Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ibu adalah sosok perempuan yang paling berjasa dalam kehidupan seorang anak

termasuk kita. Dari merekalah lahir generasi-generasi penerus bangsa. Tidak ada

perumpamaan seindah apapun yang sebanding dengan realita kasih sayang yang ibu

berikan dengan tulus kepada kita anak-anaknya. Ibu merupakan salah satu anggota

keluarga yang berperan sangat penting mengatur seluruh kepentingan anggota

keluarga lainnya baik pendidikan anak dan kesehatan seluruh anggota keluarga.

Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu merupakan anggota keluarga yang

perlu diprioritaskan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya

kesehatan ibu penting untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan

angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang perlu dalam

menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara.

AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab

kematian terkait dengan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk

kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa

nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per

100.000 kelahiran hidup. Proses penanganan persalinan (melahirkan) yang panjang

atau partus lama merupakan bagian yang paling mempengaruhi kejadian AKI.

Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di

Indonesia sebesar 9%. Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat

masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang (Joseph,

1
2010). Salah satu negara berkembang yang dimaksud adalah Indonesia. Dari hasil

survei (SKRT 2012) diketahui bahwa partus lama merupakan komplikasi penyebab

kematian ibu yang terbanyak nomor 5 di Indonesia (Amiruddin, 2013). Berdasarkan

data Kemenkes (2017) terjadi 1.712 kasus kematian ibu saat proses persalinan.

Berdasarkan pengambilan data awal di Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo

terdapat Angka Kematian Ibu (AKI) dari 243,3/100.000 KH Tahun 2012

diakibatkan oleh persalinan.

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke

dalam jalan lahir sehingga terjadi kelahiran. Kelahiran adalah suatu proses dimana

janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Saifudin, 2006). Persalinan

dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala,

tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat, 2010).

Pada saat persalinan, terjadi kontraksi uterus yang mengakibatkan timbulnya

rasa nyeri (Mander, 2006). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Judha,

dkk, 2012). Secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman,

akibat dari ruda paksa pada jaringan, terdapat pula yang menggambarkan nyeri

sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau menggambar suatu

istilah kerusakan (Judha, dkk, 2012).

Nyeri merupakan proses alamiah dalam persalinan. Nyeri persalinan merupakan

pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus,

2
dilatasi dan penipisan serviks serta penurunan janin selama persalinan (Rompas,

dkk, 2015). Penyebab nyeri pada persalinan meliputi faktor fisiologis dan faktor

psikologis. Respon fisiologis yang tidak teratasi dengan baik akan menimbulkan

masalah berupa respon psikologis. Saat proses persalinan produksi hormon

adrenalin meningkat, sehingga mengakibatkan vasokonstriksi yang menyebabkan

aliran darah ibu ke janin menurun, janin akan mengalami hipoksia sedangkan ibu

akan mengalami persalinan lama dan dapat meningkatkan tekanan sistolik dan

diastolik (Manuaba, 2010).

Saat yang paling melelahkan dan terasa berat, kebanyakan ibu mulai merasakan

nyeri pada saat persalinan adalah pada kala I fase aktif (Danuatmaja dan Meiliasari,

2008). Saat berada di fase ini, nyeri yang dirasakan semakin hebat karena kegiatan

rahim lebih aktif dan kontraksi semakin lama, semakin kuat dan semakin sering.

Sheoran dan Panchal (2015) menyebutkan dari 100 ibu yang bersalin 23%

diantaranya mengalami nyeri hebat. Nyeri hebat yang dirasakan oleh ibu saat

persalinan merupakan hal yang wajar. Namun, jika tidak ditangani maka akan

menyebabkan ibu berada dalam keadaan letih dan lemas sehingga tidak kuat lagi

dalam melalui tahapan persalinan normal bahkan menyerah dan memilih untuk

dilakukan sectio caesaria. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan sangatlah

penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian

proses persalinan berlangsung dengan aman dan baik bagi ibu maupun bagi bayi

yang dilahirkan (Sumarah, dkk, 2009).

Semakin banyaknya wanita yang ingin melahirkan dengan proses persalinan

yang berlangsung tanpa rasa nyeri menyebabkan berbagai cara dilakukan untuk

3
menurunkan nyeri pada persalinan. Ada beberapa metode yang ditawarkan untuk

menurunkan nyeri pada saat persalinan, baik metode farmakologis (menggunakan

obat-obatan) maupun metode non farmakologis (tanpa obat-obatan). Metode

farmakologis sebagian besar merupakan tindakan medis berupa pemberian obat-

obat analgetik, yang dianggap lebih efektif dalam mengurangi nyeri persalinan,

selain lebih mahal juga beresiko mempunyai efek samping bagi ibu maupun

janinnya (Maryunani, 2010). Dengan pertimbangan tersebut, metode non

farmakologis lebih banyak dipilih dan digunakan oleh masyarakat terutama ibu dan

keluarga untuk mengurangi nyeri saat persalinan karena praktis dan mudah

dilakukan. Beberapa metode non farmakologis yang dapat digunakan, antara lain

homeopathy, imajinasi, umpan balik biologis, terapi musik, akupressure,

counterpressure massage, hipnobirthing, relaksasi dan akupuntur, waterbirth, dan

effleurage massage (Danuatmaja dan Meiliasari 2008).

Salah satu metode non farmakologis yang bisa digunakan adalah effleurage

massage. Effleurage massage adalah pijat lambat pada bagian perut, panggul atau

bagian tubuh lainnya selama kontraksi (Murray dan Huelsman, 2013). Effleurage

massage tidak hanya dilakukan untuk manajemen nyeri pada persalinan saja,

namun juga bisa digunakan untuk manajemen nyeri lainnya seperti nyeri post

operasi, kecemasan dan low back pain (beckett, dkk, 2010). Effleurage massage ini

dapat menimbulkan efek relaksasi pada ibu inpartu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Hiba di Semarang

pada tahun 2015, menunjukkan bahwa ada pengurangan tingkat nyeri yang

signifikan dengan adanya perbedaan pada responden sebelum diberikan effleurage

4
massage rata-rata 3,78 dengan nyeri berat yang sudah diberikan effleurage massage

2,96 dengan nyeri sedang. Hasil penelitian Sri dan Endang di Klaten pada tahun

2015, juga menunjukkan bahwa effleurage massage berpengaruh untuk

menurunkan nyeri, dengan rata-rata nyeri persalinan responden sebelum dilakukan

effleurage massage adalah 5,11 dengan tingkat nyeri sedang dan rata-rata nyeri

persalinan sesudah dilakukan effleurage massage sebesar 2 dengan tingkat nyeri

ringan.

Studi pendahuluan pada tanggal 12 September 2018 yang dilakukan peneliti

adalah dengan wawancara pada bidan dan ibu-ibu dengan persalinan kala I di VK

RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto. Dari wawancara tersebut didapatkan hasil, nyeri

yang dirasakan ibu semakin meningkat saat mendekati persalinan. Dan untuk

membantu ibu mengontrol nyeri yang dirasakan, petugas kesehatan hanya

melakukan tindakan mandiri ringan seperti usapan di daerah perut maupun

punggung. Untuk tindakan effleurage massage belum pernah dilakukan oleh

petugas di RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto karena sesuai penjelasan yang ada

petugas yang bertugas belum pernah mendapatkan informasi tentang tindakan non

farmakologis tersebut.

Dari latar belakang peneliti tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh

Effleurage Massage Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Ibu Dengan

Persalinan Kala I Di VK RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto”

5
1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Berdasarkan data Kemenkes (2017) terjadi 1.712 kasus kematian ibu saat

proses persalinan

1.2.2 Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan

atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang (Joseph, 2010)

1.2.3 Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo terdapat Angka Kematian Ibu (AKI)

dari 243,3/100.000 KH Tahun 2012

1.2.4 Persalinan kala I fase aktif nyeri dirasakan sangat hebat karena kegiatan

rahim lebih aktif dan kontraksi semakin lama

1.2.5 Petugas hanya memberikan usapan untuk membantu mengurangi nyeri yang

dirasakan ibu saat persalinan karena petugas belum pernah mendapatkan

informasi tentang effleurage massage.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut, peneliti juga ingin

mengetahui “Apakah ada pengaruh effleurage massage terhadap penurunan tingkat

nyeri pada ibu dengan persalinan kala I di VK RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh effleurage massage terhadap penurunan tingkat nyeri

pada ibu dengan persalinan kala I di VK RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Mengidentifikasi tingkat nyeri sebelum dilakukan effleurage massage

6
1.4.2.2 Mengidentifikasi tingkat nyeri setelah dilakukan effleurage massage

1.4.2.3 Menganalisa pengaruh effleurage massage terhadap penurunan tingkat

nyeri

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

1.5.1.1 Data ilmiah yang diperoleh dalam penelitian diharapkan dapat memberikan

informasi untuk memperkaya pengetahuan ilmiah, tentang pengaruh

effleurage massage terhadap penurunan tingkat nyeri pada ibu dengan

persalinan kala I.

1.5.1.2 Penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan untuk mengadakan penelitian-

penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Bagi ibu yang mengalami persalinan

Menambah pengetahuan ibu yang bersalin tentang penanganan nyeri

persalinan tanpa menggunakan obat-obatan.

1.5.2.2 Bagi Institusi

Bagi rumah sakit terkait penelitian tentang pengaruh effleurage massage

terhadap penurunan tingkat nyeri pada ibu dengan persalinan kala I merupakan

acuan untuk penanganan nyeri dengan teknik non farmakologis.

7
1.5.2.3 Bagi Profesi

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bidan tentang tindakan non

farmakologis dalam mengurangi tingkat nyeri.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN TEORITIS

2.1.1 Persalinan

2.1.1.1 Pengertian

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup ke dunia luar dari rahim maupun di luar

kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan /

kekuatan sendiri (Manuaba, 2010).

Persalinan normal menurut WHO (2010) adalah persalinan yang dimulai

secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetapdemikian selama

proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada

usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi

berada dalam kondisi sehat.

Beberapa pengertian lain dari persalinanspontan dengan tenaga ibu,

persalinan buatan dengan bantuan, persalinan anjuran bila persalinan terjadi tidak

dengan sendirinya tapi dengan pacuan. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada

penyulit (Hidayat, 2010).

9
2.1.1.2 Teori Penyebab Persalinan

1. Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm

meningkat, lebih-lebih sewaktu partus (Winkjosastro, 2012). Pemberian

prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil

konsepsidikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya

persalinan (Manuaba, 2010).

2. Teori Rangsangan Estrogen

Villi koriales mengalami perubahan-perubahan ketika umur kehamilan

mencapi 28 minggu akibat penuaan plasenta, sehingga kadar estrogen dan

progesteron menurun (Winkjosastro, 2012).

3. Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton Hiks

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan

keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim,

sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi

progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas,

sehingga persalinan dimulai (Manuaba, 2010).

4. Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan merenggang dalam batas tertentu.

Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.

Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim,

10
sehingga mengganggu sirkulai utero plasenter dan mengakibatkan degenerasi

(Manuaba, 2010).

5. Teori Berkurangnya Nutrisi

Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippokrates untuk

pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera

dikeluarkan (Winkjosastro, 2012)

2.1.1.3 Tahapan Persalinan

1. Kala I

Yang dimaksudkan dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung

antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien (pasien) masih dapat

berjalan seperti biasa (Oktarina, 2016). Kala I terjadi pada waktu serviks membuka

karena his : kontraksi uterus yang teratur makin lama, makin kuat, makin sering,

makin terasa nyeri disertai pengeluaran darah dan lendir yang tidak lebih banyak

dari darah haid. Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada

pemeriksaan dalam, bibir porsio serviks tidak dapat teraba lagi). Selaput ketuban

biasanya pecah spontan pada saat akhir kala (Manuaba, 2010).

Proses pembukaan serviks sebagai akibat dari his dibagi menjadi 2 fase yaitu:

a. Fase Laten

Awitan fase laten persalinan didefinisikan sebagai keadaan ibu merasakan

adanya kontraksi teratur. Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus berlangsung

11
bersamaan dengan pelunakan dan penipisan serviks. Fase laten disertai pembukaan

serviks yang progresif, walaupun lambat, dan berakhir pada pembukaan antara 3-

5cm. Karakteristik nyeri pada kala I fase laten yaitu memiliki integritas ego senang

dan cemas, nyeri kontraksi sekitar 10-30 detik selama 5-30 menit (Pane, 2014).

Lamanya pembukaan pada fase laten ini sekitar 8 jam (Achidat, 2008). Kontraksi

menjadi lebih stabil selama fase laten sering dengan peningkatan frekuensi, durasi

dan intensitas. Dari mulai terjadi setiap 10-20 menit, berlangsung 15-20 detik,

dengan intensitas ringan hingga kontraksi dengan intensitas sedang yang terjadi

setiap 5-7 menit dan berlangsung 30-40 detik.

Bagi ibu primipara, fase laten tentu akan menjadi fase menyakitkan dan mebuat

emosi ibu menjadi tidak stabil. Tidak berbeda jauh dengan ibu multigravida bahwa

sebenarnya sudah merasakan hal yang sama ketika melahirkan anak pertama, kedua

dan seterusnya namun tidak menutup kemungkinan ibu multigravida bisa

merasakan hal yang sama ketika melahirkan karena pengalaman masa lalu dan

koping yang tidak baik (Varney, 2008).

b. Fase Aktif

Fase aktif adalah periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan hingga

pembukaan menjadi komplet dan mencakup fase transisi. Pada fase ini, integritas

ego lebih serius dan terhanyut pada proses persalinan (Pane, 2014). Kontraksi

selama fase aktif menjadi lebih sering, dengan durasi yang lebih panjang dan

intensitas lebih kuat (Varney, 2008). Ketika persalinan menjadi semakin kuat,

12
serviks akan terus membuka dan kontraksi menjadi lebih kuat dan semakin nyeri,

berlangsung 60 detik atau lebih.

Fase-fase tersebut terjadi pada primigravida. Pada multigravida terjadi hal yang

sama, namun fase-fase tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lebih pendek.

Mekanisme pembukaan serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.

Pada primigravida ostium uteri internum akan mebuka lebih dahulu, sehingga

serviks akan mendatar dan menipis, baru kemudian ostium uteri eksternum

membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium

uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi pada

saat yang sama. Kala I selesai apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada

primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam. Sedangkan pada multigravida

kira-kira 7 jam (Prawirohardjo, 2010).

2. Kala II

Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran. Gejala utama dari kala II

adalah:

a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50-100

detik

b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran

cairan secara mendadak

c. Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi pembukaan lengkap diikuti

dengan keinginan mengejan, karena tertekannya fleksus frankenhauser

13
d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga

terjadi: kepala membuka pintu, subocciput bertindak sebagai hipomoglion

berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka serta kepala

seluruhnya

e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian

kepala pada punggung

f. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan

jalan:

1) Kepala dipegang pada occiput dan dibawah dagu, ditarik cunam kebawah

untuk melahirkan bahu belakang

2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi

3) Bayi lahir diikuti oleh air ketuban

g. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada

multigravida rata-rata 0,5 jam (Manuaba, 2010)

3. Kala III

Manuaba (2010) mengungkapkan setelah kala II, kontraksi uterus berhenti

sekitar 5-10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada

lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah

dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda:

a. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim

b. Tali pusat bertambah panjang

c. Terjadi perdarahan

14
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan pada fundus uteri.

Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir (Manuaba,

2010).

4. Kala IV

Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan

postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan

adalah pemeriksaan ttv, kontraksi uterus dan perdarahan (Manuaba, 2010).

2.1.1.4 Tanda-tanda Persalinan

1. Terjadi Lightening

Menjelang minggu ke 36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri

karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan: kontraksi

Braxton hicks, ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotundum,

gaya berat janin dimana kepala ke arah bawah. Sesak di bagian bawah, terjadinya

kesulitan saat berjalan dan sering BAK (follaksuria) (Oktarina, 2016).

2. Terjadinya His Permulaan

Menurut Oktarina (2016) makin tua kehamilan, pengeluaran estrogen dan

progesteron makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi

yang lebih sering sebagi his palsu. Sifat his palsu antara lain: rasa nyeri ringan

bagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau

pembawa tanda, durasinya pendek. Tanda-tanda timbulnya persalinan (inpartu)

adalah terjadinya his persalinan, keluarnyagender bercampur darah pervaginam

15
(show), kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya, dilatasi dan

effacement. Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara berangsur-

angsur akibat pengaruh his. Effacement adalah pendataran atau pemendekan

kanalis servikalis yang semula panjang 1-2cm menjadi hilang sama sekali,

sehingga tinggal hanya ostium yang tipis seperti kertas.

2.1.1.5 Faktor-faktor Persalinan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan menurut Manuaba (2010),

yaitu:

1. Passage (Jalan Lahir)

Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga

panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat

melalui jalan lahir tanpa adanya rintangan maka jalan lahir tersebut harus

normal.

2. Power

Power merupakan kekuatan atau tenaga untu melahirkan yang terdiri dari his

atau kontraksi uterus dengan tenaga mengedan dari ibu. Power merupakan

tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan

reaksi otot-otot rahim. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri

dari:

16
a. His (Kontraksi Otot Uterus)

Menurut Manuaba (2010) his adalah kontraksi otot uterus ksrens otot-otot

polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu kontraksi otot-otot

rahim menguncup sehingga menjadi teal dan lebih pendek, kavum uteri lebih

kecil serta mendorong janin dan kantung amnion ke arah segmen bawah rahim

dan serviks.

b. Kontraksi dinding perut

c. Kontraksi difragma pelvis atau kekuatan mengedan

d. Ketegangan dan ligamentivus action terutama ligamentum rotundum

3. Passanger

a. Janin

Bagian paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin, posisi dan besar

kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan (Hidayat, 2010).

b. Sikap (habitual)

Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya

terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, dimana

kepala, tulang punggung, dan kaki, dalam keadaan fleksi serta lengan bersilang

ke dada (Winkjosastro, 2012).

c. Letak Janin

Letak janin adalah bagaimana sumbu panjang janin berada terhadap

sumbu ibu, misalnya letak lintang dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu

panjang ibu, bisa letak kepala atau letak sungsang (Winkjosastro, 2012).

17
d. Presentasi

Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian

bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam.

Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu dan sebagainya

(Winkjosastro, 2012).

e. Posisi

Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin

apakah sebelah kiri, kanan depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal

pelvis) (Winkjosastro, 2012).

f. Plasenta

Plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang

atau passanger yang menyertai pada persalinan normal (Winkjosastro, 2012).

4. Psikis (Psikologi)

Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itu benar-benar

terjadi realitas kewanitaan sejati yaitu munculnya rasa bangga bisa melahirkan

atau memproduksi anaknya. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat

akan memperlancar proses persalinan. Dukungan psikologis berupa

mengupayakan terciptanya rasa aman dan nyaman dengan memberikan

sentuhan, penanganan nyeri non farmakologi dan berada di sisi ibu yang

melahirkan. Upaya ini akan membuat persalinan menjadi lebih mudah (Ilmi,

2015).

18
5. Penolong

Peran dari penolong persalinan dalam hal ini adalah mengantisipasi dan

menangani komplikasi yang mungkin akan terjadi pada ibu dan janin. Proses ini

tergantung dari kemampuan atau keahlian dan kesiapan penolong dalam

menghadapi proses persalinan (Herlina, 2010).

2.1.1.6 Mekanisme Persalinan

1. Engagement

Apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas panggul, kepala

dikatakan telah menancap (engaged) pada pintu atas panggul. Pada kebanyakan

wanita primipara, hal ini terjadi sebelum persalinan aktif dimulai karena otot-

otot abdomen masih tegang, sehingga bagian presentasi terdorong ke dalam

panggul (Hidayat, 2010)

2. Penurunan

Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan

terjadi akibat tiga kekuatan, yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan langsung

kontraksi fundus pada janin, dan kontraksi diafragma dan otot-otot abdomen ibu

pada tahap ke dua persalinan. Efek ketiga kekuatan itu dimodifikasi oleh ukuran

dan bentuk bidang panggul ibu dan kapasitas kepala janin untuk bermolase

(Hidayat, 2010).

Tingkat penurunan diukur menggunakan stasiun bagian presentasi. Laju

penurunan meningkat pada tahap ke dua persalinan. Pada kehamilan pertama,

19
penurunan berlangsung lambat, tetapi kecepatannya sama. Pada kehamilan

berikutnya, penurunan dapat berlangsung cepat. Kemajuan penurunan bagian

presentasi dapat diketahui melalui palpasi abdomen (prasat leopold) dan periksa

dalam sampai bagian presentasi terlihat pada introtius.

3. Fleksi

Segera setalah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul,

atau dasar panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan k

arah dada janin. Dengan fleksi, sukoksipitobregmatika yang berdiameter lebih

kecil (9,5 cm) dapat masuk ke dalam pintu bawah panggul (Hidayat, 2010).

4. Putaran Paksi Dalam

Pintu atas panggul ibu memiliki bidang paling luas pada diameter

transversanya. Dengan demikian, kepala janin melalui pintu atas dan masuk ke

dalam panggul sejati dengan posisi oksipitotranversa. Akan tetapi, bidang pintu

bawah panggul yang terluas ialah diameter anteroposterior. Supaya dapat keluar,

kepala janin harus berotasi (berputar pada sumbunya). Putaran paksi dalam

dimulai pada bidang tinggi spina iskiadika, tetapi putaran ini belumselesai

sampai bagian presentasi mencapai panggul bagian bawah. Ketika oksiput

berputar ke arah anterior, wajah berputar ke arah posterior. Setiap kali terjadi

kontraksi, kepala janin diarahkan oleh tulang panggul dan otot-otot dasar

panggul. Akhirnya oksiput berada di garis tengah di bawah lengkung pubis.

Kepala hampir selalu berputar saat mencapai dasar panggul. Baik muskulus

20
levator ani maupun tulang panggul penting untuk putaran anterior (Hidayat,

2010).

5. Ekstensi

Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi ke arah anterior

oleh perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan bawah simfisis pubis,

kemudian kepala muncul keluar akibat ekstensi: pertama oksiput, kemudian

wajah, dan dagu (Hidayat, 2010).

6. Restitusi dan Putaran Paksi Luar

Setelah kepala lahir, bayi berputar sehingga mencapai posisi yang sama

dengan saat ia memasuki pintu atas. Gerakan ini dikenal sebagai restitusi.

Putaran 45 derajat membuat kepala janin kembali sejajar dengan punggung dan

bahunya. Dengan demikian, kepala dapat terlihat berputar lebih lanjut. Putaran

paksi luar terjadi saat bahu engaged dan turun dengan gerakan yang mirip

dengan gerakan kepala. Seperti telah diketahui, bahu anterior turun terlebih

dahulu. Ketika ia mencapai pintu bawah, bahu berputar ke arah garis tengah dan

dilahirkan di bawah lengkung pubis. Bahu posterior diarahkan ke arah perineum

sampai ia bebas keluar dari introitus vagina (Hidayat, 2010).

7. Ekspulsi

Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu

dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral ke arah simfisis pubis.

Ketika seluruh tubuh bayi keluar, persalinan bayi selesai. Ini merupakan akhir

21
tahap kedua persalinan dan waktu saat tubuh bayi keluar seluruhnya, dicatat

dalam catatan medis (Hidayat, 2010).

2.1.2 Nyeri Persalinan

2.1.2.1 Pengertian

Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang

tidak dapat diungkapkan kepada orang lain (Berman, dkk, 2011). Menurut Bare

(2008) nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,

disamping itu nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan

individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya

potensial. Association for the Study of pain mendefinisikan bahwa nyeri

merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang

muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan

adanya.

Pada kehamilan dan persalinan rasa nyeri diartikan sebagai sebuah “sinyal”

untuk memberitahukan kepada ibu bahwa dirinya telah memasuki tahapan

proses persalinan. Rasa nyeri yang dialami selama proses persalinan bersifat

unik pada setiap ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain budaya,

takut, kecemasan, pengalaman persalinan sebelumnya, persiapan persalinan dan

dukungan (Perry dan Bobak, 2004 dalam Judha, dkk, 2012).

Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi

(pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada

22
pinggang, daerah perut dan menjalar ke paha. Kontraksi ini menyebabkan

adanya pembukaan mulut rahim (serviks). Dengan adanya pembukaan serviks

ini maka akan terjadi persalinan (Judha, dkk, 2012). Nyeri persalinan merupakan

pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus,

dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon

fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi,

pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot (Arifin et al., 2015).

2.1.2.2 Fisiologi Nyeri Persalinan Kala I

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi dan pembukaan serviks

hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi 2 fase,

yaitu: fase laten dan fase aktif. Fase laten persalinan dimulai sejak awal kontraksi

yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap,

pembukaan serviks kurang dari 4 cm, biasanya berlangsung hingga dibawah 8

jam. Fase aktif persalinan merupakan frekuensi dan lama kontraksi uterus

umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga

kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau

lebih), serviks membuka dari 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau

lebih per jam hingga pembukaan lengap (10 cm), terjadi penurunan bagian

terbawah janin.

Kontraksi uterus pada persalinan merupakan kontraksi otot fisiologis yang

menimbulkan nyeri pada tubuh. Kontraksi ini merupakan kontraksi yang

involunter karena berada dibawah pengaruh saraf intrinsik, wanita tidak

23
memiliki kendali fisiologis terhadap frekuensi dan durasi (Hidayat, 2010).

Intensitas nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan

yang dibangkitkan. Nyeri ini dialihkan ke dermatom yang disuplai oleh segmen

medulla spinalis yang sama dengan segmen yang menerima input nosiseptif dari

uterus dan serviks. Dermatom adalah daerah tubuh yang dipersarafi oleh spinalis

khusus, misalnya dermatom 12 mengacu pada dermatom torasikus ke 12 (T12).

Nyeri dirasakan sebagai nyeri tumpul yang lama pada awal kala I dan terbatas

pada dermatom torasikus 11 (T11) dan 12 (T12). Kemudian pada kala I

persalinan, nyeri pada dermatom T11 dan 12 menjadi lebih berat, tajam dan

menyebar ke dermatom T10 dan L1. Penurunan kepala janin memasuki pelvis

pada akhir kala I menyebabkan distensi struktur pelvis dan tekanan pada radis

pleksu lumbosakralis, yang menyebabkan nyeri alih pada perjalanan segmen L2

ke bawah. Akhirnya nyeri dirasakan pada L2, bagian bawah punggung dan juga

pada paha dan tungkai. Nyeri juga dapat disebarkan dari pelvis ke area umbilikus

(Patree, 2007 dalam Pane, 2014).

Pada kala II persalinan, misalnya pada perineum dan tekanan pada otot

skelet perineum. Disini, nyeri diakibatkan oleh rangsangan struktur somatic

superficial dan digambarkan sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi, terutama

pada daerah yang disuplai oleh saraf pudendus. Beberapa wanita dapat

mengalami nyeri pada paha dan tungkai mereka, digambarkan sebagai nyeri

tumpul yang lama, terbakar atau kram. Hal ini dapat diakibatkan oleh rangsangan

struktur pada pelvis yang sensitif nyeri dan menyebabkan nyeri ringan yang

dialihkan pada segmen lumbalis bagian bawah (Mander, 2016).

24
2.1.2.3 Respon Tubuh

Nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme fisiologis

sejumlah sistem tubuh yang selalu menyebabkan respons stres fisiologis yang

umum dan menyeluruh (Mander, 2016).

2.1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan

1. Internal

a. Pengalaman nyeri

Pengalaman melahirkan sebelumnya dapat mempengaruhi respon ibu

terhdapa nyeri. Ibu yang mempunyai pengalaman nyeri yang tidak

menyenangkan dan sangat menyakitkan serta sulit dalam persalinan

sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada persalinan sebelumnya akan

mempengaruhi sensitifitasnya terhadap nyeri yang dirasakan (Judha, dkk, 2010).

b. Usia

Kondisi psikologis yang masih cenderung naik dan turun saat usia muda

bisa memicu terjadinya kecemasan yang tinggi dan nyeri yang dirasakan lebih

berat. Usia merupakan salah satu faktor menentukan toleransi terhadap nyeri,

toleransi akan meningkat sering bertambahnya usia dan pemahaman terhadap

nyeri (Mander, 2016).

c. Persiapan persalinan

Persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan takut dan

cemas akan nyeri yang dirasakan saat persalinan, sehingga ibu yang akan

25
bersalin dapat memilih metode atau teknik latihan yang dapat mengurangi

kecemasan dan nyeri yang dirasakan (Mander, 2016).

d. Emosi

Perasaan cemas dan takut dalam menghadapi persalinan secara fisiologis

dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit

(Sondakh, 2013).

2. Eksternal

a. Agama

Semakin kuat kualitas keimanan seseorang, mekanisme pertahanan tubuh

terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan dengan kondisi psikologis yang

relatif stabil (Judha, dkk, 2012).

b. Budaya

Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya

individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin (Pilliteri, 2003

dalam Judha, dkk, 2012).

c. Dukungan Sosial dan Keluarga

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan.

Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetap akan mengurangi rasa kesepian dan

kekuatan (Judha, dkk, 2012).

d. Sosial Ekonomi

26
Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat membantu mengatasi

rangsang nyeri yang dialami. Keadaan ekonomi yang kurang, pendidikan yang

rendah, informasi yang minimal dan kurang sarana kesehatan yang memadai

akan menimbulkan ibu kurang mengetahui bagaimana mengatasi nyeri yang

dialami dan masalah ekonomi berkaitan dengan biaya dan persiapan persalinan

sering menimbulkan kecemasan tersendiri dalam menghadapi persalinan (Judha,

dkk, 2012).

e. Komunikasi

Komunikasi tentang penyampaian informasi yang berkaitan dengan hal-hal

seputar nyeri persalinan, bagaimana mekanismenya, apa penyebabnya, cara

mengatasi dan apakah hal ini wajar akan memberikan dampak yang positif

terhadap manajemen nyeri. Komunikasi yang kurang akan menyebabkan ibu dan

keluarga tidak tahu bagaimana yang harus dilakukan jika mengalami nyeri saat

persalinan (Judha, dkk, 2012).

2.1.2.5 Pengukuran Intensitas Nyeri

Tingkat nyeri persalinan digambarkan dengan intensitas nyeri yang

dipersepsikan oleh ibu saat proses persalinan. Menurut Brunner dan Suddarth

(2008), individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan

karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya.

Intensitas rasa nyeri persalinan bisa ditentukan dengan cara menanyakan

tingkatan intensitas atau merujuk pada skala nyeri (Judha, dkk, 2012).

1. Skala Intensitas Nyeri

27
a. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


Nyeri Ringan Sedang Hebat Sangat Tidak
Hebat Terkon
trol

Gambar 2.1 skala deskripsi intensitas nyeri


Sumber : (Judha, dkk, 2012)

Skala ini, nyeri dideskripsikan dari ‘tidak nyeri’ sampai ‘nyeri yang tidak

tertahankan’. Dengan skala ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori

untuk mendeskripsikan nyeri. Pasien akan diminta oleh perawat untuk

menentukan nyeri yang dirasakan berada di posisi yang mana.

b. Skala Analog Visual

Tidak ada nyeri Nyeri hebat

Gambar 2.2 Skala analog visual nyeri


Sumber : (Judha, dkk, 2012)
Skala analog visual merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas

nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap

ujungnya.

c. Skala Intensitas Nyeri Numerik

28
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri sedang Nyeri paling hebat
Gambar 2.3 Skala nyeri numerik
Sumber : (Judha, dkk, 2012)

Pada skala ini, intensitas nyeri dibedakan menjadi lima, yaitu:

0 : tidak nyeri

1–3 : nyeri ringan

4–6 : nyeri sedang

7–9 : nyeri berat

10 : nyeri sangat berat

(Potter dan Perry, 2005)

Skala penilaian numerik paling sering digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsian kata. Klien menilai nyeri dari skala 0-10. Skala intensitas nyeri

ini paling efektif digunakan untuk mengkaji nyeri sebelum dan sesudah

intervensi diberikan.

2.1.3 Manajemen Nyeri Non-Farmakologis

2.1.3.1 Terapi Aroma

29
Menghirup aroma minyak esensial bisa mengurangi ketegangan, terutama

pada persalinan tahap awal. Bau-bauan yang menyenangkan dapat membuat ibu

merasa nyaman serta relaksasi pada tubuh dan fikiran ibu akan mereduksi nyeri

dan cemas, sehingga nyeri akan berkurang (Judha, dkk, 2012).

2.1.3.2 Relaksasi

Menurut Ardhiyanti, Pitriyani, & Damayanti, (2014) ada 3 jenis relaksasi

yang dapat membantu ibu dalam bersalin:

1. Relaksasi Progresif

Latihan ini dilakukan dengan cara sengaja mengencangkan sekelompok otot-

otot tunggal (misalnya lengan, tungkai, wajah) sekuat mungkin

melepaskannya secara sekunder. Otot-otot dikencangkan secara berurutan

dan progresif dan satu ujung bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya.

2. Relaksasi Terkendali

Latihan ini dilakukan dengan cara mengupayakan sekelompok otot

berkontraksi dan mempertahankan kelompok otot yang lain berelaksasi.

30
3. Mengambil dan mengeluarkan nafas

Teknik ini dilakukan pada saat ibu berdiri dan mengambil nafas dalam dan

kemudian mengeluarkan semuanya dengan suatu hembusan kuat setelah

kontaksi selesai.

2.1.3.3. Massage

Massage adalah penekanan oleh tangan pada otot atau ligamen tanpa

menyebabkan pergeseran sendi atau perubahan posisi untuk menurunkan nyeri,

menghasilkan relaksasi atau meningkatkan sirkulasi (Wiyoto, 2011). Dasar teori

massage ini berdasarkan teori gate control yang dikatakan oleh Melzak dan Wall

bahwa sinaps bekerja seperti pintu masuk untuk mengijinkan impuls masuk ke otak,

disini terjadi peningkatan aktifitas substania gelatinosa akibat rangsangan dari akar

ganglion dorsalis. Peningkatan aktifitas substania gelatinosa ini mengakibatkan

tertutupnya pintu, sehingga aktifitas sel T terhambat dan akan menghambat

hantaran nyeri (Musrifatul & Hidayat, 2008).

Massage adalah salah satu metode non farmakologi yang dapat dilakukan

untuk mengurangi nyeri dalam persalinan. Pijatan atau usapan yang lembut dapat

membuat ibu merasa nyaman dan rileks selama persalinan yang disebabkan karena

tubuh melepaskan hormon endorphin juga sebagai pereda sakit yang alami

(Danuatmadja, 2004 dalam Pane, 2014). Beberapa macam massage yang dapat

digunakan untuk mengurangi nyeri persalinan adalah:

31
1. Effleurage Massage

a. Definisi

Menurut penejelasan Wiyoto (2011) effleurage merupakan suatu gerakan

dengan mempergunakan seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagian-

bagian tubuh yang digosok. Sedangkan menurut Murray dan Huelsman (2013)

effleurage adalah pijatan lambat perut atau bagian tubuh lain selama kontraksi

berlangsung.

b. Tujuan dan Manfaat effleurage massage

Teknik effleurage massage ini bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi

darah, menghangatkan otot abdomen, memberikan tekanan dan meningkatkan

relaksasi fisik (Jurnal Occupational and Environment Medicine, 2008 dalam Pane

2014).

Adapun manfaat dari tindakan tersebut adalah

1) Effleurage massage dapat meningkatkan produksi oksitosin endogen, sehingga

merangsang kontraksi uterus (Sinkin, 2011)

2) Dapat meningkatkan oksitosin yang bisa menimbulkan kenyamanan dan

kepuasan (Pane, 2014)

3) Sentuhan ringan pada abdomen, panggul ataupun bagian tubuh lainnya dapat

meningkatkan kekuatan atau frekuensi kontraksi (Stager, 2011)

4) Massage ini dapat menurunkan hormon stress, kecemasan dan meningkatkan

hormon oksitosin (Wiyoto, 2011)

32
c. Posisi Ibu dan Lokasi dilakukan Effleurage Massage

Metode effleurage memperlakukan pasien dalam posisi miring, setengah

duduk atau supine, lalu letakkan kedua telapak tangan pada perut dan secara

bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat ke simpisis atau dapat juga

menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan melingkar atau satu arah

(Maemunah, 2009 dalam Pane, 2014).

Effleurage massage bisa juga dilakukan pada bagian punggung, panggul

maupun bagian tubuh lainnya. Teknik ini menimbulkan efek relaksasi, dengan

menggunakan usapan lembut dan ringan tanpa tekanan kuat, melibatkan interaksi

yang kuat antara pikiran, tubuh dan jiwa (van der Riet, 2011). Effleurage massage

dapat dikaitkan dengan teori gate control, dimana teori ini mengatakan bahwa

sentuhan dan nyeri jika dirangsang bersamaan, sensasi sentuhan akan berjalan ke

otak dan menutup pintu gerbang pada otak, sehingga ada pembatasan persepsi pada

nyeri. Sentuhan ringan ini juga mempunyai efek distraksi dan meningkatkan

hormon edorphin sehingga ibu yang mengalami nyeri pada persalinan merasakan

kenyamanan karena adanya relaksasi otot (Monsdragon, 2004 dalam Pane, 2014).

Pada persalinan, massage effleurage dilakukan dengan menggunakan ujung

jari yang tidak putus-putus dari permukaan kulit, usapan dilakukan dengan ringan

dan tanpa tekanan yang kuat. Seorang pendamping persalinan yang melakukan

pemijatan bisa melakukan usapan menggunakan ujung-ujung jari telapak tangan

dengan gerak arah membentuk pola gerakan seperti kupu-kupu pada abdomen

seiring dengan pernafasan abdomen (Potter & Perry, 2005).

33
2. Deep Back Massage

Deep back massage adalah penekanan pada daerah sacrum dengan sedikit

mendalam dengan menggunakan telapak tangan. Metode deep back massage

memperlakukan pasien berbaring miring, kemudian bidan atau keluarga pasien

menekan daerah sacrum secara mantap dengan telapak tangan, lepaskan lagi dan

tekan lagi, begitu seterusnya (Maemunah, 2009 dalam Pane, 2014).

3. Firm Counter Pressure

Firm counter pressure adalah penekanan pada daerah sacrum dengan

menggunakan tangan yang dikepalkan. Metode firm counter pressure

memperlakukan pasien dalam kondisi duduk kemudian bidan atau keluarga pasien

menekan sacrum secara bergantian dengan tangan yang dikepalkan secara mantap

dan beraturan (Maemunah, 2009 dalam Pane, 2014).

34
2.1.4 Kerangka Berpikir

2.1.4.1 Kerangka Teori


Tindakan
Farmakologis

Teori Penyebab Persalinan Nyeri


Persalinan Kala I
1. Teori Prostaglandin
2. Teori Rangsangan
Estrogen Tindakan Non
3. Teori Reseptor Farmakologis
Oksitosin dan Penurunan
1. Effleurage
Kontraksi Braxton Tingkat
Massage
Hiks Nyeri
4. Teori Keregangan 2. Deep Back
Massage
5. Teori berkurangnya
Nutrisi 3. Firm Counter
Pressure

Gambar 2.4 Skema Kerangka Teori


Sumber : Manuaba, 2010

35
2.1.4.2 Kerangka Konsep

Effleurage Penurunan Tingkat

Massage Nyeri

Gambar 2.5 Skema Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Yang Mempengaruhi

: Variabel Dependen

2.1.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh effleurage massage

terhadap penurunan tingkat nyeri pada ibu dengan persalinan kala I di VK RSUD

Dr. M.M. Dunda Limboto.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di ruangan VK Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Mansyoer Mohamad Dunda Limboto. Waktu penelitian akan

dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2018.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

metode quassi eksperimen dengan pendekatan One group Pretest-Posttest Design

yaitu rancangan pada suatu kelompok yang telah dilakukan observasi pertama

namun tidak ada kelompok pembanding (kontrol), pada kelompok ini dilakukan

pengujian perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen

(Notoatmodjo, 2012).

01 X 02

Gambar 3.1 Desain Penelitian One group Pretest-Posttest


Design
Keterangan :

01 = sebelum diberikan effleurage massage

X = diberikan effleurage massage

02 = sesudah diberikan effleurage massage

37
3.3 Variabel Penelitian

Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa variabel penelitian adalah suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Variabel yang diteliti terdiri atas :

1. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel bebas yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono,

2017). Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah effleurage massage.

2. Variabel dependen

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017). Adapun

variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat nyeri.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi
N Alat Hasil
Variabel Operasion Cara Ukur Skala
o Ukur Ukur
al
1. Variabel Memberika SOP - - -
independ n pijatan (Standar
en atau Operasi
effleurag gosokan onal)
e lembut
massage

38
2. Variabel Nyeri yang Lembar Mengukur Skala Ordinal
dependen dirasakan Observa skala nyeri nyeri :
tingkat ibu saat si Skala klien setelah 0 (tidak
nyeri persalinan Nyeri dilakukan nyeri)
kala I Numeri massage
k 1-3 (nyeri
ringan)

4-6 (nyeri
sedang)

7-9 (nyeri
berat)

10 (nyeri
sangat
berat)

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subjek yang

menjadi kuantitas dan karakter tertentu yang telah ditentukan peneliti untuk ditarik

kesimpulan (Sugiyono, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan

persalinan kala I. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, didapatkan jumlah

rata-rata ibu bersalin perbulannya 80-85 orang.

3.5.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Nonprobability

sampling dengan pendekatan Accidental Sampling. Dimana pada teknik ini sampel

yang diambil tidak berdasarkan perncanaan, melainkan karena spontanitas (Donsu,

2016).

Dalam penelitian ini ibu dengan persalinan kala I yang memenuhi kriteria

yang ditemukan peneliti di VK RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto dijadikan sampel

39
utama. Adapun kriteria yang digunakan yaitu karakteristik calon sampel yang layak

untuk diteliti adalah ibu bersalin yang berada pada fase aktif dengan pembukaan 4

sampai 10 cm, partus spontan, kehamilan dan persalinan tanpa penyulit serta

bersedia untuk dijadikan responden.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan

pengambilan data awal rata-rata ibu bersalin di RSUD Dr. M.M. Dunda limboto.

Setelah itu peneliti akan mengirimkan surat permohonan untuk dapat melakukan

penelitian di RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto. Setelah mendapatkan izin kemudian

peneliti akan mulai melakukan penelitian. Sebelumnya peneliti akan

memperkenalkan diri dan menjelaskan SOP tindakan pada calon responden dan

bidan pelaksana yang bertugas di ruangan VK (Verlos Kamer) karena dalam

penelitian ini yang akan melakukan tindakan effleurage massage ke pasien adalah

tenaga bidan yang bertugas di tempat itu dengan kualifikasi pendidikan D-III

kebidanan dan peneliti sebagai observer.

Peneliti akan melihat keadaan ibu bersalin yang sudah memasuki fase aktif

dan ibu berada dalam pembukaan berapa. Selanjutnya peneliti akan

memperkenalkan diri pada calon responden dan menjelaskan tujuan dan manfaat

dari effleurage massage serta meminta kesediaan ibu untuk menjadi responden. Jika

ibu bersedia peneliti akan langsung menunjukkan skala nyeri sekaligus menjelaskan

keterangan dari masing-masing skala tersebut dan meminta ibu untuk menunjukkan

di skala nyeri berapa yang dirasakan. Tindakan effleurage massage ini masih bisa

dilakukan saat ibu merasakan nyeri pada skala 7-9 (nyeri berat).

40
Pada saat ibu mengalami kontraksi bidan akan melakukan tindakan

effleurage massage berkisar 3-5 menit dan akan dilakukan berulang-ulang selama

fase aktif berlangsung kurang lebih 20-30 menit. Setelah dilakukan tindakan

peneliti akan kembali melakukan penilaian skala nyeri pada ibu tersebut.

3.5.3 Sumber Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil

pengukuran, pengamatan, survey dan lain-lain (Setiadi, 2013). Data

primer dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari hasil

wawancara dengan ibu-ibu yang telah mengalami persalinan di Ruang

VK RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang/badan/instasi yang

secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2013). Data sekunder dalam

penelitian ini yaitu data dari RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto

3.5.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan dalam sebuah

penelitian (Ntoatmodjo, 2018). Ada beberapa jenis alat ukur seperti kuesioner,

angket, wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan

lembar observasi skala nyeri numerik menurut Perry & Potter (2015) dengan 0 =

tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = nyeri

sangat berat.

3.6 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data

41
3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

SPSS (Software Product and Service Solution) agar uji statistik yang diperoleh

lebih akurat.

3.6.2 Teknik Analisa Data

Notoatmodjo (2018) menjelaskan bahwa teknik analisa data bertujuan untuk

memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan

penelitian. Teknik analisa data terbagi dua yaitu :

1. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate tergantung dari

jenis datanya. Dalam penelitian ini yang menjadi analisis univariate adalah

distribusi frekuensi dan persentase dari effleurage massage.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi. Analisa bivariat dalam penelitian ini yaitu

untuk mengetahui pengaruh effleurage massage terhadap penurunan tingkat nyeri

persalinan. Uji t-dependen digunakan untuk melihat pengaruh intensitas nyeri

persalinan kala I.

42
3.7 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan
(Pengambilan data awal)

Ujian Proposal

Permohonan Izin Penelitian


pada pihak RSUD Dr.
M.M.Dunda Limboto

Informed Consent

Bersedia Tidak Bersedia

Ibu dengan persalinan kala I


diobservasi skala nyeri
Tanpa Nama
sebelum diberikan tindakan
sebagai pretest

Kerahasiaan
Dilakukan tindakan
effleurage massage

Ibu dengan persalinan kala I


diobservasi skala nyeri
sesudah diberikan tindakan
sebagai posttest

Pengumpulan data dan Analisa Data


pengelolaan data (SPSS) Hasil

Gambar 3.2 Skema alur penelitian

43
3.8 Etika Penelitian

Notoatmodjo (2018) menjelaskan bahwa etika penelitian sebagai berikut :

1. Hak untuk dihargai privacy-nya

Semua orang mempunyai hak untuk memperoleh privacy atau kebebasan

pribadinya. Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan waktu responden saat

melakukan wawancara.

2. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan

Apabila responden memberikan informasi ke peneliti dan peneliti kemudian

mengolahnya maka bentuknya bukan informasi individual dari orang per orang

dengan nama tertentu, tetapi dalam bentuk agregat atau kelompok responden.

Maka, nama responden pun tidak perlu dicantumkan, cukup dengan kode-kode

terterntu saja.

3. Hak memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan

Apabila informasi yang diberikan itu membawa dampak terhadap keamanan

atau keselamatan bagi dirinya atau keluarganya maka peneliti harus bertanggung

jawab terhadap akibat tersebut.

4. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi

Apabila semua kewajiban telah dilakukan, dalam arti telah memberikan


informasi yang diperlukan oleh peneliti atau pewawancara, respondek berhak
menerima imbalan atau kompensasi dari pihak pengambil data atau informasi.

44

Anda mungkin juga menyukai