Anda di halaman 1dari 4

ILC TVOne Selasa Malam Ini: "Misteri Jelang Pemilu 2019: Dari E-KTP Tercecer Sampai DPT

Siluman"

Ribuan e-KTP kembali ditemukan. Dugaan adanya kesengajaan untuk menaruh ribuan KTP
Elektronik di kawasan Pondok Kopi, Jakarta Timur, menguat.
Direktur Jenderal Kependudukan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif
Fakrullah menjelaskan, beberapa hal terkait dugaan tersebut.
Pertama, letak pembuangan ribuan keping KTP Elektronik yang berada di pinggir jalan besar,
dengan tempat rapi dan mudah dilihat oleh orang yang melewati.
"Dugaan kami, pelaku dengan sengaja menaruhnya di pinggir jalan dan bisa dilihat oleh
orang-orang sekitar. Belum lagi, semuanya masih rapi baik bungkusnya, maupun
penumpukan KTP elektronik di dalam," jelas Zudan Arif Fakrullah di Mabes Polri Jakarta,
Senin (10/12/2018).

"Sebagian besar diproduksi pada tahap pertama, yakni 2011-2013. Sebagian lagi rusak,"
ucapnya.
Zudan menjelaskan, ribuan keping KTP tersebut harusnya sudah dimusnahkan dengan cara
memotong kartu agar tidak dapat lagi dipergunakan.
Hal itu merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dilakukan.
"Kami di Dukcapil, mulai Mei 2017 lalu sudah melakukan pemusnahan dan pemotongan
blanko yang rusak maupun sudah diganti dan kami terus lakukan itu secara bertahap," kata
dia.
Ia juga memastikan bahwa tercecernya KTP elektronik bukan dari pihaknya yang berkantor
di kawasan Pasar Minggu Jakarta.
Pasalnya, ketika sudah masuk ke Kantor Dukcapil, maka, akan dilakukan pemusnahan.
"Saya pastikan bukan dari oknum pihak kami," tegasnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo curiga ada keterlibatan orang dalam Kemendagri
terkait tercecernya KTP elektronik (e-KTP) di Duren Sawit, Jakarta Timur, akhir pekan
kemarin.

Menurut Tjahjo, pelaku kasus e-KTP sebelumnya di Lampung serta di Pasar Pramuka sudah
ditangkap oleh pihak kepolisian dan terkait adanya pembuangan e-KTP di area persawahan
Duren Sawit, sekarang telah diselidiki polisi.
"Hari ini sudah resmi dilaporkan ke Bareskrim, sekarang sedang diselidiki yang buang di
sawah, Duren Sawit, pasti orang dalam," ujar Tjahjo di komplek Istana Kepresidenan,
Jakarta.
Namun, Tjahjo belum mengetahui pelakunya dan menyerahkan seluruhnya kepada pihak
kepolisian yang sedang mengusut pembuangan e-KTP.
"Motivasinya apa, politis kah? Ada motivasi kesengajaan kah? Sekarang sedang diselidiki
kepolisian. Kalau sampai ini terbukti oleh kepolisian, (orang dalam Kemendagri) pecat,"
papar politisi PDI-P itu.
Menurut Tjahjo, e-KTP yang dibuang merupakan identitas yang tidak digunakan lagi dan
seharuanya dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dibuang.
"Nah ini kok belum dipotong udah disebar, nyebarnya dekat rumah oknum, saya enggak
berani mendahului lah biar kepolisian periksa dulu aja," ucap Tjahjo.
Untuk mempermudah pengusutan, kata Tjahjo, pada hari ini dua Direktur Jenderal (Dirjen) di
lingkungan Kemendagri sudah ke Bareskrim untuk memberikan laporan.
"Kami lapor ke Pak Wakapolri juga, kemarin sudah lapor ke Kapolri juga agar ada atensi usut
ini," kata Tjahjo.

Soal dugaan DPT Siluman, Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pernah mendatangi KPU,
Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Maksud kedatangan poros Indonesia Adil Makmur tersebut untuk mempertanyakan dugaan
adanya data siluman dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang mencapai 31 Juta
untuk pemilu 2019.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan bahwa data tersebut terbilang aneh
karena diserahkan Kemendagri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah KPU menetapkan
Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilu 2019 yang mencapai 185 juta pemilih.
"Kami terkejut ada data 31 juta sekian belum masuk dalam daftar pemilih. Kami datang ke
KPU untuk meminta penjelasan. Itu bukan angka kecil," kata Muzani dalam siaran persnya,
Rabu (17/10/2018).
Dalam pertemuan dengan pimpinan KPU tersebut, Muzani juga didampingi Sekjen PKS
Mustafa Kamal, Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso, dan anggota Tim Sukses
Prabowo-Sandi dari PAN Abdul Hakam Naja, serta Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza
Patria dan politisi PAN Dian Fatwa.
Muzani menjelaskan sebelum penetapan DPT, Kemendagri telah menyerahkan Data
Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) kepada KPU mencapai 196 juta.
Setelah disisir KPU dan partai politik (Parpol), KPU lalu menetapkan DPT hanya 185 juta.
Saat itu, koalisi Prabowo-Sandi mengkritik bahwa dari 185 juta DPT tersebut masih ada
sekitar 25 juta pemilih ganda.
"Ini data apa lagi yang 31 juta itu. Apakah itu pengurangan atau penambahan dari angka 185
juta. Kemudian apakah memang DP4 masih berubah setelah ditetapkan DPT? Apakah masih
bisa ubah DPT, padahal sudah ditetapkan? Ini yang ingin kami mohon penjelasan dari KPU,"
ujar Muzani.
Menurutnya, KPU menerima keluhan dari koalisi Prabowo-Sandi.
KPU siap menyisir data baru dari Kemendagri tersebut.
KPU akan teliti terlebih dahulu apakah itu data yang sudah masuk dalam 185 juta atau benar-
benar data baru.
Sayangnya, KPU belum mengetahui data yang disebut oleh Kemendagri tersebut.
Alasannya KPU tidak bisa mengakses karena ada surat edaran dari Kemendagri bahwa data
31 juta itu belum boleh dibuka. Alasannya karena bersifat rahasia.
"Tadi KPU menyebut ada surat edaran dari Kemendagari yang menyebutkan tidak boleh
membuka data itu. Alasannya karena masih rahasia. Kalau KPU saja tidak bisa buka, gimana
kami. Ini misterius," tutup Muzani.
Sementara itu Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal menjelaskan bahwa
ada pelanggaran prinsip yang dilakukan oleh Kemendagri.
Sebab, kementerian yang dipimpin oleh Tjahjo Kumolo itu baru menyerahkan data penduduk
tambahan sebanyak 31 juta ke KPU setelah DPT ditetapkan sebanyak 185 juta pemilih.
"Seharusnya DP4 yang diberikan Kemendagri sudah final sebelum DPT diketuk palu. Ini
menurut saya pelanggaran prinsip, berpotensi terjadi pelanggaran UU. Karena yang sekarang
dilakukan KPU dengan peserta pemilu(partai politik) mengecek data ganda itu. Nah kenapa
ada data baru lagi? Jumlahnya 31 juta lagi," katanya.
"Ini potensi juga tidak terjadi transparansi. KPU sudah perlihatkan political will bersama
peserta pemilu, kenapa Kemendagri seperti tanda kutip menyelundupkan 31 juta?," tambah
Mustafa.
Karena itu, Mustafa menegaskan bahwa penambahan data pemilih sebanyak 31 juta dari
Kemendagri itu akan berpotensi menimbulkan kekacauan dalam proses Pemilu 2019
mendatang.
Pihaknya pun meminta harus ada peningkatan profesionalisme dari Kemendagri
dalam pemilu 2019 mendatang.
"Sehingga kita semua mendapatkan kepastian hukum tentang data kependudukan. Kami
minta Kemendagri bersikap transparan. Padahal dalam proses penetapan DPT, itu wakil
Kemendagri hadir dan dimintai pendapatnya. Tapi tak ada pendapatnya," ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai