Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi
kepanitraan klinik senior dibagian SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Pirngadi Medan
Disusun oleh:
Atika Safitri Nasution (213 210 073)
Lizabheta Yuliana Simanjuntak (213 210 051)
Desi Dwita Anastasia Nadeak (213 210 095)
Anjel Cristiani Sinaga (213 210 057)
Windy Rianti Putri (71170891247)
Try Irani Putri (71170891295)
Pembimbing:
dr. Suryadharma Hamidah, Sp.KK
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul “Impetigo” dalam
rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan.
Penyusunan refarat ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis
menyampaikan terimakasih kepada dr. Suryadharma Hamidah, Sp.KK atas
bimbingan dan arahannya selama mengikuti KKS di Departemen SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan serta dalam penyusunan
refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan agar dapat
menjadi pedoman untuk perbaikan refarat ini di kemudian hari.
Harapan penulis, semoga refarat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
radiologi di klinik dan di masyarakat.
Medan, 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti “erupsi keropeng yang
menyerang”. Impetigo merupakan penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi
piogenik oleh bakteri gram positif. Impertigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak
walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong tinggi,
terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat menginfeksi dirinya
sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi sering kali menyebar cepat di
sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga
tempat tinggal yang padat penduduk.
Tempat predileksi tersering pada wajah terutama sekitar mulut dan hidung,
pada ketiak, dada serta punggung. Gambaran klinisnya berupa vesikel, bula atau
pustul yang apabila pecah membentuk krusta tebal kekuningan seperti madu atau
berupa koleret di pinggirnya.
Impetigo sangat penting dibahas karena banyak terjadi pada masyarakat pada
umumnya. Pengobatan penyakit ini dengan pemberian antibiotik baik antibiotik salep
maupun antibiotik minum dan antiseptik serta mengedukasi pasien dengan benar
adalah kunci sehingga penyakit ini tidak menyebabkan komplikasi lain yang serius.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Istilah impetigo berasal dari bahasa latin yang berarti serangga, dan telah
digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa
nampak pada daerah kulit. impetigo mengenai kulit bagian atas (epidermis
superfisisalis). Dengan dua macam gambaran klinis, impetigo krustosa ( tanpa
gelembung, cairan dengan krusta, keropeng, koreng) dan impetigo bulosa (dengan
gelembung berisi cairan).
Impetigo adalah penyakit kulit menular yang disebabkan bakteri dan biasanya
menyerang anak-anak. Walaupun sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang masuk
melalui luka, namun impertigo dapat terjadi melalui kulit yang sehat. Impertigo
merupakan infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga, tempat
penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak langsung melalui lesi
(daerah kulit yang terinfeksi). Impetigo bulosa dikenal juga sebagai impetigo
vesikulo/bulosa atau cacar monyet.
2.2. Epidemologi
Impetigo Dapat terjadi pada semua umur terutama pada bayi dan anak-anak,
sering terdapat pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun, terjadi 20 dari 1000 anak
pertahunnya. Mengenai kedua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan lebih banyak,
paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 sampai 5 tahun, namun tidak menutup
kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama.
Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8%
pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo
krustosa. Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai
usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup
kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di
Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-
5
negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong
lemah atau miskin.1
2.3. Etiologi
Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh toksin epidermolitik yang dihasilkan
pada titik infeksi, diamana paling sering adalah Staphylococcus aureus merupakan
bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat berbentuk
pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Toksin menyebabkan pembelahan
intraepidermal dibawah atau di daerah stratum granulosum.
Impetigo vesicobulosa menyebar melalui kontak langsung dengan lesi ( daerah
kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih dahulu menginfeksi dirinya sendiri atau
orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi sering kali menyebar dengan cepat pada
tempat dengan hygiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor
predisposis antara lain kontak langsung pasien dengan pasien impetigo, kontak tidak
langsung melalui handuk, selimut atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun
kondisi lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar
kulit.
6
2.5. Klasifikasi Impetigo
Terdapat dua bentuk dari impetigo, yaitu:
1. Impetigo Krustosa / Non bullous
Impetigo krustosa, Tidak disertai gejala umum dan dapat menyerang semua
usia anak dan dewasa. Tempat predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung dan
mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa
eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika pendenita datang berobat
yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika krusta
dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta sering menyebar ke perifer dan
sembuh di bagian tengah. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tidak menyebabkan
kulit seperti parut. Luka ini bisa saja terasa gatal dan tidak nyaman namun tidak
terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan demam pada anak, tapi
ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada area
yang terinfeksi. Impetigo sangat mudah menular, sehingga jangan menyentuh atau
menggaruk luka karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.1,4
7
2. Impetigo Bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)
Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureu dengan
predileksi di daerah ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria,
terdapat pada anak dan orang dewasa Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula
hipopion yang tidak terasa sakit. Kadang-kadang saat datang berobat, vesikel/bula
sudah memecah sehingga yang tampak hanyalah koleret dan dasarnya masih
eritematosa. Luka akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya
lebih lama ketimbang serangan impetigo jenis lain Diagnosis banding dan impetigo
ini adalah dermatofitosis (jika sudah pecah dan tampak koleret).1,2,4
8
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau
pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan
menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang
berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering
membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta
terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada impetigo bullousa, bula timbul secara tiba-tiba pada kulit yang sehat
dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai
lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila
pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis. 2
a. Impetigo Bulosa
Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit
yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel
berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh.
Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya.
Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
9
Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat
yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang
sekali disetai dengan infeksi sendi atau tulang.
b. Impetigo Krustosa
Awalnya berupa wama kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan
padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan
kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.
Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan dapat
menyebar dengan cepat.
Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka (tangan
dan kaki).
Kelenjar getah bening dapat membesar dan dapat nyeri.
Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan diri
sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai tempat
lain).
Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalarn beberapa minggu tanpa jaringan
parut.
Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan
pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang pada
ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksioleh kuman Streptococcus penyebab
impetigo.
10
2.8. Diagnosis
Dapat di tegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis yang khas
berupa bula-bula berisi cairan kuning yang disertaikulit yang eritem disekitarnya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis impetigo bulosa adalah
berupa pewarnaan gram, pemeriksaan histopatologi, dan kultur cairan.
- Impetigo non-bulosa
a. Virus Herpes Simplex dan Herpes Zoster
Vesikel berkelompok yang berdasar eritem pecah sehingga
menimbulkan erosi yang dikelilingi oleh krusta, terjadi pada kulit dan
bibir.
b. Candidiasis
Papul eritema atau merah, plak lembab biasanya terbatas pada
membran mukosa dan area intertriginosa.
c. Dermatitis Atopik
Lesi pruritik yang kronik atau relaps dan kulit kering yang abnormal,
berlangsung lama. Likenifikasi fleksural biasanya terjadi pada orang
dewasa. Pada anak-anak biasanya berpredileksi di area wajah dan
ekstensor
11
d. Skabies
Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela
jari, gatal pada malam hari.
e. Insect bite
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
b. Pemeriksaan Lain
Titer anti-streptolysin-O (ASTO), mungkin akan menunjukkan hasil
positif lemah untuk Streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang
dilakukan. Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus,
tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri.
12
2.10. Terapi
Terapi medikamentosa
1. Antiseptik : Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan
penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan
menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian
didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah
kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120”
adalah sebanyak 0 koloni.Sehingga dapat dikatakan bahwa
triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran
penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus.7
2.Antibiotik Topikal
a. Mupirocin : Mupirocin 2% topikal (di berikan di kulit terinfeksi 2x
sehari selama 3 sampai 5 hari)
b. Fusidic Acid : Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic
acid yang dibandingkan dengan plasebo pada praktek
dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo.
dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.
c. Ratapamulin : Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan
untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun
vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan
peptidil transferase yang pada akhirnya akan
menghambat protein sintesis dari bakteri.
13
Terapi Sistemik
Impetigo staphylococcal berespon baik dengan terapi yang tepat. Pada orang
dewasa dengan lesi berat atau lesibulosa, dicloxacillin (atau penisilin sejenis-penisilin
semisintetik resisten), 250 – 500 mg secara oral, 4 kali sehari, atau eritromisin (pada
pasien alergi penisilin), 250 – 500 mg secara oral, 4 kali sehari, biasa diberikan, dosis
pada anak 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari. Pengobatan sebaiknya dilanjukan selama
5 – 7 hari (10 hari jika Streptococcusdiisolasi). Pemberian azitromisin oral (pada
dewasa 500 mg pada hari pertama, 250 mg per hari pada 4 hari selanjutnya) telah
menunjukkan efektivitas yang sama dengan dicloxacilin untuk infeksi kulit pada
orang dewasa dan anak-anak. 1,7
Untuk impetigo yang disebabkan oleh S. Aureus resisten eritromisin, yang
biasanya diisolasi dari lesi impetigo anak-anak, amoksisilin ditambah asam clavulanic
(25 mg/kg BB/haridiberikan 3 kali sehari), cephalexin (40 – 50 mg/kg BB/hari),
cefaclor (20 mg/kgBB/hari), cefprozil (20 mg/kg BB 1 kali sehari), atau klindamisin
(15 mg/kgBB/hari 3-4 kali sehari ) diberikanselama 10 hari adalah terapi alternatif
yang efektif.Jika dicurigai gambaran CA-MRSA (Community Aquirred – Methicillin
resistant Staphylococcus aureus) TMP-SMX (Cotrimoxazole) dan rifampisin,
klindamisin, dan tetrasiklin..
Untuk impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus, penicillin merupakan
drug of choice. Injeksi single dose benzathine penicillin (300.000-600.000 unit untuk
anak, 1,2 juta unit untuk dewasa) atau per oral (25.000-100.000 unit/kg/hari tiap 6 jam
selama 10 hari). Obat lain adalah Eritromisin (30-50 mg/kg/hari po tiap 6 jam untuk
anak, 250-500 mg po tiap 6 jam untuk dewasa selama 10 hari).
TOPIKAL SISTEMIK
FIRST LINE Mupirocin 2x1 Dicloxacillin 250-500mg PO 4x1 (5-7
hari)
Retapamurin 2x1 Amoxicillin plus 25mg/kg 3x1; 250-500 mg
clavulanic acid; 4x1
cephalexin
Fusidic acid 2x1
SECOND Azitromycin 500mg x1, lanjut
LINE 250mg/hari selama 4 hari
14
(alergi
peniisilin)
Clindamycin 15mg/kg/hari 3x1
Erithromycin 250-500mg PO 4x1 (5-7
hari)
Jika curiga Mupirocin 2x1 TMP-SMX 160/800mg PO 2x1 (7
CA-MRSA hari)
Clindamycin 15mg/kg/hari 3x1
Tetracycline 250-500 mg PO 4x1 (7
hari)
Doxycycline 100mg PO 2x1 (7 hari)
Terapi nonmedikamentosa
a. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah
b. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah
yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
c. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
d. Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran local
e. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada
impetigo krustosa.
2.10.1. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. Bila tidak diobati, infeksi dapat menimbulkan komplikasi S.Aureus impetigo
dengan selulitis, lymphangitis, dan bakterimia. Produksi exfoliatin juga dapat
berujung menyebabkan SSSS (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome) pada bayi dan
dewasa dengan defisiensi imun. Komplikasi lain berupa radang ginjal pasca infeksi
Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak
dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi,
terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan
walaupun gejala-gejala tadi muncul.2
15
2.10.2. Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo.
Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala infeksi/peradangan
Streptococcus-β-hemoliticus grup A (GABHS) membuthkan perawatan medik dan
jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik secepat mungkin untuk mencegah
menyebarnya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi dan dicegah
agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotik.
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu:
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir setelah kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan
pada orang lain, setelah digunakan pasien.
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif).
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek
dan bersih.
6. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
7. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.1,2,6
2.11. Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan
pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti
glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari
pengobatan.1
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Kartina
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 63 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Sei Kera Gg. Gilingan Padi No. 18
Taanggal Periksa : 27-07-2018
No. RM : 00 05 01
3.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : gatal dan pedih pada ketiak dan Punggung
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Onset : 1 minggu yang lalu
Lokasi : Ketiak dan punggung
Kronologi : Pasien dating ke poli kulit dan kelamin RSUD Pirngadi
Medan dengan keluhan timbul gelembung yang berisi nanah
pada punggung dan ketiak yang disertai rasa gatal yang sudah
dialami sejak ± 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien 2 minggu
yang lalu mulai bercocok tanam di lapangan belakang
rumahnya, saat pasien selesai bercocok tanam pasien
mengatakan baju yang dipakai sering digantung saja atau di
angin-anginkan dan keesokan harinya baju tersebut di pakai
kembali, dan pasien juga mengatakan terkadang pasien jarang
mengganti pakaian dalam yang sudah di pakai saat bercocok
tanam, dan tiba-tiba saat pasien sedang duduk-duduk pasien
menyuruh cucunya untuk menggaruk punggung pasien, tiba-
tiba cucu pasien mengatakan bahwa ada gelembung pada
punggung pasien akan tetapi pasien tidak terlalu peduli, dan
saat pasien merasa gatal pada punggung pasien langsung
menggarukknya, dan tiba-tiba 3 hari setelah itu pasien merasa
gatal pada ketiak saat pasien lihat ternyata timbul gelembung
berisi nanah, saat itu pasien menggaruk gelembung tersebut
dan terasa pedih, lama kelamaan gelembung tersebut
menyebar bertambah banyak pada ketiak, saat berkeringat
gelembung tersebut semakin gatal dan pasien sering
menggaruk gelembung tersebut dan pecah, karena gelembung
17
semakin banyak akhirnya pasien memutuskan untuk berobat
ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Pirngadi Medan.
Faktor memperingan :-
Gejala Penyerta :-
A. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78x/i
Respirasi rate : 20x/i
Suhu : 36,50C
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
IMT :-
Status Generalis
Kepala : Simetris, mesochepal, vemektasi temporal (-/-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Skelera Ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-), Deviasi Septum (-)
Mulut : Lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-)
18
Telinga : Kelainan bentuk (-), discharge (-)
Leher : Deviasi trachea (-)
Status Lokalis
Thorax : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologikus
Lokasi : Regio axilaris sinistra, dextra, region vertebralis
Efloresensi
Inspeksi : Pada regio axilaris dextra dan sinistra tampak bula hipopion
multiple, dan erosi. Para regio vertebralis terdapat macula
hiperpigmentasi
Palpasi : Teraba gelembung berisi nanah yang memiliki dasar dan
memiliki atap dan mengikuti gaya gravitasi
19
B. RESUME
Pasien perempuan berusia 63 tahun dating dengan keluhan terdapat bula
hipopion multiple pada regio axilaris dextra, sinistra dan terdapat erosi pada
bekas dinding gelembung yang sudah pecah di sekitar regio axilaris, teerdapat
macula hiperpigmentasi pada region vertebralis.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Impetigo Bulosa
Diagnosis Banding
a. Impetigo Krustosa
kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat pecah distribusinya
terdapat pada wajah sekitar lubang hidung dan mulut. Dan paling sering
terdapat pada anak-anak, penyebab yang paling sering adalah
Streptococcus B Hemoliticus.
20
E. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi
a. menghindari faktor predisposisi seperti
b. menjaga kebersihan pribadi
c. hindari garukan
d. dan meningkatkan daya tahan tubuh
2. Farmakologi
a. Terapi topikal
- kompres NaCl 0,9% kemudian
- salap antibiotik ( Mupirocin 2% cream)
b. Terapi sistemik
- antibiotik eritromisin 4 x 500 mg /hari
F. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functional : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
21
BAB IV
DISKUSI KASUS
Dijumpai Teori
Kelainan kulit yang terdiri dari bula Impetigo bulosa ditandai dengan lesi
hipopion multiple, erosi, dan macula berbentuk bula hipopion, pada awalnya
hiperpigmentasi berupa eritema, bula dan bula hipopion
dan waktu penderita datang kadang-
kadang vesikel atau bula telah
memecah dan tampak hanya koleret dan
dasar masih eritematosa
22
kepala, wajah, leher, aksila dan genital,
nula akan mudah pecah dan
mengakibatkan erosi mukosa yang
terasa nyeri
Prognosis pasien ini adalah bonam Hal ini sesuai dengan kepustakaan
bahwa prognosis pasien ini baik,
apabila menghindari dan mencegah
faktor predisposisi, menjaga kebersihan
diri dan mendapat terapi yang tepat.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI.
2. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. 1979. Impetigo. Textbook of
Dermatology. Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341.
3. Brown. Robin Graham dkk. 2012. Dermatologi Dasar Untuk Praktik
Klinik.Jakarta: EGC
4. Craft, Noah. 2012. Superficial Superficial Cutaneuous Infections and
Pyodermas, dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition.2.
New York: McGraw-Hill Medicine; 2012; p 3025-3032
5. Siregar, RS. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed 3th. Jakarta:
EGC:113-114.
6. Soebaryo RW, Effendi EHF, Suyoto EK. Dalam: Sularsito, SA dkk eds.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Balai Penerbit,
Jakarata, 1995:63-5
7. Wolff K, Johnson RA . 2017. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology 8th edition.2. New York: McGraw-Hill Medicine; p
528-529
25