4 Februari 2018
Hotel Novotel Semarang, Merapi Ballroom
II. Judul : Current Practice and Unmet Needs in Managing Asthma in Children
Pembicara : Prof. dr. M. Sidhartani Zain, M.Sc, Sp.A(K)
Epidemiologi asma terjadi pada anak-anak (usia 1-10 tahun) dan dewasa (>40 tahun).
Triggers/faktor pemicunya antara lain asap rokok, polusi, infeksi, makanan tertentu,
penggunaan obat-obatan, binatang piaraan, dsb.
Tata laksana asma pada balita meliputi penilaian, pengaturan terapi, dan evaluasi terapi.
Penilaiannya antara lain diagnosis, pengendalian gejala, faktor risiko/pencetus, penggunaan
inhaler (tekhnik pemakaian), kepatuhan, dan preferensi orang tua. Pengaturan terapi
meliputi obat, strategi nonfarmakologis, dan penanganan fisioterapi yang bias dimodifikasi.
Algoritma diagnosis asma pada balita menggunakan alur pada PNAA (Pedoman Nasional
Asma Anak).
Longterm treatment goals pada pasien asma adalah dapat melaksanakan kegiatan sehari-
hari dengan normal, tidak ada gejala asma baik pada saat siang ataupun malam hari,
minimum kebutuhan obat-obatan dan tidak terjadi serangan, serta mencegah efek samping
obat pada terapi asma. Harapannya, anak dapat mencapai tumbuh dan kembang yang
optimal.
Pengobatan asma meliputi menghindari faktor pencetus dan terapi farmakologis (reliever
dan controller). Reliever (pereda) berfungsi untuk mengatasi serangan asma sedangkan
controller (pengendali) merupakan terapi jangka panjang untuk mengendalikan inflamasi.
Terapi controller perlu dievaluasi secara regular dan perlu penyesuaian dosis (maintain,
increase, decrease).
Tatalaksana asma mengacu pada PNAA Guidance 2015. LTRA (antileukotrien)
merupakan salah satu pilihan terapi jangka panjang pada asma karena LTRA ini memiliki
beberapa kelebihan yaitu aman pada penggunaan jangka panjang, ada sediaan oral, memiliki
efek antiinflamasi, dan efek samping minimal. Sediaan oral LTRA tentunya lebih
memudahkan orang tua dibandingkan terapi controller dengan kortikosteroid inhalasi (ICS).
Sudah ada penelitian yang membandingkan efektivitas pemakaian LTRA (montelukast)
dibandingkan dengan ICS pada asma persisten ringan.
Take home messages : Guideline PNAA terbaru adalah acuan terapi asma pada anak,
Mengindari faktor pencetus adalah faktor yang lebih utama dibandingkan terapi
farmakologis, LTRA adalah controller jangka panjang yang aman, dapat diberikan secara
oral, mampu mengendalikan proses inflamasi dengan efek samping minimal.
V. Q&A
1. dr. Lusi Sp.A
Q : Berapa lamakah pemberian ICS pada terapi controller asma jangka panjang?
A : Pemberian tergantung kondisi pasien case by case. Akan tetapi, ICS dapat kita
berikan selama 2 bulan (2x sehari) kemudian kita evaluasi efektivitasnya. Pada kasus
asma persisten ringan, jika setelah 2 bulan pemberian ICS kondisi pasien membaik tanpa
ada serangan asma, ICS dapat dihentikan. Namun jika serangan meningkat (menjadi
asma persisten sedang/ berat) ICS dikombinasikan dengan LTRA evaluasi 2 bulan.
Jika membaik bisa kita turunkan ICS 1xsehari+ LTRA evaluasi 2 bulan, jika membaik
bias kita stop salah satu obatnya.
Q : Bagaimana kaitan pola pengasuhan dengan terjadinya serangan asma?
A : Pola pengasuhan erat kaitannya dengan edukasi untuk menghindari faktor pencetus.
Hal ini perlu diutamakan sebelum pemakaian obat-obatan.
2. dr. Bimosekti Sp.A
Q : Bagaimana tatalaksana cough varian asma jika kita melihat guideline PNAA?
A : Cough varian asma ditandai dengan batuk berulang terus menerus dan dapat timbul di
malam hari, terjadi akibat hiperreaktivitas bronkus. Pembedanya dengan asma hanyalah
pada cough varian asma tidak ditemukan wheezing/sesak nafas namun jika kita terapi
sebagai asma (diberikan bronkodilator) memberikan respon yang baik pula. Pada cough
varian asma ditemukan hasil rontgen paru normal, uji fungsi paru normal, uji provokasi
bronkus (+). Cough varian asma ini jika dalam perkembangannya di kemudian hari
disertai dengan wheezing asma.
Q : Apakah cough varian asma boleh diterapi dengan montelukast?
A : Boleh.
Q : Apakah pewarnaan Neisser tidak lagi direkomendasikan IDAI untuk menegakkan
diagnosis difteri?
A : Pewarnaan Neisser tetap digunakan sebagai dasar diagnosis, kemudian dikonfirmasi
dengan hasil kultur.
3. dr. Rivai Sp.A
Q : Kapan usia paling dini kita boleh memberikan montelukast pada anak-anak?
A : anak usia 6-24 bulan yang disertai dengan atopi. Perlu ditekankan bahwa terapi pada
asma hanya menghentikan serangan/gejala klinis saja namun tidak akan menghentikan
proses inflamasi dan remodeling.
4. dr. Kurniawan Sp.A
Q : Apakah masih perlu uji provokasi dan eliminasi makanan untuk anak usia di atas 3-4
tahun yang menderita asma?
A : tidak direkomendasikan karena faktor pencetus asma dari makanan sangat sedikit.
Pemicu inhalasi (asap rokok, debu, polutan) lebih sering memicu asma dibanding
makanan.
Q : Apakah hasil skin prick test digunakan sebagai dasar untuk menghindari pencetus
asma?
A : Tidak. Pada divisi respirologi anak, skin prick test (+) prediksi menjadi asma. Skin
prick test tidak digunakan sebagai dasar untuk mencegah terjadinya asma.
5. dr. Nugroho, Sp.A
Q : Bagaimana penanganan kasus difteri dengan klinis yang tidak spesifik (tidak terdapat
pseudomembran) tetapi hasil pengecatan (+) difteria?
A : Pedoman diagnosis difteri tetap dari klinis terapi berdasarkan temuan klinisnya.
Jika sudah jelas klinis tidak sesuai dengan difteri tidak perlu diberikan ADS. Jika
klinis meragukan diterapi seperti difteri sampai terbukti bukan difteri.