Definisi
Anafilaksis secara jelas diperkenalkan pada tahun 1901 oleh Charles Richet dan
Paul Portier. Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitifitas tipe cepat yang
melibatkan lebih dari satu sistem organ. Anafilaksis adalah reaksi alergi yang dapat
150 kematian akibat reaksi alergi terhadap makanan. Sedangkan 400-800 kematian
setiap tahunnya karena alergi terhadap antbiotik. Di RSUP Sanglah pada tahun
2007-2010, baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama untuk
mengalami reaksi anafilaksis, dan reaksi terbanyak disebabkan oleh obat sebesar
terhadap suatu bahan dimana seorang individu pernah tersensitasi oleh bahan
tersebut. Saat pasien kontak dengan bahan tersebut, histamin, serotonin, tryptase
dan bahan vasoaktif lainnya dilepaskan dari basofil dan sel mast. Reaksi
anafilaktoid secara klinik tak dapat dibedakan dengan anafilaksis, tetapi reaksi ini
dimediasi langsung oleh obat atau bahan tertentu, dan tidak melalui sensitasi
antibodi IgE.
Reaksi hipersensitifitas akut yang melibatkan dua organ atau lebih (sistem
nyawa dan merupakan reaksi alergi dengan onset cepat. Anafilaksis merupakan
reaksi hipersensitifitas sistemik, akut yang dimediasi oleh IgE akibat pelepasan
anafilaksis dimana hal ini menekankan pada onset yang cepat dan tanda dan gejala
yang beragam. Tanda dan gejala anafilaksis biasanya muncul dalam 2 jam setelah
paparan alergen (De silva,2008), biasanya 30 menit pada alergi makanan bahkan
Diantara gejala anafilaksis, manifestasi kutaneus terjadi pada sebagian besar kasus
(Bohlike 2004). Pada sebuah penelitian cohort yang meliputi 2012 pasien anak serta
dewasa dengan anafilaksis, didapatkan bahwa kulit merupakan organ yang paling
sering terkena (84%), diikuti oleh gejala kardiovaskular (72%) dan gejala saluran
nafas (68%). Anafilaksis dapat terjadi tanpa harus melibatkan manifestasi kutan.
Reaksi anafilaksis bifasik dapat terjadi pada 20% kasus meskipun risikonya lebih
rendah (Ellis 2007). Reaksi bifasik muncul dalam 4-12 jam setelah gejala pertama
muncul dan dapat lebih berat. Keterlambatan dalam pemberian adrenalin ataupun
dalam beberapa jam setelah reaksi yang dibandingkan dengan kadar baseline
pasien, level serum tryptase juga dapat normal pada reaksi akibat makanan pada
anak-anak. Sensitisasi IgE pada skin prick test atau uji in vitro juga dapat membantu
Terdapat faktor risiko untuk anafilaksis yakni faktor yang terkait individu dan
bahkan dapat menjadi anafilaksis yang berat bila asma tersebut tidak dikontrol.
Kelainan pada sel mast dan adanya riwayat penyakit kardiovaskular juga
untuk mengalami reaksi alergi yang berat. Pada pasien dengan alergi terhadap
kelainan sel mast seperti mastocytosis dan sindrom aktivasi sel mast.
Diantaranya yang termasuk faktor pencetus ialah demam, infeksi akut, pre
menstruasi dan stress emosional. Penggunaan obat non steroid anti inflammatory
drug (NSAID) dan alkohol dapat pula meningkatkan reaksi alergi terhadap
makanan (Cardona et al, 2012). Pada orang dewasa lebih sering ditemukan reaksi
anafilaksis yang dicetuskan oleh olahraga atau makanan. Namun rekasi anafilaksis
yang dicetuskan oleh latihan atau olahraga yang sama tidak selalu menimbulkan
latihan fisik
alkohol
Penggunaan obat-obatan
NSAID
ACE inhibitor
β blocker
Faktor spesifik pasien
infeksi
siklus menstruasi
stress psikogenik
penyakit kardiovaskular
Adrenaline
untuk menangani hipotensi dan edema mukosa, β 1 reseptor meningkatkan laju dan
diberikan pada pasien yang menunjukkan gejala reaksi anafilaksis terlebih lagi
anafilaksis bahkan pada usia lanjut dan yang memilki penyakit jantung.
diberikan dengan dosis 0,01 ml/kg berat badan sampai dosis maksimal 0,3 ml
dimana dosis ulangan dapat diberikan selang 5 menit. Pasien yang dirasa
memerlukan dosis ulangan adrenalin dapat diberikan melalui infus, namun hal ini
hanya dilakukan bila pasien tidak stabil setelah pemberian injeksi adrenalin
intramuscular ulangan dan diberikan oleh tenaga medis yang ahli dalam
darah.
b. Intervensi lini II
Posisi
pasien sesak napas maka data diposisikan duduk. Bila terdapat instabilitas sirkulasi
maka posisi tidur dengan kaki ditinggikan untuk meningkatkan volume sirkulasi.
Bila pasien hamil, dapat diposisikan miring sedikit ke kiri dengan kaki diusahakan
agar tetap lebih tinggi. pasien tidak sadar dapat diposiskan dalam posisi pulih pasca
resusitasi.
Oksigen
Oksigen aliran tinggi dengan menggunakan masker diberikan untuk pasien dengan
reaksi anafilaksis.
Cairan
inttramuskular (im) adalah terapi lini pertama namun pada setting rumah sakit ,
mengi yang ringan dapat diterapi dengan menggunakan inhalasi β2 agonis kerja
cepat saja, namun adrenalin harus diberikan apabila dalam 5 menit tidak ada
perbaikan.
c. Intervensi lini III
Antihistamin H1 dan H2
Antihistamin sistemik dapat digunakan untuk mengurangi gejala pada bagian kulit
manfaat tambahan dalam mengurangi gejala pada kulit. pada beberapa kasus
intravena chlorpheniramine (10 mg) atau dipenhidramin (25-50 mg), cetirizine intra
Glukokortikosteroid
Golongan obat ini biasa diberikan pada kasus reaksi anafilaksis karena dapat
mencegah beratnya gejala anafilaksis terlebih untuk pasien yang memiliki riwayat
asma dan reaksi bifasik. namun hal tersebut belum terbukti secara jelas dan onset
Glukagon
Glukagon dapat diberikan pada pasien yang tidak responsif terhadap adrenaline,
5. Monitoring
Pasien yang datang dengan gangguan pernapasan harus dimonitor paling tidak
selama 6-8 jam. pasien dengan hipotensi memerlukan monitoring ketat selama 12-
24 jam. di RSUP Sanglah bagian anak pasien dengan reaksi anafilaksis dirawat
6. Upaya pencegahan
kesehatan terdekat.
melakukan tes terhadap pemicu alergi adalah 3- 4 minggu setelah episode akut
anafilaksis. Pasien dengan hasil negatif perlu dites lagi beberapa minggu/bulan
anafilaksis perlu dikonfirmasi lagi dengan alergen skin test dan/atau mengukur
> 6 kali dalam 1 tahun atau >2 kali dalam 2 bulan dipertimbangkan untuk
Imbawan Eka, Suryana Ketut, Suadarmana Ketut. Asosiasi Cara Pemberian Obat
dengan Onset dan Derajat Klinis Reaksi Hipersensitifitas Akut/Anafilaksis pada
Penderita yang Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar Bali. J Penyakit Dalam
2010;vol.11:135-139.
Estele, et.al. World Allergy Organization Anaphylaxis Guidelines: 2013 Update Of
The Evidence Base. Int Arch Allergy Immunol 2013;162:193– 204.
Wimazal F, Geissler P, Shnawa P, Sperr WR, Valent P. Severe life-threatening or
disabling 27 anaphylaxis in patients with systemic mastocytosis: a single-center
experience. International 28 Archives of Allergy & Immunology
2012;157(4):399-405.
Sampson HA, Munoz-Furlong A, Campbell RL, Adkinson NF, Jr., Bock SA, Branum
A, Brown 13 SGA, Camargo CA, Jr., Cydulka R, Galli SJ, Gidudu J, Gruchalla RS,
Harlor AD, Jr., Hepner DL, 14 Lewis LM, Lieberman PL, Metcalfe DD, O'Connor
R, Muraro A, Rudman A, Schmitt C, Scherrer 15 D, Simons FE, Thomas S, Wood
JP, Decker WW. Second symposium on the definition and 16 management of
anaphylaxis: summary report—Second National Institute of Allergy and 17
Infectious Disease/Food Allergy and Anaphylaxis Network symposium.[Reprint
in Ann Emerg 18 Med. 2006 Apr;47(4):373-80; PMID: 16546624]. J Allergy
Clin Immunol 2006;117:391-7.
de Silva IL, Mehr SS, Tey D, Tang MLK. Paediatric anaphylaxis: a 5 year retrospective
review. Allergy 2008;63:1071-6.
Bohlke K, Davis RL, DeStefano F, Marcy SM, Braun MM, Thompson RS.
Epidemiology anaphylaxis among children and adolescents enrolled in a health
maintenance organization. J Allergy Clin Immunol 2004;113:536-42
Ellis AK, Day JH. Incidence and characteristics of biphasic anaphylaxis: A prospective
26 evaluation of 103 patients. 2007;98:64-9.
Cardona V, Luengo O, Garriga T, Labrador-Horrillo M, Sala-Cunill A, Izquierdo A,
Soto L, 2 Guilarte M. Co-factor-enhanced food allergy. Allergy 2012 Oct
1;67(10):1316-8
Simons FE, Sheikh A. Anaphylaxis: the acute episode and beyond. BMJ 2013;346:602
Ellis BC, Brown SG. Parenteral antihistamines cause hypotension in anaphylaxis.
Emerg Med 14 Australas 2013 Feb 1;25(1):92-3.