada tahun 2018

sebanyak 28,784 orang dengan 6,262 korban meninggal. Kecelakaan ini

didominasi oleh pengendara sepeda motor.

Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan seseorang mengalami

kecacatan bahkan kematian. Selain itu kecelakaan dapat menyebabkan

seseorang mengalami trauma atau cedera kepala.

Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam rentang 2010-2014

mengalami kenaikan rata-rata 9,59% per tahun dengan diikuti kenaikan

persentase korban meninggal dengan ratarata 9,24% per tahun (Badan Pusat

Statistik/BPS, 2016). Proporsi pasien trauma yang dirawat di rumah sakit


mayoritas akibat kecelakaan darat (59,6%) dengan sebagian besar (47,5%)

mengalami cedera kepala (Riyadina et al., 2011).

Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena

jatuh atau juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala

atau bahkan sampai tidak sadarkan diri.

Ristanto et al, (2016) menjelaskan cedera kepala merupakan salah satu

penyebab utama kematian dan kecacatan akibat trauma yang membutuhkan

tindakan cepat dan efisien untuk mencegah perburukan kondisi pasien.

Sedangkan menurut Awaloei et al, (2016) pada cedera kepala ditemukan

fraktur basis krani, cedera otak difus, hematoma intraserebral, dan hematoma

subdural. Prevelensi tertinggi didapatkan pada jenis kelamin laki-laki, usia

20-40 tahun, diagnosis sebab kematian fraktur basis krani, dengan etiologi

kekerasan.

Variabel GCS, SBP dan RR memiliki kolerasi negatif terhadap mortality

pasien cedera kepala dalam 7 hari perawatan. Sehingga dapat diartikan bahwa

semakin turun nilai GCS, SBP dan RR maka akan semakin meningkatkan

kemungkinan mortality dalam 7 hari perawatan (Ristanto, et al 2016).

Sedangkan Martono et al, (2016) menjelaskan nilai mean artery pressure

mampu mendeteksi tingkat kesadaran pasien cedera kepala sebesar 77,8%.

Tekanan arteri rerata (mean artery pressure/MAP) merupakan mekanisme

kompensasi kompensasi dalam mempertahankkan tekanan perfusi serebral

yaitu dengan meningkatkan tekanan arteri rerata. Kecukupan rata-rata aliran


darah ke otak merupakan bahan kajian yang penting dalam asuhan

keperawatan pada pasien dengan cidera kepala.

Dibutuhkannya kesiapan dan kewaspadaan tim perawatan khususnya di

IGD agar dapat kondisi mencegah terburuk yang dapat terjadi pada klien

cedera kepala. Kesiapan dan kewaspadaan itu dapat dibangun dan dimulai

dari mengantisipasi setiap perubahan data dari kejadian kasus cedera kepala

(Ristanto, 2017)

Oleh karena latar belakang tersebut, kelompok kami membuat makalah

dengan judul "Asuhan Keperawatan Pemenuhan Pada Pasien dengan Cedera

Kepala".

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan gambaran Asuhan Keperawatan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendiskripsikan pengkajian pada pasien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma.

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien

dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien

asma.
C. Manfaat

1. Bagi Institusi Penddikan

Diharapkan memberikan referensi, serta menambah wawasan dan

informasi kepada institusi pendidikan terutama mahasiswa keperawatan

untuk membekali mahasiswa tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Dengan Gangguan Asma.

2. Bagi Penelitian

Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu penelitian keperawatan

khususnya tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi Pada Pasien Dengan Gangguan Asma.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan menambah informasi dan pengetahuan kepada masyarakat

tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada

Pasien Dengan Gangguan Asma.

4. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan akan memberi masukkan agar dapat memberikan tindakan

keperawatan yang tepat terhadap klien yang mengalami gangguan

Pemenuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma.


D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi pada

pasien dengan gangguan asma, terdiri dari:

1. Bagian Pembuka

Bagian pembuka merupakan awal dari penulisan penulisan asuhan

keperawatan pemenuhan oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma

yang mencakup halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi.

2. Bagian Inti

a. BAB I Pendahuluan

Bab ini memaparkan dan menjelaskan secara keseluruhan tentang

gambaran asuhan keperawatan yang mencakup latar belakang,

tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

b. BAB II Tinjauan Teori

Bab ini memaparkan dan menjelaskan tentang tinjauan teori yang

mendukung asuhan keperawatan, mulai dari konsep dasar

(pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan

penunjang, dan penatalaksanaan) serta konsep asuhan keperawatan

(pangkajian dan intervensi).

c. BAB III Asuhan Keperawatan

BAB III berisi tentang gambaran asuhan keperawatan pemenuhan

oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma dari pengkajian

sampai dengan intervensi


d. BAB IV Bagian Penutup

Penutup berisi kesimpulan dan saran menjelaskan tentang

kesimpulan gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian Cedera Kepala

Brunner dan Suddarth (2001), menjelaskan cedera kepala adalah

cedera yang terjadi di kulit kepala, tengkorak dan otak.

Berdasarkan pengertian yang dijelaskan oleh pakar di atas

bahwa pengertian stroke adalah gangguan fungsi otak yang diakibatkan

oleh berkurangnya atau berhentinya suplai oksigen ke otak baik karena

embolus maupun trombus sehingga mengakibatkan kematian jaringan

otak yang bisa mengakibatkan kelumpuhan maupun kematian bagi

penderitanya.

2. Klasifikasi Cedera Kepala

Menurut NANDA (2015): klasifikasi cedera kepala dibedakan menjadi 2,

yaitu:

1) Berdasarkan Patologi

a) Cedera Kepala Primer

cedera kepala primer merupakan cedera awal yang dapat

menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari

sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel.

b) Cedera Kepala sekunder


Cedera kepala sekunder merupakan cedera yang terjadi setelah

trauma sehingga dapat menyebabkan kerusakan otak dan TIK

yang tidak terkendali, seperti respon fisiologis cedera otak,

edema serebral, perubahan biokimia, perubahan hemodinamik

serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi lokal

atau sistemik.

2) Berdasarkan jenis cedera

c) Cedera kepala terbuka

Cedera kepala terbuka adalah cedera yang menembus

tengkorak dan jaringan otak sehingga dapat menyebabkan

fraktur tulang tengkorak dan laserasi diameter.

d) Cedera kepala tertutup

Cedera kepala tertutup merupakan cedera gegar otak ringan

dengan cedera serebral yang luas.

3) Berdasarkan Glasgown Coma Scale

e) Cedera Kepala Ringan (Minor), dengan ciri-ciri:

 GCS 14-15

 Dapat terjadi kehilangan kesadaran dan amnesia <30

menit

 Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusia serebral dan

hematoma

f) Cedera Kepala Sedang, dengan ciri-ciri:

 GCS 9-13
 Kehilangan kesadaran dan dan amnesia >30 menit

namun tidak lebih dari 24 jam

 Dapat mengalami fraktur tengkorak, contusia serebral,

laserasia dan hematoma intrakranial

g) Cedera Kepala Berat, dengan ciri-ciri:

 GCS 3-8

 Kehilangan kesadaran, amnesia lebih dari 24 jam

 Mengalami kontusia serebral, laserasi atau hematoma

intrakranial

3. Etiologi

Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:

1) Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak

menghantam kepala yang tidak bergerak

2) Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak

membentur objek yang diam

3) Cedera akselerasi-deselerasi, sering dijumpai dalam

kasus kecelakaan bermotor dan kekerasan fisik

4) Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur

dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan

dengan kuat mengenai area tulang tengkorak

5) Cedera Rotasional, yaitu benturan/pukulan yang

menyebabkan otak berputar dalam tengkorak, sehingga

terjadi peregangan atau robeknya neuron dalam


substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang

memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

Menurut Yasmara dkk (2006) Cidera kepala secara umum

disebabkan oleh beberapa faktor seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh

dari tempat tinggi, pukulan pada kepala, tertimpa benda berat, kecelakaan

kerja, luka tembak, atau cidera saat lahir.

Arifin dkk (2013) menambahkan bahwa hipoksia dan

hipoperfusi merupakan faktor penyebab utama. Penyebab lainnya adalah

eksititixisitas, kerusakan akibat radikal bebas, gangguan regulasi ion,

mediator inflamasi, tekanan tinggi intrakranial dan hipertermia.

4. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan klinis biasanya memakai pemeriksaan GCS yang

dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat.

Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi yaitu:

a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna

pingsan < 10 menit atau amnesia pasca cedera kepala, namun

tidak ada kerusakan jaringan otak.

b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak

karna pingsan > 10 menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas.

Kontusio serebri lebih sering terjadi di lobus frontal dan lobus

temporal dibandingkan bagian otak lain.

c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan

durameter dan fraktur terbuka pada kranium.


d. Epidural hematom, yaitu hematom antara durameter dan tulang.

Sumber perdarahan berasal dari robeknya arteri meningea media.

Epidural hematom biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran

dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan. Jika

perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline shift > 5 mm akan

dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan. Gambaran CT

scan didapatkan area hiperdens dengan bentuk bikonvek atau

letikuler antara 2 sutura.

e. Subdural Hematom (SDH), yaitu terkumpulnya darah antara

durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik.

hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan

dari bridging vein, a/v cortical, sinus venous. Gejala-gejalanya

antara lain nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat,

kejang dan udem pupil. Secara klinis dapat dikenali dengan

penurunan kesadaran disertai dengan adanya laterasi yang paling

sering berupa hemiparese/plegi. Gambaran CT scan didapatkan

hiperdens yang yang berupa bulan sabit (cresent).

f. Subarachnoid Hematom (SAH), yaitu perdarahan fokal di daerah

subarachnoid. Gejala klinis hampir menyerupai kontusio serebri.

Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi hiperdens yang

mengikuti arah girus-girus serebri didaerah yang berdekatan

dengan hematom.
g. ICH (Intracerebral Hematom), yaitu perdarahan yang terjadi pada

jaringan otak nyang terjadi akibat robekan pembuluh darah yang

ada pada jaringan otak. Pada pemeriksaan CT scan terdapat lesi

perdarahan antara neuron otak yang relatif normal.

h. Fraktur basis kranii (misulis KE, head TC), yaitu fraktur dari

dasar tengkorak (temporal, oksipital, sphenoid dan etmoid).

Terbagi menjadi 2 yaitu fraktur anterior (melibatkan tulang

etmoid dan sphenoid) dan fraktur posterior (melibatkan tulang

temporal, oksipital dan beberapa bagian tulang sphenoid). Tanda-

tanda dari fraktur basis kranii yaitu:

a) Ekimosis periorbital (racoon’s eyes)

b) Ekimosis mastoid (battle’s sign)

c) Keluar darah berserta cairan serebrospinal dari hidung

atau telinga (rinore atau otore)

d) Kelumpuhan nervus cranial

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto polos tengkorak (skull X-ray)

b. Angiografi serebral

c. Pemeriksaan MRI

d. CT scan: Indikasi muntah-muntah, penurunan GCS lebih dari 1

point, adanya laterasi dan bradikardi (nadi<60x/menit), fraktur


impresi dengan lateralisasi tidak sesuai, tidak ada perubahan selama

3 hari perawatan dan luka tembus benda tajam/peluru.

Pemeriksaan diagnostic

a. Laboratorium

 GDA untuk menentukan adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

 Kimia/elektrolit serum dapat menunjukkan ketidakseimbangan

yang memperberat peningkatan TIK, sedangkan peningkatan

laju dari metabolisme dan diaforesis dapat menyebabkan

hipernatremia.

b. Pencitraan

 CT scan diperlukan untuk mengidentifikasi adanya

hematoma, hemoragi, kontusia, fraktur tengkorak,

pembengkakan atau pergeseran jaringan otak.

 MRI untuk memeriksa defisit neurologis yang tidak

terdeteksi oleh CT scan.

c. Prosedur Diagnostik

 EEG diperlukan untuk mengidentifikasi adanya

gelombang patologis.
B. Asuhan Keperawatan Kritis Stroke Non Hemoragik

1. Pengkajian

Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala

menurut Yasmara dkk (2016) “Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional”

adalah sebagai berikut :

a. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya

akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan

yang didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah

badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, konvulsi, sakit

kepala hebat, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), akral

dingin dan ekspresi rasa takut.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang

mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan

mendadak lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas,

keluhan pada gastrointestinal seperti mual muntah bahkan

kejang sampai tidak sadar di samping gejala kelumpuhan

separuh badan.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit

penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan


mempunyai hubungan dengan masalah yang dialami klien

sekarang seperti adakah riwayat penggunaan obat obat, tekanan

darah tinggi.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga diarahkan pada penyakit

penyakit yang terjadi pada keluarga pasien secara garis

keturunan maupun yang tinggal serumah yang dapat

mempengaruhi kesehatan pada pasien. Buat genogram untuk

mengetahui alur keturunan jika terdapat faktor penyakit

keturunan.

5) Pola Metabolik

Kaji kesulitan menelan dan adanya mual muntah (yang

berkaitan dengan perdarahan).

6) Pola Eliminasi

Kaji adanya inkontinensia urin atau feses.

7) Pola Aktivitas

Kaji adanya kelemahan pada satu sisi tubuh (hemiplegi).

8) Pola Persepsi

a) Kaji pasien apabila tidak memahami penjelasan dari apa

yang telah terjadi atau menanggapi pertanyaan.

b) Kaji pasien saat mengeluh pusing, mengantuk, sakit kepala,

leher kaku, dan merasakan nyeri atau sakit di kaki.

c) Kaji pola pikir pasien, emosi labil dan perubahan perilaku.


9) Pola Istirahat

Kaji gejala-gejala dari trombosis saat tiduratau saat bangun

tidur.

10) Kardiovaskular

Kaji adanya hipertensi atau hipotensi.

11) Paru-paru

Kaji respirasi pasien apakah terjadi takipnea atau bradhipnea.

12) Neurologis

Kaji adanya kejang, perubahan tingkat kesadaran, kaku kuduk,

gangguan memori, kebingungan, perdarahan retina,

hemiparalise, hemianopia (defisit bidang visual pada satu atau

kedua mata), apraxia (keridakmampuan untuk melakukan

tindakan terarah), afasia reseptif (ketidakmampuan untuk

memahami kata-kata) atau ekspresif (ketidakmampuan untuk

mengucapkan kata-kata), agnosia (ketidakmampuan untuk

mengenali obyek secara detail), disorientasi, ukuran pupil yang

abnormal, disfagia, dan defisit sensorik.

13) Integumen

Kaji Cappilary Refill Time (CRT), turgor kulit dan adanya tanda

sianosis.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa dan fokus intervensi menurut Holloway (2004) adalah :


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

secret.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dan mencegah

komplikasi paru, dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, tidak

terdapat ronchi, wheezing maupun terdapat suara nafas tambahan,

tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan, pernafasan teratur (16-

20 x/menit).

Intervensi:

1) Posisikan pasien lebih tinggi dari jantung atau miring jika

memungkinkan. Posisikan pasien dengan tepat agar tidak

menghambat ekspansi dada.

2) Berikan terapi oksigen sesuai advice.

3) Posisikan pasien yang mengalami hemiplegi dengan tepat agar

tidak menghambat atau memperberat ekspansi dada.

4) Dorong pasien untukmelakukan batuk efektif (kecuali pada

pasien dengan CVA hemoragik) dan nafas dalam setiap 2 jam

saat terjaga. Lakukan suction jika diperlukan karena terjadi

penumpukan secret.

5) Nilai suara paru setidaknya setiap 4 jam. Perhatikan juga

kecukupan upaya pernapasan, tingkat dan karakteristik

pernapasan, dan warna kulit. Selidiki kegelisahan segera,

terutama pada pasien afasia.


6) Evaluasi kemampuan menelan pasien. Jika pasien mengalami

kesulitan menelan bantu atau mengamati makan pasien.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan iskemia jaringan otak.

Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil

pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,

GCS E4, M6, V5, pupil isokor, refleks cahaya baik, tanda-tanda vital

normal (tekanan darah : 100-140/80-90 mmHg, nadi : 60-100

x/menit, suhu : 36-36,7ºC, RR : 16-20x/menit).

Intervensi:

1) Nilai status neurologis, memeriksa tingkat kesadaran, orientasi,

kekuatan kaki, respon di bawah naungan, dan tanda-tanda vital

setiap jam. Laporkan setiap ada kelainan atau perubahan,

terutama penurunan kesadaran dan mengalami kelemahan,

kegelisahan, ukuran pupil yang tidak sama, pelebaran tekanan

nadi, kejang, sakit kepala parah, vertigo, pingsan, atau mimisan.

2) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30º dengan letak jantung

dan berikan oksigen tambahan sesuai advice.

3) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan

frekuensi pernapasan.

4) Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular.
Tujuan : Meminimalkan efek imobilitas dan mencegah komplikasi

yang terkait dengan kriteria hasil adalah mempertahankan posisi

yang optimal dibuktikan dengan tidak adanya kontraktur,

mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian

tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang

memungkinkan melakukan aktivitas, serta mempertahankan

integritas kulit.

Intervensi:

a) Menjaga aligment fungsional dalam posisi pasien saat istirahat,

bantu pasien saat melakukan mobilisasi.

b) Latih gerakan aktif pasif dan berbagai latihan gerak untuk semua

ekstremitas setidaknya empat kali sehari. Meningkatkan tingkat

aktivitas yang diizinkan, tergantung pada penyebab CVA.

Kolaborasi dengan fisioterapi untuk merencanakan jadwal

rehabilitasi dengan pasien dan keluarga.

c) Dorong pasien untuk melakukan perawatan diri semaksimal

mungkin jika tidak ada kontraindikasi.

d) Pantau pasien jika terdapat tanda komplikasi tromboemboli.

Laporsegera setiap nyeri dada, sesak napas, nyeri, kemerahan atau

bengkak di ekstremitas. Kolaborasi pemberian obat anti

trombolitik.

e) Ubah pasien dari sisi ke sisi setidaknya setiap 2 jam, tempat tidur

tetap bersih dan kering.


f) Pertahankan eliminasi yang memadai. jika pasien terpasang

kateter latih kembali sesegera mungkin, menurut sebuah protokol

yang ditetapkan atau perintah medis. Jika pasien tidak tidak

terpasang tawarkan pispot setiap 2 jam. Amati urin pantau jumlah

dan warna. memberikan pelunak tinja dan pencahar, seperti yang

diperintahkan dan memantau frekuensi dan karakteristik buang air

besar. Memberikan jaminan bahwa usus dan kandung kemih dapat

mengkontrol dengan baik seperti biasa kembali selama

rehabilitasi.

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan cedera otak.

Tujuan : Meminimalkan efek dari defisit persepsi dan

meningkatkan fungsi neurologis dengan kriteria hasil adalah

memperthankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual, mengakui

perubahan dalam kemampuan dan adanya kemampuan residual.

Intervensi:

1) Bangun kedekatan dengan menggunakan secara meyakinkan

dan tenang, kontak mata, dan sentuhan. Memanggil pasien

dengan nama panggilannya.

2) Lindungi pasien dari cedera pada sisi yang terjadi hemiparalise.

Berikan pengingat reguler untuk melihat dan menyentuh sisi

yang terkena hemiparalise.

3) Pastikan bahwa makanan dan benda-benda di samping tempat

tidur di tempatkan baik dalam bidang visual pasien.


e. Resiko tinggi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan

cedera otak.

Tujuan : Membangun sarana komunikasi yang efektif, dengan

kriteria hasil adalah terciptanya komunikasi dimana kebutuhan

pasiendapat terpenuhi, pasienmampu merespon setiap berkomunikasi

secara verbal maupun isyarat.

Intervensi :

1) Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana.

2) Hargai kemampuan pasiendalam berkomunikasi.

3) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan

klien.

4) Kolaborasi ke ahli terapi wicara.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta

perawatan.

Tujuan : Diharapkan keluarga dan pasien dapat memahami proses

dan prognosis penyakit dan pengobatannya dengan kriteria hasil

adalah berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan

pemahaman tentang kondisin / prognosis dan aturan, setalah itu

memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.

Intervensi:

1) Analisa kurangnya pengetahuan pada keluarga klien.

2) Jelaskan kepada keluarga bahwa beberapa emosi pada pasien

labil umumnya terkait dengan cedera otak tetapi perilaku seperti


itu biasanya menurun dari waktu ke waktu. mendorong keluarga

membantu pasiendengan bimbingan lembut secara emosional

dan fisik, menunjukkan rasa kasih sayang dan kesabaran serta

dapat menggunakan humor.

3) Berikan sikap penerimaan dan pengertian dan tidak

memperburuk ledakan emosional.

4) Ajarkan pasien dan keluarga tentang semua pengobatan yang

harus dibawa ke rumah, seperti antihipertensi, antikoagulan,

dan obat-obatan agregasi antiplatelet.

5) Pengobatan pasien dilanjutkan di rumah untuk terapi

antikoagulan, berikan petunjuk tentang obat, dosis, dan waktu

pemberian : Kebutuhan untuk sering cek laboratorium sebagai

tindak lanjut untuk menentukan persyaratan dosis, tanda

masalah perdarahan (melena, petechiae, mudah memar,

hematuria, epistaksis) dan pentingnya untuk melaporkan pada

petugas medis, langkah-langkah untuk mengontrol perdarahan,

menghindari trauma.

6) Ajarkan pentingnya modifikasi gaya hidup untuk meminimalkan

risiko kekambuhan CVA seperti kontrol tekanan darah,

mengontrol berat badan, berhenti merokok, kontrol diabetes,

modifikasi diet, dan pengurangan stress.


3. Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan tindak

keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap

perencanaan. Implementasi dilakukan sesuai prioritas masalah dan

kondisi pasien yang memungkinkan.

4. Evaluasi

Menurut Doenges (2000), evaluasi adalah tahapan yang menentukan

apakah tujuan dari intervensi tersebut tercapai atau tidak. Evaluasi

dilakukan menggunakan metode SOAP. Dan hasil yang diharapkan

sebagai indikator evaluasi asuhan keperawatan pada penderita stroke

yang tertuang dalam tujuan pemulangan adalah :

a. Bersihan jalan nafas baik dan paten.

b. Perfusi jaringan otak efektif.

c. Pasien dapat melakukan mobilitas mandiri.

d. Fungsi neurologis pasien dapat meningkat secara bertahap, pasien

dapat menelan.

e. Proses komunikasi pasien dapat berfungsi secara optimal.

f. Keluarga dan pasien dapat memahami proses dan prognosis penyakit

dan pengobatanya.
BAB III

KASUS

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Sdr A
Jenis kelamin : Laki laki
Umur : 22 Tahun
Alamat : Mojosongo
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
No. RM : 0202
Diagnosa Medis : COB
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn M
Jenis kelamin : Laki laki
Umur : 48 tahun
Alamat : Mojosongo
Pekerjaan : Wirausaha
Hubungan dengan klien : Ayah
B. Pemeriksaan
1. Primary Survei
a. Airway
1) Terdapat secret pada jalan nafas
2) Jalan nafas paten
b. Breathing
1) Irama nafas teratur
2) Menggunakan otot bantu pernafasan
3) Nafas cepat dan dangkal
4) RR 32x/menit
c. Circulation
1) Akral dingin
2) Tekanan darah 136/108 mmHg
3) Nadi teraba 82x/menit
4) CRT > 3 detik
5) Normal (Hb 12. q/mg/dL
2. Secondary Survey
a. Keluhan utama
Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 22 april 2018 pukul
23.52 WIB diantar oleh petugas kesehatan PKM Penguyungan.
Pasien mengalami penurunan kesadaran post KLL 2 jam SMRS
muntah (-) kejang (-), helm (+). Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 22 april 2018 puluk 01.00 WIB di IGD, pasien tampak
mengalami penurunan kesadaran menggunakan otot batu nafas,
nafas cepat dan dangkal , pasien mengalami penurunan kesadaran
GCS: E2 M4 V2, terpasang DC, NGT, dan mayo terdapat secret.
Hasil pemeriksaan TTV : TD : 136/108 mmHg, Nadi 82x/menit,
RR: 30x/menit, S : 36 ͦ C. Hasil pemeriksaan lab Hb : 12.1 mg/dl,
Trombosit : 216.000 /UL. GDS 113 MG/dl.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan atau menular
saperti HT, ASMA, STROKE.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluaraga pasien mengatakan di keluarganya tidak memiliki
riwayat penyakit keluarga
e. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan umum
a) Somnolen
b) GCS E2 M4 V2
c) Pupil 3/3 mm
d) Respon cahaya (-)
2) Tanda-tanda vital
a) TD 136/108 mmHg
b) Nadi 82x/menit
c) RR 30x/menit
d) Suhu 36 ͦ C
3) Paru
a) Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri RR 30x/menit,
irama nafas teratur, nafas cepat dan dangkal, otot bantu
nafas (+)
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : bunyi nafas stridor, frekuensi 30x/menit,
tidak ada wheezing dan ronchi

4. Jantung

I : Tidak tampak ictus cordis, tidak tampak pulsasi

Pa : Tidak terdapat nyeri tekan

Pe : Pekak

A : Tidak terdapat suara tambahan

5. Abdomen

I : Tidak terdapat lesi ataupun benjolan pada abdomen

A : Bising usus 10 x/ menit

Pe : Bunyi timpani

Pa : Tidak terdapat nyeri tekan

6. Sistem Pernafasan

Bentuk dada simetris, RR 30 x/menit, nafas cepat dan dangkal,


otot bantu nafas ( + )
7. Sistem Kardiovaskular

Bentuk simetris, Nadi 82 x/menit, akral dingin pucat, tidak


ada pembesaran vena jugularis

8. Sistem pencernaan

Bentuk simetris tidak ada nyeri tekan, tidak ada mual dan
muntah

9. Sistem Muskuloskeletal

Untuk melakukan ADL klien dibantu oleh alat dan keluarga

10. Sistem Persyarafan

Tingkat kesadaran sopor, GCS E2 M4 V2

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Haemoglobin : 12,1 gr%
2. Leukosit : 6260 mmᶾ
3. Trombosit : 210.000 mmᶾ
4. Hematokrit : 37%
5. Gula Darah Sewaktu : 117 mg/dl
6. SGOT : 85 mg/d
7. SGPT : 89 mg/dl
8. Ureum : 28,0 mg/dl
9. Cretinin : 1,17 mg/dl

D. Terapi yang diberikan


IVFD Nacl 20 tpm
Ranitidine Inj 50 gr
Ceftriaxone Inj 1 gr
E. Data fokus
Data objektif
1. Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran tingkat kesadaran
sopor, GCS 8 ( E2, V2, M4 )
2. Akral tampakdingin , CRT > 3 detik
3. TD : 136/108 mmHg
N : 82 x/ menit
RR : 30 x/menit
S : 36 C
SPO2 : 95%
4. Pasien dengan penurunan kesadaran GCS 8 ( E2, V2, M4 ) terdapat
sekret, bed rest total, terdengar bunyi nafas tambahan ( guegling),
hiperventilasi.
F. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan iskemia jaringan otak.
G. Intervensi
g. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dan mencegah
komplikasi paru, dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, tidak
terdapat ronchi, wheezing maupun terdapat suara nafas tambahan,
tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan, pernafasan teratur (16-
20 x/menit).
Intervensi:
7) Posisikan pasien lebih tinggi dari jantung atau miring jika
memungkinkan. Posisikan pasien dengan tepat agar tidak
menghambat ekspansi dada.
8) Berikan terapi oksigen sesuai advice.
9) Posisikan pasien yang mengalami hemiplegi dengan tepat agar
tidak menghambat atau memperberat ekspansi dada.
10) Dorong pasien untukmelakukan batuk efektif (kecuali pada
pasien dengan CVA hemoragik) dan nafas dalam setiap 2 jam
saat terjaga. Lakukan suction jika diperlukan karena terjadi
penumpukan secret.
11) Nilai suara paru setidaknya setiap 4 jam. Perhatikan juga
kecukupan upaya pernapasan, tingkat dan karakteristik
pernapasan, dan warna kulit. Selidiki kegelisahan segera,
terutama pada pasien afasia.
12) Evaluasi kemampuan menelan pasien. Jika pasien mengalami
kesulitan menelan bantu atau mengamati makan pasien.
h. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan iskemia jaringan otak.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil
pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
GCS E4, M6, V5, pupil isokor, refleks cahaya baik, tanda-tanda vital
normal (tekanan darah : 100-140/80-90 mmHg, nadi : 60-100
x/menit, suhu : 36-36,7ºC, RR : 16-20x/menit).
Intervensi:
5) Nilai status neurologis, memeriksa tingkat kesadaran, orientasi,
kekuatan kaki, respon di bawah naungan, dan tanda-tanda vital
setiap jam. Laporkan setiap ada kelainan atau perubahan,
terutama penurunan kesadaran dan mengalami kelemahan,
kegelisahan, ukuran pupil yang tidak sama, pelebaran tekanan
nadi, kejang, sakit kepala parah, vertigo, pingsan, atau mimisan.
6) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30º dengan letak jantung
dan berikan oksigen tambahan sesuai advice.
7) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan
frekuensi pernapasan.
8) Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena


jatuh atau juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala
atau bahkan sampai tidak sadarkan diri.
Cedera kepala primer merupakan cedera awal yang dapat menyebabkan
gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang
menyebabkan kematian sel.
Cedera kepala sekunder merupakan cedera yang terjadi setelah trauma
sehingga dapat menyebabkan kerusakan otak dan TIK yang tidak terkendali,
seperti respon fisiologis cedera otak, edema serebral, perubahan biokimia,
perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan
infeksi lokal atau sistemik.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik dan saran yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Awaloei, A. C., Mallo, N. T. S., & Tomuka, D. (2016). Gambaran cedera kepala

yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP

Prof Dr . R . D . Kandou, 4, 2–6.

Martono, Sudiro, & Satino. (2016). DETEKSI DINI DERAJAT KESADARAN

MENGGUNAKAN PENGUKURAN NILAI KRITIS MEAN ARTERY

PRESSURE ( Detection of the Degree of Awareness Using the Measurement

of Critical Value Mean Artery Pressure on Nursing Care ) Martono *, Sudiro

*, Satino * * Keperawatan Polit, 11(73–78).

Ristanto, R. (2015). Deskripsi klien cedera kepala yang mengalami trauma mayor,

31, 48–54.

Ristanto, R., Indra, M. R., Poeranto, S., & Setyorini, I. (2016). AKURASI

REVISED TRAUMA SCORE SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITY

PASIEN CEDERA KEPALA, 76–90.

Anda mungkin juga menyukai