Anda di halaman 1dari 99

1

MODEL RANCANG BANGUN


SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN
(SPAKU) PEPAYA

Diabstraksikan dan dirangkum oleh:


Prof Dr Ir Soemarno MS
Bahan kajian MK. Landuse Planning, PDIP PPSFPUB 2010

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Selama PJPT I pembangunan sektor pertanian diarahkan
pada sasaran pokok untuk (1) mencapai dan mempertahankan
swasembada pangan khususnya beras, (2) menyediakan kebutuhan
pangan secara beragam untuk emningkatkan kualitas gizi
masyarakat, (3) menyediakan bahan baku industri dalam negeri, (4)
meningkatkan penerimaan devisa negara melalui peningkatan
ekspor dan pengurangan impor, (5) menciptakan lapangan kerja, (6)
meningkatkan kesejahteraan petani, (7) membantu pemeliharaan
stabilitas ekonomi nasional melalui pengendalian harga komoditas
pertanian dan mendorong pertumbuhan produksi sektor pertanian.
Tujuan pembangunan pertanian di masa mendatang ialah
membangun pertanian tangguh yang efisien dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia. Dengan demikian pertanian mampu
secara optimal meningkatkan pendapatan epetani, meningkatkan
gizi masya rakat, mening katkan devisa negara dan mendorong
pertumbuhan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja di pede-
saan.
Upaya-upaya ini perlu dilakukan dengan tetap
memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya dan lingkungan
hidup. Sektor pertanian dihadapkan pada semakin terbatasnya
ketersediaan sumberdaya dan resiko kemerosotan kualitas
sumberdaya alam sehingga menuntut pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam secara tepat. Sektor pertanian diharapkan juga
mampu menjamin berkelanjutan pemba-ngunan pertanian yang
memberikan peningkatan kesejahteraan para pelakunya. Konversi
lahan pertanian di Jawa untuk kegiatan non pertanian menyebabkan
produksi pertanian harus bergeser ke areal di luar P. Jawa yang
memiliki kualitas relatif lebih rendah. Produktivitas lahan tersebut
diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas lahan
di Jawa. Wilayah tersebut ditandai oleh keterbatasan sarana/
prasarana dan kurangnya insentif ekonomi. Pemanfataan secara
optimal potensi sumberdaya pertanian dan keunggulan kompetitif
komoditas pertanian, dikembangkan usaha pertanian dalam sutau
2

sistem agribisnis yang utuh dan dalam kerangkia pembangunan


berkelanjutan. Pada PJP II sektor pertanian harus dibangun menjadi
suatu industri pertanian yang tangguh dan efisien. Industri
pertanian berarti adanya "kesatuan terpadu" antara industri hulu,
sistem usaha pertanian, agroindustri dan pemasraan dalam suatu
sistem agribisnis. Melalui industri pertanian (agribisnis dan
agroindustri) yang tangguh dan efisien sumberdaya pertanian
memberikan nilai tambah lebih besar sesuai dengan potensi optimal
yang ada.
Pembangunan sentra agribisnis komoditas unggulan pada
hakekatnya adalah kegiatan awal untuk memacu pembangunan
ekonomi di suatu wilayah. Secara bertahap berkembangnya
kegiatan produksi pertanian diupayakan untuk dapat diikuti oleh
muncul dan berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi terkait, baik
secara horizontal maupun vertikal, serta pengadaan jasa-jasa di
sekitarnya sehingga menumbuhkan dinamika perekonomian wilayah.
Mulai TA 1996/1997 tampaknya pembangunan sentra agribisnis
komoditas akan lebih didukung dengan mengerahkan kegiatan lintas
sektoral maupun subsektor yang terfokus dan terintegrasi pada
lokasi yang telah terpilih. Upaya terfokus ini dilaksanakan multi
tahun, untuk mendukung dan menghantarkan petani dan masyarakat
pelaku usaha agribisnis untuk mampu melakukan dan menjalin
kegiatan-kegiatan agribisnis dengan kekuatan sendiri secara
berkesinambungan. Berdasarkan analisis dan konsultasi dengan
Instansi terkait di wilayah, dapat ditetapkan komoditas unggulan
pepaya untuk wilayah Kecamatan Wajak.
Untuk membangun sentra agribisnis tersebut diperlukan sub-
sub kegiatan mulai dari penyediaan agro-input, teknologi budidaya,
penanganan pascapanen buah hingga pemasaran, serta prasarana
dan kelembagaan pendukung yang merupakan perpaduan berbagai
bidang kerja yang berada pada kendali dari berbagai pihak, yaitu
pemerintah dan masyarakat, termasuk pengusaha swasta,
perorangan dan badan usaha. Untuk itu harus disusun rancang
bangun multi tahun Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas
Unggulan Pepaya (SPAKU PEPAYA).
Agar pembangunan sentra agribisnis tersebut berhasil,
kegiatan dan pendanaan yang tersebar secara parsial harus dapat
dikoordinasikan dan dirangkai ke dalam suatu kegiatan yang saling
bersambung, membentuk sistem agribisnis yang utuh. Untuk itu
koordinasi perencanaan dan pengendalian sejak di tingkat propinsi
hingga tingkat lokasi, yang menjamin terfokusnya berbagai
sumberdaya dan dana untuk pengembangan sentra dimaksud
merupakan aspek yang sangat penting. Sehubungan dengan hal
itu peranan Pemerintah Daerah sebagai penguasa yang mengatur
gerak pembangunan daerah sangat penting.
Rancang bangun yang disusun ini memuat gambaran kondisi
saat ini, deskripsi sentra agribisnis yang akan diwujudkan, rincian
3

kegiatan yang harus dilaksanakan, kontribusi yang harus diberikan


setiap sektor, subsektor maupun institusi sektoral, subsektoral
maupun institusi lainnya. Rancang bangun tersebut dilengkapi
dengan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan
pengendalian di tingkat lokasi hingga tingkat propinsi. Untuk itu
keterlibatan seluruh instansi yang terkait, dalam penyusunan
rancang bangun ini sangat penting.

1.2. Tujuan
Pembuatan Rancang Bangun Sentra Agribisnis Komoditas
Unggulan (SPAKU) Pepaya ini ditujukan untuk menyusun rencana
induk serta rencana operasional multi tahun atas pengembangan
sentra agribisnis komoditas unggulan pepaya, untuk memberi
kekuatan awal, memfasilitasi dan memandu masyarakat setempat,
hingga mampu menggerakkan agribisnis dengan kekuatan sendiri.
Rancang bangun ini merupakan acuan bagi seluruh pihak yang
harus berperan dalam pembangunan sentra tersebut.

1.3. Sasaran
Penyusunan rencana menyeluruh atas lokasi pengembangan
sentra komoditas unggulan pepaya di wilayah Kecamatan Wajak,
Kabupaten Malang ini menghasilkan dokumen rancang bangun yang
memerlukan dukungan dan kesepakatan dari instansi terkait, dan
memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Rancang Bangun atau Rancang Induk menyeluruh Sentra
Agribisnis Komoditas Unggulan Pepaya yang memuat output,
target grup, manfaat yang dihasilkan proyek, dilengkapi dengan
disain fisik dan indikator pengukurnya.
b. Rencana tahapan kegiatan hingga terwujudnya Sentra dimaksud,
memuat rencana kegiatan sinergis lintas sektor, subsektor,
program dan institusi, beserta volume fisik menurut tahapan per
tahun anggaran.
c. Rencana operasional rinci yang harus dilaksanakan oleh masing-
masing instansi terkait.
d. Mekanisme koordinasi perencanaan dan pengendalian di tingkat
lokasi, Dati II, Dati I yang mengait dengan Tingkat pusat.

1.4. Lingkup Kegiatan


Beberapa aspek yang dicakup dalam rancang bangun ini
adalah sebagai berikut.

1.4.1. Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis Usaha


Pemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan lahan, kese-
suaian lahan serta agroklimatnya, kesiapan prasarana, ketersediaan
tenaga kerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan
lokasi yang bersangkutan (berdasarkan hasil studi Pewilayahan
Komoditas). Pemilihan komoditas utama dan penunjang serta jenis
4

usahanya didasarkan atas potensi menghasilkan keuntungan,


potensi pemasarannya, kesiapan dan penerimaan masyarakat
atas jenis usahatani yang akan dikembangkan, serta keselarasan
dengan kebijakan pemba-ngunan daerah. Untuk menduga unggulan
wilayah serta komoditas yang akan dipilih dilakukan analisis
kuantitatif dan kualitatif yang memperhatikan faktor-faktor ekonomi
dan sosial.

1.4.2. Penentuan Kegiatan yang Dilakukan


Penentuan kegiatan yang perlu dilakukan didasarkan atas
analisis kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan, yang dirinci
menurut komponen- komponen penting sistem agribisnis, yaitu
target grup, ketersediaan dan kesesuaian lahan, dan prasarana
nya, ketersediaan sarana produksi, kemampuan pengelolaan
budidaya, penanganan pasca panen, pemasaran, dukungan
prasarana dan kelembagaan. Dari analisis tersebut dapat diketahui
upaya dan kegiatan yang diperlukan untuk sentra agribisnis, dalam
satuan volume yang jelas. Keseluruhan kegiatan tersebut
selanjutnya diuraikan menurut tahapan per tahun, disesuaikan
dengan kondisi fisik lokasi, kondisi sosial ekonomi serta tingkat
kemampuan masyarakat. Desain lokasi sentra tersebut harus
dilengkapi dengan gambar fisiknya untuk mengetahui volume serta
lokasi yang tepat atas pembangunan dan kegiatan fisik yang
diperlukan.

1.4.3. Rincian Kegiatan Sinergis Lintas Sektoral


Tahapan kegiatan tahunan tersebut selanjutnya diuraikan
menurut program/proyek serta institusi yang harus memberikan
kontribusi terhadap pembangunan sentra agribisnis pepaya. Secara
garis besar hal ini dapat disajikan dalam bentuk matriks keterpaduan
pengembangan Sentra Agribisnis Komoditas Unggulan Pepaya.
Kegiatannya antara lain meliputi hal-hal berikut ini.

1. Pengembangan Budidaya
Pengembangan budidaya pepaya dan tanaman komplemen-
ternya, diidentifikasi menurut volume fisik yang jelas. Garis besar
kegiatannya meliputi persiapan lahan dan penyiapan petani,
pelatihan usahatani, penyediaan agroinput & alat pertanian, dan
penyelenggaraan penyuluhan. Pembinaan teknis budidaya, cara
memanen dan cara untuk mempertahankan kualitas produk,
perlakuan pasca panen

2. Pasca Panen dan Pemasaran


Peningkatan ketrampilan teknis dalam penanganan pasca
panen seperti cara memanen, mengumpulkan dan menyeleksi hasil
panen serta peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan
5

kualitas hingga cara pengolahan produk untuk meningkatkan nilai


tambah serta meningkatkan kemampuan pemasaran, khususnya
yang menyangkut produk buah-buahan. Untuk melaksanakan
pembinaan dengan sarana yang tersedia di wilayah secara lebih
optimal maka kerjasama dengan instansi perindustrian dan
perdagangan setempat harus dilakukan. Sinergi kegiatan hanya
dapat dicapai dengan koordinasi perencanaan dan pembagian tugas
yang jelas.

3. Pembinaan Pengembangan Usaha Pertanian


Kelompok kegiatan yang menyangkut peningkatan kemam
puan mengelola usaha dan melaksanakan kemitraan dengan
pedagang, eksportir maupun industri pengolahan pangan
dilaksanakan melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama
Agribisnis (KUBA) ke arah terbentuknya koperasi petani pepaya,
pembentukan Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA), pelaksanaan
temu-temu usaha, pelatihan kewirausahaan, dan peningkatan
kemampuan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) sebagai pusat
konsultasi dan pelayanan agribisnis.

4. Kegiatan Penunjang

a. Pelayanan Sarana Produksi


Lembaga pelayanan ini (misalnya KUD) diperlukan untuk
membantu penyediaan sarana produksi dan peralatan yang
dibutuhkan para petani, pedagang dan pengolah untuk
melaksanakan kegiatan usahanya. Pelayanan ini harus ada untuk
menjamin ketersediaan sarana usahatani tepat waktu, jumlah dan
harga yang wajar. Instansi pemerintah setempat harus mampu
menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan agar
koperasi atau pengusaha dapat menjalankan fungsinya secara
wajar. Diperlukannya rekomendasi berbagai program insentif untuk
mendorong tumbuhnya lembaga pelayanan, khususnya untuk lokasi
yang terpencil.

b. Pelayanan Informasi Teknologi Spesifik Lokasi


Diidentifikasi jenis teknologi spesifik yang diperlukan untuk
pembangunan sentra agribisnis. Pelayanan ini mencakup pemilihan
kultivar dengan kualitas tinggi yang secara ekonomis dapat
diproduksi di lokasi setempat, teknologi pembibitan, teknologi
budidaya, pasca panen, pengolahan primer, sekunder hingga
pengepakan buah segar maupun olahannya. Kerjasama peneliti-
penyuluh dalam hal alih teknologi kepada petani harus dilakukan
secara intensif.

c. Pelayanan Perlindungan Tanaman


6

Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pelaksanaan


sentra agribisnis terutama adalah pengawasan sebagai tindak
preventif serta metode penanggulangan hama dan penyakit yang
mungkin mengganggu tanaman, serta komoditas penunjangnya. Hal
ini sangat penting untuk mencegah kerugian akibat kegagalan
panen atau penurunan kualitas produk. Pelayanan ini dialokasikan
pada proyek PSSP yang dikelola Dinas-dinas lingkup pertanian
melalui Balai Perlindungan atau institusi lain.

d. Pelayanan Pembibitan
Penangkar bibit harus diarahkan untuk mengalokasikan
sebagian kegiatannya mendukung pengembangan komoditas
unggulan pepaya maupun komoditi penunjangnya (tanaman sela:
jagung, kedelai, kacang tanah; tanaman pagar: sengon, melinjo,
buah-buahan lain), pada wilayah sentra agribisnis. Kegiatan yang
diperlukan beragam dan dirinci menurut volume dan jenis. Aspek ini
mencakup pengadaan bibit, pengawasan dan sertifikasi bibit, serta
pembinaan petani penangkar bibit, khususnya untuk tanaman
unggulan serta komoditas penunjangnya.

e. Pembinaan Penyuluhan
BPP ditingkatkan kemampuannya agar dapat memberikan
kontribusi sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat bertanya,
berlatih, berbagi pengalaman antar petani dan tempat pertemuan
antara petani, pedagang dan pengelola agroindustri. Untuk itu perlu
dipersiapkan sumberdaya manusia (SDM) serta perangkat keras
dan lunak yang memadai untuk menjalankan fungsi pusat pelayanan
agribisnis.

f. Pengairan
Sentra agribisnis memerlukan air untuk budidaya, pasca
panen, dan kegiatan penunjang lainnya. Kebutuhan air bersih akan
meningkat kalau telah terdapat kegiatan pengolahan, terutama
dalam bentuk industri pengolahan pangan. Program pengairan yang
dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum diminta untuk
mengalokasikan kegiatan penyediaan sumber air (sumur atau
embung) dan saluran pengairan untuk kawasan sentra ini.
Koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait sangat penting untuk
mengarahkan kegiatan fisik yang tepat pada lokasi yang tepat pula.

g. Transportasi
Sarana transportasi sangat vital dalam membangun sentra
agribisnis, dengan demikian program pembangunan sarana
transportasi yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum dan
Departemen Perhubungan harus mampu menjamin tersedianya
prasarana jalan (jalan desa dan jalan kebun) serta fasilitas
transportasi yang memadai di kawasan sentra produksi, yang
7

menghubungkannya dengan pusat-pusat pelayanan dan


pemasaran.

h. Energi
Energi diperlukan antara lain dalam proses penanganan
pasca panen terutama untuk alat pengeringan, pengupasan, sortasi,
pengo-lahan, perlakuan pemanasan, pendinginan dan sebagainya.
Energi yang dibutuhkan dapat berupa listrik, bahan bakar minyak,
gas atau bahan bakar dari limbah tanaman seperti daun, kayu dan
ranting hasil pangkasan.

i. Sarana dan Prasarana Pemasaran


Sarana dan prasarana pemasaran, seperti tempat penam-
pungan, alat-alat penyimpanan dengan fasilitas pendingin, alat-alat
pengepakan, informasi harga serta fasilitas fisik pasar yang
memadai, sangat vital dalam pengembangan sentra agribisnis.
Kebutuhan fasilitas ini sangat beragam sesuai dengan komoditas
unggulan komoditas penunjangnya.

j. Lembaga Keuangan/Permodalan
Tersedianya lembaga keuangan dan permodalan sangat
penting bagi para pelaku usaha agribisnis, sehingga harus
diusahakan di lokasi sentra atau lokasi yang sangat mudah dicapai
dari kawasan sentra, dengan biaya transportasi dan biaya
administrasi yang minimum. Kerjasama antara Pemda dengan
instansi terkait diperlukan untuk menyediakan sumber modal yang
dapat diakses dengan prosedur yang cepat dan murah.

5. Koordinasi dan Pengendalian


Koordinasi operasional keseluruhan harus di tangan Pemerin-
tah Daerah II melalui Bappeda maupun di tingkat lokasi. Koordinasi
perencanaan sektoral, khusus pertanian dilakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi program pembangunan pertanian serta
koordinasi lintas subsektor yang terkait.

II. METODOLOGI

2.1. Batasan Istilah

2.1.1. Rancang Bangun


Rancang bangun adalah rancang bangun multi tahun komodi-
tas pepaya di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, kegiatannya
meliputi komoditas unggulan dan komoditas penunjangnya serta
pembangunan kegiatan lainnya yang serasi dan dibutuhkan
8

sehingga pembangunan wilayah agroekosistem dengan komoditas


unggulannya akan dapat mencapai sasaran, yaitu peningkatan
kesejahteraan petani dan pertumbuhan ekonomi wilayah.

2.1.2. Sentra Pengembangan


Sentra Pengembangan adalah suatu hamparan komoditas
pepaya berskala ekonomi di suatu wilayah agroekosistem, dimana
wilayah tersebut dilengkapi dengan sarana- prasarana yang
dibutuhkan, kelembagaan, pengolahan/pemasaran, dan sektor lain
yang menunjang perkembangan dari sentra komoditas tersebut.

2.1.3. Komoditas Andalan


Komoditas andalan adalah sejumlah komoditas yang dapat
dibudidayakan/ dikembangkan di suatu wilayah Kabupaten
berdasarkan analisis kesesuaian agroekologi (tanah dan iklim).

2.1.4. Komoditas Unggulan


Komoditas unggulan (misalnya pepaya) adalah salah satu
komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusa-
hakan/dikembangkan di suatu wilayah yang mempunyai prospek
pasar dan peningkatan pendapatan/kesejahteraan petani dan
keluarga serta mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup
besar.

2.1.5. Komoditas Penunjang


Komoditas penunjang ialah komoditas-komoditas lain yang
dapat dipadukan pengusahaannya dengan komoditas pokok
(unggulan) yang dikembangkan di suatu lokasi/sentra komoditas
unggulan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
(lahan, tenaga kerja, sarana/prasarana) dan peningkatan
pendapatan petani melalui peningkatan produksi maupun
keterpaduan pengusahaannya akan meningkatkan efisiensi/saling
memanfaatkan.

2.1.6. Agribisnis
Agribisnis merupakan suatu kegiatan penanganan komoditas
secara komprehensif mulai dari hulu sampai hilir (pengadaan dan
penyaluran agroinput, proses produksi, pengolahan dan
pemasaran).

2.1.7. Sekala ekonomi Agribisnis Komoditas Unggulan


Suatu luasan/besaran usahatani komoditas unggulan yang
dapat menghasilkan volume produksi tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pasar/agroindustri (skala kecil/sedang/besar) di wilayah
agroekosistem tertentu.

2.2. Analisis Pengkajian Komoditas


9

2.2.1. Seleksi Komoditas


Seleksi komoditas dilakukan untuk mendapatkan alternatif
komoditas (unggulan dan penunjangnya) yang sesuai dikembangkan
di suatu wilayah dengan lingkungan tumbuh tertentu. Inventarisasi
dimulai dari jenis- jenis komoditas yang banyak diusahakan oleh
rakyat, kemudian baru merambah kepada jenis-jenis komoditas yang
belum dikenal. Kriteria yang digunakan sebagai dasar seleksi
bertumpu pada aspek agroteknologinya untuk dikembangkan lebih
lanjut, potensi pasarnya baik domestik maupun ekspor, nilai tambah
ekonomi bagi petani, serta dampaknya terhadap kesempatan kerja
dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dari seleksi ini akan
didapatkan beberapa komoditas terpilih baik berupa tanaman
pangan, perkebunan, maupun tanaman hortikultura.

2.2.2. Analisis Budidaya dan Pengkajian Kelayakan Usaha


Uraian tentang profil komoditas meliputi gambaran tentang
persyaratan tumbuh, penyebaran komoditas saat ini, teknik
budidaya yang cukup memadai dan tingkat kelayakan usahanya.
Untuk beberapa komoditas tertentu juga dapat disajikan profil
industri pengolahan, baik dari aspek teknis, investasi maupun
prospek pasarnya. Tujuan pengkajian profil ini terutama untuk
mendapatkan informasi yang akan digunakan sebagai masukan
guna mengadakan estimasi terhadap dampak pengembangan
komoditas yang terutama akan menggunakan tolok ukur penciptaan
lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani dan kelestarian
fungsi lingkungan. Disamping itu informasi yang diperoleh dari profil
komoditas diharapkan dapat digunakan sebagai indikator awal
tentang kelayakan usahataninya. Hal ini akan bermanfaat bagi
investor, perbankan, para perencana serta pelaksana kebijakan.
Namun demikian sesuai dengan makna sebuah "profil" maka
informasi yang disajikan masih memerlukan penelitian dan
pengkajian yang lebih rinci atau lebih dalam lagi dari berbagai segi
sebelum dapat digunakan untuk penerapannya.
Uraian tentang teknik budidaya meliputi persiapan tanam,
pemeliharaan pertanaman, sampai dengan pemungutan hasil.
Berdasarkan pada teknologi budidaya yang diterapkan di lapangan
saat ini, dengan penyesuaian ke arah paket teknologi
rekomendasi/anjuran. Selain itu pemilihan teknologi didasarkan
pada kemampuan produsen, baik dari segi managerial maupun
praktikalnya. Pertimbangan yang sama juga berlaku bagi industri
pengolahan dengan memper hatikan skala ekonomi yang memadai
dan kemungkinan tersedianya bahan baku. Modal usahatani
maupun industri pengolahan diasumsikan berasal dari sistem
perbankan formal, sehingga tingkat bunga harus disesuaikan.
Periode analisis finansial bervariasi sesuai dengan satu siklus
umur produktif tanaman dengan luasan satu hektar. Untuk
10

mengetahui tingkat kelayakan usahanya digunakan beberapa


alternatif tolok ukur seperti pendapatan, B/C, R/C, NPV dan IRR.

2.2.3. Strategi Analisis


Untuk memudahkan analisis dan evaluasinya, maka
penelaahan Sistem Agribisnis Komoditas Unggulan dibagi menjadi
tujuh bidang yaitu:

(1). Kesesuaian Lingkungan Tumbuh


Untuk dapat berproduksi secara baik tanaman harus tumbuh
pada daerah yang sesuai dengan syarat tumbuhnya. Tiga faktor
lingkungan tumbuh yang dianggap paling berperan dalam pembudi-
dayaan tanaman adalah kualitas tanah (dapat dibedakan menjadi
Tanah kapur dan Tanah Vulkanik), Curah hujan (Daerah basah dan
Daerah kering) dan Ketinggian tempat (Dataran rendah, Dataran
Menengah dan Dataran Tinggi).

(2). Pewilayahan Daerah Penyebaran


Setelah diketahui syarat lingkungan tumbuh tanaman, maka
perlu juga ditentukan wilayah yang kondisi lingkungannya memung
kinkan untuk pengembangannya. Sehingga sentra produksi yang
selama ini hanya terletak pada wilayah tertentu, lokasinya dapat
diperluas. Hal ini membuka peluang untuk meningkatkan
kesempatan menciptakan lapangan kerja.

(3). Paket Teknologi Budidaya dan Kondisi Sosio-


Teknologi
Produktivitas tanaman dapat tercapai dengan baik apabila
dibudidayakan dengan cara yang benar. Meskipun pemilihan lokasi
sudah sesuai dengan syarat lingkungan tumbuh, namun apabila
sistem budidaya yang diterapkan tidak tepat, maka produksi
tanaman tidak akan sesuai dengan potensi yang ada. Oleh karena
itu untuk optimasi produksi diperlukan penerapan teknologi
budidaya secara terpadu mulai dari persiapan tanam sampai pasca
panen. Usaha-usaha yang dapat ditempuh meliputi, pengolahan
tanah, penggunaan benih/bibit bermutu, sistem tanam, pemeliharaan
tanaman dan pemungutan hasil.

(4). Penanganan Pasca panen dan Industri Pengolahan


Fluktuasi harga komoditas tidak dapat sepenuhnya ditentukan
dengan pasti oleh petani produsen. Hal ini sangat tergantung
kepada mekanisme pasar. Pada saat pasar kekurangan stok, harga
komoditas pertanian melojak tinggi, namun sewaktu terjadi panen
raya, harga akan turun drastis. Untuk mengatasi masalah ini
diperlukan teknologi pasca panen yang mampu mengubah bahan
mentah menjadi bahan olah yang tahan lama.
11

(5). Analisis Finansial dan Ekonomi


Pertama kali yang mendorong petani melakukan usahatani
adalah tingkat pendapatan (income) yang dapat diperoleh per
luasan areal yang diusahakan per satuan waktu. Semakin tinggi
keuntungan yang diperoleh, maka minat petani untuk
mengusahakan akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu pemilihan
jenis komoditas yang diusahakan akan sangat ditentukan oleh
analisis usahataninya.

(6). Pemasaran Hasil


Disamping analisis usahatani, faktor lain yang sangat
menentukan minat petani untuk melakukan usahatani adalah masa-
lah pemasaran, terutama yang berkenaan dengan efisiensi pemasa-
ran, peluang pasar, dan perimbangan supply/demand. Meskipun
nilai keuntungan yang diperoleh petani tinggi, namun apabila
pemasaran hasil sulit dilakukan, maka petanipun akan enggan untuk
mengusa hakan. Kesulitan ini dapat dikurangi dengan cara memper-
baiki kualitas atau mengembangkan komoditas yang dapat
digunakan sebagai bahan baku industri.

(7). Analisis kelembagaan


Tujuan dari analisis ini ialah untuk merekayasa kelembagaan
sosial-ekonomi di tingkat pedesaan yang mampu menunjang
penerapan Konsep SPAKU. Hasil yang diharapkan ialah rancangan
kelembagaan sosial dan kelembagaan ekonomi di tingkat pedesaan
yang dapat diakses oleh petani dan Kelompok Tani, serta dapat
mengakses kelembagaan pada hierarkhi yang lebih tinggi.
Pada setiap tahap pengusahaan (usahatani) komoditas anda-
lan, pemasaran dan pengolahannya diperlukan lembaga sosial-
ekonomi sebagai suatu wadah, pola organisasi dan atribut yang
dibutuhkan oleh para petani untuk dapat melakukan fungsinya.
Lembaga sosial dapat dibedakan dengan organisasi atau seringkali
disebut dengan istilah lembaga non-formal dan lembaga formal.
Lembaga sosial timbul karena kebutuhan masyarakat, berakar pada
norma sosial dan peralatan yang dimiliki oleh masyarakat; se-
dangkan organisasi pada umumnya dibentuk dengan tujuan terten-
tu, dengan kegiatan anggota yang saling mengisi dan tunduk pada
aturan-aturan yang dibuat, agar bagian-bagian yang ada dapat
berfungsi efektif. Dalam konsep struktur pedesaan progresif
sebagaimana dikemukakan Mosher (1976), lokalitas usahatani
dikemukakan pula sebagai salah satu modal yang dapat diterapkan
untuk pencapaian tujuan. Beberapa komponen pokok dan penunjang
adalah adanya sarana kelembagaan yang menunjang dan
pentingnya pendidikan pembangunan bagi petani dalam proses
transfer teknologi.
Suatu bentuk kelembagaan dengan ikatan-ikatan dan
hubungan sosial-ekonomi berdasarkan kebutuhan masyarakat
12

diperlukan dalam penanganan Sistem Agrikoman sehingga


memberikan manfaat dan memungkinkan keterlibatan penuh
anggota-anggotanya. Menemukan lembaga-lembaga tradisional
yang tumbuh dalam komunitas pedesaan khususnya dalam
pengusahaan komoditas andalan, sejak penanaman, pertanahan,
pengerahan tenaga kerja, perkreditan, panen dan pengolahan serta
pemasaran hasil merupakan langhkah awal dalam upaya rekayasa
dan peningkatan fungsi kelembagaan tersebut. Selanjutnya,
keberhasilan dalam produksi menuntut adanya bentuk- bentuk
kelembagaan yang lebih besar dan berorientasi ekonomis sehingga
mampu mengelola sistem pertanian secara lebih efisien .
Sebagaimana telah diberlakukan dalam pengelolaan tanaman
pangan dan tanaman perkebunan, di pedesaan telah diintroduksi
pola-pola hubungan pertanian kontrak, BIMAS, dan PIR, yang
melibatkan Kelompok Tani, KUD, lembaga penyuluhan, lembaga
pengolahan hasil (INDUSTRI pengolah hasil, dll.) dan lembaga
pemasaran. Masing-masing model pengembangan kelembagaan
tersebut dalam penerapannya mempunyai kelemahan dan
keunggulan.
Dalam konteks pertanian lahan kering terdapat kelompok tani
lahan kering dengan aktivitasnya meliputi konservasi lahan dan
manajemen produksi pertanian. Agar kelompok tani yang ada dapat
ditingkatkan fungsi dan peranannya diperlukan lembaga penunjang
yang lebih luas khususnya dalam pengolahan hasil dan pemasaran.

2.3. Strategi Penanganan SPAKU

Sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya,


penyusunan konsep penanganan SPAKU dilandasi dengan
pendekatan "Agrosistem" dengan tiga aspek utamanya, yaitu
aspek teknis-teknologi (termasuk pertimbangan bio-fisik), aspek
ekonomi-bisnis, dan aspek sosial-budaya (termasuk kelembagaan
penunjang).

2.3.1. Penetapan Komoditas Unggulan


Suatu tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik di
suatu lahan pertanian apabila kondisi lahan tersebut memenuhi
syarat. Masing-masing daerah mempunyai ciri khusus tentang
macam komoditas yang dikembangkan. Selain kondisi lingkungan
yang sesuai tentunya pengembangan komoditas juga harus
mempertimbangkan tingkat keuntungan yang dapat dipetik.
Kepentingan ini dapat direncanakan sejak dini, misalnya dengan
membuat peta wilayah komoditas pada masing-masing daerah yang
akan dikembangkan.

(a). Pendekatan ekonomi wilayah


13

Pendekatan ini dilakukan dengan cara menentukan jenis


tanaman yang secara ekonomi layak untuk dikembangkan dan
dibudidayakan. Pewilayahan tanaman yang dilakukan berdasar
kepada keuntungan atau nilai tambah yang diterima petani dalam
upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan kata lain
tanaman tersebut menguntungkan petani apabila dibudidayakan.
Analisis ini diperoleh dari selisih antara investasi yang ditanam dari
usaha tersebut dengan hasil yang diperoleh. Dari sektor-sektor
usaha yang berkembang di masyarakat akan terpilih beberapa
sektor dominan yang layak untuk ditangani lebih serius, karena
memberikan prospek baik.
Berdasarkan pendekatan ini dari seluruh sektor yang ada di
masyarakat yaitu, tanaman pangan dan hortikultura, tanaman
perkebunan, tanaman hutan, peternakan, industri,perdagangan,
angkutan, jasa , tambang, ada lima sektor yang berperan dan sangat
menentukan tingkat pendapatan perkapita petani meliputi ; sektor
peternakan, industri, pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
tanaman perkebunan serta tanaman hutan. Dari lima sektor
tersebut, masing-masing daerah mempunyai prioritas yang berbeda-
beda. Ini dikarenakan adanya perbedaan daya dukung lahan serta
alam di lokasi tiap-tiap wilayah.
Di wilayah pedesaan, biasanya terdapat dua sektor paling
doniman yang mampu memberikan sumbangan terbesar bagi
pendapatan petani yaitu subsektor sektor pertanian tanaman bahan
makanan dan subsektor peternakan. Dua sektor tersebut masing-
masing memberi sumbangan sebesar 60-80 % dan 20- 40% dari
pendapatan petani. Dari hasil pengamatan didapatkan jenis
komoditas yang secara ekonomi berkembang di masyarakat dan
banyak diusahakan oleh petani sebagai tumpuhan hidup mereka,
baik tanaman pangan dan hortikultura maupun tanaman
perkebunan; diantaranya : padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai,
kacang tanah, cabe, kelapa dan kapok randu. Sedang di sektor
peternakan nampaknya kambing dan sapi lokal merupakan
primadona peternakan yang perlu mendapatkan perhatian lebih
serius. Hal ini disamping sapi dikem bangkan untuk menambah
pendapatan petani juga dimanfaatkan sebagai sumber tenaga
pengolah tanah pertanian.

(b). Pendekatan Ekologi Wilayah


Pendekatan ini didasarkan pada kesesuaian komoditas
pertanian untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di
suatu daerah. Untuk menentukan jenis komoditas yang mampu
berkembang, selain berdasar kepada komoditas yang sudah ada
tidak menutup kemungkinan mengembangkan jenis komoditas yang
secara ekologis sesuai. Penentuan jenis komoditas yang sesuai
untuk dikembangkan di suatu wilayah dilakukan dengan cara
pendekatan secara ekologis yaitu dengan cara melihat syarat
14

tumbuh bagi masing-masing komoditas dan juga melihat kondisi


wilayahnya.
Dari kedua faktor ekologis yang berperan menetukan tingkat
kesesuaian lahan yaitu konsidi wilayah dan syarat tumbuh yang
dibutuhkan setiap komoditas, akan diperoleh informasi tentang jenis
komoditas yang secara ekologis sesuai untuk dikembangkan. Berda-
sarkan hasil analisis secara ekologis jenis komoditas yang dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi lahan kering a.l. : padi, jagung,
ubi kayu, ubi jalar, cabe, kelapa, mangga, rambutan, melinjo , jeruk,
jambu mete dan kapok randu. Dengan diketahuinya jenis komoditas
yang secara ekomonis lebih menguntungkan atau lebih
menguntungkan di antara komoditas lain yang sudah ada dan
secara ekologis daerah tersebut sesuai (baik syarat tumbuh maupun
kondisi wilayah bersangkutan), maka komoditas-komoditas tersebut
perlu segera dikembangkan. Dengan demikian sasaran untuk
meningkatkan tarap hidup petani akan tercapai. Di samping itu
program pengembangan ini dapat dipadukan dengan program
pertanian berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Artinya dari
hasil pemetaan akan didapatkan jenis komoditas yang secara
agroekologi dapat dikembangkan dengan baik, dapat meningkatkan
kesuburan tanah atau bahkan menunjang upaya konservasi lahan.

2.3.2. Kelembagaan
Untuk memperlancar program pengembangan SPAKU yang
sudah terencana, setelah diketahuinya komoditas andalan yang
akan dekembangkan, diperlukan langkah-langkah yang harus dilak-
sanakan. Paket pengembangan program harus tersusun secara
sistematis sehingga tahapan pelaksanaan dapat berjalan dengan
baik, mulai dari persiapan sampai usaha tersebut menghasilkan
sesuatu.

(a). Penentuan Kelompok Sasaran (KUBA)


Program pengembangan ini tentunya dapat diproiritaskan
bagi petani yang kurang mampu, dengan harapan dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Dasar pertimbangannya adalah
bahwa petani tersebut biasanya kurang berani mengambil resiko
kegagalan dan menanamkan modal untuk usaha yang belum
pernah ditekuni. Disamping itu petani tersebut kurang mampu untuk
mencari modal yang cukup besar untuk usahataninya.
Penentuan kelompok sasaran ini dapat dilakukan dengan
cara seleksi yang mendasarkan kepada beberapa kriteria yang
dapat digunakan sebagai tolok ukur taraf hidup petani. Kriteria
pemilihan berpedoman kepada beberapa fasilitas sarana fisik yang
dimiliki seperti, pemilikan ternak, alat transport, luas lahan, rumah
serta status pekerjaan. Apabila petani tersebut lolos dari
persyaratan minimal yang diajukan maka tidak memenuhi syarat
15

sebagai petani kurang mampu, sehingga tidak mendapatkan priori-


tas bantuan dan sebaliknya.
Sistem pengelolaan Usaha kelompok masyarakat miskin
harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang
bersaing. Untuk tujuan tersebut, maka Kelompok masyarakat miskin
harus dirangsang berupa pelayanan yang baik. Usaha ini dapat
dilakukan apabila telah mempunyai ketrampilan yang memadai
dalam proses produksi , kebijakan dalam investasi, pembelian,
pemasaran dan pengelolaan keuangan. Usaha Pemerintah untuk
mengembangkan usaha ini dapat dilakukan melalui : bimbingan,
pelatihan, permodalan, sarana dan prasana serta bantuan perluasan
jangkauan pemasaran. Disamping itu usaha tersebut seyogyanya
pula mempunyai mitra usaha dari perusahaan besar baik milik
Pemeritah maupun swasta. Untuk menunjang kegiatan tesebut
intervensi pemerintah juga diharapkan pada pengembangan
infrastruktur
Berdasarkan kenyataan bahwa suatu usaha adalah suatu
investasi bisnis, maka prinsip kelayakan usaha juga harus menjadi
pertimbangan. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1). Kelayakan Usaha Berdasarkan Finansial, meliputi: Comparative
& Competitive advantages, enterprise choice cabang usaha,
Opportunity cost, dan Economic of scale.
(2). Kelayakan Usaha Berdasarkan Managerial, meliputi : Sistem
pengorganisasian, model kredit begulir, model pembinaan,
model pelunasan pinjaman, sistem keterkaitan dengan mitra
usaha, dll.
(3). Kelayakan Usaha Berdasarkan Sosial, meliputi : respon ma
syarakat, Partisipasi, dan daya jangkau kebutuhan masyarakat.

(b). Penyuluhan
Mengingat tingkat pengetahuan petani lahan kering di wilayah
pedesaan miskin sangat terbatas, khususnya mengenai hal-hal yang
mesih dianggap baru, maka petani harus diperkenalkan dengan
teknologi budidaya tanaman tersebut. Pengenalan IPTEK baru ini
meliputi beberapa aspek baik teknis maupun non teknis. Hal-hal
yang bersifat teknis misalnya teknologi budidaya yang perlu
diperhatikan mulai dari penyediaan bibit atau bahan tanam,
pemupukan, pemeli haraan tanaman sampai kepada pasca
panennya. Hal yang bersifat noon teknis misalnya manfaat
tanaman bagi peningkatan pendapatan, prospek tanaman untuk
memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun peluangnya untuk ekspor
dan sebagainya. Dengan demikian petani akan terbuka
wawasannya dan mempunyai minat besar untuk mengembangkan
komoditas tersebut.

(c). Penyediaan bahan tanam/Bibit


16

Salah satu aspek yang menentukan berhasil tidaknya suatu


usahatani adalah tersedianya bahan tanam baik berupa bibit
maupun benih. Kesalahan dalam memilih bahan tanam tersebut
banyak yang mengakibatkan kerugian yang membawa akibat fatal
bagi petani. Sebagai contoh, kalau seandainya petani ingin
menanam kelapa, sementara mereka tidak memperhatikan bibit
yang digunakan sebagai bahan tanam, maka kesalahan
penggunaan bibit ini akan baru dirasakan setelah menunggu selama
5 - 7 tahun berikutnya. Sehingga petani disamping rugi dengan
biaya yang dikeluarkan, juga akan rugi waktu. Karena mereka
bersusah payah menunggu sampai bertahun-tahun akhirnya
tanaman yang diusahakan tidak memuaskan.
Sistem penyediaan bahan tanam dapat ditempauh melalui
dua cara yaitu pertama dengan cara mendatangkan bibit atau benih
dari penyalur resmi dan kedua melalui kebun bibit yang didirikan
oleh masyarakat setempat. Penyediaan bibit atau benih dengan
cara pertama tidak banyak mengalami kesulitan, namun memerlukan
biaya yang tinggi. Lain halnya apabila usaha pengadaan benih atau
bibit ini dilakukan oleh masyarakat setempat. Secara ekonomi
hanya memer lukan biaya yang relatif kecil, namun secara teknis
lebih sulit.

2.4. DATA DAN ANALISIS

2.4.1. Data dan Informasi


Data dan informasi yang akan dikumpulkan meliputi:

a. Data Biofisik
1. Sumberdaya Lahan: Kualitas dan karakteristik lahan yang
diperlukan untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan
2. Sumberdaya air: Curah hujan, aliran sungai, sumber air .
3. Agroklimat: temperatur udara, dan data-data meteorologi dari
stasiun terdekat.
4. Sumberdaya Biologi: flora dan fauna, termasuk tanaman
budidaya, dan ternak.

b. Data Ekonomi
1. Ekonomi wilayah: sumberdaya dan sektor ekonomi yang
potensial di tingkat kecamatan / desa; matapencaharian
penduduk dan sumber pendapatan rumahtangga
2. Usahatani tanaman dan ternak: Struktur dan perilaku usahatani
3. Kelembagaan ekonomi/finansial: koperasi/KUD, lembaga
keuangan pedesaan/pelayanan permodalan, pengolahan/
pemasaran hasil dan saprodi.
4. Data penunjang lainnya

c. Data Kelembagaan Sosial-Budaya


17

1. Pola panutan masyarakat dan stratifikasi sosial/kelompok tani


2. Perilaku kelembagaan dan mekanisme transfer informasi dan
IPTEK: Penerangan masyarakat, penyuluhan, komunikasi
massa dan interpersonal.
3. Data penunjang lainnya.

d. Data agroteknologi:
1. Teknologi produksi tanaman dan ternak yang dikuasai petani
dan yang terdapat di pusat/lembaga inovasi terdekat.
2. Teknologi konservasi sumberdaya lahan dan air
3. Teknologi pengelolaan lingkungan hidup.

e. Data Agroindustri/industri rumahtangga/kerajinan rakyat:


1. Penanganan pascapanen dan pengolahan hasil tanaman dan
ternak
2. Teknologi produksi/pengendalian kualitas produk non-farm
3. Promosi dan pemasaran hasil.
18

III. POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS PEPAYA

3.1. PENGEMBANGAN TANAMAN BUAH-BUAHAN

Pengembangan tanaman hortikultura dalam Pelita VI


mengacu kepada tujuan pembangunan sub sektor pertanian
tanaman pangan dan hortikultura yang diarahkan untuk
mewujudkan pertanian yang tangguh dan efisien, sehingga mampu
(a) menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi
pemenuhan kebutuhan rakyat, (b) memelihara kemantapan
swasembada pangan, (c) memperbaiki keadaan gizi masyarakat
melalui penganekaragaman jenis bahan pangan, (d) meningkatkan
produktivitas dan efisiensi serta kualtas sumberdaya manusia, (e)
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, (f) memperluas
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (g) mengisi dan
memperluas pasar dalam negeri dan luar negeri, dan (h)
menciptakan keterkaitan dan keterpaduan dengan sektor industri
dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agribisnis dan
agroindustri yang produktif (Adjid, 1993).
Peningkatan konsumsi buah-buahan masyarakat sangat pent-
ing. Rataan konsumsi buah-buahan saat ini masih sangat rendah,
baru mencapai sekitar 53.9% dari anjuran gizi, yaitu 32.6 kg per
kapita per tahun (tahun 1978). Keadaan seperti ini ternyata masih
belum mampu dipenuhi oleh produksi buah domestik, sehingga
masih terjadi impor buah-buahan yang cukup besar. Impor buah-
buahan yang terlalu banyak dikhawatirkan tidak merangsang petani
untuk mengusahakan mkomoditi buah-buahan, sehingga
diberlakukanlah kebijaksanaan pembatasan impor buah-buahan (SK
Menteri perdagangan dan Koperasi Nomor 505/KP/XII/1982).
Setelah itu jumlah impor buah-buahan menurun dan sekaligus diikuti
oleh peningkatan produksi dalam negeri dan ekspor.
Dalam kurun waktu lima tahun setelah pembatasan impor,
rata-rata produksi buah-buahan meningkat sebesar 3.56% dan
diikuti dengan meningkatnya ekspor buah-buahan hingga mencapai
57.83% serta menurunnya impor sebesar 39.76%. Hal ini
menunjukkan bahwa pembatasan impor buah-buahan berdampak
positif dalam pengembangan buah-buahan di Indonesia.
Peningkatan ekspor buah-buahan terutama terjadi pada komoditi
mangga, manggis, durian, pisang, pepaya, rambutan, nenas, alpo-
kad, dan melon (Tabel 3.1); serta ekspor buah olahan seperti nenas,
jambu biji, pepaya, sirsak, markisa, pisang, rambutan, salak, nangka
dan anggur (Tabel 3.2).
Tantangan dalam pengembangan komoditi buah-buahan akan
menjadi semakin berat kalau pembatasan impor buah-buahan
ditiada kan. Dalam kondisi seperti ini pengembanan buah-buahan
dalam negeri dituntut untuk lebih dapat bersaing dengan produksi
19

buah-buahan impor. Menurut Soerojo (1993) dalam PJP II peranan


komoditi hortikultura buah-buahan akan terus ditingkatkan melalui
pengembangan agribisnis dan agroindustri, sehingga nilai tambah
produk buah-buahan dalat lebih ditingkatkan. Pemerintah
memberikan pelu ang yang lebih besar bagi pihak koperasi dan
suasta untuk berusaha di bidang agribisnis buah-buahan, terutama
komoditas pesuplai bahan baku industri, ekspor, substitusi impor
dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Untuk itu diperlukan strategi
pengembangan buah-buahan yang baru untuk menjawab tantangan
tersebut.

Tabel 3.1. Perkembangan ekspor buah segar Indonesia

Komoditi Fisik (ton) Nilai FOB (US $ 000)


1990 1993 1990 1993
1. Mangga 573 1503 579 1707
2. Durian 272 331 156 274
3. Pisang 155 24917 282 3301
4. Pepaya 109 2 88 2
5. Rambutan 108 202 158 317
6. Jeruk - 308 - 112
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura dan BPS

Tabel 3.2. Perkembangan ekspor buah olahan Indonesia

Komoditas Fisik (ton) Nilai FOB


(US $ 000)
1990 1993 1990 1993
1. Buah & kulit dalam 94 4964 63 1694
gula
2. Nanas dalam sirup 7149 99742 4086 49983
3. Grape fruit juice 192 10936 96 21392
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura dan BPS

Menurunnya impor buah-buahan terutama terjadi pada buah


jeruk, apel, anggur, pear, jeruk mandarin, kurma kering, dan anggur
kering (Tabel 3.3).
20

Tabel 3.3. Perkembangan impor buah-buahan

Komoditas Fisik (ton) Nilai CIF (US $ 000)

1990 1993 1990 1993


1. Jeruk 179 22791 218 23836
2. Anggur 249 7453 427 8517
3. Apel 2178 25454 1490 21705
4. Pear 1407 7044 892 5529
5. Kurma 1617 ? 352 ?
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1987) dan BPS
(1991)

Potensi Produksi
Potensi riil komoditi buah-buahan penting di Jawa Timur
selama beberapa tahun terakhir terus meningkat (Tabel 3.4).
Komoditi buah yang terus berkembang yaitu mangga, pisang, nenas,
pepaya, apel, rambutan, dan salak. Walaupun demikian ternyata
masih harus terus ditingkatkan untuk memenuhi pasar domestik dan
ekspor.

Tabel 3.4. Produksi komoditi buah-buahan di Jawa Timur

Komoditi Luas areal panen (pohon) Produksi buah (ton)

1983 1990 1983 1990


1. Alpokad 862.833 1005.528 32.635 44.867
2. Anggur 23.192 51.112 900 2.552
3. Apel 6891.333 3831.149 138.425 152.213
4. Durian 398.904 701.677 15.852 67.882
5. Jeruk besar 783.255 951.178 18.527 85.760
6. Jeruk Keprok 1220.912 2590.266 23.031 73.238
7. Jeruk manis 339.115 652.115 9.139 25.839
8. Jeruk Siem 580.873 1498.809 13.144 136.700
9. M Arumanis 709.970 2567.210 21.324 178.832
10. Mangga 742.877 1622.179 16.091 77.897
Golek
11. M lainnya 3089.693 5467.763 105.205 318.217
12. Nanas 76743.132 386852.33 112.800 427.035
4
13. Pepaya 27688.817 38183.003 719.836 972.131
14. Pisang 89149.513 163105.03 898.371 3121.930
7
15. Rambutan 1744.544 2893.564 70.520 171.965
Sumber: Diperta Jawa Timur
21

Ekologi Tanaman
Kapabilitas sumberdaya lahan dan kondisi agroekologi di
suatu wilayah pengembangan sangat beragam, sehingga
memungkinkan aneka jenis tanaman buah-buahan untuk tumbuh
dan berproduksi. Oche (1975) telah berupaya mengelompokkan
kesesuaian komoditi buah- buahan berdasarkan kondisi agroekologi
wilayah menjadi empat, yaitu zone rendah kering, zone remdah
basah, zone tinggi kering, dan zone tinggi basah (Tabel 3.5).
Sedangkan Terra (1955) mengelompokkan kesesuaian komoditi
buah-buahan berdasarkan ketinggian tempat dan iklim (Tabel 3.6).
Hubungan antara kondisi sumberdaya lahan dengan respon
tanaman dalam upaya pengelolaan lahan akan menentukan tingkat
produktivitas lahan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk
memperkirakan tingkat produktivitas lahan melalui proses evaluasi
kesesuaian lahan. Hasil evaluasi ini sangat penting dalam rangka
perencanaan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya lahan.

Tabel 3.5. Pengelompokkan Tanaman buah-buahan

Ketinggian Iklim Schmidt dan Ferguson:


tempat
(m dpl) Basah (Tipe A; B; C) Kering (Tipe D; E; F)
Tinggi Markisa; Jeruk sieam Apel; Jeruk
(>700 mdpl) Kasemek; Alpokad Lengkeng; Alpokad
Jeruk nipis; Nangka Pisang Ambon; Sirsak
Pepaya; Sawo Pisang Lumud; Jambu Biji
Pisang Ambon; Sirsak Nenas; Nangka
Pisang Tanduk; Jambu Strawberry; Sawo
Biji
Jeruk keprok Jeruk keprok
Rendah Rambutan; Jeruk siem Mangga; Jeruk keprok
(< 700 m dpl) Durian ; Jeruk keprok Anggur ; Alpokad
Duku ; Jeruk manis Langsat ; Jeruk manis
Mangga ; Alpokad Manggis ; Jambu Biji
Salak ; Sirsak Blimbing; Sirsak
Nanas ; Jambu biji Salak ; Nangka
Blimbing manis;Nangka Pepaya ; Sawo
Pepaya ; Sawo Pisang Ambon; Jeruk
Besar
Pisang Ambon; Sukun Pisang Kepok; Nenas
Pisang Raja; Jeruk besar
Pisang Tanduk
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura.
22

Tabel 3.6. Syarat tumbuh ketinggian tempat dan Iklim

No. Jenis Tanaman Tinggi Iklim Schmidt & Ferguson:


tempat
m dpl A B C D
1. Alpokad 0-1000 A-bcd B-bc C-bc -
2. Blimbing manis 0- 500 A-abcd B-abc C-abc -
3. Jambu Biji 0-1000 A-abcd B-abcd C-abc -
4. Jeruk Besar 0- 400 A-bcd B-bc C-bc -
5. Jeruk Keprok 0-1200 B2-bcd B-bcd D-bcd
6. Jeruk Nipis 0-1000 A-abcd B-abc C-abc -
7. Jeruk Manis 0-1000 A-bcd B-bcd D-bc
8. Jeruk Siem 0- 700 A-bcd B-bc C-bc -
9. Duku 0- 650 A-abcd B-abc C-ab -
10. Durian 0- 800 A-bcd B-bcd -
11. Juwet 0- 500 A-bcd B-bc C-bc -
12. Mangga 0- 300 B2abcd C-abc D-abc
13. Manggis 0- 800 A-abcd B-ab C-ab -
14. Nangka 0-1000 A-bcd B-bcd C-bc
15. Rambutan 0- 600 A-bcd B-bcd
16. Sawo 0- 700 A-abcd B-abcd
17. Sirsak 0- 500 A-abcd B-abc C-abc
18. Klengkeng 300-900 A-bcd B-bc
19. Pepaya 0- 700 A-abcd B-abc C-ab
20. Pisang 0- 800 A-abcd B-abc C-ab
21. Salak 0- 400 A-abcd B-abc C-ab
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 1987
Keterangan: Kedalaman air tanah: a = < 50 cm; b = >50-150 cm; c =
>150-200 cm; d = sangat dalam.
Iklim: A1 = 12 bulan basah dan 0 bulan kering
A2 = < 12 bulan basah dan 0 bulan kering
B1 = 12 bulan basah dan 1 bulan kering hingga 9-10 bulan basah dan 2
bulan kering
B2 = 9 bulan basah dan 4 bulan kering hingga 7 -8 bulan basah dan 4
bulan kering
C = 7 bulan basah dan 4 bulan kering hingga 5-6 bulan basah dan 6
bulan kering
D = 5 bulan basah dan 6 bulan kering hingga 2- 4 bulan basah dan 8
bulan kering.

Model Kelembagaan Agribisnis


Lembaga penyuluhan, perkreditan, pemasaran tidak berjalan
efektif. Di lain pihak teknologi yang diterapkan petani rendah,
adanya kesulitan modal bagi petani untuk pengembangan, petani
cenderung untuk berorentasi pada kecukupan pangan, keadaan
pasar yang cenderung membuat posisi petani lemah. Berdasarkan
keadaan ini, maka dalam strategi pengembangan kelembagaan
agribisnis buah-buahan seperti mangga dan rambutan, seyogyanya
23

dipilih model PIR dengan mitra-kerja para eksportir, apabila lokasi


pengembangan lahannya terletak dalam suatu wilayah hamparan
dengan model usahatani tumpangsari dengan tanaman pangan
pada waktu umur tanaman pokok masih muda. Sedangkan apabila
lokasi hamparan petani berjauhan lebih tepat jika dikembangkan
Model Anak Angkat. Pemecahan masalah modal bagi petani
seyogyanya berbentuk model jasa petani terhadap perusahaan inti
yang dapat berupa jasa pemeliharaan tanaman milik perusahaan
inti, usaha pembibitan ataupun aktivitas lainnya dari perusahaan inti.

Kendala Pengembangan Agribisnis di Jawa Timur

Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan agri


bisnis komoditi buah-buahan di Jawa Timur dapat diidentifikasikan
seperti berikut ini.

(1). Faktor Agroekologi


Faktor-faktor agroekologi seringkali menjadi penyebab rendah
nya produksi buah pepaya di Jawa Timur. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian dan observasi lapangan di daerah produksi, beberapa
gangguan terhadap pembuahan tersebut dapat dapat
dikelompokkan menjadi enam, yaitu:
(a). Gangguan penyerbukan bunga, gangguan yang sering terjadi
adalah karena turunnya hujan lebat pada masa pembungaan
pepaya.
(b). Rendahnya tingkat kesuburan tanah
(c). Gangguan hama, penyakit, dan gulma
(d). Rendahnya intensitas radiasi matahari yang sampai pada
permukaan tajuk tanaman
(e). Ketidak-sesuaian dengan kondisi iklim dan musim
(f). Laju pertumbuhan tanaman; tanaman yang tumbuhnya terlalu
cepat seringkali tidak dapat berbunga dan berbuah dengan baik.
Penghambatan laju pertumbuhan ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, a.l. pemotongan sebagian akar, mengikat batang
atau cabang dengan kawat, membalut batang atau cabang
dengan kaleng.

(2). Sistem Pengusahaan


Sistem usahatani durian, mangga dan rambutan selama ini
masih secara sambilan dengan memanfaatkan lahan pekarangan.
Tampaknya masih sedikit tanaman pepaya yang diusahakan dengan
sistem kebun monokultur. Sebagian besar usahatani dilakukan
secara kecil-kecilan oleh individu rumah tangga, sehingga
varietasnya sangat beragam, intensitas perawatan ta-naman relatif
rendah, teknologi yang diterapkan rendah, serta penanganan pasca
panen yang kurang memadai.
24

Suatu hal yang menarik dari aspek teknologi ini adalah pene
muan teknologi oleh pusat-pusat pengembangan IPTEK di Indonesia
dirasakan masih kurang dapat dimanfaatkan oleh petani. Sebagai
teladan adalah teknologi pembibitan, teknologi manipulasi tajuk dan
bunga untuk merangsang pembuahan, teknologi pengawetan dan
pengolahan buah . Keadaan yang lebih memprihatinkan dijumpai
pada komoditi pepaya walaupun mempunyai potensi ekonomi untuk
dikembangkan, tetapi penemuan dan penyebaran agro- teknologi
dan agro-industrinya masih sangat kurang.

3.2. Sistem AGRIBISNIS KOMODITAS PEPAYA

3.2.1. Pendahuluan
Pepaya merupakan tanaman tropika yang dapat tumbuh
meluas di lahan pekarangan. Tanaman ini diperkirakan berasal dari
daerah tropika Amerika. Lazimnya tanaman ini ditanam ependuduk
di kebun, tegalan sempit- sempit atau sebagai tanaman individual di
pekarangan untuk konsumsi sendiri. Daging buahnya bernilai gizi
tinggi, mengnadung banyak vitamin A dan C. Tanaman ini mudah
beradaptasi secara lokal dan tersebar luas, ditanam di daerah
sekitar ekuator hingga daerah lintang sedang. Pertumbuhan
tanaman di daerah tropika lebih cepat dan akan berbunga setelah
umur 6 bulan dan menghasilkan buah yang masak pada umur 9
bulan. Pepaya akan mati kalau terkena frost. Di derah iklim
sangat basah ia mudah terserang penyakit busuk akar terutama
kalau drainase tanah buruk. Dataran tinggi hingga 1500 m dpl di
daerah tropika masih sesuai bagi pepaya asalkan tidak terlalu basah
dan berawan.
Tanah harus mempunyai drainase yang bagus, sehingga
tanah-tanah berpasir sangat sesuai. Tanah-tanah masam dengan
pH < 5 harus dikapur untuk memperkecil gangguan penyakit busuk
akar. Pepaya tidak boleh ditanam bertutur-turut pada tanah yang
sama tanpa adanya fumigasi.
Benih pepaya diperoleh dapat dari tanamannya sendiri. Pada
dasarnya ada dua cara untuk mendapatkan benih yang baik, yaitu:
(a). Biji diambil dari pohon yang menghasilkan banyak buah dan
tipe buahnya bagus; (b). Persilangan pohon-pohon yang hasilnya
tinggi juga dapat dilakukan. Karena pepaya sering mengalami
polinasi dari luar, maka hasil yang lebih baik dapat diperoleh
dengna menyialngkan pohon-pohon tertentu yang terpilih.
Penyilangan pohon betina yang buahnya banyak dengan tanaman
hermaprodite akan menghasilkan banyak biji yang akan tumbuh
menjadi pohon betina. Bibit ini sangat dibutuhkan untuk tanaman di
lapangan/kebun. Kalau diinginkan pepaya dengan tipe buah kecil,
pohon hermaprodit dapat disilangkan. Pollen diambiln dari bunga
hermaprodit dan disimpan dalam tabung reaksi yang disumbat
25

dengan pakas dalam suatu desikator. Pelepasan polen


dilakukan/berlangsung pada saat hari cerah dimulai dsari pagi ahri.
Bunga-bunga betina harus dibungkus dengan kertas secara rapat
selama 10 hari setelah petal dibuang dan pollen ditaburkan pada
stigma. Biji-biji diambil dari buah masak/matang dan dapat ditanam
langsung atau dikeringkan dan disimpan selama waktu tertentu
hingga setahun. Kadangkala lapisan lemak berlendir pada biji
dibuang dahulu sebelum ditanam.
Biji dikecambahkan pada petakan rata tanah berpasir yang
drainasenya bagus. Biji disusun dengan jarak 2 cm dan ditutup
dengan lapisan tanah halus setelab 1 cm. Biji akan berkecambah
dengna baik kalau mendapatkan cahaya pagi. Becambah akan mati
akibat penyakit mati pucuk kalau diairi secara berlebihan, sehingga
tanah harus diairi sedikit-demi sedikit dua kali sehari. Kadangkala
perlu menggunakan tanah yang telah disterilkan atau difumigasi
dengan bromo-methan. Setelah umur seminggu bibit muda dapat
dipindahkan ke kantong plastik ukuran 15x20 cm, dan dipelihara
selama 3-4 minggu sebelum ditanam .
Pepaya umumnya ditanam dengan jarak 2x3 m, jarak yang
lebih rapat memberikan hasil lebih banyak pada tahun pertama,
tetapi tanaman mengalami etiolasi dan hasilnya menurun pada
tahun ke dua. Umumnya pepaya ditanam tidak lebih dari 3-4 tahun.
Untuk mendapatkan proporsi tanaman betina yang banyak,
menanam tiga bibit dengan jarak 25 cm dengan biji yang berasal
dari polinasi luar. Tanaman betina murni dapat dikenali oleh tidak
adanya bunga jantan sebelum tiga bulan di daerah tropika; pada
saat ini tanaman yang kelihatan betina ditinggalkan dan yang lain
dipotong.
Rabuk organik dan pupuk buatan keduanya dipakai untuk
pepaya. Untuk mendapatkan buah yang banyak diperlukan pupuk
majemuk NPK (15-15-15) dengan dosis 1.5 kg/tanaman/tahun.
Rincian dosis pupuk menurut umur tanaman adalah:
Umur 0-3 bulan: 20 g/tanaman/bulan
Umur 4-6 bulan: 50 g/tanaman/bulan
Umur > 7 bulan: 100 g/tanaman/bulan
Kalau buah pepaya akan digunakan untuk konsumsi kalengan
maka dosis pupuk nitrogen harus dikurangi. Dosis N yang tinggi
akan menimbulkan kadar nitrat yang tinggi pada pepaya dan ini
membahayakan kaleng. Untuk pengalengan ternyata pupuk lengkap
NPK dengan rasio 1:2:2 harus digunakan dan dosisnya tidak boleh
lebih dari 50 g/tanaman/bulan.
Penyiangan secara manual harus hati-hati supaya tidak
merusak akar tanaman. Herbisida Diuron dengan dosis 2 kg/ha dan
paraquat 1 liter/ha memberikan hasil yang baik kalau disemprotkan
di lingkaran tajuk seputar batang, asalkan tidak pada tanah berpasir
dan gambut.
26

Pepaya mudah terserang nematoda dan lahan tidak boleh


ditanami pepaya lebih dari sekali (1-3 tahun) sebelum dirotasikan
dengan tanaman lainnya. Pada lahan yang terserang parah,
nematisida separeti Nemagon sangat dianjurkan. Formalin (25 ml
larutan metanal 4%) dituangkan dalam lubang tanam juga
dianjurkan. Pada tanah-tanah yang drainasenya jelek, dan tanah
tanah yang sebelumnya telah ditanami pepaya, maka Phytophthor
dan berbaqabusuk akar lainya menyebabkan kerugian yang serius
pada pepaya.Berbagai penyakit batang dan daun juga ada dan
kadang kadang dapat dikendalikan dengan menyemprot
fungisida.Ada banyak penyakit virus pada pepaya dengan gejala
seperti mosaik, kerdil, lambatnya pertumbuhan tanaman dan kerdil,
menguningnya daun dan tajuk yang kecil. Mereka umumnya
disebarkan oleh serangga,tetapi sukar diberantas. Suatu tanaman
yang tumbuhnya tidak normal harus segera dibongkar dan dibakar
atau dikubur. Beberapa tanaman menunjukkan resitensi dan ini
harus digunakan untuk memprokduksi biji benih. Pepaya
pegunungan juga agak resisten terhadap gangguan virus penyakit.
Buah pepaya harus dipanen pada saat setengah masak,ketika
daging buahnya masih keras dan tekstur seperti wortel.Buah ini
akan cepat masak selama 1-3 hari dan harus segera diangkut ke
pasar sebelum menjadi lunak.
Dalam hal budidaya tanaman pepaya dan pengelolaannya,
mulai dari persemaiannya benih sampai dengan
pemanenannya, terdapat beberapa permasalahan yang umum
dijumpai oleh petani pepaya di wilayah Jawa Timur, yakni kualitas
bibit yang tidak bagus (bahkan terkesan apa adanya), kerontokan
bunga yang cukup besar, terjadinya tanaman jantan, produksi buah
tidak teratur /beragam dan buah hasil panen yang tidak tahan lama
dan mudah rusak/busuk.

(a). Kualitas bibit yang kurang baik


Umumnya petani mendapatkan bibit pepaya dari buah yang
diperoleh dari tetangga atau membeli buah di pasar bebas. Biji
dari buah ini kemudian disemaikan dan bibitnya ditanam. Bibit
yang diperoleh dengan cara seperti ini ternyata ragam
produksinya sangat besar dan umumnya mempunyai
produktivitas yang rendah.
(b). Kerontokan bunga
Kerontokan bunga sering terjadi pada tanaman pepaya,
terutama bila terjadi hujan deras dan angin kencang selama
periode pembungaan berlang sung.
(c). Terjadinya buah yang kecil-kecil dan bentuknya tidak teratur
Pada masa pemanenan buah, tak jarang kita jumpai adanya
buah-buah yang kecil-kecil dan bentuknya tidak beraturan.
27

Kondisi seperti ini biasnaya dibarengi dengan buah yang


tumbuh jarang-jarang pada pohon pepaya.

3.2.2. Potensi Produksi di Jawa Timur


Di Jawa Timur, sentra produksi pepaya terletak di daerah
Kediri-Malang-Lumajang-Jember hingga Banyuwangi. Di daerah ini
dapat dijumpai tanaman pepaya yang ditanam secara campuran
dengan tanaman lain pada lahan pekarangan dan tegalan, ada pula
petani-petani yang mengkhususkan diri menanam pepaya dalam
kebun monokultur.

Tabel 3.7. Potensi riil produksi pepaya di Jawa Timur

Kabupaten Tanaman Produksi Rataan Kategori Daerah


menghasilk buah (ton) prodktivitas
an (pohon) (kg/pohon)
1. Mojokerto 199.637 1777 8.90 Rendah
3. Bojonegoro 191.054 5428 28.41 Tinggi
4. Tuban 225.994 4379 19.38 Sedang
5. Madiun 130.734 1035 7.92 Rendah
7 .Ngawi 193.151 3232 16.73 Sedang
8 .Ponorogo 481.145 4103 8.53 Sedang
9 . Pacitan 126.433 1319 10.43 Rendah
10. Kediri 1058.056 33663 34.65 Sangat tinggi
11. Nganjuk 334.663 3019 9.02 Sedang
12. Blitar 396.325 3485 8.79 Sedang
13. Malang 1928.204 32377 16.79 Sangat Tinggi
14. Lumajang 249.098 8350 33.52 Tinggi
15. Bondowoso 301.266 3215 10.67 Sedang
17. Jember 657.106 3286 5.00 Sedang
18. Banyuwangi 649.414 20423 31.45 Sangat Tinggi
19. Sumenep 319.600 1620 5.07 Rendah
Keterangan: Rendah : < 2500 ton/tahun; Sedang: 2500 - 5000; Tinggi:
5000 - 10.000; Sangat Tinggi: > 10.000 ton/tahun.

3.2.3. Ekologi Tanaman

Kondisi Agroklimat
Tanaman pepaya dapat dijumpai pada hampir seluruh wilayah
Jawa Timur, dengan keanekaan jenis yang sangat besar dan ragam
produktivitas yang sangat tinggi. Tanaman ini mudah beradaptasi
secara lokal dan tersebar luas pada berbagai kondisi daerah.
Kondisi lingkungan tumbuh tanaman ternyata sangat
berpengaruh terhadap produktivitas buah dan ukuran individu buah.
Kualitas buah ini sangat tergantung pada fluktuasi musiman suhu
udara dan radiasi matahari (Hamilton, 1971). Preferensi buah
28

pepaya yang ukurannya kecil untuk ekspor, rataan sekitar 340 - 560
g, telah mendorong penanaman pepaya strain "Puna" atau
"Kapoho" di Hawaii. Manipulasi lingkungan tumbuh tanaman melalui
teknologi budidaya tanaman, terutama suplai air irigasi dan pupuk
juga berpengaruh terhadap ukuran buah. Di wilayah bebas salju di
Afrika Selatan, buah pepaya menunjukkan pola pertumbuhan
sigmoid dalam meningkatkan volumenya, tetapi bentuk kurvenya
sangat beragam tergantung pada bulan fruit-set dan klon tanaman
(Kuhne dan Allan, 1970). Suhu rataan mingguan sekitar 19oC
akan memperpanjang fase initial dan fase akhir dari pertumbuhan
yang relatif lambat. Fase pertengahan meningkat dengan cepat
volume buahnya dan paling kurang terpengaruhi oleh suhu udara
yang rendah. Laju pertumbuhan pada fase initial lebih cepat apabila
suhu udara lebih tinggi selama masa pra-anthesis dan fase initial
dari kurva eksponensial (log volume buah). Rataan suhu mingguan
(<15oC) selama fase ini menyebabkan penangguhan laju
pertumbuhan dan reduksi ukuran buah. Ukuran buah mencapai
puncaknya apabila fruitset terjadi pada musim panas dan kemudian
menurun dengan cepat.
Musim hujan yang berkepanjangan dan drainase tanah yang
jelek dapat mengakibatkan gugur daun (premature) pada bagian
bawah, menguningnya daun-daun muda, batang kurus dan tumbuh
memanjang, dan hasil buah sedikit. Dalam rangka untuk mengatasi
masalah ini biasanya petani membuat bedengan yang tinggi dengan
parit-parit yang lebar dan dalam.

Kondisi Tanah
Kondisi tanah yang ideal bagi tanaman pepaya dalah tanah
lempung berpasir yang ringan, namun dmeikian tanaman ini masih
mampu tumbuh dengan baik pada berbagai kondisi tanah yang
mampu menahan cukup banyak air tersedia dan drainasenya bagus.
kondisi air tergenang sangat berbahaya, dan drainase yang kurang
bagus akan mendorong gangguan penyakit busuk akar dan busuk
batang. Fumigasi tanah dapat mengurangi gangguan akibat penyakit
busuk akar Phytophthora dan Pythium. Syarat tumbuh lainnya untuk
mendapatkan hasil buah yang bagus ialah kondisi struktur tanah
yang baik dan mampu menyediakan unsur hara dalam jumlah yang
memadai. Pada kondisi iklim yang baik, dan suplai unsur hara
tersedia yang memadai, tanaman pepaya akan tumbuh pendek,
batangnya kuat dan dengan cepat menghasilkan bunga dan buah.
Tanah yang sangat masam harus dikapur hingga nilai pH-nya
mencapai 6.0 - 6.5.

Kebutuhan hara dan pemupukan


Menurut Chandler (1964), praktek pemupukan yang dianggap
paling baik ialah mempertahankan suplai nitrogen agak tinggi dan
29

mensuplai secukupnya hara lain yang defisien. Untuk mensuplai


fosfat tersedia dalam tanah, terutama bagi tanaman muda, sebanyak
500 g pupuk fosfat dicampur secara merata dengan tanah pada
liang tanam, atau pemupukan sebelum tanam bibit sekitar 1250
kg/ha campuran pupuk yang mengandung N, P dan K, dengan rasio
N/P2O5/K2O = 1:3:1, dibenamkan dalam tanah lapisan atas 15-20
cm. Defisiensi P mengakibatkan daun berwarna hijau gelap dengan
tulang daun dan tangkai daun berwarna ungu kemerahan. Kalium
menjadi snagat penting setelah fase pembungaan. Selama masa
pertumbuhan awal, periode vegetatif 5-6 bulan pertama tanaman
sangat ememelrukan nitrogen, setelah itu kebutuhan utamanya
adalah nitorgen dan kalium dengan rasio K2O/N = 1.5:2. Telah
terbukti bahwa pada tanah-tanah yang tampaknya subur, dimana
hanya respon nitrogen yang terjadi, pemupukan P dan K cenderung
merangsang pertumbuhan yang cepat dan pembungaan yang lebih
awal. Penggunaan rabuk kandang pada awal musim tanam atau
sebelum tanam bibit sangat disarankan, terutama kalau
dikombinasikan dengan fosfat, dalam rangka untuk meningkatkan
ketersediaan fosfat dalam tanah. Namun demikian tidak disarankan
menempatkan rabuk kandang dalam liang tanam karena dapat
merangsang perkembangan jamur Pythium.
Tujuan utama dari program pemupukan yang berimbang
adalah perkembangan tajuk tanaman yang penuh dan sehat. Kalau
daun-daun di bagian bawah menguning, ini mengindikasikan
defisiensi nitrogen. Sangat diperlukan untuk menjaga daun-daun
bagian bawah tetap hijau sehat selama mungkin karena
pertumbuhan tanaman, rasa dan kandungan gula dalam buah
secara langsung tergantung pada luas permukaan daun ini dan
sintesis karbohidratnya. Standar tentatif nitrogen dan fosfor, yang
didasarkan pada tangkai daun dewasa terakhir telah diteliti oleh
Awada et al. (1969). Informasi mengenai nilai baku hara tanaman ini
dapat diabtraksikan sbb:

Hara Lokasi Sampling Standard; % bhan kering


percobaan Maksimum 5% dari
maksimum
Nitrogen Waimanalo Juni 1.28 1.14
Agst-Sept 1.20 1.07
September 1.14 1.02
Fosfor Malama-Ki Mei-Juni 0.25 0.21

Rekomendasi pemupukan pada perkebunan pepaya di


Angola ialah 50 g pupuk lengkap 10-10- 10 pada saat tanam bibit,
diikuti dengan 250 g selang 3-4 bulan berikutnya pada pertenghaan
musim hujan. Pada tahun ke dua, 1000 g/tanaman harus diberikan,
setengahnya pada awal musim hujan dan sisanya pada
pertengahan musim hujan.
30

Berikut ini adalah rekomendasi pemupukan yang lazim


dilakukan petani:

Untuk tanaman yang umurnya kurang Dosis per tanaman


setahun
Ammonium sulfat 50-100 g
Superfosfat (18% P2O5) 150-300 g
Sulfat kalium 20-40 g

Untuk tanaman yang umurnya lebih Dosis per tanaman


setahun
Ammonium sulfat 300-400 g
Superfosfat (18% P2O5) 400-800 g
Sulfat kalium 100-200 g.

Pada pertanaman pepaya monokultur di Queensland, Agnew


(1968) merekomendasikan penaburan 1250 kg pupuk lengkap 12-
34-12 per hektar dan membenamkannya ke dalam tanah 15 cm,
diikuti dengan pemupukan 40 kg N/ha setiap dua bulan. Kalau
tanaman dibudidayakan untuk pengalengan buah, yang
menghendaki buah bebas nitrat, jadwal pemupukan ini harus
dilakukan hingga akhir Februari pada musim summer setelah tanam
bibit, dan setelah itu penugalan pupuk harus dibatasi hingga
Nopember-Februari setiap tahun berikutnya. Kalau tanaman
menunjukkan gejala defisiensi nitrogen, harus diberikan tambahan
nitrogen sebagai semprotan urea. Rekomendasi lainnya (Kruger
dan Menary, 1968) adalah menggunakan 100 g N dalam tiga kali
aplikasi dari saat panen buah hingga Januari, dengan tambahan
semprotan urea kalau diperlukan. Dalam rangka untuk menghindari
kelebihan nitrogen pada musim winter maka tidak boleh ada
tanaman pupuk hijau atau tanaman legum dan rabuk kandang. Pada
pertanaman pepaya di New South Wales, Leigh (1969) mereko-
mendasikan basal-dressing 1250 kg per ha pupuk lengkap NPK
1:3:1, yang diikuti dengna side dressing campuran pupuk yang
serupa dengan dosis 240 g/tanaman pada bulan Agustus,
Nopember dan Februari selama tahun pertama. Selama tahun-
tahun berikutnya, dosis pupuk dapat ditingkatkan hingga maksimum
1350 g/tanaman setahun.

Persyaratan Tumbuh Tanaman


Hackett dan Carolane (1982) menyusun kriteria evaluasi
syarat lingkungan tumbuh tanaman sebagai beirkut:

1. Agen biologis yang diperlukan dalam pembuahan (1-5): 2


31

2. Persyaratan kelembaban udara: agak tinggi


3. Kebutuhan hara:
Perlunya pemupukan hara makro (2-8):
N :7 Ca dan Mg : 6
P :7
K :7
Kebutuhan pupuk mikro (1-5) : 2
4. Fotoperiodisitas: Hari panjang atau hari pendek.
5. Toleransi kemiringan lahan (o):
Maksimum : > 10o
Minimum : 0
6. Kedalaman efektif tanah (2-8):
Kurang dari 10 cm : 4
10 - 20 cm : 6
21 - 40 cm : 8
> 40 cm : 8
7. Reaksi (pH) tanah (2-8):
Kurang dari 5.5 : 2
5.5 - 7.0 : 8
7.1 - 8.5 : 8
8. Tekstur tanah (2-8):
Lempung, seragam : 8
Lempung di atas liat : 6
Tanah berbatu : 4
Pasir , seragam : 8
Pasir di atas liat : 6
Tidak ada medium solid 2

9. Suhu udra (oC):


Suhu dasar : 10-12
Kisaran optimum : 21 - 30
Batas atas (siang/malam) : 45 / 30.
Kepekaan salju (1-9) :6
Kebutuhan vernalisasi (1-5) :1
10. Toleransi
Kekeringan (1-8) :5
Banjir (2-7) :2
Garam sebagai spray(1-9) : 2
Garam di daerah perakaran (1-9) : 2
Naungan (1-5) :1
Angin (3-7) :3
11. Daerah sentra produksi
Elevasi ( m dpl) < 800
Produktivitas 0 -200 ton/ha/th.
Garis lintang 20 oLU
Garis bujur 155o BB
32

3.4. Sistem Usahatani Tanaman Pepaya


Tanaman pepaya berproduksi mulai umur satu tahun sampai
dengan umur 5-7 tahun. Modal investasi usahatani dibutuhkan
sampai tanaman berumur satu tahun (sebelum berproduksi). Analisis
cash-flow usahatani pepaya menunjukkan biaya produksi per tahun
per hektar sampai dengan umur lima tahun adalah sekitar
Rp.250.000 hingga Rp 450.000. Pada tingkat usahatani pepaya
secara monokultur umumnya dapat diperoleh keuntungan yang
memadai, dengan Net B/C (DF 18%) 2.75 - 4.50, NPV (DF 18%)
Rp.2.500.000 - Rp 5.500.000,- dan IRR umumnya lebih dari 25%.

(1). Sifat Pengusahaan


Secara agroekologis wilayah Kabupaten Kediri, Malang,
Blitar, dan sekitarnya cocok untuk budidaya tanaman pepaya dan
juga pemeliharaannya tidak terlalu sulit. Tanaman pepaya umumnya
ditanam petani dalam sistem campuran pada l;ahan pekarangan dan
tegalan, sistem budidaya pepaya dalam kebun monokultur
buiasanya dilakukan oleh petani yang modalnya kuat dan dilakukan
secara intensif. Tetapi akhir-akhir ini banyak petani yang sudah
mulai memperhatikan pengusahaan tanaman ini secara monokultur
karena harganya cukup baik. Perhatian petani tersebut berupa
usaha-usaha untuk mengadakan pemeliharaan dan pemupukan
terhadap tanaman pepaya. Asal bibit tanaman pepaya sebagian
besar berasal dari biji yang tumbuh dengan sendirinya (tukulan)
yaitu sebanyak 60-70% dan sisanya berasal dari penangkar bibit.
Mereka umumnya menanam pepaya di lahan pekarangan sebagai
batas pekarangan atau pada pekarangan yang tidak diusahakan
untuk tanaman pangan.
Rata-rata pemilikan tanaman pepaya adalah relatif kecil, di
Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang dn sekitarnya yakni 15-20
pohon, dengan variasi 5 - 50 pohon. Petani yang memiliki pohon
pepaya cukup banyak, sudah mulai mengusahakan tanaman ini
secara intensif. Tetapi ada juga yang memiliki pohon pepaya cukup
banyak berasal dari bibit "tukulan" di pekarangannya dan biasanya
tidak dipelihara. Umur rata-rata pohon pepaya produktif tersebut
adalah 2-3 tahun, yang paling muda dijumpai berumur 1 tahun dan
yang paling tua berumur hanmpir 10 tahun. Sebagai tanaman
pekarangan pepaya ditanam tidak memakai jarak tanam yang
teratur. Rata-rata jarak tanam dari pohon yang satu ke pohon yang
lainnya adalah 8-10 meter, tetapi petani ada yang menanam dengan
jarak 5 m atau bahkan 20 m antara satu pohon dengan pohon yang
lain.

(2). Intensitas Pengusahaan


Perawatan tanaman pepaya walaupun masih kurang tetapi
sudah ada usaha ke arah pengelolaan secara intensif. Sebagian
33

besar responden (sekitar 70% petani) melakukan pembumbunan


pada tanaman ini dan yang lainnya membiarkan tanaman ini seperti
tanaman liar. Sumber air untuk tanaman pepaya berasal dari air
hujan, mendapat pengairan dari sumur dan dari sungai/saluran
irigasi. Usaha untuk membuat saluran drainase untuk tanaman ini
hampir dilakukan oleh seluruh petani, sebagian petani sudah ada
yang melakukan pembuatan teras pada lahan tempat tumbuh dari
tanaman ini karena kemiringannya lebih dari 15%.

(3). Analisa Biaya dan Pendapatan.


Tanaman pepaya monokultur dipelihara secara intensif oleh
sebagian petani. Oleh karena itu dikenal dua macam petani, yaitu
petani pepaya monokultur yang melakukan pemeliharaan secara
intensif dan petani pepaya campuran yang tidak melakukan usaha
pemeliharaan sama sekali. Untuk golongan petani yang pertama,
biaya pemeliharaan tahun pertama untuk satu pohon sekitar Rp.
2000 - 2250.
34

Tabel 3.8. Taksiran rataan biaya produksi pepaya per pohon/tahun.

Macam biaya Jumlah (Rp.)


1. Pupuk Kandang 20 Kg 500.00
Pupuk Urea 1.5 Kg 425.00
Pupuk ZA 0.5 Kg 150.00
Pupuk TSP 1.5 Kg 425.00
Pupuk KCl 0.5 Kg 150.00

2. Biaya Tenaga Kerja:


- Pemupukan 150.00
- Pemangkasan 75.00
3. Pestisida dan Penyemprotan 250.00
Total 2125.00
Harga pupuk buatan rata-rata per kg Rp.300, pupuk kandang
Rp.25/kg. (Soemarno. 1992.)

Usaha pemupukan yang dilakukan oleh petani antara lain


pembe rian pupuk kandang dilakukan oleh 100% petani, kompos
25%, Urea 80%, ZA 35%, TSP 80%, KCl 10% dan NPK 5 %..
Pemberian pupuk dilakukan menjelang pepaya berbunga dan
setelah panen. Petani yang menyatakan memberikan pupuk pada
saat menjelang berbunga adalah sebesar 75-80%, dan setelah
panen sebesar 25-30%. Pemanenan raya buah pepaya mulai
dilakukan sekitar bulan April sampai bulan Nopember, musim raya
buah pepaya sekitar lima bulan, dan setelah itu buah masih dapat
dipanen sepanjang tahun. Dalam waktu lima bulan tersebut pohon
pepaya dapat dipanen beberapa kali, tergantung dari ketersediaan
air untuk pertumbuh annya. Penerimaan dari penjualan buah pepaya
(Harga jual rataan Rp 125/kg) rata-rata Rp. 27.500 per pohon
setahun dengan kisaran Rp.15.500-Rp.50.000 tergantung dari
produktifitas tanaman pepaya. Rata-rata pemilikan petani 15-25
pohon dengan kisaran 5 - 50 pohon per keluarga yang memiliki
tanaman. Umur pohon pepaya milik petani berkisar antara 1-10
tahun.

3.2.5. Sistem Pemasaran Buah

(1). Lembaga Pemasaran

Petani Produsen
Petani pepaya umumnya menanam beberapa pohon (15-50
pohon) di lahan pekarangan dan tegalan dicampur dengan tanaman
lainnya. Mereka ini umumnya tidak mengusahakan tanaman pepaya
secara intensif, pemeliharaan tanaman dilakukan secara sederhana
dan kalau tiba saatnya berbuah barulah petani memperhatikan
tanamannnya dari gangguan. Pada musim panen buah mereka
35

menjual buah secara tebasan kepada pedagang (penebas).


Sebagian kecil petani telah menanam pepaya secara monokultur
(>500 pohon) dan dipelihara secara intensif. Tanaman sela selama
tahun pertama biasanya jagung atau sayur-sayuran. Petani seperti
ini biasanya berhubungan dengan pedagang besar dan
memasarkan buah pepaya segar ke kota-kota besar seperti
Surabaya, Bandung, dan Jakarta.

Penebas dan Tengkulak I.


Penebas adalah orang yang membeli buah pepaya yang
masih berada di atas pohon. Penebas tersebut menaksir jumlah
buah yang dapat dihasilkan oleh satu atau beberapa pohon
sekaligus, kemudian menentukan harganya. Transaksi antara
penebas dengan petani (umumnya petani monokultur)
pembayarannya dilakukan secara kontan, dan hanya sebagian kecil
lainnya (8-10% petani) dengan cara membayar uang muka sejumlah
50% dari nilai transaksi.
Tengkulak I adalah orang yang membeli buah pepaya setelah
buah dipetik oleh pemiliknya. Transaksi pembelian dilakukan per
satuan buah pepaya atau per satuan berat (kuintal atau ton). Cara
pembayarannya adalah kontan atau dibayar setelah buah pepaya
terjual habis (khusus untuk tengkulak I yang berasal dari dalam
desa). Volume perdagangan dari penebas/tengkulak I ini dalam satu
lokasi antara 3-5 ton buah pepaya per bulan pada saat musim
panen raya, dan 0.5- 1.5 ton pada saat panen biasa. Modal usaha
dari tengkulak I rata Rp. 250.000 - Rp 500.000 berupa modal yang
digunakan dalam pembelian dan penjualan.

Tengkulak II (TK II)


TK II adalah orang yang membeli buah pepaya dari para
tengkulak I atau penebas. Pedagang ini berdomisili di luar desa
sentra produksi dan menjual hasil pembeliannya kepada para
pedagang pengecer di kota. Volume perdagangan dari TK II ini
daspat mencapai 10-15 ton buah pepaya per bulan pada saat musim
panen raya. Modal yang digunakan rata-rata Rp. 2 -5 juta.

Pedagang Pengumpul.
Pedagang ini umumnya berdomisili di kota-kota besar, tetapi
melakukan kegiatannya sampai di desa/lokasi kebun pepaya.
Pedagang ini membeli buah pepaya dari para tengkulak I atau
tengkulak II. Penjualan dilakukan ke para pengecer di kota-kota
besar seperti Kediri, Malang, Surabaya, Bandung dan Jakarta.
Volume perdagangan dapat mencapai 20-25 ton buah pepaya per
bulan pada saat musim panen yang berlangsung sekitar tiga hingga
empat bulan. Alat transportasi yang digunakan dalam pengangkutan
barang dagangannya adalah truk colt-diesel yang berkapasitas 5-7.5
36

ton pepaya sekali angkut. Modal yang digunakan diperkirakan lebih


dari Rp. 10 juta.

(2). Saluran Pemasaran


Buah pepaya oleh petani pada umumnya dijual kepada pene-
bas (75-80% petani), tengkulak 15%, pedagang pengecer 5%.
Biasanya pembeli yang datang kepada petani, dari sejumlah kasus
penjualan yang dilakukan oleh petani hanya kurang dari 10% saja
petani yang menjual buah pepayanya ke pasar atau yang menjual
buah pepayanya dengan mendatangi pembelinya. Saluran tataniaga
pepaya dari petani sampai dengan konsumen yang utama adalah:
Petani, penebas/Tengkulak I, Tengkulak II, Pedagang pengumpul,
dan Pedagang pengecer

(3). Transaksi Penjualan


Panen pepaya dapat dimulai pada bulan Desember dan
berakhir dalam waktu 4-5 bulan, satu pohon pepaya dapat
menghasilkan buah sepanjang tahun tergantung dari cukup tidaknya
air dan hara yang tersedia bagi pertumbuhannya. Cara tebasan
nampak lebih dominan (terutama pada sistem monokultur),
pembayaran penebas pada sebagian besar petani dilakukan secara
kontan. Dalam penentuan harga antara pembeli dan penjual
biasanya dilakukan dengan tawar menawar (75% responden) dan
lainnya ada yang memperoleh informasi harga dari pasar (15%
responden) atau biasanya pihak penjual sudah mengetahui harga
dari tetangganya (10-20% responden).
Dalam melakukan pembelian pepaya kepada petani, seorang
penebas/tengkulak I harus mengeluarkan biaya untuk 100 kg
pepaya sebagai berikut:
1. Ongkos Petik Rp.1000 - Rp.1500 (tengkulak I tidak
mengeluarkan biaya panen).
2. Ongkos Angkut Rp.500 - Rp.1000 (tergantung dari jarak yang
ditempuh untuk ke luar dari desa sentra produksi).
Tengkulak II membeli pepaya dari berbagai tempat sentra
produksi pepaya. Dalam melakukan aktivitas pembelian dan
penjualan, pedagang mengeluarkan biaya-biaya untuk 1 ton pepaya
sebanyak:
1. Ongkos angkut Rp.5.000 - Rp.7.500 (tergantung dari jarak yang
ditempuh).
2. Ongkos Penimbangan Rp. 1500
3. Rafraksi antara Rp 20.000 - Rp.25.000
Pedagang Pengumpul membeli pepaya dari para tengkulak
I/tengkulak II di pasar tempat sentra produksi pepaya setiap hari.
Volume pembeliannya rata-rata setiap hari adalah 1.0-2.5 ton. Alat
angkut yang digunakan untuk mengangkut buah pepaya ke kota
adalah truk colt-diesel yang berkapasitas 5-7.5 ton. Dalam transaksi
37

perdagangan biaya yang harus dikeluarkan untuk 5 ton pepaya


sekitar Rp.218.000 (Tabel 3.9).

Tabel 3.9. Biaya fungsi marketing yang dikeluarkan oleh


pedagang pengumpul (5 ton).

Macam biaya Biaya (Rp.) ...........


1. Ongkos angkut 35.000.
2 Ongkos muat bongkar 30.000.
3. Ongkos packing 15.000.
4. Ongkos Penimbangan 5.000.
5. Retribusi 2.500.
6. Rafraksi 125.000.
Total 24.500.
Sumber: Diolah dari data primer (Soemarno. 1992).

Pedagang Pengecer
Pengecer biasanya menjual pepaya dan buah- buahan
lainnya. Rata-rata setiap hari pedagang ini harus menanggung
biaya retribusi sebesar Rp 400 - Rp 500. Modal yang digunakan
dalam perdagangan pepaya sebesar Rp.250.000 - Rp 500.000.

(4). Analisis Biaya dan Margin


Harga yang diterima petani per kg pepaya Rp.150 atau
sekitar 25% dari harga eceran yang dibayar konsumen yaitu Rp.550-
Rp 600. Perbedaan harga konsumen dan produsen sebesar Rp.400
- 450 per kg pepaya, sekitar 35 % digunakan untuk biaya fungsi
tataniaga dan 65% merupakan keuntungan yang diterima oleh
lembaga tataniaga. Pada transaksi penjualan dari tengkulak II ke
pedagang pengumpul, dan transaksi antara pedagang pengumpul
ke pengecer biasanya ada rafraksi sebesar 5-10 % berupa potongan
harga yang diberikan pada pembeli untuk transaksi partai besar.

3.6. Teknik Budidaya Tanaman

(1). Produksi biji atau benih


Benih pepaya diperoleh dapat dari tanamannya sendiri. Pada
dasarnya ada dua cara untuk mendapatkan benih yang baik, yaitu:
(a). Biji diambil dari pohon yang menghasilkan banyak buah dan
tipe buahnya bagus.
(b). Persilangan pohon-pohon yang hasilnya tinggi juga dapat
dilakukan.
Karena pepaya sering mengalami polinasi dari luar, maka
hasil yang lebih baik dapat diperoleh dengan menyilangkan pohon-
pohon tertentu yang terpilih. Penyilangan pohon betina yang
buahnya banyak dengan tanaman hermaprodite akan menghasilkan
38

banyak biji yang akan tumbuh menjadi pohon betina. Bibit ini
sangat dibutuhkan untuk tanaman di lapangan/kebun monokultur.
Kalau diinginkan pepaya dengan tipe buah kecil, pohon hermaprodit
dapat disilangkan.

(2). Pesemaian
Biji dikecambahkan pada petakan rata tanah berpasir yang
drainasenya bagus. Biji disusun dengan jarak 2 cm dan ditutup
dengan lapisan tanah halus setebal 1 cm. Biji akan berkecambah
dengan baik kalau mendapatkan cahaya pagi. Pengalaman empiris
petani menyatakan bahwa kecambah akan mati akibat penyakit mati
pucuk kalau diairi secara berlebihan, sehingga tanah harus diairi
sedikit-demi sedikit dua kali sehari. Kadangkala perlu menggunakan
tanah yang telah disterilkan atau difumigasi dengan bromo-methan.
Setelah umur seminggu bibit muda dapat dipindahkan ke kantong
plastik ukuran 15 cm x 20 cm, dan dipelihara selama 3-4 minggu
sebelum ditanam .

(3). Cara Bertanam Bibit dan Populasi Tanaman


Pepaya monokultur umumnya ditanam dengan jarak 2 m x 3
m, jarak yang lebih rapat memberikan hasil lebih banyak pada tahun
pertama, tetapi tanaman mengalami etiolasi dan hasilnya menurun
pada tahun ke dua. Umumnya pepaya ditanam tidak lebih dari 4-5
tahun. Untuk mendapatkan proporsi tanaman betina yang banyak,
menanam tiga bibit dengan jarak 25 cm dengan biji yang berasal
dari polinasi luar. Tanaman betina murni dapat dikenali oleh tidak
adanya bunga jantan sebelum tiga bulan di daerah tropika; pada
saat ini tanaman yang kelihatan betina ditinggalkan dan yang lain
dipotong.
Kepadatan populasi tanaman monokultur yang lazim adalah
1000 - 2000 tanaman per hektar. Praktek yang baik ialah menanam
tiga atau empat bibit secara terpisah dengan jarak 20-25 cm dan
kemudian dijarangkan tinggal satu tanaman yang bagus. Surplus
pohon jantan dipotong dan ditinggalkan pohon betina yang terbaik.
Untuk mendapatkan polinasi yang memadai, diperlikan satu pohon
jantan untuk setiap 10 pohon betina bagi varietas yang berumah
dua (dioecious) Kalau kebun pepaya terdiri atas campuran pohon
hermaprodit, jantan dan betina, maka diperlukan lebih sedikit pohon
jantan untuk menjamin polinasi yang efektif.
Cara bertanam pohon pepaya tidak banyak berbeda
dengan cara bertanam pohon buah-buahan lainnya. Sebelum bibit
ditanam pada tempat yang telah disediakan, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil penanaman yang
memuaskan. Oleh karena produksi buah yang dihasilkan kelak
sangat tergantung kepada cara bertanamnya selain faktor keadan
bibit itu sendiri.
39

Dalam penelitiannya mengenai pepaya di Tanzania utara,


Northwood (1970), mendapatkan hasil papain sebanyak 169 kg/ha
selama periode 11 bulan dengan jarak tanam 3 m x 3 m, dan jarak
tanam 3 m x 1.5 m ternyata 50% lebih tinggi dibandingkan dengan
jarak tanam 3 x 4.5 m. Pemupukan N tidak berpengaruh nyata.
Masalah gangguan penyakit harus dipertimbangkan dalam memilih
jarak tanam yang sesuai dan populasi tanaman harus cukup tinggi
untuk mengimbangi kehilangan.

(4). Pemeliharaan Tanaman


Pemberian mulsa
Pemulsaan merupakan praktek yang bagus untuk
mengkonservasi air tanah dan mengendalikan pertumbuhan gulma.
Kalau bahan organik miskin nitrogen digunakan sebagai bahan
mulsa maka diperlukan tambahan pupuk nitrogen untuk menghindari
defisiensi nitrogen. Mulsa perlu diberikan terutama pada waktu
bibit masih muda dan pada waktu musim kemarau, sejak selesai
penanaman bibit ke lubang tanam. Mulsa diberikan di sekeliling
tanaman hingga menutupi tanah sekitar tanaman dengan cara
melingkar. Mulsa yang digunakan biasanya dari jerami. Guna
pemberian mulsa ini adalah untuk mempertahankan kelembaban
tanah di sekitar tanaman agar tetap lembab, tidak cepat kering.

Penyiangan dan Pendangiran


Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan menutupi
tanah di sekeliling tanaman dengan mulsa berupa jerami atau
daun-daunan. Pada dasarnya penyiangan harus tetap dilakukan
secara rutin di sekeliling tanaman apabila ternyata gulma tetap
tumbuh dan mengganggu, terutama ketika tanaman masih muda
(umur setahun). Cara penyiangan dapat dilaksanakan dengan
menggunakan sabit, cangkul, dicabut dengan tangan biasa,
sekop, kecol, atau secara khemis dengan menggunakan herbisida.
Pendangiran adalah pengerjaan tanah di sekeliling
tanaman dengan cara mencangkuli tanah-tanah di sekitarnya,
agar tanah gembur sekaligus memperbaiki aerasi dan
drainasinya. Dalam mengerjakan penggemburan tanah
diusahakan sebaik-baiknya agar akar tanaman tidak rusak akibat
pencangkulan, maka harus dilakukan dengan hati-hati sekali.
Akan lebih baik bila alat yang digunakan berupa garpu untuk
menghindari putusnya akar akibat pencangkulan. Pekerjaan
pendangiran harus dilakukan secara rutin untuk mendukung
pertumbuhan tanaman agar lebih baik, terutama pada tanah-
tanah yang mudah padat dan pada tanaman yang sedang
mengalami fase pertumbuhan aktif. Perioda perkembangan dan
pertumbuhan tanaman pepaya biasanya dimulai sejak masa
transplanting sampai tanaman berumur lebih kurang lima tahun.
40

Pemupukan
Pupuk organik dan pupuk buatan keduanya dipakai oleh
petani monokultur untuk pepaya muda (umur kurang dari setahun)
dan tanaman dewasa (umur lebih dari setahun). Untuk mendapatkan
buah yang banyak diperlukan pupuk majemuk NPK (15-15-15)
dengan dosis 1.5 kg/tanaman/tahun. Rincian dosis pupuk yang
lazim menurut umur tanaman muda adalah:
Umur 0-3 bulan: 20 g/tanaman/bulan
Umur 4-6 bulan: 50 g/tanaman/bulan
Umur > 7 bulan: 100 g/tanaman/bulan
Kalau buah pepaya akan digunakan untuk konsumsi kalengan
maka dosis pupuk nitrogen harus dikurangi. Dosis N yang tinggi
akan menimbulkan kadar nitrat yang tinggi pada pepaya dan ini
membahayakan kaleng. Untuk pengalengan ternyata pupuk lengkap
NPK dengan rasio 1:2:2 harus digunakan dan dosisnya tidak boleh
lebih dari 50 g/tanaman/bulan.
Jenis pupuk yang diberikan pada tanaman pepaya dapat
berupa pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau atau kompos)
dan pupuk anorganik. Pupuk organik dapat diberikan bersamaan
waktu tanam atau saat selanjutnya setelah tanam. Pupuk
anorganik diberikan selang bebe rapa waktu setelah tanam. Waktu
pemupukan yang paling tepat diberikan pada saat mulai turun
hujan. Dosis pemupukan untuk setiap tanaman berbeda tergantung
umur tanaman, keadaan tanah dan tanaman serta lingkungannya.
Tetapi secara umum dosis pupuk yang perlu diberikan
berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Pemupukan tanaman pepaya berdasarkan umur

Tahun ke Pupuk NPK(g) Keterangan


kandang
(kg)
Waktu 5 50-100 per phn per thn
tanam
I - II 5-10 100 - 150 per phn per thn
II - III 10 - 15 150 - 200 per phn per thn
Lebih III 10 - 15 150 -200 per phn per thn
Sumber: Diolah dari data primer (usahatani pepaya monokultur)

Dalam penelitian Awada (1969) telah dilakukan penentuan


secara tentatif nilai baku N dan P untuk keperluan program
pemupukan. Tangkai daun dewasa paling akhir, yang ditandai oleh
adanya bunga termuda pada ketiak daun, dipilih sebagai jaringan
indeks untuk N dan P. Nilai Standar N yang dinyatakan dalam
epersentase berat ekering beragam dari 1.28 pada bulan Juni
hingga 1.20 pada Agustus/September dan 1.14 pada September.
NIlai standar P adalah 0.25 untuk sampling bulan Mei/Juni.
41

Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan terhadap daun yang terserang
penyakit yang diperkirakan sulit disembuhkan dan terhadap daun
yang kering atau mati; pemangkasan wiwilan dilakukan terhadap
tunas-tunas vegetatif yang tumbuh. Pemangkasan pemeliharaan
juga dilakukan pada tanaman yang terlalu rimbun. Di Ghana,
formula untuk mengestimasi luas daun pepaya telah diteliti
(Karikari, 1973). Formula ini menyediakan metode yang cepat dan
cukup akurat yang dapat digunakan pada daun yang masih utuh,
dan tampaknya formula ini juga dapat dipakai untuk mengestimasi
luas daun pepaya di negara lain.

(5). Pembungaan dan pemeliharaan buah pepaya

Pembungaan
Pembungaan tanaman pepaya dapat terjadi sepanjang
tahun, namun demikian pembungaan lebat dapat terjadi pada awal
musim hujan. Selama periode pembungaan ini, peka sekali
terhadap tiupan angin yang kencang. Apabila terjadi tiupan angin
yang kencang, proses pembuahan akan gagal terjadi sehingga
produksi buahnya kelak akan merosot jumlahnya. Apabila sesudah
periode pembungaan terjadi periode kering yang berat, proses
pembuahan akan gagal terjadi dengan baik sehingga produksi
buah yang dihasilkan kelak menjadi gepeng. Bunga pepaya juga
tidak tahan terhadap hujan yang terlalu deras, karena menyebabkan
banyak bunga yang gugur dan gagal melakukan pembuahan.
Periode pembentukan buah pada pepaya dapat terjadi sepanjang
musim.

Pemeliharaan buah
Pemeliharaan buah pada waktu buah belum dipanen
merupakan hal yang penting untuk dikerjakan, karena
pemeliharaan ini akan menentukan kualitas buah, dan harga buah
bila kelak dipanen. Untuk konsumsi buah dalam bentuk segar,
kualitas buah menjadi faktor penting yang harus diperhatikan
yang meliputi ukuran buah, penampakan buah dan warna yang
menarik, tebal daging buah, aroma, rasa dan sebagainya.
Terdapat bebe rapa cara memelihara buah yang masih melekat di
pohonnya agar kualitas buah tetap terjaga dengan baik.
Buah pepaya dibungkus secara individual dengan kantong
poli-etilen berlubang-lubang atau kertas tissue dan dikemas dalam
kotak karton. Kemudian dikirim lewat udara dengan lama perjalanan
dua hari dalam suatu peti kemas yang terkendali tekanan dan
suhunya; atau dikirim lewat laun selama 21 hari dalam peti kemas
beku. Buah-buah yang dibungkus dengan kantong polietilena
ternyata masih menunjukkan kenampakan yang bagus. Pra-
42

perlakuan buah dengan 2% Zineb gagal mereduksi kehilangan


selama periode pematangan (Lee, 1973).

a. Penyemprotan buah
Buah pepaya (milik petani kebun pepaya monokultur)
kadangkala disemprot dengan obat-obatan berupa insektisida
maupun fungisida untuk mencegah serangan hama
penyakitnya, karena seringkali diserang hama seperti lalat atau
lainnya apabila dibiarkan, sehingga akan merusak buah dan
kualitasnya. Pada buah yang sudah terserang hama/penyakit
yang berat sekali dan diperkirakan sulit diberantas, lebih
baik dipetik untuk mencegah penularannya.

b. Perbaikan warna buah


Buah pepaya diusahakan dapat menerima cahaya matahari
langsung untuk memperbaiki warnanya, agar buah berwarna
lebih bagus dan menarik. Sehingga daun-daun tua yang
terlampau rimbun dan seringkali menutupi buah perlu
dipangkas, atau dengan menyangga ranting yang berbuah
banyak dengan tiang penyangga dan diusahakan buah
tersembul ke atas dari pentupan daun. Dengan demikian buah
dapat terkena cahaya matahari langsung.

(6). Hama - penyakit Tanaman dan Pengendaliannya


Ada beberapa macam hama dan penyakit yang biasa
terdapat menyerang tanaman pepaya. Jenis hama yang sering
ditemukan antara lain kalong/codot, burung, ulat daun. Sedangkan
jenis penyakitnya antara lain embun tepung, penyakit layu,
nematode dan beberapa penyakit lainnya. Masih banyak jenis
hama dan penyakit tanaman pepaya yang belum dapat
disebutkan disini, karena yang diutamakan adalah hama
penyakit penting yang biasa menyerang tanaman pepaya.
Pepaya mudah terserang nematoda dan lahan tidak boleh
ditanami pepaya lebih dari sekali (1-3 tahun) sebelum dirotasikan
dengan tanaman lainnya. Pada lahan yang terserang parah,
nematisida separeti Nemagon sangat dianjurkan. Formalin (25 ml
larutan metanal 4%) dituangkan dalam lubang tanam juga
dianjurkan. Pada tanah-tanah yang drainasenya jelek, dan tanah
tanah yang sebelumnya telah ditanami pepaya, maka Phytophthor
dan berbaqabusuk akar lainya menyebabkan kerugian yang serius
pada pepaya.Berbagai penyakit batang dan daun juga ada dan
kadang kadang dapat dikendalikan dengan menyemprot fungisida.
Ada banyak penyakit virus pada pepaya dengan gejala seperti
mosaik, kerdil, lambatnya pertumbuhan tanaman dan kerdil,
menguningnya daun dan tajuk yang kecil. Mereka umumnya
disebarkan oleh serangga, tetapi sukar diberantas. Suatu tanaman
yang tumbuhnya tidak normal harus segera dibongkar dan dibakar
43

atau dikubur. Beberapa tanaman menunjukkan resitensi dan ini


harus digunakan untuk memproduksi biji benih. Pepaya pegunungan
juga agak resisten terhadap gangguan virus penyakit.

Hama Tanaman
a. Kalong/Codot
Bagian tanaman yang diserang adalah buah. Buah pepaya
yang masak sangat digemari hewan ini, buah akan diambil
dan dimakan. Tak jarang buah pepaya berjatuhan akibat
serangan hama ini. Kalong/ codot kebanyakan menyerang
pada malam hari. Cara mengatasinya dengan cata gropyokan
yaitu menangkap hewan ini beramai-ramai, kemudian
membunuhnya.

b. Ulat daun
Bagian tanaman yang diserang adalah daun, terutama daun-
daun yang masih muda. Hama ini menyerang bunga dan tunas-
tunas muda. Pemberantasan kimiawi, dilakukan dengan
menggunakan insektisida Diazinon atau Basudin 0.2 - 0.5%.
c. Kumbang hijau
Serangannya ditandai dengan penggerekan terhadap batang
dan membuat liang panjang didalamnya. Pemberantasan
kimiawi dengan menggunakan Karbolineum plantarum .
d. Tungau atau mites
Hama ini umumnya menyerang tanaman dengan menghisap zat
cair organ tanaman/daun muda. Pada serangan berat daun
tampak mengering. Cara menanggulanginya dengan
menyemprotkan bubur California atau dengan penghembusan
tepung belerang.

Penyakit Tanaman
Faktor utama yang mendorong terjadinya gangguan penyakit
pada pepaya ialah kondisi tanah yang jelek, termasuk defisien
hara, kondisi iklim/cuaca buruk, teknik budidaya yang tidak
memadai, kontaminan atmosfer, dan kelainan pertumbuhan karena
faktor genetik (Barbosa, 1971).
Istilah "Mosaik" telah digunakan dalam penyakit virus pepaya
baik untuk mendeskripsikan gejala yang berhubungan dengan lebih
dari satu penyakit maupun sebagai nama umum untuk penyakit
tunggal yang disebabkan oleh suatu infeksi tertentu (Cook, 1972).
Dalam uji rumahkaca yang dilakukan di Hawaii, virus mosaik
papaya dan virus ringspot pepaya dapat dikenali melalui daya
infeksinya pada inang yang terpilih (Cook dan Milbrath, 1969).
Tanaman kacang buncis (Vicia faba), Ocium basilicum, dan Celosia
plumosa yang semula dianggap tidak peka ternayata dapat terinfeksi
virus mosaik pepaya. Daun-daun Chenopodium amaranticolor yang
diinokulasi dengan virus ringspot pepaya ternyata menumbuhkan
44

lesion lokal yang dapat dikenali dengan jelas berbeda dengan yang
disebabkan oleh virus mosaik pepaya. Penyakit mosaik pepaya di
Hawaii serupa dengan Mosaik Bombay di India, becak ringspot di
Florida, dan Mosaik pepaya di Puerto Rico.

Pengendalian gulma
Penyiangan secara manual dilakukan oleh petani dengan
sangat hati-hati supaya tidak merusak akar tanaman. Herbisida
Diuron dengan dosis 2 kg/ha dan paraquat 1 liter/ha memberikan
hasil yang baik kalau disemprotkan di lingkaran tajuk seputar
batang, asalkan tidak pada tanah berpasir. Paraquat dan diuron
lazim digunakan untuk mengendalikan gulma pada perkebunan
pepaya di Hawaii (Romanowski, 1972). Perlakuan yang dianjurkan
ialah Paraquat (+surfactant) pada dosis 0.56- 1.12 kg produk
komersial (c.p.)per hektar; dan Diuron dosis 2.8 - 5.6 kg c.p./ha.
Paraquat diaplikasikan sebagai basic-spray untuk gulam yang
berkecambah dengan dosis 750-950 l/ha. Surfactan non-ionik
seperti X-77 harus ditambahkan sekitar 230-460 g ke dalam 100
gallons (378 l) bahan semprotan. Bahan semprotan ini tidak boleh
kontak dengan batang dan daun pepaya yang berwarna hijau.
Diuron hanya boleh digunakan setelah kebun pepaya tumbuh baik
minimal umur 6 bulan. Veinal klorosis dapat terjadi pada daun-daun
tua. Tanaman tidak boleh ditanam selama dua tahun setelah aplikasi
Diuron terakhir. Kebun pepaya di Hawai berada pada tanah vulkanik
kasar memerlukan perlakukan khusus dalam budidayanya.
Frekuensi pemupukan harus lebih sering dibandingkan dengna
kebun pepaya pada tanah- tanah yang normal. Karena tanah yang
porus ternyata pengendalian gulma dengan herbisida juga menjadi
masalah. Dua bahan kimia yang digunakan ialah solven petroleum
150-375 l/ha dan paraquat 0.5-1.1 kg/ha dengan surfactan 2.5-5
l/ha. Diuron dengan dosis 2.2 kg/ha diberikan tidak lebih dari duakali
setahun (Ito, 1969).

3.7. Panen dan Pascapanen


Buah pepaya harus dipanen pada saat setengah masak,
ketika daging buahnya masih keras dan tekstur seperti wortel. Buah
ini akan cepat masak selama 1-3 hari dan harus segera diangkut ke
pasar .
Tanda-tanda kemasakan buah pepaya terutama ditandai
adanya perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning atau
kemerahan. Tanda kemasakan dengan melihat warna buah ini
adalah merupakan cara paling sederhana dan mudah. Buah yang
masak benar dicirikan dengan tidak adanya campuran warna hijau
pada kulit buah. Kulit buah berwarna kuning atau kemerahan
atau campuran kedua warna tersebut. Kemasakan buah
umumnya terjadi 4- 5 bulan setelah pembungaan.
45

IV. RANCANGAN KEGIATAN PENGEMBANGAN SPAKU


PEPAYA

Untuk mewujudkan Sentra Pengembangan Agribisnis


Komoditas Unggulan (SPAKU) Pepaya di wilayah Kecamatan Wajak,
Kabupaten Malang, maka berbagai kegiatan dalam seluruh
subsistem-subsistem agribisnis termasuk subsistem penunjangnya
perlu direncanakan. Perwujudan Kecamatan Wajak sebagai sentra
pengembangan agribisnis komoditas pepaya akan memerlukan
waktu sekitar 5 tahun, dimana 2 tahun adalah kebutuhan waktu
untuk pembangunan kebun (penanaman) dan 3 tahun adalah
kebutuhan waktu untuk pembinaan KUBA mandiri.
Berikut ini diuraikan kegiatan-kegiatan yang ditargetkan untuk
dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun. Rancangan
kegiatan ini difokuskan pada pengembangan 1000 Ha kebun
pepaya monokultur sebagai inti dan sekitar 500 ha pepaya
pekarangan sebagai daerah dampak dari SPAKU pepaya.
Rancangan kegiatan ini memberikan gambaran kegiatan-
kegiatan pokok yang akan ditangani melalui proyek sejak
penanaman sampai dengan pemeliharaan tahun ke 2 karena
tanaman pepaya baru dapat di panen pada tahun ke 2.

4.1. Pengadaan dan Penyaluran Agroinput

4.1.1. Pengadaan dan Penyaluran Bibit Pepaya


Sesuai target/sasaran, dalam kurun waktu lima tahun akan
dikembangkan 1000 Ha tanaman pepaya, pada lima kecamatan
terpilih. Untuk itu dibutuhkan bibit pepaya Thailand sebanyak
minimal 1.000.000 bibit ditambah 5 - 10 % perkiraan kebutuhan
cadangan bibit untuk sulaman tanaman yang mati.
Pengadaan bibit untuk kebutuhan pengembangan sentra
pepaya tersebut diharapkan dapat dipenuhi dari penangkar-
penangkar setempat.
Selain bibit pepaya juga diperlukan pengadaan bibit tanaman
aneka jenis hortikultura sayuran, sela jagung, kedelai, kacangtanah,
dan kacang hijau; serta bibit tanaman pagar seperti sengon, kapok
randu, melinjo, petai, pisang, alpokad, atau lainnya.

4.1.2. Pengadaan dan Penyaluran Saprodi

1. Pupuk
Sesuai dengan agroekosistem/kondisi lahan ke lima
Kecamatan terpilih sebagai lokasi sentra agribisnis pepaya, maka
rencana pengadaan pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman pepaya
mulai tanam sampai dengan pemeliharaan tanaman menjelang
panen adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1.
46

Tabel 4.1. Rencana Pengadaan Pupuk Sentra Agribisnis


Pepaya

Jenis Kebutuhan, kg/ha Pengadaan


Pupuk Pena- Pemeliharaan untuk
naman Th.I Th.II Th.III Th.IV 1000 Ha

Urea 62.5 125 125 250 250 812500


ZA 62.5 125 125 250 250 812500
TSP 62.5 125 125 125 200 637500
KCl 62.5 125 125 125 200 637500

Pengadaan pupuk ini diusulkan disalurkan melalui/oleh KUD.


Selain itu juga diperlukan pengadaan pupuk untuk menunjang
program intensifikasi usahatani tanaman sela, sesuai dengan paket
agroteknologi yang disarankan.

2. Pestisida
Beberapa hama dan penyakit yang umumnya menyerang
tanaman pepaya adalah wereng pepaya atau sikada, penggerek
batang dan buah, lalat buah dan antrakaose. Untuk mencegah dan
memberantas hama penyakit yang mungkin dapat menyerang
tanaman pepaya, maka dalam kurun waktu berlangsungnya
pembangunan sentra (1000 Ha) diperlukan pengadaan pestisida
sebesar 125000 liter dengan rincian sebagaimana disajikan dalam
Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengadaan Pestisida Sentra Agribisnis


Pepaya

Jenis Kebutuhan, kg/ha Pengadaan


Saat Pemeliharaan untuk
tanam P1 P2 P3 P4 1000 ha
Basudin 0.0 5.0 5.0 5.0 10.0 25000
Azodrin 0.0 5.0 5.0 5.0 10.0 25000
Metil Cugero 0.0 5.0 5.0 5.0 10.0 25000
Benlate/
Dithare M-45 0.0 10.0 10.0 15.0 15.0 50000

Jumlah kebutuhan pengadaan agroinput (pupuk dan


pestisida) untuk tanaman pepaya s/d tanaman berproduksi optimal
(tahun ke 10) dapat dilihat pada paket budidaya tanaman.
47

3. Pengadaan benih tanaman sela


Sebagai sumber penghasilan tambahan bagi petani sebelum
pepaya berproduksi, maka akan dibudidayakan tanaman kedelai,
kacangtanah, kacang hijau, cabai, jagung atau tanaman sayuran
sebagai tanaman sela. Dengan memperhitungkan pergiliran
tanaman, maka kebutuhan benih jagung dan kedelai untuk tanaman
sela pada areal seluas 1000 Ha dapat dihitung berdasarkan paket
usahatani yang disarankan. Pengadaan benih tanaman sela ini
dapat disalurkan melalui KUD setempat.

4.2. Pengadaan Sarana, Prasarana dan Alsintan


Alsintan yang dibutuhkan pada saat tanaman diproduksi
sampai dengan panen adalah alat pengolah tanah dan penyiangan.
Perkiraan kebutuhan pengadaan alsintan untuk pengembangan
SPAKU pepaya di Kecamatan Wajak adalah satu unit per
rumahtangga. Sarana yang sangat diperlukan dalam pengem-
bangan komoditas pepaya ini yaitu pengairan yang diupayakan
melalui pembuatan sumur galian sebanyak 2 unit/ha kebun.
Prasarana utama yang perlu dibangun adalah jalan kebun
sepanjang 100 m/ha kebun dalam waktu 5 tahun.

4.3. Pemantapan Kelembagaan


Kelembagaan yang harus ada di lokasi SPAKU meliputi
kelembagaan petani, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan
aparatur.

4.3.1. Kelembagaan Pengelola SPAKU Pepaya


a. Setiap petani menjadi anggota KUBA Pepaya.
b. Setiap KUBA Pepaya tani beranggotakan 20 petani.
c. Setiap petani menguasai sekitar 1 Ha lahan untuk pepaya.
d. Setiap 15 KUBA Pepaya oleh 1 PPL.
e. Setiap PPL mengelola 5 Ha kebun inti yang berfungsi sebagai
kebun produksi, pusat informasi teknologi budidaya pepaya,
yang dilengkapi dengan SAUNG (gubuk tempat pertemuan
kelompok tani).
f. Setiap petani juga menjadi anggota Koperasi Petani
Pepaya/KUD.
g. Setiap KUD menjadi mitra sumber dana yang terdiri dari BRI,
BPD, BUMN, BUMS.

Dalam rangka menyusun model pembinaan KUBA Pepaya


digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
48

1. KONDISI SAAT INI

2. PELUANG PENGEMBANGAN

3. MODEL RANCANG-BANGUN

EVALUASI KELAYAKAN

4. TEKNOLOGI 5. SOSIAL EKONOMI

6. REKAYASA KELEMBAGAAN ORGANISASI/


PRANATA

7. JUSTIFIKASI KELEMBAGAAN

8. RANCANG-BANGUN SISTEM

9. STRATEGI IMPLEMENTASI

10. RENCANA ENFORCEMENT DAN PEMANTAUAN


49

(A) Kondisi Pada Saat Ini

1. Sosial Ekonomi
a. Rataan pendapatan per kapita per tahun para pemilik pepaya
(petani lahan kering) di wilayah kecamatan Wajak, Kabupaten
Malang masih harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih baik
b. Fluktuasi pendapatan bersifat musiman dan sangat tergantung
pada dinamika pasar/harga pepaya di pasaran serta fluktuasi
pasar/harga saprodi, terutama pupuk dan pestisida;
c. Rataan anggota keluarga 4 - 5 orang, dengan 2 - 3 orang anak.

2. Teknologi Pemeliharaan Tanaman Pepaya (Produksi)


a. Jumlah dan kualitas pohon sangat beragam dan kualitasnya
umumnya rendah
b. Populasi pohon pepaya 50 - 100 pohon
c. Luas pekarangan 500-1000 m persegi untuk menanam tanaman
pepaya dan ditanami dengan aneka tanaman tahunan lainnya
d. Sasaran produksi : buah pepaya ;
e. Tenaga kerja keluarga: suami-istri, dan anak-anak .

3. Kelembagaan Produksi Primer: Petani lahan kering

a. Hubungan antara anggota kelompok tani yang ada sekarang


bersifat tradisional
b. Usaha pemeliharaan tanaman dengan sistem kebun campuran
kurang intensif;
c. Setiap kelompok tani beranggotakan 20-30 RTP dan dipimpin
oleh seorang ketua dan seorang sekretaris dan seorang benda-
hara; namun demikian aktivitas kelompok ini masih sederhana
d. Kelompok tani yang ada sekarang belum membentuk Koperasi
formal yang beranggotakan semua RTP (Rumah Tangga Petani)

(B) Permasalahan dan Peluang Pengembangan


1. Keterbatasan penguasaan informasi, modal dan teknologi
mengakibatkan operasi pemeliharaan tanaman sangat terbatas
dan hasil buah pepayanya juga masih relatif rendah. Peluang
inovasi teknologi dapat dilakukan melalui pembinaan kelompok
tani (KUBA=Kelompok Usaha Bersama Agribisnis) secara
intensif sehingga mempunyai akses yang lebih besar terhadap
kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh pemerintah atau
investor swasta.
2. Fluktuasi harga buah pepaya pada tingkat petani masih cukup
besar dan "bargaining power" dalam mekanisme pasar relatif
50

sangat lemah , karena informasi pasar yang dikuasai sangat


terbatas dan daerah pemasarannya sangat terbatas. Informasi
pasar yang memadai diharapkan dapat memperbaiki situasi ini.
Rintisan kemitraan dengan kelembagaan suasta yang bergerak
dalam bidang pemasaran buah pepaya diharapkan dapat
membantu petani memasarkan hasil buahnya. Dalam kaitan ini
perlu adanya lembaga pengumpul (pengepul) di desa sebagai
"perwakilan" dari perusahaan suasta tersebut yang berperan
sebagai pedagang desa. Lembaga pengepul inilah yang
berhubungan langsung dengan KUBA.
3. Salah satu kendala serius yang masih dihadapi para petani
ialah dalam pengadaan saprodi, terutama bibit pepaya yang
unggul, sedangkan pupuk dan pestisida telah dapat tersedia
secara lokal dengan harga yang layak. Jalinan kemitraan juga
perlu dikembangkan dengan melibatkan agen-agen dari
produsen bibit/penangkar bibit yang bersertifikat, serta kios-
kios/toko pertanian yang merupakan perwakilan dari produsen
saprodi, seperti pupuk daun, hormon /zat trumbuh dan
pestisida.
4. Khusus dalam kaitannya dengan pembinaan dan
pengembangan KUBA Pepaya diperlukan suatu "Forum
Komunikasi Agribisnis Pepaya (FORKA Pepaya)" yang
beranggotakan wakil-wakil dan dinas/instansi terkait,
koperasi/KUD, Suasta, ketua-ketua KUBA dan tokoh masya-
rakat. Fungsi dan tugas FORKA ini adalah membahas segenap
permasalahan pengembangan KUBA pepaya dan mencari
alternatif penanganannya.

(C). Hopotesis Disain Agro-Teknologi


Usaha pemeliharaan pepaya dengan sistem KUBA
disarankan dengan perbaikan paket agrtoteknologi alternatif sebagai
berikut :
1. Sistem perkebunan pepaya permanen dengan pemeliharaan
tanaman secara intensif
2. Menggunakan bibit pepaya jenis unggul, misalnya Thailand
3. Kebun monokultur lebih disarankan apabila memungkinkan.
4. Pengawasan kesehatan dan kesuburan tanaman dilakukan
dengan menerapkan praktek budidaya tanaman secara intensif.
5. Recording buku harian individu tanaman pepaya dan
pengawasan periode pembungaan dan pembuahan kalau
memungkinkan.
6. Menerapkan teknologi penanaganan pasca panen buah untuk
menyeragamkan pematangan buah atau menangguhkan proses
pematangan melalui manipulasi teknologi kemasan.

(D). Kelayakan Disain Kebun Pepaya


51

1. Kelayakan Teknis
Kebun monokultur digunakan secara khusus untuk
memproduksi buah-buah pepaya yang kualitasnya bagus dan
seragam; sedangkan pengelolaan kebun dapat mengikuti
rekomendasi yang ada. Tanaman selama selama lima tahun
pertama adalah kedelai atau jagung yang dikelola secara intensif.

2. Kelayakan Ekonomi
Sekala ekonomi minimum bagi rumah tangga petani adalah
0.5-1.0 ha dengan jumlah pohon produktif 500-1000 pohon.
Peningkatan produksi dan pendapatan usahatani pepaya
mulai tahun ke V diharapkan telah cukup tinggi untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga secara memadai (telah melampaui batas
ambang kemiskinan); Fluktuasi pendapatan dan produksi hampir
merata dari tahun ke tahun tahun. Penyerapan tenaga kerja
memungkinkan mempekerjakan tenagakerja luar keluarga ; Secara
ekonomi layak;
Beberapa faktor penunjang kelayakan ekonomi tersebut
adalah :
a. Menambah sasaran produksi, yaitu grading buah-buah pepaya
untuk pasar lokal, regional dan kota-kota besar.
b. Meningkatkan hasil buah pepaya secara bertahap setiap tahun
hingga sasaran akhir tahun ke X dengan sekala usaha 500-1000
pohon produktif setiap rumahtangga yang memiliki lahan kering
0.5 -1.0 ha.
c. Mengurangi fluktuasi produksi dan pendapatan dengan jalan
disiplin usaha dan pemantauan/pemeliharaan tanaman produktif
secara intensif.
d. Menciptakan adanya pola usaha bersama (KUBA) secara
berkelompok dengan pangsa yang relatif sama.

3. Kelayakan Sosial
Usaha pemeliharaan pepaya secara berkelompok telah lazim
dilakukan dengan kerjasama yang serasi; dengan demikian proyek
SPAKU Pepaya ini tidak akan menimbulkan konflik sosial dan
mengganggu sistem kelompok yang telah serasi.

(E). Rekayasa Kelembagaan

1. Petani yang terikat pinjaman dengan pedagang/pelepas uang


harus melunasi untuk melepaskan ikatan tersebut;
2. Respon terhadap inovasi teknologi masih harus ditingkatkan,
karena keterbatasan akses individu petani terhadap sumber
informasi inovasi, peluang- peluang bisnis dan informasi pasar
yang ada;
52

3. Respon terhadap KUD umumnya rendah dan terkesan bahwa


peran KUD dalam membantu pemasaran hasil buah serta
penyediaan modal belum banyak dirasakan oleh masyarakat
petani ;
4. Respon terhadap perkreditan formal rendah, hal ini disebabkan
pengalaman sebelumnya dimana penyaluran kredit kurang
aspiratif, terlalu birokratif, bunga tinggi dan tidak sesuai dengan
kebutuhan petani .

Berdasarkan atas beberapa kendala tersebut, maka strategi


rekayasa kelembagaan yang perlu disarankan adalah sebagai
berikut :
1. Menciptakan usaha berkelompok dari RTPLK yang
memungkinkan berkongsi dengan pangsa yang relatif seimbang
dalam bentuk KUBA;
2. Meningkatkan peran serta PTL, PPL, dan tokoh masyarakat
dalam pembinaan KUBA pepaya;
3. Mengurangi secara bertahap ketergantungan petani pada
pedagang/ lembaga pemasaran sehingga meningkatkan posisi
tawar- menawar dalam pemasaran hasil ;
4. KUBA-KUBA pepaya perlu membentuk koperasi petani pepaya
(Unit Usaha Otonom Agribisnis dari KUD) yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung antara kelompoktani pepaya dengan
dunia luar, baik dunia bisnis, birokrasi dan perbankan, maupun
sumber inovasi teknologi
5. Memperkenalkan kredit yang ditempuh dengan sistem bagi hasil,
serta mengatur sistem bagi hasil yang lebih seimbang dengan
melibatkan lembaga antara , yaitu Koperasi petani pepaya atau
KUD.

(F). Justifikasi Kelembagaan


Ikatan antara sesama petani dan antara petani dalam
lembaga tradisional yang ada, serta antara petani dengan tokoh
masyarakat sangat kuat. Pada sisi lain keterbatasan penguasaan
modal dan informasi teknologi dirasakaan sebagai kendala pokok
bagi pengembangan agribisnis pepaya. Oleh karena itu usaha yang
sekarang dilakukan masih terkesan tradisional dengan sekala usaha
yang relatif rendah.
Sistem kredit bagi hasil dengan lembaga antara KUBA dan
Koperasi Petani Pepaya (Unit usaha otonom KUD) dimaksudkan
untuk mengurangi keterbatasan modal usaha melalui penggunaan
fasilitas KPPA. Dengan demikian perbankan formal, seperti Bank
Jatim, sebagai penyedia fasilitas kredit diharapkan mampu menjalin
kerjasama kemitraan dengan para petani .
53

(G). Rancangan Sistem SPAKU Pepaya

1. Organisasi Produsen Primer

FORKA Investor
Pepaya Pemerintah
(Mis. Bank Jatim)

Konsultasi/investasi/Perkreditan

kredit
dengan Suasta/
( PTL dan PPL) sistem perwakilan
Tokoh bagi hasil Pedagang buah
Masyarakat Produsen Saprodi

kerjasama

Pemasaran
Penyuluhan Modal hasil buah
DIKLAT usaha & SAPRODI

KOPERASI PETANI Pepaya

KUBA PEPAYA
25-30 RTP
54

2. Struktur Sistem Pembinaan

FORKA
PEPAYA

BPTP

PPL Pusat
tokoh masyarakat Penangkaran
bibit

Koperasi Suasta
Petani Pepaya

KUBA pepaya KUBA pepaya ..............


25-30 RTP 25-30 RTP .........

3. Pranata

Tugas dan tanggung masing-masing komponen organisasi


yang diusulkan tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Investor PEMERINTAH:
- Menyediakan fasilitas kredit bagi hasil dalam bentuk paket
agribisnis pepaya intensif untuk KUBA melalui koperasi petani
pepaya;
- Menjalin kerjasama kemitraan dalam permodalan dengan
koperasi petani dengan jalan menyediakan kemudahan-
kemudahan birokrasi dan administrasi;
- Menjalin kerjasama konsultatif dengan Koperasi petani pepaya,
khususnya dalam pelatihan manajemen permodalan bagi usaha
agribisnis pepaya.
55

b. Suasta: Pedagang buah/Produsen Saprodi :


- Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja Koperasi Petani Pepaya
atau KUBA pepaya, dengan jalan menunjuk perwakilannya di
desa ;
- Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan
informasi-informasi pasar dan transfer teknologi inovatif .

c. Petugas Penyuluhan/Teknis Lapangan (PPL/PTL) :


- Bertanggung jawab terhadap pelatihan dan penyuluhan untuk
lebih meningkatkan akses petani kecil terhadap peluang-peluang
ekonomi yang ada dan penguasaan teknologi;
- Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi
terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan
transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan usaha
d. Koperasi Petani Pepaya (Unit Usaha Otonom KUD)
- Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan
sistem usaha agribisnis yang dilakukan oleh KUBA pepaya ; -
Membantu KUBA dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan
agribisnis pepaya ;
- Membina mekanisme kerja pengembalian kredit sehingga dapat
memenuhi aspirasi petani dan sumber kredit ;
- Menjalin kerjasama kemitraan dengan suasta pedagang telur dan
produsen/pedagang SAPRODI ;
- Membina dan mengembangkan mekanisme tabungan sukarela
dari para petani.

e. Petani Pepaya
- Melaksanakan usaha agribisnis pepaya melalui KUBA
- Menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi/ investor melalui
mekanisme "kerjasama yang saling menguntungkan";
- Mengikuti pelatihan teknologi sebelum/selama operasionalisasi
kegiatan;
- Memasarkan hasil produksinya kepada lembaga pemasaran
yang bermitra dengan KUBA
- Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas),
tetap berusaha secara kongsi di bawah pengawasan dan
pembinaan KUBA dan Koperasi;
- Menjalin kerjasama dengan Koperasi Petani Pepaya melalui
program tabungan bebas sebagai dana untuk perawatan alat-alat
produksi.

(H). Strategi Implementasi

1. Aspek Kelembagaan
56

a. Pengaturan adanya usaha agribisnis pepaya secara berkelom-


pok (KUBA) dilakukan dengan sistem kredit bagi hasil ;
b. Sarana alat produksi dan SAPRODI menjadi milik RTPLK yang
berkelompok menjadi KUBA
c. Pembagian hasil diatur sedemikian rupa, sehingga saling men-
guntungkan semua pihak secara proporsional
d. Pada tahap awal, pemilihan kelompok sasaran perlu diarahkan
pada pribadi-pribadi yang memiliki status sosial hampir
sama/merata dan respon terhadap mekanisme pembinaan ;
e. Perlu dijalin kerjasama kemitraan yang harmunis antara instansi
pemerintah, investor suasta, pedagang/pengolah/produsen
SAPRODI, Koperasi dan tokoh masyarakat desa melalui forum
komunikasi agribisnis (FORKA). Kunci keberhasilan pembinaan
sangat tergantung pada peran serta semua pihat terkait,
termasuk petani.

2. Operasionalisasi Teknis
Rekapitulasi pengaturan teknis yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan kredit bagi hasil adalah sebagai berikut :
a. Jumlah Jumlah tanaman produktif yang dipelihara minimum 500
pohon setiap RTPLK ;
b. Jumlah RTPLK dalam usaha kelompok ± 25-30 RTPLK;
c. Ketentuan bagi hasil dalam pengembalian kredit dan perguliran
berdasarkan asas saling menguntungkan;
d. Nilai kredit/modal yang diinvestasikan disesuaikan dengan
kebutuhan.
57

3. Operasionalisasi Pengorganisasian.
Pengorganisasian yang perlu diakukan untuk menunjang
program ini adalah :

N Tahapan kegiatan Pelaksana


o.
1 Pengaturan kerjasama investor Investor dan Di
dengan
Petani nas/Instansi
2. Penentuan pedagang sebagai FORKA
komponen
pembina-an
3. Pengaturan kerjasama antar FORKA
kelembagaan
yang terkait
4. Pelatihan PPL tentang teknologi yang Dinas/BLPP
akan
diintroduksikan. BPTP
5. Penentuan/seleksi RTPLK untuk Instansi/Tokoh
usaha
kelompok dalam KUBA Pepaya masyarakat/Desa
6. Pelatihan Petani PPL/FORKA/BPTP
7. Operasionalisasi kegiatan usaha
agribisnis
secara berkelompok/berkongsi :
a. Pemeliharaan Tanaman RTPLK
b. Pembeli hasil produksi pepaya Pedagang/Pengepul
c. Pengatur dan pengawasan bagi Ketua KUB
hasil
d. Pengawasan harga Koperasi
e. Pembelian Saprodi Koperasi; RTP
f. Penanggung jawab bagi hasil Koperasi, KUB
g. Penambahan modal usaha Koperasi, KUB
8. Pengaturan usaha bersama petani Koperasi+KUB
setelah
kredit lunas

(I). Enforcement dan Pemantauan


Dalam rangka untuk mengamankan dan membantu
kelancaran kredit bagi hasil untuk petani kecil tersebut perlu
dikembangkan pola insentif dan penalti yang melibatkan Koperasi,
KUBA, aparat pemerintahan desa, dan kelembagaan lain yang
terkait. Dalam hubungan ini pendekatan persuasif sangat
diperlukan.
58

4.3.2. Kelembagaan Ekonomi/Keuangan


Kelembagaan ekonomi yang diperlukan adalah : BRI, BPD,
BUMN, Swasta, KUD, Pedagang dan Arisan/pengajian.

4.3.3. Kelembagaan Aparatur


Kelembagaan aparatur, berdasarkan fungsinya dapat dibagi
menjadi :
a. Lintas sektoral
Misalnya : LKMD, Forum Musyawarah LKMD.
b. Struktural sektoral
- Mantri Tani, berfungsi untuk administrasi
tanaman pepaya atau SIMKM (Sistem Informasi
Manajemen Kebun Pepaya)
- Kepala Dinas Tk. II
- Kepala Dinas Tk. I
- Kakanwil Dep. Pertanian Propinsi Jawa Timur
c. Struktural fungsional
- PPL pepaya, dibekali ketrampilan teknis dan
manajerial dan dengan modal kredit usahatani.
- PPS di tingkat BIPP Kabupaten.
d. Balai Latihan Kerja dan Diklat Petani
- Sekolah Lapangan (SL) Agribisnis pepaya di lokasi
sentra.
- BLPP di Tingkat Kabupaten

4.4. Peningkatan Pengolahan dan Pemasaran


Salah satu aspek sangat penting dalam pembangunan
sentra agribisnis adalah pengolahan/pemasaran hasil. Memasuki
perdagangan bebas, aspek-aspek penting dari produk usahatani
atau produk agroindustri yang akan dipasarkan adalah :
a. Kuantitas (volume produksi) yang berskala ekonomi
b. Kontinuitas (ketersediaan sepanjang waktu)
c. Kualitas/mutu yang tinggi dan Harga (efisiensi) yang
kompetitif

4.4.1. Peningkatan pengolahan meliputi :


a. Pengadaan alat pengolahan hasil (Cold storage)
b. Pelatihan pengolahan hasil bagi petani (pemakaian bahan
kimia untuk penyeragaman pemasakan)
c. Pelatihan peningkatan mutu hasil (Sekolah Lapang
Agribisnis Pepaya)
d. Magang petani di perusahaan agroindustri
e. Magang di BLPP/BPTP Karangploso, Malang.

4.4.2. Peningkatan pemasaran meliputi :


59

a. Pengembangan sistem informasi pasar Melalui Radio


Komunikasi Informasi Pertanian (RKIP) Wonocolo
Surabaya.
b. Temu Usaha
c. Magang di perusahaan agribisnis produk pepaya yang
ada
d. Studi banding ke daerah PUSAT pemasaran

4.5. Dukungan Sektor Terkait


Pembangunan Sentra Agribisnis Komoditas Unggulan
memerlukan dukungan sektor lain yang terkait seperti :
a. Pembangunan jalan kebun (Dep. PU)
b. Pembangunan Irigasi /sumur (Dep. PU)
c. Pengembangan Koperasi/KUD (Dep. Koperasi dan PPK)
d. Pembangunan Pasar Lelang, pasar induk (Dep. PERINDAG)
e. Pembangunan Industri Pengolahan Hasil (DEPERINDAG)
f. Teknologi tepatguna inovatif (BPTP Karangploso, Malang)

4.6. Analisis Faktor Pendorong dan Penghambat


Dalam rangka pembangunan sentra pengembangan komoditi
unggulan pepaya di Kabupaten Kediri, perlu dianalisis faktor
pendorong dan penghambat.

4.6.1. Faktor pendorong


Meliputi sosioteknologi, agroekosistem cacah, infra struktur
memadai, kelembagaan agro-support mendukung, supra struktur
politis kondusif.

4.6.2. Faktor penarik


Meliputi pemasaran prospektif, trend kenaikan pendapatan,
kesadaran gizi masyarakat, Program Gerakan Kembali ke Desa,
perkembangan struktur ekonomi wilayah perdesaan.

4.6.3. Faktor penghambat


Meliputi pemilihan lahan sempit, kesulitan air, orientasi
subsistensi, keragaman poliklonal, musiman dan binial bearing
(pembuahan tidak teratur), volume besar dan berat serta mudah
rusak.

4.7. Pengorganisasian Proyek

4.7.1. Koordinasi Perencanaan Proyek


1. Kegiatan
Tahapan kegiatan-kegiatan tahunan seperti dijabarkan pada
Bab VI merupakan rencana kegiatan untuk pengembangan sentra
agribisnis pepaya di Kabupaten Malangyang perlu disepakati oleh
60

fungsi perencanaan pada Kanwil Departemen Pertanian Propinsi


Jawa Timur, Bappeda Tingkat I Propinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Tk. I dan Tk. II serta Bappeda
Kabupaten Kediri, dan disetujui oleh Departemen Pertanian dan
Pemda Kabupaten Malangserta Dinas-dinas sektor terkait lainnya.

2. Pendanaan
Biaya pembangunan sentra produksi pepaya selama 5 - 10
tahun diusulkan untuk dapat dialokasikan tidak saja dari dana APBN
tetapi juga dari dana APBD Tk. I atau APBD Tk. II. Dengan
sistem/pola pendanaan :
- Pemeliharaan th. I = APBN
- P II - P III - P IV = APBD I dan II

4.7.2. Pelaksanaan
Pengembangan sentra agribisnis pepaya di Kabupaten
Malangini dilaksanakan oleh Unit Pelayanan Pengembangan (UPP)
sentra agribisnis pepaya yang berada di bawah tanggung jawab
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Tk. II Kabupaten Kediri.

4.7.3. Pengendalian
Pengendalian kegiatan pengembangan sentra agribisnis
pepaya (selama masa konstruksi proyek) di Kabupaten
Malangdilaksanakan oleh Tim Teknis Pembangunan Pertanian
Propinsi Jawa Timur. FORKA Pepaya (Forum Komunikasi Agribisnis
Pepaya) dibentuk dan diharapkan dapat berfungsi penuh selama
pasca proyek.

4.7.4. Monitoring dan Evaluasi


Evaluasi pelaksanaan kegiatan tahunan (on going)
dilaksanakan secara terpadu oleh Kanwil Deptan Propinsi Jawa
Timur, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tk. I dan
Tk. II Kabupaten Kediri, Bappeda Kabupaten Malangserta Dinas-
dinas sektor terkait di Kabupaten Kediri.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan tahunan
bertujuan memantau kegiatan tahunan agar sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan dan merekomendasi penyesuaian-
penyesuaian yang perlu dilaksanakan seandainya demi tercapainya
tujuan pengembangan sentra agribisnis pepaya.
Evaluasi dampak (ex post) akan dilaksanakan setelah 5 - 6
tahun berjalan yang melibatkan Instansi Pertanian tingkat Pusat.
Evaluasi dampak bertujuan melihat/menganalisa dampak
yang timbul akibat adanya kegiatan pembangunan sentra agribisnis
pepaya. Diharapkan dampak yang timbul adalah dampak positif
yaitu antara lain : meningkatnya pendapatan petani khususnya dan
perekonomian desa pada umumnya.
61
62

V. PENTAHAPAN KEGIATAN

Untuk mengembangkan Kecamatan Wajak, Kabupaten


Malang menjadi sentra agribisnis pepaya diperlukan pembinaan
dan pembiayaan dari Pemerintah selama 5 tahun. Dengan kata lain,
masa kerja Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) sentra agribisnis
pepaya akan berlangsung selama 5 tahun. Dasar pertimbangan
dibutuhannya waktu 5 tahun adalah sebagai berikut :
1. Sasaran luas areal yang akan dikembangkan menjadi
inti/percontohan adalah 1000 Ha dengan target
penanaman 200 Ha/tahun. Dengan demikian dibutuhkan
waktu selama 5 tahun untuk mengembangkan 1000 Ha
sentra produksi pepaya di lokasi terpilih.
2. Tanaman pepaya baru dapat berproduksi setelah tanaman
berusia 2 tahun. Agar petani mampu melakukan pemeli-
haraan tanaman sesuai paket teknologi yang dianjurkan,
maka diharapkan pembinaan dan bantuan Pemerintah
diberikan kepada petani tidak hanya berupa paket 1 tahun
(pada tahun penanaman) tapi juga pembinaan dan paket
pemeliharaan tanaman sampai dengan tanaman mulai
berproduksi. Tanaman yang ditanam pada tahun ke 4 baru
akan berproduksi pada tahun ke 4. Oleh karena itu
dibutuhkan waktu sampai dengan 5 tahun pembinaan.
Pada tahun ke 5, sebelum berakhirnya masa tugas Unit
Pelayanan Pengembangan sentra agribisnis pepaya akan
dilaksanakan evaluasi dampak (ex-post evaluation) untuk menilai
dampak pembangunan sentra agribisnis pepaya terhadap
peningkatan pendapatan petani khususnya, dan peningkatan
kegiatan ekonomi pedesaan pada umumnya.
63

VI. P E N U T U P

6.1. Mekanisme Pendanaan

Untuk tercapainya sasaran kegiatan pengembangan


Agribisnis pepaya yang tahapan kegiatannya telah dijabarkan pada
Bab V, maka setiap tahun pada penyelenggaraan Rakor
bangtan/Rakorbang Tk. II, perlu dibahas rancangan kebutuhan
biaya pelaksanaan pembangunan sentra agribisnis pepaya setiap
tahunnya. Hal ini diperlukan untuk pengalokasian dana dari masing-
masing sumberdana yang seperti telah diusulkan pada bab-bab
terdahulu.

6.2. Manfaat Yang Diharapkan

Pembangunan "SPAKU" Pepaya di Kecamatan Wajak,


Kabupaten Malang ini jika berhasil akan memberikan dampak
langsung berupa pening-katan pendapatan dan kualitas hidup ±
1000-2000 rumah tangga petani peserta yang akan dibina, dimana
pada umumnya kualitas hidup rata- rata para petani tersebut masih
berada di sekitar ambang kemiskinan.
64

BAHAN BACAAN

AAK. 1980. Bertanam Pohon Buah-buahan I. Yayasan Kanisius.


Yogyakarta

AAK. 1980. Bertanam Pohon Buah-buahan II. Yayasan Kanisius.


Yogyakarta.

Adriance, G.W. dan F.R. Brison. 1967. Propagation of Horticultural


Plant. Second ed. Tata McGraw Hill Publ. Co. Ltd., New
Dwlhi.

Afriastini, J.J. 1985. Daftar Nama Tanaman. PT Penebar


Swadaya. Jakarta.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan


Pangan Nabati Tepat Guna. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta.

Ayers, R.S. dan D.W. Westcot. 1976. Water Quality for Agriculture.
FAO Irrigation and Drainage Paper No 20. Rome.

Azis, A. 1991. Interaksi Sektor Pertanian dan Sektor Industri dalam


Proses Industrialisasi. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V,
Jakarta 3-7 September 1991, Pusat Analisa Perkembangan
IPTEK-LIPI, Jakarta.

Brinkman,A.R. dan A.J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural


Purposes. Publ. No. 17. ILRI, Wageningen.

Chicester,DF and FW Tanner, 1968. Antimicrobial Food Additives. In


Handbook of Food Additives by Furia, TE. The Chemical
Rubber Co. Ohio. p. 1963-1966

Dent,J.B. dan J.R. Anderson. 1971. System Analysis in


Agricultural Management. John Wiley and Sons,Australia
PTY, Sydney.

DeWit,C.T. 1958. Transpiration and Crop Yield. Versl. Landbkundig


Onderz., 64(5) Pudoc, Wageningen.

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi


Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Doorenbos, J. dan W.O. Pruitt. 1977. Guidelines for Predicting Crop


Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No.
24. Food and Agriculture Organization of The United Nations,
Rome.

Doorenbos, J dan A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water.


FAO Irrigation and Drainage Paper No 33. Food and
Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
65

Downey, W.D. dan S.P. Erickson. 1989. Manajemen Agribis nis.


(Terjemahan R.S. Ganda). Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dwi Astuti, R., M. Dewani , S. Wijana dan Solimun. 1995. Abstraksi


Sistem Agribisnis Rambutan. Review Hasil-hasil Penelitian
dalam Rangka Implementasi PIP Universitas Brawijaya Tahun
1990/91 - 1993/94. Lembaga Penelitian Universitas
Brawijaya, Malang

Dwiastuti, M.E., A. Muharam dan A. Triwiratno, 1992.


Biokarakterisasi koleksi strain lemah virus Tristeza Jeruk
(CTV) di Indonesia. Penelitian Hortikultura 3 (1).

Dwiastuti, M.E., A. Triwiratno, dan A. Muharam, 1992. Deteksi cepat


CVPD pada jeruk dengan teknik immunoflurescence
technique. Penelitian Hortikultura 3 (1).

FAO. 1978. A Framework for Land Evaluation. Soils Bulletin No.


32. Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Rome.

FAO. 1978. Agro-ecological Zone Project. Soil Resources Report


No. 48. Rome.

Fisher, R.A. dan R.M. Hagan. 1965. Plant Water Relations, Irrigation
Management and Crop Yields. Exp. Agric. 1:161-177.

Flach, K.W. 1986. Modeling of Soil Productivity and Related


Land Classification. Soil Conservation Services, USDA,
Washington, D.C.

France, J. dan J.H.M. Thornley. 1984. Mathematical Models in


Agriculture. A Quantitative Approach to Problems in
Agriculture and Related Sciences. Butterworths & Co.
(Publishers) Ltd., London

Frazier,WC., 1978. Food Microbiology. Tata Mac Graw Hill


Publishing Co. Ltd. New Delhi. India. p. 368.

Gibbon,D. dan A. Pain. 1985. Crops of the Drier Regions of the


Tropics. Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman,
London.

Godefroy, J. dan Ph. Melin. 1973. Effect of sulphur applications on


the chemical characteristics of a volcanics soil used for
banana cultivation. Fruits (France) 28(4): 255-261.

Gonzales, C.I., B.G. Mercado, B.G. Dimayuga, and L.V. Magraye,


1991. Recent development technologies towards the control
of citrus greening disease in thr Philippines. Proc. of 6th Int.
Asia Pacific Workshop on Integrated citrus health
management. Kualalumpur, Malaysia.
66

Hamer, W.I. 1982. Final Soil Conservation Consultant Report.


AGOF/INS/78/006. Technical Note No. 26.Centre for Soil
Research, Bogor.

Hernandez, R.P. 1986. Land Inventory and Traditional Agro-


technology Information as basis for the Mapping of Land
Management Units in Central Mexico. Soil Sci. Laboratory,
Dept. of Agric. Sci., Univ. of Oxford, U.K.

Hernandez, L. J. 1973. The elaboration of full orange juices. Boletin


Estacion Experimental Agricola de Tucuman (Argentina) No.
113, 9p.

Kamarijani, 1983. Perencanaan Unit Pengolahan Hasil Pertanian.


Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra.


1985. Management Pertanian (Agribisnis). Penerbit Bina
Aksara Jakarta.

Kassam, A.H. 1977. Net biomass production and yield of crops.


Present and Potential Land Use by Agroecological Zones
Projects, FAO, Rome.

Kipps, M.S. 1970. Production of field crops. A Textbook of Agronomy.


McGraw Hill, New York.

Malavolta, E. 1962. On the mineral nutririon of some tropical crops.


Editors: International Potash Institute, Berne, Switzerland.

Malquori, A. 1980. The Potassium requirements of fruit crops. Dalam


Potassium Requirements of Crops. IPI Research Topics No. 7,
International Potash Institute Bern/Switzerland.

Malquori, A. dan F. Parri. 1980. Potassium requirements of fruit


crops. Dalam Potassium requirement of crops. Int. Potash
Inst. Research Topics No. 7, Bern/Switzerland.

Mangkusubroto, K dan L. Trisnadi, 1987. Analisa Keputusan.


Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan proyek.
Ganeca Exact Bandung. Bandung.

Pusat Pengembangan Agribisnis. 1988. Commodity Profiles. Pusat


Pengembangan Agribisnis (PPA) Jakarta.

Quilici, S. 1989. Report of mission to Indonesiaas a consultant for


FAO Proyect INS/84/007 on Citrus rehabilition. France

Rismunandar. 1983. Membudayakan Tanaman Buah-Buahan.


Penerbit Sinar Baru. Bandung,
67

Rodriguez,A.J., R. Guadalupe, L.M.de G. Iquina. 1974. the ripening


of local papaya cultivars under controlled conditions . Jour. of
Agric. of the Univ. of puerto Rico 58(2) : 184-196.

Ryall, A.L. dan W.J. Lipton. 1983. Handling, Transportation and


Storage of Fruits and Vegetables. Volume I. AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.

Samson, J.A. 1980. Tropical Fruits. Longman. London.

Soemarno. 1992. Studi Model Pewilayahan Komoditi Pertani an yang


Berwawasan Lingkungan di Sub DAS Lesti, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Proyek Penelitian yang dibiayai oleh
Proyek ARM Balitbang Pertanian.

Sys, C. 1985. Land Evaluation. Part III. International Training


Centre for Post-Graduate Soil Scientists, State University of
Ghent.

Tohir, K. A. 1983. Bercocok Tanam Pohon Buah-buahan. Pradnya


Paramita. Jakarta.
68

Lampiran 1. Agroteknologi Budidaya Tanaman Pepaya dalam


Kebun Monokultur

A. Pengaturan Tanaman

Beberapa cara pengaturan tanaman dalam kebun


pepayamonokultur yang disarankan adalah :

A.1. Cara bujung sangkar

A* B* * * * * * * *

D* C* * * * * * * *

* * * * * * * * *

* * * * * * * * *

* * * * * * * * *

* * * * * * * * *

Pengaturan cara bujursangkar lebih mudah dibandingkan


cara yang lain. Panjang AB = BC = CD = AD. Seandainya jarak
tanaman pepaya 2-2.5 m, luas ABCD = 4.0 - 6.0 m2.

A.2. Cara diagonal

A* B* * * * * * * *
D* C* * * * * * * *
E* F* * * * * * * *
* * * * * * * * *
* * * * * * * * *
* * * * * * * * *
Panjang AB = BC = CD = AD, titik E terletak pada titik potong
diagonal. Cara ini sebenarnya sama dengan cara bujursangkar,
hanya pada titik potong diagonal diberi tanaman berumur pendek
yang kemudian hari tanaman tersebut dibongkar. Jarak tanam yang
dianjurkan 2 - 3 m.

A.3. Cara Garis Tinggi (Contour)


Cara garis tinggi ini dikerjakan bila tanah untuk perkebunan
pepayaterletak pada tanah yang miring. Saat penanaman sebaiknya
tanah dibuat teras lebih dahulu. Karena tanahnya miring maka sulit
untuk dibuat cara bujur sangkar atau segitiga sama sisi. Jarak dalam
baris pada tinggi yang sama dapat ditentukan misalnya 5 m, tetapi
69

jarak dari teras yang satu ke teras yang lain mungkin sulit
disamakan. Dalam hal ini perlu disesuaikan dengan keadaan.

B. Jarak Tanam
Jarak tanam pohon pepayatergantung beberapa faktor di
antaranya jenis tanah, berat ringannya tanah, kesuburan tanah, dan
varietas tanaman mangga. Pada tanah yang tandus, pertumbuhan
tanaman kurang subur sehingga dapat ditanam pada jarak yang
lebih dekat. Tanaman yang berasal dari biji pada umumnya lebih
besar daripada yang berasal dari semai atau cangkok, sehingga
ditanam dengan jarak yang lebih lebar. Jarak tanam pepayayang
baik adalah 8 m, sehingga pada waktu tanaman pepayasudah besar
tidak akan berdempetan dan akan mengurangi timbulnya penyakit .

C. Pembuatan Lubang Tanam


Setelah ajir dipasang sesuai dengan cara tanam yang
dikehen daki, kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran 10 x 10
x 10 cm. Pada waktu lubang titik tengahnya tepat pada ajir. Tanah
bagian bawah dipisahkan dari tanah bagian atas, karena pada saat
pengisian lubang, yang dimasukkan terutama adalah tanah bagian
atas yang baik, sedangkan tanah bawah tidak perlu dimasukkan
tetapi telah diganti dengan kompos atau pupuk kandang yang telah
jadi, dan dicampur dengan tanah bagian atas, superphosphat dan
abu. Tanah bagian bawah yang tidak digunakan, dibiarkan diatas
tanah disekitar lubang dan akan menjadi tanah yang baik karena
pelapukan. Pemberian superphosphat + 300 - 500 gram tiap lubang
dan abu kayu bakar + 3 - 5 kg. Sedangkan Kusumo dkk. (1975)
menganjurkan pupuk kandang sebanyak dua kaleng minyak tanah
yang dicampurkan pada kedua macam tanah galian. Kemudian
tanah bagian bawah dikembalikan ke bawah, dan yang atas ditaruh
kembali diatasnya. Setelah diisi, lubang diberi air kompos air pupuk
kadang secukupnya. Pembuatan lubang sebaiknya dilakukan pada
musim kemarau sehingga akan mendapat banyak sinar matahari
yang dapat mematikan penyakit yang ada.

D. Penanaman
Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari pada musim hujan,
sehingga tidak perlu menyiram dan udara tidak terlalu panas pada
siang hari. Hal ini akan mengurangi kematian tanaman yang baru
ditanam. Sebelum bibit ditanam, lubang yang telah diisi tanah
dibiarkan beberapa hari sampai tanah betul- betul tidak turun lagi.
Kalau tanah masih turun di tambah tanah lagi yang telah dicampur
kompos, pupuk kandang dan superphosphat. Pemberian tanah
sedikit lebih tinggi dari tanah disekitarnya sehingga tidak tergenang
air hujan. Di tempat ajir, dibuat lubang yang sedikit lebih besar dari
keranjang bibit, kemudian ditaburi dengan furadan, curaterr, temik
atau mipzinon + 10 - 25 gram tiap lubang guna mencegah gangguan
rayap atau semut yang mungkin ada. Waktu penanaman sebaiknya
keranjang dilepas supaya tidak didatangi rayap. Pada waktu
menanam diusahakan leher akar tetap seperti pada waktu di
pesemaian dan tempat mata tempel atau sambung jangan sampai
tertimbun tanah. Setelah tanam segera disiram sampai betul-betul
basah lalu dibuat peneduh yang terbuat dari daun kelapa, alang-
70

alang atau yang lainnya sehingga tidak terkena sinar matahari


secara langsung. Peneduh tetap dipakai selama 2 - 3 minggu,
setelah itu peneduh dibuka sedikit demi sedikit. Apabila yang
ditanam bibit cabutan, akar yang rusak atau sakit dipotong sampai
di tempat yang sehat, dan luka diolesi "santar" atau obat luka
lainnya. Pada waktu menanam diusahakan akar tersebar seperti
keadaan aslinya, apabila akar tunggang terlalu panjang bisa
dipotong sehingga tidak bengkok waktu ditanam. Bila terdapat hama
putih pada akar harus dibersihkan jangan sampai ikut ditanam,
demikian pula hama yang lain. Daun dipotong 1/3 sampai 2/3
bagian dari panjangnya untuk menghidari penguapan yang
berlebihan. Pada waktu menanam, tanah diberikan sedikit demi
sedikit sehingga bisa masuk di antara akar.

E. Pemeliharaan Tanaman

E.1. Penyiraman
Bibit tanaman yang baru ditanam sebaiknya disiram secara
teratur setiap hari, lebih-lebih yang berasal dari cabutan.Disamping
itu juga diperlukan naungan untuk melindungi dari terik sinar
matahari sehingga daun dan batang tidak kering .

E.2. Pengendalian gangguan hama, penyakit dan gulma


Karena penanaman dilakukan pada musim hujan di mana
keadaan udara selalu berawan dan lembab, sehingga selalu ada
kemungkinan timbul penyakit. Untuk pencegahannya bisa disemprot
dengan fungisida misalnya dengan Bubur Burdeaux (BB). BB ini
melekat lebih kuat dibandingkan fungisida lainnya, tidak lekas larut
bila terkena hujan, dan masih bisa melekat beberapa lama. Bila ada
tumbuhan epifit walaupun bukan parasit segera dihilangkan karena
mungkin menjadi inang hama atau penyakit. Gulma harus segera
disiang karena dapat menyaingi tanaman pepayadalam menyerap
makanan, sehingga mungkin pepayakalah cepat apalagi bila
tanaman pepayamasih muda. Selain itu gulma dapat menjadi inang
penyakit yang kemudian bisa menyerang tanaman pepaya.

E.3. Pemangkasan ranting, bunga dan tunas


Bila tanaman muda sudah mulai berbunga, sebaiknya bunga
dikurangi. Karena bila dibiarkan jadi buah dalam keadaan masih
muda, akibatnya tanaman pepayamenjadi lemah dan mudah terkena
penyakit. Tanaman baru boleh mulai berbuah dan jadi buah sesudah
berumur + 2 tahun. Ranting dan cabang yang kering atau terkena
penyakit sebaiknya dipotong, tetapi jangan terlalu banyak
memangkas daun yang masih sehat, karena akan mengurangi
fotosintesis sehingga pertumbuhan akan terhambat .

E.4. Penggemburan Tanah


Apabila tanah padat sebaiknya digemburkan, sehingga dapat
terjadi pertukaran udara dalam tanah. Akar tanaman yang mendapat
cukup udara akan tumbuh sehat dan dapat menyerap makanan
cukup banyak sehingga tanaman akan tumbuh pesat.
71

Penggemburan tanah jangan terlalu dalam karena dapat


memutuskan akar .

E.5. Pemangkasan
Pemangkasan daun tua sebagai pemeliharaan dapat
dilakukan sewaktu-waktu. Pemangkasan ini ditujukan untuk
membuang daun tua yang patah, rusak, yang mengganggu cabang
lain, atau cabang yang tidak dikehendaki. Sedangkan pemangkasan
peremajaan dilakukan dengan memangkas semua cabang yang
kecil-kecil, kecuali satu batang paling atas untuk memelihara
kelanjutan hidup tanaman. Tunas-tunas baru yang tumbuh disisakan
2 - 3 batang.

E.6. Pemupukan
Program pemupukan yang dianjurkan untuk kebun pepaya
adalah :

(a). Pohon Pepaya muda


1. Pada permulaan tanam : pupuk kandang 2 - 3 kg/tanaman
2. Kemudian : 0.25 - 1.25 kg ZA (20 %)
0.0 - 0.5 kg Superphosphat (18 % P2O5)
0.1 - 0.25 kg Kaliumsulphat (50 % K2O)

(b). Pohon Pepaya Produktif :


1.1 - 5.0 kg ZA;
0.4 - 0.8 kg Superphosphat;
0.5 - 0.75 kg Kalisulphat;
Disamping itu dapat juga diberikan pupuk campuran dengan
aturan sebagai berikut :
a. pada tanaman muda : 0.5 - 1.5 kg (15 N : 5 P : 15 K)
b. pada tanaman tua : 2 - 3 kg ( 12 N : 8 P : 18 K)

E.7. Tanaman sela


Di sela-sela tanaman pepaya dapat ditanami aneka tanaman
sayuran sewaktu tanaman pepaya tersebut masih kecil (hingga umur
5 tahun). Jenis tanaman sela yang dapat digunakan yaitu sayuran,
kedelai, kacangtanah atau jagung.

E.8. Pemungutan Hasil


Pohon pepaya yang berasal dari bibit perkecambahan dapat
diharapkan berubah setelah umur + 2 tahun, dan hasil terbanyak
diberikan oleh tanaman pepaya yang berumur 5 - 6 tahun. Buah
pepaya dapat dipetik bila kulit buah yang semula berwarna hijau
muda sudah berubah menjadi hijau tua atau kebiru-biruan, dan kulit
seakan-akan tertutup oleh lapisan lilin yang akhirnya akan
menghilang, serta tangkai buah berwarna kuning. Buah yang
demikian keadaannya masih keras tetapi sudah cukup masak, dan
akan benar-benar masak beberapa hari kemudian .
Pohon yang masih muda (4 - 5 tahun) produksinya sekitar 20
- 30 buah, dan kemudian akan meningkat terus mencapai 100-150
buah setiap pohon.
72

Lampiran 1. Agroteknologi tanaman sela sayuran

1. BAWANG MERAH (Allium sp.)

1.1. Pendahuluan
Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik pada tanah-tanah
yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak tergenang air,
aerasinya cukup baik, dan pH 5.5-6.5. Jika pH tanah kurang dari 5.5
biasanya pertumbuhan tanaman kerdil akibat gangguan oleh Al-dd.
Sedangkan kalau pH tanah lebih dari 6.5, biasanya umbinya kecil-
kecil karena defisien Mn. Saat tanam yang baik adalah akhir musim
hujan (Maret/April) dan musim kemarau (Juni/Mei). Penanaman
pada musim penghujan menghendaki drainase tanah yang bagus
dan pengendalian hama dan penyakit yang intensif. Bawang merah
yang dikenal dengan nama "Brambang" adalah Allium
ascalonicum L. yang umumnya ditanam di dataran rendah pada
musim kemarau. Sedangkan "bawang Bombay" adalah Allium
cepa L, yang biasanya ditanam di dataran tinggi yang beriklim sejuk
(Doorenbos dan Kassam, 1978; SP2UK, 1992).

1.2. Budidaya Tanaman

(1). Perbanyakan tanaman


Tanaman diperbanyak dengan umbi lapisnya, di Indonesia
tidak pernah diperbanyak dengan biji.

(2). Bertanam
Pengolahan tanah dilakukan sedalam 40 cm, diberi pupuk
kandang atau kompos sekitar 10-20 ton/ha. Bedengan dibuat
dengan lebar sekitar 60 cm dengan lebar parit 20-40 cm.

(3). Perlakuan benih/bibit


Umbi bibit dipilih yang berukuran kecil hingga medium, bulat
normal, dan telah diistirahatkan 1-2 bulan dalam gudang. Umbi
basah tidak baik untuk bibit. Umbi bibit ini dipotong ujungnya
sebanyak 1/3 hingga 1/2, bagian bawah atau pangkalnya untuk bibit.
Setelah pemotongan segera bibit ditanam dalam posisi berdiri tegak
dengan jarak 20 x20 cm. Setiap bvedengan memuat 3-4 baris
tanaman, penanaman tidak terlalu dalam, permukaan irisan umbi
bibit cukup tertutup lapisan tanah gembur yang tipis. Bibit muali
tumbuh seminggu kemudian. Kebutuhan bibit brambang sekitar 200
000 umbi bibit atau 1200 kg setiap hektar.

(4). Pemupukan
73

Setelah tanaman berumur tiga minggu semenjak tanam,


mulai diberi pupuk buatan N, P, dan K dengan kisaran dosis: 75-180
kg N/ha, 0-90 kg P/ha dan 0-100 kg K/ha. Jenis pupuk yang diguna -
kan biasanya urea, ZA, DS, TSP, KCl atau pupuk lengkap NPK
15:15:15. Pemberian pupuk dilakukan pada saat mendangir atau
menyiang, ditempatkan di sekitar tiap tanaman sejauh 5-10 cm.

(5). Pengendalian hama dan penyakit


a. Ulat daun yang sering memotong ujung-ujung daun dan hama
bodas yang menyeran daun hingga kering. Hama ini dapat
dikendalikan dengan Bayrusil 0.2% atau jenis insektisida lainnya.
b. Cendawan busuk umbi menyerang umbi, baik di lapangan
maupun setelah di gudang, hingga umbi menjadi busuk. Hal ini
sering terjadi kalau kondisi lahan terlalu basah dan kudang
kurang kering. Gangguan penyakit dikendalikan dengan Bubur
Bordeaux (BB) atau KOC 1-2% atau Dithane M.45 0.2% yang
disiramkan pada setiap tanaman atau disemprotkan.
c. Penyakit mati pucuk (Phytophtora porri) yang menyebabkan
ujung daun tanaman berwarna kuning, kemudian berubah menjadi
putih dan kering. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan BB 2%
atau Dithane M.45 0.2%.
d. Penyakit becak daun (Alternaria porri) dikendalikan dengan
semprotan Dithae M.45 atau Antracol 0.2%.

1.3. Hasil Tanaman


Tanaman dapat dipanen setelah batangnya lemas dan daun-
daunnya kering, biasanya setelah umur 2.5-3.5 bulan setelah
tanam. Panen dila-kukan dengan mencabut tanaman. Setiap umbi
bibit dapat menghasilkan 4-6 umbi anakan. Tanaman yang baik
dapat mencapai hasil 100-120 kuintal umbi basah/ha.

2. BAWANG PUTIH (Allium cepa)

2.1. Pendahuluan
Pada kondisi normal tanaman ini membentuk umbi pada
musim pertumbuhan pertama dan berbunga pada musim ke dua.
Hasil umbi dikendalikan oleh panjang hari dan panjang hari yang
kritis berkisar antara 11 - 16 jam tergantung pada varietas tanaman.
Tanaman tumbuh baik pada kondisi iklim yang medium, tanpa kon-
disi ekstrim suhu dan tanpa hujan yang berlebihan. Untuk periode
pertumbuhan initialnya diperlukan cuaca dingin dan cukup air,
sedangkan selama fase pemasakan diperlukan cuara hangat dan
kering untuk mendapatkan hasil yang banyak dengan kualitas yang
baik. Rataan suhu harian yang optimum berkisar antara 15 dan 20
74

oC. Seleksi varietas tanaman yang sesuai sangat penting, terutama


dalam hubungannya dengan persyaratan panjang hari. Misalnya
varietas dari daerah iklim sedang yang long-day, kalau ditanam di
daerah tropis dengan short day akan menghasilkan pertum buhan
vegetatif saja tanpa menghasilkan umbi. Panjangnya musim
pertumbuhan beragam dengan kondisi iklim, tetapi umumnya antara
130-175 hari mulai dari tabur benih hingga panen.
Tanaman ini dapat disemaikan dulu dan dipindahkan setelah
umur 30-35 hari, penanaman benih langsung di lapangan juga dapat
dilakukan. Tanaman biasanya ditanam dalam barisan atau pada
bedengan dengan dua baris atau lebih dalam setiap bedengan dan
jarak tanamnya 0.3-0.5 x 0.05-0.1 m. Suhu tanah yang optimum
untuk perkecambahan adalah 15-25oC. Untuk produksi umbi yang
bagus, tanaman tidak boleh berbunga karena hasil umbinya jelek.
Umbi dapat dipanen kalau daun-daunnya telah mengering. Untuk
inisiasi pembungaan diperlukan suhu rendah (kurang dari 14oC -
16oC) dan kelembaban yang rendah. Akan tetapi pembungaan
hanya sedikit terpengaruhi oleh panjang hari.
Tanaman ini dapat ditanam pada banyak tipe tanah tetapi
yang terbaik adalah tekstur tanah medium. pH optimum berkisar
antara 6 dan 7. Kebutuhan pupuk biasanya 60-100 kg N/ha, 25-45
kg P/ha dan 45-80 kg K/ha. Tanaman sangat peka terhadap salinitas
tanah, dan penurunan hasil pada berbagai tingkat salnitas tanah
adalah: 0% pada ECe=1.2 mmhos/cm; 10% pada ECe=1.8; 25%
pada ECe=2.8; 50% pada ECe=4.3 dan 100% pada ECe=7.5
mmhos/cm (Doorenbos dan Pruitt, 1977; Doorenbos dan Kassam,
1978).

2.2. Kebutuhan air


Untuk mencapai hasuil optimum tanaman onion memerlukan
350-550 mm air. Koefisien tanaman (kc) yang menghubungkan
evapotranspirasi referensi dengan kebutuhan air (ETm) untuk
berbagai fase pertumbuhannya adalah:
Fase initial, 15-20 hari 0.40-0.6
Fase perkembangan tanaman, 25-35 hari 0.70-0.8
Fase pertengahan musim , 25-45 hari 0.95-1.1
Fase akhir musim tumbuhan, 35-45 hari 0.85-0.9
Fase panen tanaman, 0.75-0.85.

2.3. Suplai air dan hasil tanaman


Tanaman sangat peka terhadap kondisi defisit air tanah.
Untuk mencapai hasil yang tinggi, penurunan kandungan air tanah
tidak boleh melebihi 25% air tanah tersedia. Kalau tatan tetap rela-
tiuf basah, pertumbuhan akar direduksi dan ini sangat cocok untuk
pembentukan umbi. Irigasi harus diskontinyu kalau tanaman telah
mendekati masak untuk membiarkan tajuknya mengering dan juga
untuk mencegah terjadinya flush ke dua pertumbuhan akar.
75

Periode pertumbuhan onion yang total musim tumbuhnya


100-140 hari adalah:
Periode 0: Periode kecambahan mulai dari tabur hingga
transplanting, 30-35 hari
Periode 1: Pertumbuhan vegetatif, 25-30 hari
Periode 3: Pembentukan hasil, pembesaran umbi, 50-80 hari
Periode 4: Pemasakan, 25-30 hari

Tanaman paling peka terhadap defisit air selama periode


pembentukan hasil, terutama selama periode pertumbuhan umbi
yang cepat yang terjadi sekitar 60 hari setelah transplanting.
Tanaman juga sangat peka kekeringan selama masa transplantasi.
Untuk tanaman penghasil biji, ternyata periode pembungaan juga
sangat peka terhadap defisit air. Selama periode pertumbuhan
vegetatif (periode 1) tanaman agak kurang peka terhadap defisit air
tanah. Untuk mendapatkan hasil yang banyak dan kualitas yang
baik, tanaman memerlukan suplai air yang terkendali dan sering
selama musim pertumbuhannya; akan tetapi irigasi yang berlebihan
mengakibatkan pertumbuhan terhambat.
Untuk mendapatkan ukuran umbi yang besar dan bobot
yang tinggi, defisit air tanah terutama selama periode pembentukan
hasil (Periode pembesaran umbi) tidak boleh terjadi. Kalau supali
air terbatas, maka penghematan air dapat dilakukan selama
periode pertumbuhan vegetatif dan periode pemasakan. Akan tetapi
pada kondisi eketerbatasan air seperti ini maka strategi pertanaman
harus diarahkan untuk memaksimumkan produksi per hektar lahan.

2.4. Penyerapan air


Tanaman mempunyai sistem perakraan yang dangkal dan
akar-akar terkonsentrasi pada tanah klapisan atas sedalam 0.3 m.
Pada umumnya 100% penyerapan air terjadi dari lapisan tanah atas
sedalam 0.3-0.5 m (D=0.3-0.5 m ). Untuk memenuhi seluruh kebu-
tuhan air tanaman (ETm) tanah harus dijaga tetap lembab; pada laju
evapotranspirasi 5-6 mm/hari ternyata laju penyerapan air mulai
menurun kalau 25% dari air tanah tersedia telah habis (p = 0.25).

2.5. Jadwal irigasi


Tanaman ini menghendaki irigasi ringan dan sering yang
dimulai kalau sekitar 25% air tanah tersedia dalam lapisan tanah
atas 0.3 m telah dihabiskan oleh tanaman. Irigasi setiap 2-4 hari
lazim dipraktekkan. Irigasi yang berlebihan seringkali mengaki-
batkan gangguan penyakit seperti mildew dan busuk putih. Iriga si
dapat dihentikan 15-25 hari sebelum panen. Metode irigasi yang
sering dilakukan adalah furrow dan basin.

2.6. Hasil dan Kualitasnya


76

Irigasi yang sering diperlukan untuk mencegah pecahnya


umbi dan pembentukan 'doubles'. Demikian juga suplai air yang
cukup sangat diperlukan untuk mencapai kualitas hasil yang tinggi.
Hasil umbi yang baik pada kondisi irigasi adalah 35-45 ton/ha.
Efisiensi penggunaan air untuk hasil panen (Ey) umbi dengan kadar
air 85-90% adalah sekitar 8-10 kg/m3.

2.7. Budidaya Tanaman

(a). Syarat tumbuh tanaman


Tanaman ini menghendaki tanah-tanah yang gembur, tipe
iklim B, C, dan D (Schmidt & Ferguson)

(b). Bibit Tanaman


Perbanyakan tanaman dengan siung, siung ini siap tanam
kalau tunas telah mencapai lebih dari tiga per empat siung yaitu
setelah disimpan 6-8 bulan. Lahan satu hektar memerlukan bibit
umbi 600-700 kg.
Kultivar yang dianjurkan adalah sbb:
Daerah dengan ketinggian hingga 500 m dpl adalah Lumbu Putih
Daerah dengan ketinggian tempat 500-1000 m dpl, adalah Lumbu
Putih, Lumbu Kuning, Lumbu Hijau, Filipina dan Shantung.
Daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl, adalah Lumbu
hijau, Lumbu kayu, Shantung dan Tawangmangu.

(c). Penanaman bibit


Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul atau
dibajak, dibiarkan 1-2 minggu, kemudian dibuat bedengan dengan
lebar 100- 120 cm, lebar parit 30-40 cm. Umbi bibit dipisahkan
menjadi siung, dipisahkan antara siung besar dan kecil, agar
pertanaman seragam masing-masing ukuran dikelom pokkan
sendiri-sendiri. Disarankan hanya digunakan bibit siung yang besar-
besar saja.
Penananam bibit siung dengan jarak tanam 10x10 cm atau 10
x 15 cm. Setelah siung ditanam ditutup dengan jerami mulsa setebal
5 cm. Waktu penanaman pada akhir musim hujan pada lahan
sawah dan awal musim hujan pada alahan tegalan.

(d). Pemupukan dilakukan sbb:

Umur ZA TSP KCl Rabuk Cara aplikasi


tanaman kandang
Saat tanam - 90 90 10-20 ton/ha Dicampur tanah
77

15 HST 300 30 - - Disebar merata


30 HST 300 - - - Disebar merata
45 HST 300 - - - Disebar merata
Keterangan: Dosis pupuk kg/ha (SP2UK-P2LK Jatim, 1991)

(e). Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan setiap hari hingga umur dua bulan;
penyiangan dilakukan pada umur 30, 45 dan 60 HST; parit
dibersihkan dan diperbaiki dengan cangkul.

(f). Hama dan penyakit


1. Trips, dapat dikendalikan dengan Azodrin, Lebaycid dengan
dosis 2-4 ml per liter air.
2. Ulat daun, dapat dikendalikan dengan Azodrin, Tamaron atau
Curacron dengan dosis 2-4 ml per liter air.
3. Alternaria dan Phytophthora, dapat dikendalikan dengan
Dithane M-45 atau Anthracol dengan dosis 2-4 g/liter air.

(g). Panen dan pascapanen


Panen bawang putih dilakukan setelah daun mulai mengering
dan menguning, pada kultivar Lumbu Hijau berkisar 110-125 hari
setelah tanam. Hasil panenan dijemur, setelah kering tanah yang
melekat pada umbi dibersihkan, akar dan beberapa helai daun
dibuang. Pengelompokkan umbi menurut ukuran besar, sedang dan
kecil. Masing- masing kelompok umbi diikat menjadi ikatan seberat
1 kg, selanjutnya setiap ikatan dijadikan satu untuk mempermudah
penyimpanan dalam sigiran. Untuk keperluan bibit, umbi disimpan
di sigiran dan disemprot dengan pestisida. Umbi untuk konsumsi
dapat dilakukan pengasapan selama 34 jam hingga kulit berwarna
kecoklatan (suhu di bawah 65oC).

3. KUBIS (Brassica oleracea )

3.1. Pendahuluan
Tanaman kubis diperkirakan berasal dari daerah pantai
selatan dan barat Eropa. Untuk produksi yang tinggi tanaman ini
mensyaratkan ilkim dingin dan humid. Total panjangnya musim
poertumbuhan beragam antara 90 hingga 200 hari, tergantung pada
kondisi iklim, varietas dan saat tanam, tetapi utnuk produksi yang
baik ternyata periode pertumbuhannya sekitar 120-140 hari.
Kebanyakan varietas kubis tahan terhadap kondisi dingin selama
waktu yang singkat, tetapi kondisi dingin pada waktu yang lama
sangat berbahaya. Tanaman dengan daun-daun yang lebih kecil
kurang dari 3 cm mampu bertahan pada kondisi suhu rendah dalam
waktu lama, tetapi kalau daun-daunnya besar 5-7 cm maka tanaman
akan mulai tumbuh generatif dan ini menghasilkan kualitas yang
78

jelek. Pertum buhan yang optimum dapat terjadi pada rataan suhu
harian sekitar 17oC dengan rataan suhu maksimum harian 24oC
dan rataan suhu minimum 10oC. Rataan lembab relatif udara
jharus dalam kisaran 60-90%. Umumnya tanah-tanah lempung atau
yang lebih berat sesuai bagi tanaman kubis. Pada kondisi curah
hujan yang tinggi, tanah- tanah lempung berpasir dan tanah-tanah
berpasir lebih sesuai karena drainagenya bagus. Kebutuhan
pupuk sangat tinggi: 100- 150 kg/ha N, 50-65 kg/ha P dan 100-130
kg/ha K.
Kubis agak peka terhadap salinitas tanah. Hasil tanaman
menurun pada berbagai tingkat salinitas tanah: penurunan 0% pada
ECe = 1.8; 10% pada ECe=2,8; 25% pada ECe=4.4; 50% pada
ECe=7.0 dan 100% pada ECe=12 mmhos/cm.
Jarak tanam tergantung pada ukuran kole yang diperlukan
untuk pasar, biasanya antara 0.3-0.5 m untuk ukuran kole 1-1.5 kg
dan 0.5-0.9 m untuk ukuran kole 3 kg. Produksi optimum dapat
dicapai dengan kepadatan tanaman 30 000 hingga 40 000
tanaman/ha. Penanaman dapat dilakukan dengan penaburan benih
secraa langsung dengan populasi 3 kg/ha, atau dengan
transplanting bibit dari pesemaian.
Kubis dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat selama
separuh pertama periode pertumbuhannya, yang bisanya
memerlukan waktu 50 hari untuk jenis genjah dan 100 hariuntuk
varietas yang umurnya panjang. Selama periode pertumbuhan
selanjutnya (pembentukan hasil dan pemasakan) tanaman melipat-
duakan bobotnya selama periode 50 hari. Pada awal eperiode
pembentukan hasil( periode 3), pembentukan kole mulai terjadi yang
diikuti oleh penurunan peranan daun-daun. Kole yang masak penuh
dihasilkan selama periode pemasakan 10-20 hari (periode 4).
Tergantung pada varietasnya, kole dapat berbentuk bundar atau
meruncing, hijau atau kemerahan, halus atau bergelombang. Rotasi
tanaman disarankan tiga tahunan untuk mengendalikan gangguan
penyakit dari tanah.

3.2. Kebutuhan air


Kebutuhan air beragam antara 380 - 500 mm tergantung pada
kondisi iklim dan lamanya musi pertumbuhan tanaman. Transpirasi
tanaman meningkat selama musim perutmbuhan tanaman dengan
puncaknya terjadi pada akhir musim. Dalam hubungannya dengan
evapotranspirasi referensi (ETo), koefisien tanaman (kc) untuk kubis
adalah sbb:
Fase initial, selama 20-30 hari 0.40-0.5
Fase perkembangan tanaman, 30-35 hari 0.70-0.8
Fase pertengahan musim , 20-30 hari 0.95-1.1
Fase akhir musim tanaman, 10-20 hari 0.90-1.0
Fase panen tanaman , 0.80-0.95.
79

3.3. Suplai air dan Hasil Tanaman


Respon terhadap suplai air meningkat dengan musim
perkembangan tanaman. Selama perkembangan tanaman lambat
pada periode vegetatif (1), hasil tanaman hanya sedikit
terpengaruhi oleh defisit air. Kalau pertumbuhan yang cepat terjadi
selama periode pembentukan (periode 3) maka pengaruh
ekekurangan air sangat besar hingga mendekati akhir musim
pertumbuhan. Pada kondisi suplai air yang terbatas, total produksi
yang tinggi dapat dicapai dengan jalan memperluas areal dan
memenuhi kebutuhan air tanaman sebagian saja.

3.4. Penyerapan air


Tanaman kubis mempunyai sistem perakaran yang sangat
ekstensif. Sebagian besar akar ditemukan pada lapisan tanah atas
sedalam 0.4-0.5 m dan kepadatan akar menurun dengan cepat
semakin ke arah dalam. Biasanya 100% air diekstraks dari lapisan
tanah permukaan ini (D=0.4-0.5 m) . Pada kondisi ETm=5-6
mm/hari, laju penyerapan air oleh tanaman mulai menurun kalau air
tanah tersedia telah berkurang sekitar 35% (p= 0.35).

3.5. Jadwal irigasi


Frekuensi irigasi beragam antara 3 dan 12 hari tergantung
pada kondisi iklim, perkembangan tanaman, dan tipe tanah. Kalau
suplai air terbatas, irigasi awal tidak perlu dilakukan kecuali jika hal
ini dapat diteruskan hingga akhir periode pertumbuhan tanaman.
Penghematan air sebaiknya dilakukan pada awal musim pertum-
buhan tanaman.

3.6. Metode Irigasi


Metode irigasi yang dapat digunakan adalah furrow, sprinkler,
dan trickle. Tampaknya di negara-negara maju se-makin banyak
dilakukan "subsoil irrigation". Dengan cara ini, kedalaman water
table dipertahankan pada 0.3 - 0.7 m pada tanah-tanah lempung
berpasir halus, dan kedalaman 0.7 - 1,1 m pada tanah- tanah
lempung.

3.7. Hasil dan Kualitas Hasil


Pada kondisi tadah hujan, hasil tanaman yang normal sekitar
25- 35 ton/ha kole segar, dan maksimumnya sekitar 50 ton/ha kalau
dipupuk dan disemprot pestisida dengan baik. Pada kondisi iklim
yang ideal dan irigasi yang bagus, serta perawatan tanaman yang
memadai, hasil dapat mencapai 85 ton/ha. Efisiensi penaggunaan
air untuk produksi kole (Ey) sekitar 12-20 kg/m3.
Rataan kandungan air pada kole kubis adalah 90%, dengan
vitamin B, C dan Ca dan P cukup banyak. Kalau tanaman meng-
alami kekurangan air terutama selama akhir musim tumbuhnya, akan
dihasilkan kole yang kecil-kecil dan kualitasnya jelek.
80

4. KENTANG (Solanum tuberosum)

4.1. Pendahuluan
Pertumbuhan dan produksi tanaman kentang sangat
dipengaruhi oleh suhu dan rataan suhu harian yang optimal adalah
18-21°C. Pada umumnya suhu malam harin di bawah 15°C
diperlukan untuk inisiasi umbi. Suhu tanah yang optimum untuk
pertumbuhan umbi yang normal adalah 15- 18°C. Pertumbuhan
umbi sangat terhambat kalau suhu tanah kurang dari 10°C dan di
atas 30°C. Varietas-varietas kentang dapat dikelompokkan menjadi
genjah (umur 90-120 hari), medium (120-150 hari), dan varietas
dalam (150-180 hari). Kondisi dingin pada sata tanam mengaki-
batkan lambatnya perkecambahan yang akibatnya adalah
memperpanjang musim pertumbuhan. Untuk daerah yang beriklim
tropis diperlukan varietas kentang yang tahan hari pendek.
Tanaman kentang memerlukan tanah yang drainasenya baik,
aerasinya bagus dan porus dengan pH 5-6. Kebutuhan pupuk relatif
tinggi dan untuk tanaman irigasi kebutuhan pupuk nya adalah antara
80-120 kg N/ha , 50-80 kg P/ha, dan 125-160 kg K/ha. Tanaman
ditanam pada guludan atau bedengan. Untuk sistem produksi tadah
hujan pada kondisi kering, penanaman dalam bedengan cenderung
memberikan hasil lebih tinggi karena pengaruh adanya konservasi
air tanah. Pada kondisi irigasi tanaman sebaiknya ditanam dengan
sistem guludan. Kedalaman penanaman umumnya adalah 5-10 cm,
sedangkan jarak tanamnya 0.75 x 0.3 m pada kondisi irigasi dan
1.0x 0.5 m pada kondisi tadah hujan. Kultivasi selama musaim
pertum buhan harus menghindarkan kerusakan akar dan umbi, dan
di daeran yang beriklim sedang (TEMPERATE) guludan senantiasa
dibumbun untuk menghindarkan "greening" umbi.
Tanaman ini cukup peka terhadap salinitas tanah, penurunan
hasil pada berbagai tingkat salinitas adalah: 0% pada Ece = 1.7;
10% pada ECe = 2.5; 25% pada ECe= 3.8; 50% pada ECe = 5.9 dan
100% pada ECe = 10 mmhos/cm (Doorenbos dan Kassam, 1978).

4.2. Kebutuhan Air


Untuk mendapatklan produksi yang tinggi, kebutuhan air
tanaman (ETm) selama musim pertumbuhan 120 - 150 hari adalah
500 - 700 mm, tergantung pada kondisi iklim. Hubungan antara
evapotranspirasi maksimum (ETm) dan evapotranspirasi referense
(ETo) dicerminkan oleh koefisien tanaman (kc), yaitu:
Fase initial, 20-30 hari 0.40-0.5
Fase perkembangan, 30-40 hari, 0.70-0.8
Fase pertengahan musim 30-60 hari 1.05-1.20
Fase akhir musim 20-35 hari 0.85-0.95
Fase pemasakan 0.70-0.75.
81

(Sumber: Doorenbos dan Pruit, 1978)

4.3. Suplai air dan hasil tanaman


Tanaman ini relatif peka terhadap defisit air tanah. Untuk
mencapai hasil yang optimal, total air tanah tersedia tidak boleh
berkurang lebih dari 30-50%. Pengurangan total air tanah tersedia
selama periode pertumbuhan lebih dari 50% akan mengakibatkan
hasil umbi yang rendah. Defisit air selama periode stolonisasi dan
inisiasi umbi dan pembentukan hasil berpengaruh sangat buruk
terhadap hasil umbi, sedangkan periode pemasakan dan awal
pertumbuhan vegetatif kurang peka. Pada umumnya defisit air
tanah pada pertengahan dan akhir musim pertumbuhan cenderung
mereduksi hasil lebih banyak daripada defisit pada awal musim.
Akan tetapi varietas-varietas sangat berbeda-beda kepekaannya
terhadap defisit air tanah. Beberapa varietas respon lebih baik
terhadap irigasi pada awal periode pembentukan hasil, sedangkan
varietas lainnya menunjukkan respon lebih baik pada akhir periode
tersebut. Hasil dari varietas yang umbinya sedikit agak kurang peka
terhadap defisit air dibandingkan dengan varietas yang banyak
umbi. Untuk memaksimumkan hasil, tanah harus dipertahankan
pada kandungan air tanah yang tinggi. Akan tetapi hal ini dapat
berpengaruh buruk kalau air irigasinya diberikan dengan frekuensi
sering dengan air dingin yang dapat menurunkan suhu tanah di
bawah batas optimumnya 15 - 18°C bagi pembentukan umbi.
Demikian juga, problem aerasi tanah kadangkala dapat terjadi dalam
tanah-tanah basah dan berat.
Kalau jumlah persediaan air irigasi terbatas, maka pengguna
annya harus diarahkan untuk memaksimumkan hasil umbi per hektar
lahan. Penghenmatan air dapat dilakukan dengan jalan mengatur
waktu irigasi dan jumlah air yang diberikan setiap irigasi.

4.4. Penyerapan Air


Pada kondisi evaporatif dengan ETm 5 - 6 mm, pengaruh
penurunan air tanah hingga 25% terhadap hasil umbi relatif kecil
(p=0.25). Karena tanaman kentang mempunyai sistem perakaran
yang dangkal, biasanya 70% dari total penyerapan air terjadi dari
lapisan tanah atas 0.3 m dan 100% dari lapisan tranah atas 0.4-0.6
m (D=0.4-0.6 m). Akan tetapi pola penyerapan air juga akan
tergantung pada tekstur dan struktur tanah.

4.5. Jadwal Irigasi


Kalau curah hujan sedikit dan suplai air irigasi terbatas,
jadwal irigasi harus didasarkan pada pertimbangan untuk
menghindari defisit air selama periode stolonisasi dan inisiasi umbi
dan pembentukan hasil. Suplai air dapat dibatasi selama awal
periode vegetatif dan pemasakan. Penghematan air juga dapat
dicapai dengan jalan membiarkan penurunan air tanah lebih banyak
82

ke arah periode pemasakan sehingga semua air tersedia dalam


daerah perakaran digunakan oleh tanaman. Praktek seperti ini
diharapkan dapat memacu proses pemasakan. Waktu irigasi yang
tepat dapat menghemat aplikasi irigasi 1-3 kali termasuk irigasi
terakhir sebelum panen.

4.6. Metode irigasi


Metode irigasi yang lazim untuk tanaman kentang adalah
furrow dan sprinkler. Respon hasil terhadap irigasi yang sering
cukup besar karena tanaman mempunyai perakraan yang dangkal
dan memerlukan pengurangan air tanah yang sedikit. Misalnya,
untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi digunakan sistem
irigasi sprinkler dimana kehilangan evapotranspirasi diganti setiap
hari atau dua hari sekali.

4.7. Hasil dan Kualitas


Suplai air dan jadwal pemberiannya sangat penting ditinjau
dari sudut pandang kualitas umbi. Defisit air pada awal periode
pembentukan hasil meningkatkan terjadinya "spindled tuber", yang
lebih banyak terjadi pada varietas yang umbinya silinderis daripada
varietas yang umbinya bundar. Defisit air pada periode ini yang
diikuti dengan irigasi dapat mengakibatkan umbi pecah-pecah.
Kadar bahan kering umbi meningkat sedikit dengan suplai air yang
terbatas pada periode pemasakan. Irigasi yang dilakukan dengan
frekuensi tinggi dapat mengurangi terjadinbya malformasi umbi.
Haisl umbi yang baik pada kondisi irigasi untuk tanaman 120
hari di daerah iklim sedang dan subtropis adalah 25 - 35 ton/ha umbi
segar dan di daerah tropis hasilnya 15-25 ton/ha. Efisiensi
penggunaan air untuk hasil panen (Ey) umbi dengan kadar air 70-
75% adalah 4 - 7 kg/m3.

5. KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris)

5.1. Persyaratan Umum


Hasil tanaman ini dapat dikonsumsi sebagai buah polong
segar sebagai sayuran atau biji keringnya. Tanaman dapat tumbuh
tumbuh dengan baik pada daerah-daerah dengan curah hujan
medium, tetapi kurang cocok di daerah yang beriklim basah (humid
dan wet tropics). Hujan yang berlebihan dan cuaca panas
menyebabkan bunga dan polong rontok dan merangsang
/meningkatkan gangguan penyakit. Rataan suhu harian optimum
adalah 15-20oC, rataan suhu harian tidak boleh kurang dari 10oC
dan tidak lebih dari 27oC. Suhu yang tinggi meningkatkan
kandungan serat pada polong. Perkecambahan benih memerluikan
suhu tanah 15oC atau lebih, dan pada suhu tanah 18oC
perkecambahan benih berlangsung sekitar 12 hari, dan pada 25oC
83

sekitar 7 hari. Kebanyakan varietas kacang ini tidak terpengaruh


oleh panjang hari. Total panjang periode pertumbuhan beragam
dengan penggunaan hasil panen, untuk sayuran hijau dapat dipanen
pada 60-90 hari dan untuk biji kering sekitar 90-120 hari.
Tanaman ini tidak menghendaki persyaratan tanah yang
spesifik, tetapi tanah yang gembur, solum dalam, pH 5.5 - 6.0 sangat
sesuai. Kebutuhan pupuk untuk produksi buah yang baik adalah 20-
40 kg N/ha, 40-60 kg P/ha, dan 50-120 kg K/ha. Tanaman ini
mampu memfiksasi nitrogen dari udara guna memenuhi
kebutuhannya, namun demikian pupuk starter nitrogen sangat
diperlukan untuk pertumbuhan awalnya. Tanaman sangat peka
terhadap gangguan penyakit dari tanah dan harus ditanam dalam
sistem pergiliran (rotasi).
Penugalan benih dapat dilakukan 5-7 cm, jarak tanamnya
tergantung varietas. Tipe varietas yang tegak biasanya jarak
tanamnya 5-10 x 50-75 cm, sedangkan tipe merambat 10-15 x 90-
150 cm.
Tanaman ini sangat peka terhadap kondisi salinitas tanah.
Penurunan hasil akibat salinitas adalah: 0% pada ECe 1.0; 10%
pada ECe 1.5; 25% pada ECe 2.3; 50% pada ECe 3.6 dan 100%
pada ECe 6.5 mmhos/cm.

5.2. Kebutuhan Air


Kebutuhan air bagi tanaman dengan periode tumbuh 60-120
hari berkisar antara 300 dan 500 mm tergantung pada kondisi iklim
dan cuaca. Kebutuhan air selama periode pemasakan ditentukan
oleh tujuan panen, yaitu polong hijau segar atau biji keringnya.
Kalau ditanam untuk konsumsi sayuiran hijau segar, total periode
pertumbuhan tanaman relatif pendek dan selama periode
pemasakan, yang berlangsung sekitar 10 hari, evapotranspirasinya
relatif kecil karena daun-daun sudah mulai mengering. Kalau
tanaman ditanam untuk dipanen biji keringnya, maka periode
pemasakannya lebih lama dan penurunan evapotranspirasi tanaman
relatif lebih besar. Periode pertumbuhan juga tergantung pada
jumlah petik, kalau dilakukan 3 atau 4 kali petik maka periode panen
sekitar 20-30 hari.
Koefisien tanaman (kc) yang menghubungkan evapo-
transpirasi referensi (ETo) dengan kebutuhan air (ETm) untuk
berbagai fase pertum buhan tanaman (untuk panen sayuran hijau)
adalah:

a. Selama fase initial selama 15-20 hari: 0.30-0.40


b. Fase perkembangan selama 15-20 hari: 0.65-0.75
c. Fase pertengahan musim tumbuh selama 20-30 hari: 0.95-1.05
d. Fase akhir musim tumbuh selama 5-20 hari: 0.90-0.95
e. Fase panen: 0.85-0.90.
Untuk tanaman yang dipanen biji keringnya adalah:
84

a. Selama fase initial selama 15-20 hari: 0.30-0.40


b. Fase perkembangan selama 15-20 hari: 0.70-0.80
c. Fase pertengahan musim tumbuh selama 35-45 hari: 1.05-1.20
d. Fase akhir musim tumbuh selama 20-25 hari: 0.65-0.75
e. Fase panen: 0.25-0.30

5.3. Suplai air dan hasil tanaman


Suplai air yang diperlukan untuk mencapai hasil maksimum
(polong segar dan biji kering) adalah serupa selama periode
pertumbuhan tetapi beragam selama periode pemasakan. Untuk
hasil polong hijau, suplai air diteruskan hingga menjelang panen
akhir, tetapi untuk hasil biji kering suplai air harus dihentikann
sekitar 20-25 hari sebelum panen hasil. Kalau ingin dipanen
sekaligus satu kali maka pemberian air dikonsentrasikan pada
periode panen, ini dapat dicapai dengan jalan pengaturan waktu
pemberian air sedemikian rupa sehingga terjadi defisit air ringan
selama periode pemasakan dan air tanah dibiarkan menurun hingga
50% dari total air tersedia, perlakuan ini dapat mempercepat
pemasakan.
Periode pertumbuhan untuk tanaman kacang ini adalah:
Polong hijau Biji kering
0 Perkecambahan 10-15 hari 10-15 hari
1 Vegetatif hingga bunga pertama 20-25 20-25
2 Pembungaan, termasuk pembentukan
polong 15-25 15-25
3 Pembentukan hasil (Perkembangan
polong dan pengisian biji) 15-20 25-30
4 Pemasakan 0-5 20-25
-------------- -------------
60-90 90-120 hari

Defisit air yang parah selama periode vegetatif (1) umumnya


akan menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan
pertumbuhan tidak seragam. Selama periode pembungaan (2) dan
pembentukan hasil (3) irigasi yang sering dapat megakibatkan
respon tertinggi terhadap produksi, walaupun kelebihan air akan
meningkatkan gangguan penyakit dan terutama busuk akar. Kalau
pupuk nitrogen diberikan dalam bentuk pupuk mineral, maka irigasi
harus diikuti dengan dosis pupuk yang cukup untuk
memaksimumkan hasil.
Kalau suplai air terbatas, penghematan air dapat dilakukan
selama periode vegetatif (1) dan untuk produksi biji kering
penghematan air juga dapat dilakukan selama periode pemasakan
tanpa mempengaruhi hasiln asalkan defisit air masih pada tingkat
moderat.

5.4. Penyerapan air


85

Akar tunggang tanaman kacang ini dapat mencapai


kedalaman 1-1.5 m. Sistem perakaran lateral sangat ekstensif dan
terutama terkonsentrasi pada lapisan tanah permukaan 0.3 m.
Pada fase perkecambahan perakarannya mencapai kedalaman
sekitar 0.07 m, pada awal pembungaan sekitar 0.3 - 0.4 m, dan
pada saat pemasakan 1 - 1,5 m. Penyerapan air terjadi terutama
pada kedalaman lapisan tanah atas 0.5-0.7 m (D=0.5-0.7 m). Pada
kondisi dimana ETm sebesar 5 - 6 mm/hari, 40-50% dari total air
tanah tersedia dapat lenyap sebelum penyerapan air terpengaruh (p
= 0.4-0.5).

5.5. Jadwal irigasi


Kalau tanaman kacang ditanam dengan tambahan air irigasi,
maka suplai air harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan air
selama periode perkecambahan (0) dan awal fase periode
pembungaan (2). Kalau tanaman ditanam dengan sistem irigasi
penuh, penurunan kandungan air tanah selama periode
pembungaan (2) dan periode pembentukan hasil (3) tidak boleh
melebihi 40-50% dari total air tanah tersedia (p = 0.4-0.5). Kalau
tanaman untuk produksi biji kering maka penurunan kandungan air
tanah selama periode pemasakan (4) tidak boleh melebihi 60-70%.
Stress air dalam tanaman dapat terdeteksi dengan mata karena
daun menjadi hijau tua kebiruan.

5.6. Hasil dan Kualitas


Defisit air selama periode pembentukan hasil (3)
mengakibatkan polong kecil, pendek, tidak berwarna dengan bentuk
biji yang tidak teratur. Juga kandungan serat pada polong lebih
tinggi dan biji kehilangan ketegarannya. Hasil komersial yang baik
dalam lingkungan irigasi yang baik adalah 6 - 8 ton/ha polong segar
dan 1.5 - 2 ton/ha biji kering. Efisiensi penggunaan air untuk hasil
panen (Ey) biji segar yang mengandung 80-90% air adalah 1.5 - 2.0
kg/m3 dan untuk biji kering yang mengandung sekitar 10% air
adalah 0.3-0.6 kg/m3.

6. KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.)

6.1. Pendahuluan
Tanaman ini menghendaki iklim panas selama musim
pertumbuhannya, namun masih dapat tumbuh di berbagai daerah di
Indonesia. Di daerah yang curah hujannya tinggi, problem seriusnya
adalah gangguan hama dan penyakit. Biasanya ditanam pada
musim kemarau. Tanaman dapat tumbuh pada berbagai tipe tanha,
namun tanah yang idela adalah tanah lempung yang kaya bahan
organik dan drainasenya bagus, pH tanah 5.8-6.5 (SP2UK, 1992).
86

6.2. Budidaya Tanaman


(a). Varietas: No. 129, Betet, Merak, Walet, Gelatik, Parkit, dan
Merpati.
(b). Penyiapan lahan: Tanah berat harus diolah hingga gembur;
tanah tegalan bekas tanaman jagung, kedelai atau gogo perlu
pengolahan minimal.
(c). Penanaman benih: Ditugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm dan
diisi dua benih setiap lubang tanam
(d). Pemupukan:
Pada tanah yang kurus diberi pupuk 45 kg Urea, 45-90 kg TSP,
50 kg KCl/ha. pupuk diberikan pada saat tanam, disebar merata
atau larikan di samping lubang tanam.
(e). Penyiangan: dilakukan dua kali yaitu pada umur 2 dan empat
minggu setelah tanam dengan tangan atau cangkul. Herbisida
pratumbuh yang dapat digunakan adalah Lasso, Roundup, dan
Goal pada daerah yang mahal tenagakerja.
(f). Pengendalian hama dan penyakit:
Lalat bibit dapat dikendalikan dengan Azodrin pada umur tujuh
hari setelah tanam. Ulat daun dan penggerek polong, dapat
dikendalikan dengan menyemprot Thiodan, Dursban, Decis, dan
Basudin.
Penyakit busuk batang, puru dan embun tepung dapat disemprot
dengan Benlate, Dithane M.45, Baycor, Belsene MX 200.

6.3. Produksi
Tanda-tanda kacang hijau siap dipanen adalah kalau
polongnya telah berwarna coklat hingga hitam. Panen polong
kemudian dikeringkan dan bijinya dirontokkan, kemudian dijemur 2-3
hari. Biji kering matahatri yang mengandung air 12-14% dapat
disimpan.
Beberapa varitas unggul adalah Arta Ijo, Siwalik, Bhakti, dan
No. 129. Rataan varitas unggul dapat menbghasilkanbiji 10 kw/ha,
sedangkan varitas lokal sekitar 5 kw/ha.

7. LOMBOK
(Capsicum annum dan Capsicum frutescens)

7.1. Pendahuluan
Tanaman cabai (lombok) diperkirakan berasal dari daerah
tropika Amerika. Tanaman ini tumbuh baik pada kondisi iklim
dengan musim tumbuhnya mempunyai suhu 18-27oC selama siang
hari dan 15- 18oC selama malam hari. Suhu malam yang rendah
mengakibatkan lebih banyaknya percabangan dan lebih banyak
bunga; suhu malam yang hangat mempercepat pembungaan dan
efek ini lebih jelas kalau intensitas cahaya meningkat.
87

Lombok banyak ditanam pada kondisi lahan tadah hujan dan


hasil yang tinggi diperoleh dengan curah hujan 600-1250 mm,
tersebar merata sepanjang musim pertumbuhannya. Curah hujan
yang tinggi selama periode pembungaan menyebabkan
kerontokam bunga dan fruit-set yang buruk, dan selama periode
pemasakan terjadi pembusukan buah.
Tanah-tanah yang teksturnya ringan dengan kapasitas
penahanan air yang mencukupi dan drainage yang baik sangat
disenangi lombok. pH optimum adalah 5.5 - 7.0 dan tanah masam
memerlukan pengapuran. Penggenangan, meskipun hanya
sebentar, dapat menyebabkan kerontokan daun. Kebutuhan pupuk
adalah 100-170 kg N/ha, 25-50 kg P/ha dan 50-100 kg K/ha.
Tanaman agak peka terhadap slainitas tanah, kecuali pada
fase perkecambahan sangat peka. Penurunan hasil pada berbagai
kondisi salinitas tanah adalah: 0% pada ECe=1.5 mmhos/cm; 10%
pada ECe=2.2; 25% pada ECe = 3.3; 50% pada ECe = 5.1 dan
100% pada ECe = 8.5 mmhos/cm. Biji yang ditabur di bedengan
pesemaian menghendaki suhu tanah optimum 20-24oC. Kecambah
bibit yang tingginya 10-20 cm dipindahkan ke lapangan setelah
umur 25-35 hari. Panjangnya total musim pertumbuhan beragam
dengan kondisi iklim dan varietas, tetapi pada umumnya
berlangsung 120-150 hari dari saat tabuh benih hingga panen.
Bibit kadangkala dipangkas 10 hari sebelum transplanting untuk
merangsang percabangan. Jarak tanam 0.4- 0.6 x 0.6-0.9 m.
Untuk produksi buah lombok konsumsi kalengan seringkali
digunakan jarak tanam yang lebih rapat. Pembungaan mulai terjadi
pada umur 1-2 bulan setelah transplanting dengan petik buah hijau
pertama satu bulan kemudian. Setelah itu buah lombok merah yang
masak dipanen dengan interval 1-2 minggu hingga umur tiga bulan.

7.2. Kebutuhan air


Total kebutuhan air (ETm) adalah 600-900 mm, bahkan
hingga 1250 mm untuk musim pertumbuhan yang panjang dan
beberapa kali petik. Koefieisn tanaman (kc) adalah 0.4 setelah
transplanting, 0.95- 1.1 selama pertumbuhan penuh, dan untuk
produksi lombok segar 0.8-0.9 saat panen.

7.3. Suplai air dan Hasil Tanaman


Untuk mendapatkan hasil yang banyak, suplai air yang cukup
dan tanah yang relatif lembab diupersyaratkan selama total periode
pertum buhan tanaman. Reduksi suplai air selama periode pertum-
buhan pada umumnya mempunyai efek buruk terhadap hasil dan
reduksi terbesar terjadi kalau ada kekurangan air secara kontinyu
hingga saat petik buah pertama,. Masa awal periode pembungaan
sangat peka terhadap keku rangan air dan penurunan kadar air
tanah dalam zone perakaran selama periode ini tidak boleh
melebihi 25%. Kekurangan air sebelum dan selama awal
88

pembungaan mereduksi jumlah buah. Efek defisit air terhadap hasil


selama periode ini lebih besar pada kondisi suhu tinggi dan
kelembaban rendah. Irigasi yang terkendali sangat penting untuk
mencapai produksi yang tinggi karena tanaman peka terhadap
kelebihan dan kekurangan irigasi
Kalau kualitas air irigasinya buruk (saline) maka hsil petik
buah pertama berkurang tetapi efek ini kurang tampak jelas pada
hasil petik selanjutnya. Sprinkling dengan air irigasi saline
mengakibatkan daun terbakar dan busuk buah. Defisit air selama
periode pembentukan hasil mengakibatkan hasil buah yang keriput
dan bentuknya jelek. Kualitas kepedasan buah hingga batas-batas
tertentu dipengaruhi oleh suplai air. Pada kondisi suplai air yang
terbatas, total produksi ditingkatkan oleh pemenuhan kebutuhan air
tanaman secara penuh pada areal lahan yang terbatas.

7.4. Penyerapan air


Tanaman lombok mempunyai akar utama yang patah pada
saat transplanting dan kemudian menumbuhkan banyak akar-akar
lateral. Kedalaman akar dapat meluas hingga 1m tetapi pada
kondisi irigasi ternyata akar terkonsentrasi pada lapisan tanah atas
sedalam 0.3 m. Biasanya 100% penyerapan air terjadi dalam
keda;laman lapisan tanah 0.5 - 1.0 m (D = 0.5-1.0 m). Pada kondisi
evapoytranspirasi maksimum 5-6 mm/hari, 25-30% total air tersedia
dapat dihabiskan sebelum terjadi reduksi penyerapan air (p=0.25-
0.30).

7.5. Jadwal Irigasi


Untuk mendapatkan hasil yang optimum penurunan air tanah
tidak boleh melebihi 30-40% total air tersedia. Frekuensi irigasi 4-
7 hari lazim dilakukan. Kalau suplai air terbatas, irigasi harus
mencukupi hingga panen buah pertama dan setelah itu air dapat
dihemat.

7.6. Metode Irigasi


Metode irigasi pada pertanaman lombok adalah irigasi
permukaan, sprinkler dan drip. Pada sistem irigasi sprinkler ternyata
hasil buah cenderung lebih banyak pada aplikasi ringan
dibandingkan dengan aplikasi berat. Akan tetapi, kalau kualitas air
irigasi jelek, intensitas berat dan jumlah yang banyak umumnya lebih
disenangi dengan irigasi sprinkler karena dapat mereduksi keba-
karan daun. Untuk mendapatkan hasil yang banyak biasanya lebih
sesuai dengan drip irrigation.

7.7. Hasil dan kualitas hasil


Hasil buah sangat beragam dengan kondisi iklim dan
panjangnya musim pertumbuhan, yaitu jumlah petik buah. Pada
kondisi irigasi komersial dapat diperoleh ahsil buah 10-15 ton/ha
89

buah segar dan 20-25 ton/ha dapat diperoleh pada kondisi iklim
yang sesuai. Akan tetapi persentase hasil buah yang dapat
dipasarkan sangat beragam. Efisiensi penggunaan air (Ey) untuk
buah lombok segar yang mengandung 90% air beragam antara 1.5 -
3.0 kg/m3.

7.8. Budidaya Tanaman


(a). Syarat tumbuh:
Tanaman lombok dapat tumbuh di dataran rendah hingga
pada ketinggian 1500 m dpl. Tanaman ini menghendaki iklim kering,
akan tetapi dapat ditanam pada musim hujan di lahan tegalan dan
tidak becek; membutuhkan cahaya matahari yang cukup, sehingga
sebaiknya ditanam tanpa naungan. Lombok menghendaki tanah
yang subur, gembur dengan drainase yang baik dan pH tanah
antara 5-6 (SP2UK, 1992).
.
(b). Bibit tanaman:
Bibit lombok yang dibutuhkan sebanyak 250-500 g benih per
hektar. Benih disemaikan dengan luas 0.5 x 2 meter setiap 3 gram
benih (1 sendok teh). Bibit yang telah berumur 30-35 hari atau
tanaman muda telah berduan 3-4 helai siap untuk dipindah dan
ditanam di kebun.

(c). Penanaman bibit


Tanah diolah hingga strukturnya gembur dan tidak menahan
air, yaitu dengan cangkul sedalam 30 cm sebanyak dua kali atau
lebih. Selang waktu pengolahan tanah pertama dengan penanaman
adalah 7- 14 hari. Kemudian dibuat lubang tanam dengan cangkul
sedalam 15 cm, panjang 20-25 cm, lebar 20-25 cm, jarak antar
lubang tanam 60 x 80 cm. Setiap lubang diisi rabuk kandang
sebanyak 0.5-1 kg yang dicampur dengan tanah, kemudian disiram
dengan air sekitar satu liter.
Pada setiap lubang tanam ditanam bibit 2-3 batang, 2-3
minggu setelah tanam dilakukan penjarangan dan disisakan satu
tanaman yang paling sehat/baik, sedangkan tanaman lainnya
dicabut.

(d). Pemeliharaan tanaman:


Pupuk yang diberikan adalah rabuk kandang 0.5 kg sebagai
pupuk dasar, Urea 4 g, TSP 4 g dan KCl 2 g setiap tanaman yang
diberikan pada umur satu bulan. Pemupukan berikutnya dilakukan
dua minggu kemudian dengan jumlah dan cara seperti pada
pemupukan yang pertama.
Penyiangan dilakukan 2-3 kali tergantung keadaan rumput,
dimulai sejak 20 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan dapat
juga dilakukan sekaligus dengan penggemburan tanah lapisan atas
dan pembumbunan.
90

(e). Pengendalian hama dan penyakit


Ulat dapat dikendalikan dengan Dursban 20 EC, Bayrusil 25
EC dan Hostation 40 EC dengan dosis 2 ml per liter air. Trips dapat
dikendalikan dengan Phosvel 300 EC, Bayrusil dan Lebaycid
dengan dosis 2 ml per liter air. Lalat buah menyerang buah, dapat
dikendalikan dengan pergiliran tanaman atau dikendalikan dengan
Diazinon 10 EC, Decis dengan dosis 0.15 ml per liter air. Busuk
daun, dapat dikendalikan dengan Dithane M-45 2 g/l air. Antraknose
yang disebabkan oleh Gloesponia sp. dapat dikendalikan dengan
Dithane M-45 atau Antracol 70 WP dengan dosis 2 g/l air. Penyakit
layu, dapat dikendalikan dengan rotasi tanaman . Penyakit virus
dapat dikendalikan dengan memberantas vektornya.

(f). Panen dan pascapanen


Pemungutan hasil pertama dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 3-4 bulan; pemetikan dilakukan setelah buah 60%
berwarna merah.

8. BAYAM (Amaranthus sp.)

8.1. Pendahuluan
Bayam mengandung vitamin A, C dan sedikit vitamin B,
banyak kalsium, P, dan Fe. Tanaman dapat tumbuh sepanjang
tahun mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Pada tanah-
tanah yang pH nya kurang dari 6.0 biasanya pertumbuhannya kerdil,
sedangkan pada atanah yang pH nya lebih dari 7.0 akan terjadi
khlorosis. Saat tanam yang terbaik adalah awal musim hujan
(Oktober/Nopember) atau awal musim kemarau (Maret/April).
Dua jenis bayam yang lasim dibudidayakan adalah:
1. Bayam cabutan yang juga disebut bayam sekul (Amaranthus
tricolor L.). Jenis ini ada yang batangnya berwarna kemerahan
(bayam merah) dan ada yang hijau keputihan (bayam putih).
Bayam putih lebih enak.
2. Bayam tahun atau bayam sekop atau kakap (Amaranthus
hybridus L.) daunnya lebar-lebar. Dua varietas yang sangat
dikenal adalah A. paniculatus dan A. caudatus. Varietas caudatus
mempunyai daun agak panjang dengan ujungnya runcing dan
hijau atau merah tua. Bunganya dalam rangkaian panjang dan
terkumpul pada ujung batang. Varietas paniculatus daunnya lebih
lebar, hijau, dengan rangkaian bunga panjang dan lebih teratur,
bunganya tersebar di setiap ketiak daun atau cabang.

8.2. Budidaya tanaman


(1). Perbanyakan tanaman
91

Bayam diperbanyak dengan biji, disebar di pesemaian atau


ditanam langsung di lapangan.

(2). Bertanam
Pengolahan tanah sedalam 20-30 cm, diberi pupuk kandang
atau kompos sebanyak 10 ton/ha atau 1 kg setiap meter persegi.
Bedengan dibuat dengan lebar satu meter. Biji ditaburkan menurut
barisan yang membujur dari tumur ke barat dengan jarak barisan 20
cm. Setiap bedengan memuat lima barisan tanaman dan setelah 3-
5 hari biji bayam mulai tumbuh.
Setelah berumur dua minggu setiap pagi tanaman digoyang
kekiri dan ke kanan dengan sapu lidi sampai tampak lemas. Dengan
cara ini tanaman tumbuh kuat dan cepat dan hama berlarian.
Setelah tanaman setinggi 15 cm (berumur sebulan) dapat
dijarangkan dengan mencabut tanaman yang sudah besar dan
terlalu rapat. Setelah umur 1.5 bulan dan tinggi tanaman 20 cm
dapat dicabut seluruhnya.
Pada lahan pekarangan biasanya ditanam A. hybridus,
penanaman dengan memindahkan tanaman muda yang tingginya
10 cm dari pesemaian ke tempat yang telah disiapkan dengan jarak
tanam 20 x 40 cm. Panen dilakukan dengan memetik daun atau
memotong ujung batang/cabang sebelum berbunga. Dengan cara
ini tanaman dapat bertahan hingga umur setahun.

(3). Perlakuan benih/bibit


Pesemaian A. hybridus ditempatkan di lokasi yang teduh,
kebutuhan benis sekitar 5-10 kg/ha.

(4). Pemeliharaan
Perawatan yang perlu diperhatikan adalah menggem burkan
tanah sekitar tanaman sambil membuang gulma. Pestisida tidak
harus digunakan untuk mengendalikan ulat daun.

(5). Produksi
Rataan tanaman bayam dapat menghasilkan 10-25 ku/ha
tergantung tingkat kesuburan tanah.

9. KACANG PANJANG (Vigna sinensis)

9.1. Pendahuluan
Tanaman ini banyak digemari masyarakat karena rasanya
enak, gurih, banyak mengandung vitamin A, B dan C. Syarat pokok
bagi pertumbuhannya ialah tanah gembur dan porus, cukup mampu
menahan air tersedia, pH 5.5-6.5, kaya bahan organik. Waktu
tanam yang sesuai adalah awal dan akhir musim hujan (SP2UK,
1992).
92

Ada dua golongan kacang panjang yang dikenal masya-rakat,


yaitu:
a. Kacang lanjaran, batangnya membelit lanjaran dari kayu atau
bambi.
a.1. Kacang lanjaran biasa, batangnya membelit dan panjang,
buahnya panjang hingga 40 cm, hijau ketika masih muda
dan menjadi putih kalau tua. Bijinya bulat panjang, ada
kalanya melengkung agak pipih, warnanya ada yang kuning,
coklat, hitam, putih dan kemerahan, ukuran bijinya 5-6 mm x
5-9 mm.
a.2. Kacang usus, batangnya seperti kacang lanjaran, hanya
buahnya panjang selaki hingga lebih 80 cm. BUah muda
keputihan dan buah tua kekuningan. Bijinya bulat panjang,
ada kalanya melengkung agak pipih, warnanya putih atau
blorok atau putih bernoda merah, besartnya biji 5-6 mm x 8-9
mm.
b. Kacang panjang yang bukan lanjaran dan tidak membelit
b.1. Kacang tunggak, kacang tolo (Vigna unguigulata) atau
kacang dadap. Batangnya pendek dan tidak membelit, hanya
ujungnya yang membelit dan tidak diberi lanjaran, buahnya
pendek (10 cm), hijau dan kaku, bijinya bulat panjang agak
pipih dengan ujung yang agak lonjong, besarnya antara 4-6
mm x 7-8 mm, warna bijinya kuning kecoklatan.
b.2. Kacang uci atau kacang endel (Gigna umbellata), setengah
membelit, bijinya kecil berbentuk bulat panjang dengan warna
macam-macam merah, hijau, hitam dll. Besarnya biji 1.5 -
2mm x 5-6 mm. Daunnya agak kasar dan kaku.
b.3. Kacang hibrida atau kacang harapan, hasil perkawinan antara
kacang lanjaran dengan kacang tunggak. Tanaman tidak
membelit, buahnya panjang-panjang (mencapai 25 cm) dan
bentuknya menyerup.

9.2. Budidaya tanaman

(1). Perbanyakan
Tanaman diperbanyak dengan biji dan ditanam langsung ke
lahan tanpa pesemaian.
(2). Bertanam
Pengolahan tanah dengan cangkul dan kemudian diratakan.
Lubang tanam dibuat dengan tugal pada jarak 30x 60 cm untuk
kacang lanjaran, 20 x 30 cm untuk kacang lainnya. Setiap
lubang diisi dua butir benih dan ditutup dengan tanah gembur .
Benih akan tumbuh dalam waktu lima hari. Setelah tinggi
tanaman 25 cm segera diberi lanjaran bambu setinggi dua
meter.
(3). Perlakuan benih
93

Kebutuhan benih setiap hektar lahan sekitar 15-20 kg untuk


kacang lanjaran dan 20-25 kg untuk kacang tunggak, 12 kg biji
untuk kacang uci dan 30 kg biji untuk kacang harapan.
(4). Pemupukan
Dosis pupuk yang dianjurkan urea 1-2 kuintal setiap hektar, 240
kg DS atau TSP, dan 160 kg ZK atau KCl. Pupuk ditugalkan dis-
amping tanaman berajark 5 cm dari batang.
(5). Pemeliharaan
Perawatan yang diperlukan adalah membelitkan batang pada
lanjaran, Hama tungau dan kutu daun bila perlu dikendalikan
dengan pestisida.

9.3. Produksi
Buah muda dapat dipanen setelah tanaman berumur dua
bulan, panen selanjutnay dilakukan setiap minggu berlangsung
hingga 3.5 atau 4 bulan. Kacang tunggak dan kacang uci dipanen
setelah buahnya kering. Kacang lanjaran dapat menghasilkan 30
kuintal buah muda setiap hektar, sedangkan kacang tunggak dan
kacang uci dapat menghasilkan 15 kuintal biji kering setiap hektar.

10. KAPRI (Pisum sativum)

10.1. Pendahuluan
Kapri ditanam sebagai tanaman sayuran yang menghasilkan
polong segar atau biji kering.Varietasnya bermacam-macam, mulai
dari tipe yang batangnya merambat hingga tipe kerdil yang tumbuh
pendek dan genjah. Kapri merupakan tanaman iklim dingin dan
rataan suhu harian yang optimum adalah 17oC dengan kisaran 10 -
23oC. Perkecambahannya sangat dipengaruhi oleh suhu tanah,
pada 5oC perkecambahan berlangsung 30 hari atau lebih, pada
10oC sekitar 14 hari dan pada 20oC -30oC sekitar 6 hari. Di daerah
tropika sekitar katulistiwa, kapri ditanam pada ketinggian 1500 m
dpl. Musim tumbuhnya yang normal 65-100 hari untuk menghasil -
kan polong segar dan tambahan 20 hari untuk menghasilkan biji
kering.
Tanaman dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah
dengan drainage yang baik dan pH 5.5 - 6.5. Kebutuhan pupuk
sekitar 20-40 kg N/ha, 40-60 kg P/ha dan 80-160 kg K/ha. Kapri
mampu memfiksasi nitrogen dari udara, namun demikian dosis
starter 20- 40 kg N/ha diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan
awal yang bagus.
Jarak tanam tergantung pada varietas dan tipe tumbuh
tanaman, antara 0-6-0.9 x 0.05-0.1 m dengan jarak yang lebih lebar
lagi kalau ditanam dengan lanjaran. Kedalaman tanam benih 2-5
cm. Drainase dan rotasi tanaman diperlukan untuk mengendalikan
gangguan busuk akar.
94

10.2. Kebutuhan Air


Kebutuhan air tanaman kapri (ETm) sekitar 350 - 500 mm.
Koefisien tanaman (kc) selama musim pertumbuhannya adalah:
Fase initial, 10-25 hari 0.4
Fase perkembangan tanaman, 25-30 hari
0.7-0.8
Fase pertengahan musim , 25-30 hari 1.05-
1.20
Fase akhir musim tumbuh
(produksi polong segar), 5-10 hari
1.0- 1.15
Fase akhir musim (produksi biji kering) 20-30 hari 0.65-
0.75
Panen polong segar, 0.95-1.1
Panen biji kering, 0.25-
0.30.

10.3. Suplai air dan hasil tanaman


Periode pertumbuhan tanaman kapri adalah:
Polong segar Biji
kering
Periode 0 Perkecambahan 10-25 10-25
hari
Periode 1 Pertumbuhan vegetatif 25-30 25-30
hari
Periode 2 Pembungaan dan pod set 15-20
15-20 hari
Periode 3 Pembentukan hasil (Pemben- 15-20
20-25 hari
tukan dan pengiusian polong)
Periode 4 Pemasakan 0- 5 15-20
hari

-------------------------------
65-100 85-120
hari

Periode yang sangat peka terhadap defisit air adalah


pembungaan (2) dan pembentukan hasil (3). Suplai air yang tidak
terbatas selama periode vegetatif akan meningkatkan pertumbuhan
vegetatif tanaman tetapi belum tentu berpengaruh nyata terhadap
hasil kapri; defisit air tanah dalam periode ini hanya sedikti berpen -
garuh terhadap hasil. Demikian juga defisit air selama periode
pemasakan untuk kapri penghasil biji kering hanya sedikit ber-
pengaruh terhadap hasil biji.
95

Kalau air hujan tidak mencukupi, irigasi selama periode


pembungaan dapat meningkatkan jumlah polong yang bagus dan
jumlah biji setiap polong. Irigasi selama periode pembentukan hasil
dapat meningkatkan bobot polong dan biji. Tanaman lebih mudah
menjadi layu selama periode kekurangan air kalau jumlah air
tersedia selama periode sebelumnya cukup banyak.
Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, penurunan kadar air
tanah tidak boleh melebihi 60% total air tersedia selama periode
pertumbuhan vegetatif, dan 40% selama pembungaan dan
pembentukan hasil. Irigasi ringan yang terlalu sering
mengakibatkan pemasakan yang tidak seragam. Kalau panen
dilakukan sekaligus seringkali disarankan untuk menahan suplai air
selama bagian akhir dari periode pembentukan hasil untuk memacu
pemasakan polong. Cara ini sesuai untuk varietas yang periode
pemasakannya panjang dan tidak seragam.
Pada kondisi suplai air yang terbatas ternyata total produksi
yang tinggi dapat dicapai dengan memenuhi seluruh kebutuhan air
tanaman secara penuh pada areal lahan yang terbatas.

10.4. Penyerapan Air


Tanaman mempunyai akar utama (tap root) dengan banyak
akatr lateral kecil-kecil. Kedalaman perakaran pada tanah-tanah
yang solumnya tebal dapat mencapai 1-1.5 m, akan tetapi
kedalaman efektif penyerapan air terbatas pada kedalaman 0.6-1.0
m (D=0.6- 1.0m)Pola penyerapan air pada seluruh kedalaman tanah
sangat tergantung pada praktek irigasi. Penyerapan air dalam
hubungannya dengan ETm hanya sedikit terpengaruhi hingga
terjadi penurunan kadar air tanah sekitar 40% total air tersedia (p =
0.4).

10.5. Jadwal irigasi


Untuk mendapatkan hasil yang optimum, penurunan kadar air
tanah pada kebanyakan kondisi iklim tidak boleh melampaui 40%
dari total air tersedia dan frekuensi irigasi 7-10 hari lazim dilakukan.
Kalau suplai air terbatas, irigasi harus mencukupi selama periode
pembungaan dan epembentukan hasil, penghematan air mungkin
dilakukan selama periode pertumbuhan vegetatif dan pemasakan.
Kalau tidak memungkinkan irigasi yang sering, maka suplai air dapat
dijadwal sebagai pra-irigasi pada saat pembungaan dan
pembentukan hasil, atau dengan sekali irigasi pada 40- 60 hari
setelah pra-irigasi.

10.6. Hasil dan Kualitasnya


Kalau irigasi tidak teratur, ukuran polong dan biji tidak sera-
gam, lebih beragam warnanya dan juga saat masaknya beragam.
Defisit air yang parah selama periode pembentukan hasil mengaki-
batkan kualitas biji jelek. Pada umumnya peningkatan ukuran biji
96

diikuti oleh penurunan kadar gula dan kekakuan biji, peningkatan


kadar pati dan protein. Saat panen yang tepat menjadi syarat untuk
mendapatkan hasil yang baik. Pada kondisi iklim yang sesuai, hasil
yang baik dengan irigasi adalah antara 2 dan 3 ton/ha polong segar
(70-80% kadar air) dan 0.6- 0.8 ton/ha biji kering (12% kadar air).
Efisiensi penggunaan air untuk hasil panen (Ey) kapri segar adalah
0.5-0.7 kg/m3 dan untuk kapri kering sekitar 0.15-0.20 kg/m3.

11. TERONG (Solanum melongena L.)

11.1. Pendahuluan
Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang
subur, tidak tergenang air, pH 5-6, waktu tanam yang baik awal
musim kemarau (Maret/April) atau musim hujan
(Oktober/Nopember). Beberapa jenis terong yang sangat dikenal
masyarakat adalah:
a. Terong kopek, buahnya bulat panjang dan ujungnya tumpul,
warnanya ada yang ungu dan hijau keputihan.
b. Terong craigi, buahnya bulat panjang dan ujungnya meruncing,
ada yang lurus dan bengkok, warnanya ungu.
c. Terong Bogor atau terong kelapa, buahnya bundar besar, warna-
nya putih atau hijau keputihan dan rasanya renyah agak getir,
hanya untuk lalap mentah.
d. Terong glatik atau terong lalap, buahnya kecil-kecil, warnanya
ungu atau putih keunguan, rasanya langu, tetapi tidak getir,
digunakan sebagai lalapan mentah.

11.2. Budidaya tanaman

1. Perbanyakan
Terong dapat diperbanyak dengan biji dan disemaiakn lebih
dahulu.

2. Bertanam
Tata cara pesemaian serupa dengan tana,man tomat, biji
berkecambah dalam waktu 10 hari. Tanah diolah dengan bedengan
selebar 120-140 cm. Pada bedengan dibuatkan lubang-lubang
untuk bertanam dengan jarak 70x80 cm. Parit-parit antar bedengan
selebar 20 cm. Pada setiap lubang tanam diberi pupuk kandang
atau kompos yang telah masak 0.5 kg. Bibit yang berumur 1.5
bulan (berdaun empat lembar) dapat dipindahkan ke lubang tanam
di bedengan.

3. Perlakuan benih/bibit
97

Benih terong diperlukan sekitar 150-500 gram untuk setiap


hektar lahan. Perawatan pesemaian harus cukup intensif untuk
mendapatkan bibit yang sehat dan subur pertumbuhannya.

4. Pemupukan
Tanaman umur dua minggu dipupuk dengan urea (1-2
kuintal/ha). Pemupukan lengkap ZA (Urea), TSP dan ZK dengan
perbandingan 1:2:2 sebanyak 10 g setiap lubang tanam sangat baik.
Pupuk ini diberikan di sekeliling tanaman (5 cm dari batang). pupuk
ini diberikan pada umur 2.5-3 bulan, setiap hektar memerlukan 1.5
ku ZA, 3 ku TSP dan 1.5 ku ZK.

5. Hama dan penyakit


Kutu daun dan tungau dapat disemprot dengan pestisida
Penyakit busuk buah disebabkan oleh cendawan Phomopsis
vexans
Penyakit gugur daun desebabkan oleh cendawan Verticilium
alboatrum.

6. Produksi
Buah pertama dapat dipetik setelah tanaman berumur empat
bulan. Panen jangan sampai terlambat supaya buahnya tidak liat
dan kurang enak rasanya.

12. KETIMUN (Cucumis sativus)

12.1. Pendahuluan
Tanaman dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran
tinggi, namun lebih sesuai dataran rendah. Syarat tumbuhnya ialah
tanah cukup mengandung air, tidak ada genangan air, tidak banyak
hujan, pH 6.0-7.0; tumbuh di tampat terbuka, banyak sinar matahari,
dan tidak tahan naungan.
Waktu tanam yang baik adalah akhir musim hujan
(MAret/April) atau musim kematrau asalkan cukup tersedia air.
Dua golongan ketimun yang sangat dikenal adalah:
a. Ketimun yanbg pada buahnya terdapat bintil-bintil seperti
jerawat, terutama pada pangkal buahnya:
a.1. Timun biasa yang disebut "ketimun", kulitnya tipis dan lunak.
Buah muda warnanya hijau keputihan dan setelah tua
berwarna coklat.
a.2. Timun watang, kulit buahnya tebal dan agak keras, buah
mudanya hijau keputihan dan buah tua kuning-tua.
a.3. Timun wuku, kulit buahnya agak tebal, buah mudanya agak
coklat.
b. Krai atau timun krai, buahnya halus tidak mempunyai bintuil-
bintil. Buahnya hijau kekuningan dan bergaris putih.
98

b.1. Krai besar, buahnya besar dan rasanya seperti ketimun.


b.2. Timun suri atau bonteng suri, buahnya lebih besar lagi,
bentuknya lonjong oval.

12.2. Budidaya tanaman

1. Perbanyakan
Tanaman diperbanyak dengan biji yang langsung ditanam di
lahan tanpa pesemaian.

2. Bertanam
Tanah diolah sedalam 30 cm, diratakan dan dibuat lubang
tanam dengan jarak 50x100 cm. Pada setiap lubang tanam diberi
pupuk kandang atau kompos sebanyak 1-2 kg. Setiap lubang
ditanami 2-3 biji dan ditutup dengan lapisan tanah gembur. Benih
akan tumbuh 3-5 hari kemudian. Penjarangan tanaman dilakukan
pada umur dua minggu.

3. Kebutuhan benih setiap hektar lahan sekitar 3 kg .

4. Pemupukan
Pada umur sebulan dapat dipupuk urea dengan dosis 1-2
kuintal setiap hektar. Pupuk lengkap NPK 15-15-15 dapat digunakan
sebanyak 20 g setiap tanaman. Pupuk ditugalkan di sekitar tanaman
sejauh 15 cm dari batang. Pupuk dapat diberikan pada saat
mendangir tanah ketika tanaman berbunga pertama (bunga jantan).

5. Hama dan penyakit


a. Oteng-oteng (Epilachna sp.) sering memakan daun timun. Hama
ini dapat diberantas dengan semprotan insektisida seperti
Diazinon 60 EC 0.2%.
b. Penyakit layu oleh bakteri dan virus mozaik. Penyakit layu ini
terjadi pada musim hujan ketika tanahnya terlalu basha.
Buanglah secepatnya tanaman yang terserang.
c. Penyakit jamur embun (Pseudoperonospora cubensis Berk & Curt
Rostow). BIla mendung malam hari, sering timbul penyakit embun
atau downy mildew". Sebelum terlambat tanaman dapat
diselamatkan dengan semprotan Dithane M45 atau Antracol 0.2%.

12.3. Produksi Tanaman


Buah timun pertama dapat dipanen umur 2-3 bulan. Secara
keseluruhan timun dapat menbghasilkan buah 200 kuintal/ha.

13. KANGKUNG (Ipomoea sp.)


13.1. Pendahuluan
99

Tanaman banyak mengnadung vitamin A, C dan mineral,


terutama besi. Kangkung dpaat ditanam secara mudah di dataran
rendah hingga dataran tinggi, pada tanah-tanah yang subur dan
berlumpur.
Saat tanam yang baik adalah musim hujan untuk kangkung
darat dan musim kemarau untuk kangkung air (Ipomoea aquatica
Forsk).

13.2. Budidaya Tanaman


1. Perbanyakan tanaman
Kangkung air dapat diperbanyak dengan stek batang
sepanjang 20- 25 cm dan kangkung darat dengan biji.

2. Bertanam
Stek batang dapat alangsung ditanam pada lumpur kolam
atau sawah/rawa yang airnya dangkal dengan jarak tanam 30x20
cm. Setiuap meter persegi memerlukan sekitar 17 stek bibit.
Kangkung darat ditanam langsung pada bedengan-bedengan yang
telah disiapkan dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pengolahan tanah
bedengan biasanya sedalam 30 cm,lebar bedengan sekitar 60-100
cm, kemudian ditugal dengan jarak 20x20 cm. Pupuk kandang atau
kompos dapat diberikan dengan dosis 5 ton/ha.

3. Perlakuan bibit/benih
Kebutuhan bibit kangkung air sekitar 150000-170000 stek
setiap hektar, sedangkan kangkung darat 2.5 kg biji setiap hektar.

4. Pemupukan
Dosis pemupukan yang dianjurkan adalah 1.2 kuintal ureas
setiap hektar.

5. Produksi tanaman
Setelah tanaman berumur tiga bulan mulai dapat dipangkas
ujungnya sepanjang 20 cm supaya bercabang banyak. Pangkasan
ini merupakan panen pertama, panen selanjutnya dengan
memangkas cabang-cabang setiap dua minggu sekali. Rata-rata
dapat menghasilkan 100-160 kuintal/ha dalam setahun. Biasanya
setelah berumur setahun pertumbuhannya mulai kerdil.

Anda mungkin juga menyukai