RETINOBLASTOMA
Npm: 1102013060
RSUD Arjawinangun
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
nekrosis dan menginvasi mata, saraf penglihatan dan system syaraf pusat
(Rosdiana, 2011).
Retinoblastoma merupakan salah satu dari sekian banyak tumor yang
memungkinkan ada pada mata, selain insidensi di negara berkambang
tergolong tinggi, diagnosis sering di tegakan saat tumor sudah menyebar ke
ekstraokukar, sehingga prognosisnya menjadi buruk karena itu penulis akan
menyajikan referat yang berjudul retinoblastoma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Anatomi retina
a) Anatomi Retina
Retina adalah membran tipis, bening, berbentuk seperti jaring sehingga
disebut juga selaput jala, . Letaknya antara badan kaca dan koroid
(Suhadrjo & Hartono, 2012).
Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat
makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea
terdapat bercak mengkilap yang merupakan fovea. Kira-kira 3 mm ke arah
nasal, kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-
merahan, disebut papil saraf optik, Arteri retina sentral bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optic (Suhadrjo &
Hartono, 2012).
4
5) Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan
termpat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6) Lapisan nucleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel muller.
7) Lapisan pleksiform dalam merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion.
8) Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel
9) Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kea rah
safar optic
10) Membrane limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca (Ilyas, 2009)
5
b) Fisiologis retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan, serta saraf retina melalui saraf optikus dan
akhirnya ke konteks penglihatan. Pada retina bagian sentral terdapat
macula, yang nampak lebih gelap pada pemeriksaan oftalmoskopi
karena mengandung banyak melanin, makula bertanggung jawab
untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan
warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Macula terutama
digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik)
(Suhardjo & Hartono, 2012).
2.2 Definisi
6
menunjukkan penderita retinoblastoma bilateral yang sebelumnya tidak
mempunyai riwayat keturunan kemungkinan menurunkan penyakit ini
mendekati 50% seperti pada penderita retinoblastoma unilateral yang
mempunyai riwayat keturunan. Sedangkan kemungkinan mendapat penyakit
ini adalah 10-15% pada keturunan dari penderita retinoblastoma unilateral
yang tidak mempunyai riwayat keturunan. Kemungkinan mendapat penyakit
ini pada keturunan penderita yang tumornya unilateral atau bilateral dengan
riwayat keturunan sangat tinggi yaitu 60-70% (Kartawiguna, 2001).
Dari data disimpulkan 40% keturunan penderita retinoblastoma adalah
karier gen yang dominan. Dari 40% ini, 95% menderita paling sedikit tumor
unilateral bisa juga bilateral. Sebaliknya penderita yang tidak membawa gen
dominan mempunyai risiko 1/30.000 untuk menderita tumor unilateral dan
tidak pernah bilateral (Kartawiguna, 2011).
2.4 Etiologi
7
retinoblastoma terjadi lebih awal dari bentuk non-herediter karena hanya
diperlukan 1 tahap yang terjadi post-zygotik (Kartawiguna, 2011).
2.5 Klasifikasi
8
b. Grup II
Tepi irisan N II tidak bebas tumor
c. Grup III
Biopsi mengungkap tumor sampai dinding orbita
d. Grup IV
Tumor ditemukan di cairan serebrospinal
e. Grup V
Tumor menyebar secara hematogen ke organ dan tulang panjang
(Suhardjo & Hartono, 2007)
9
Gejala lain yang dapat nampak adalah strabismus, uveitis, dan hifema.
Pasien merasa kesakitan, bola mata membesar, dan midriasis dengan
refleks pupil negatif, eksoftalmos dan edema kornea. Stadium ini biasanya
hanya berlangsung beberapa bulan, sehingga jika terlambat ditangani akan
masuk stadium berikutnya.
c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan
masa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola
mata sudah rusak dan keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus.
Terjadi perluasan ke saraf optik dan koroid. Penyebaran bisa secara
limfogen dan hematogen. Sel ganas bisa ditemukan hingga di cairan
serebrospinal. Prognosis dalam stadium ini kurang baik dan tindakan yang
dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien.
d. Stadium metastase
Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar
lymfe preaurikuler atau submandibula. Penanganan pada stadium ini
hanyalah bersifat paliatif saja. Terlambatnya diagnosis adalah suatu
fenomena yang kompleks pada banyak pasien. Sering berhubungan
dengan faktor sosial ekonomi atau misdiagnostik karena tidak nampaknya
gangguan penglihatan. Pada beberapa populasi, ketidaktahuan akan
abnormalitas mata seperti strabismus dan leukokoria sebagai suatu tanda
dari kanker mata (Suhardjo & Hartono, 2012; Paduppai, 2010).
2.6 Patofisiologi
10
(Anwar, 2010). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi,
translokasi, maupun delesi informasi genetik, maka gen RB1 (P-RB) menjadi
inaktif sehingga protein RB1 (P-RB) juga inaktif atau tidak diproduksi
sehingga memicu pertumbuhan sel kanker (Tomlinson, 2006).
Retinoblastoma biasa terjadi di bagian posterior retina. Dalam
perkembangannya massa tumor dapat tumbuh baik secara internal dengan
memenuhi vitrous body (endofitik). Maupun bisa tumbuh ke arah luar
menembus koroid, saraf optikus, dan sklera (eksofitik). Secara mikroskopis,
sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil, tersusun rapat bundar
atau polygonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-
sel ini kadang-kadang membentuk “rosette Flexner-Wintersteiner” yang khas,
yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-kelainan
degeneratif sering dijumpai, disertai oleh nekrosis dan kalsifikasi (Tomlinson,
2006; Vaughan et al, 2000).
b. Strabismus (18%-22%)
c. Hypopion
11
d. Hyphema
e. Heterochromia
g. Proptosis
h. Katarak
i. Glaukoma
j. Nystagmus
k. Tearing
l. Anisocoria
2.8 Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis harus menanyakan adakah riwayat keluarga yang menderita
kanker apapun, misalnya Ca cervix/mammae, Ca paru. Sifat sel tumor
pleotropik, jadi punya kecenderungan untuk mutasi ke bentuk keganasan
lain (Suhardjo &Hartono, 2012).
2) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis mengungkap adanya visus turun, leukokoria yang
merupakan gejala yang paling mudah dikenali oleh keluarga penderita,
12
strabismus, midriasis, hipopion, hifema, dan nistagmus (Suhardjo &
Hartono, 2012).
3) Pemeriksaan penunjang
a. Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus, maka tumor dapat ditentukan
jenisnya. Namun demikian, tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya
penyebaran sel tumor sehingga tindakan ini jarang dilakukan oleh
dokter spesialis mata (Rahman, 2008).
b. Pemeriksaan dengan anestesi (Examination under anesthesia / EUA)
13
memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih baik, tapi juga
menghindari bahaya terpapar radiasi (Hidayat, 2010).
f. Lumbal punksi
Jika diperkirakan adanya perluasan ke nervus optikus, lumbal punksi
dilakukan. Lumbal punksi tidak di indikasikan pada anak tanpa
abnormalitas neurologis atau adanya bukti perluasan ekstraokular
(Hidayat, 2010).
g. Pemeriksaan histopatologi
Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai
adalah adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes
yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada
diferensiasi sel retina. Homer-Wright rosettes juga sering dijumpai
tetapi kurang spesifik untuk Retinoblastoma karena sering juga
dijumpai pada tumor neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa dijumpai
(Hidayat, 2010).
Sel berproliferasi membatasi lumen sehingga berbentuk seperti roset.
Pada retinoblastoma yang sel roset-nya banyak, biasanya
berdiferensiasi baik, kurang ganas, dan radioresisten. Sedangkan yang
sel roset-nya sedikit, biasanya diferensiasi buruk, ganas, dan
radiosensitif, Tumor terdiri dari sel basophilic kecil (Retinoblast),
dengan nukleus hiperkhromatik besar dan sedikit sitoplasma.
(Suhardjo & Hartono, 2012).
14
3) Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan
differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan
sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.
15
g. Toxocariasis
h. Toxoplasmic retinitis
i. Vitreous hemorrhage
j. Tuberous sclerosis
3. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukokoria
a. Congenital cataract
b. Congenital corneal opacity
c. Persistent hyperplastic primary vitreous
4. Kondisi Lain
a. Orbital cellulitis
b. Traumatic hyphema
Keterangan: RPE = retinal peripheral epithelium; PHPV = persistent
hyperplastic primary vitreous
2.10 Penatalaksanaan
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstra okuler dan adanva tanda-tanda metastasis jauh.
1) Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium
sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh
darah yang menuju ke tumor akan tertutup sehingga sel tumor akan
menjadi mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi
tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk
tumor yang diameternnya 4,5 mm dan ketebalan 2,5 mm tanpa adanya
vitreous seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon atau diode laser
yang dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masing-
masingnya 1 bulan.
2) Krioterapi
16
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan
dengan foto koagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya
tanda-tanda sikatrik korioretina. cara ini akan berhasil jika dilakukan
sebanyak 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.
3) Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.
4) Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kearah korpus vitreus dan
tumor-tumor yang sudah berinvasi ke nervus optikus yang terlihat setelah
dilakukan enakulasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi
perhari 190 - 200 cGy dengan total dosis 4000 - 5000 cGy yang diberikan
selama 4 sampai 6 minggu.
5) Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang
pada perneriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau
mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang
sudah dilakukan eksenterasi dan dengan metastase regional atau metastase
jauh. Kemoterapi juga dapat diberikan pada tumor ukuran kecil dan
sedang untuk rnenghindari tindakan radioterapi. Retinoblastoma study
Group menganjurkan penggunaan carboplastin, vincristine sulfate dan
etopozide phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan cyclosporine
atau dikombinasikan dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine,
etopozide phosphate.
17
a) Kemotermoterapi dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan
dengan termoterapi cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang
berada pada fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi
atau fotokoagulasi laser dapat berakibat teriadinya penurunan visus.
b) Kemoradioterapi adalah kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi
yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
6) Enakulasi bulbi
Dilalukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka
dilakukan eksenterasi (Rahman, 2008).
18
b) Enakulasi bulbi dalakukan apabila tumor yang diffuse pada segmen
posterior bola mata dan yang mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya rekurensi.
4) Tumor yang sudah meluas ke jaringan ekstra okuler maka dilakukan
eksenterasi dan diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
5) Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi saja
(Rahman, 2008)
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
Prognosis dan survival rate sangat tergantung pada stadium klinis tumor pada
saat didiagnosis. Apabila ditemukan dalam stadium dini maka prognosanya
akan lebih baik (Paduppai, 2010).
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
19
Carol et al. 1999. Thermotherapy for Retinoblastoma. Arch Ophthalmol.Vol :
117:885-893
Harbour, William J. 2001. Retinoblastoma: Pathogenesis and Diagnosis in American
Cancer Society. Atlas of Clinical Oncology Tumours of the Eye and Ocular
Adnexa. Vol; 258
Hidayat, R. 2010. Perbandingan Hasil Pengobatan Retinoblastoma antara Tindakan
Kemoterapi diikuti Enukleasi dengan Tindakan Enukleasi diikuti Kemoterapi di
RS H. Adam Malik Medan periode 2008-2009. Tesis. Medan: Departemen Ilmu
Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI: Jakarta
20
Suhardjo & Hartono. 2012. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
UGM : Yogyakarta
Supartoto, A & Utomo, P.T. 2012. Onkologi Mata dan Penyakit Orbita dalam: Ilmu
Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
21