Anda di halaman 1dari 8

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and

Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS)


LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB
Mufrida Meri 1) , Hendra Risda Eka Putra 2)
1)
Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Padang
Jalan Raya Lubuk Begalung – Padang
2)
Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Padang

Jalan Raya Lubuk Begalung – Padang

email : mufridameri@upiyptk.ac.id1), hendrarisda@gmail.com2)

Abstrak
Survei awal dilakukan pada pekerja industri kerupuk dibagian penggorengan dan pengukusan,
dimana pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan pada suhu yang cukup tinggi serta belum
dilakukan upaya pengendalian akibat tekanan panas (heat stress) tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah iklim kerja di industri kerupuk sudah sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan
oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Tansmigrasi dengan menggunakan parameter Indeks Suhu Basah dan
Bola (ISBB) serta upaya pengendaliannya.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi paparan tekanan panas di bagian pengukusan tinggi
yaitu 27,61 °C dan hal yang sama juga terdapat pada area penggorengan yaitu 28,79 °C, kedua area ini telah
melebihi NAB, di mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang
Nilai Ambang Batas faktor fisik ditempat kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang yang bekerja
secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 °C. Sedangkan untuk kelembaban di
area pengukusan dan penggorengan masih di dalam rentang Nilai Ambang Batas yakni rata-rata kelembaban
relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan 92,84 % dengan Nilai Ambang
Batas berada pada kisaran 60-95%.
Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalian panas dilingkungan kerja dengan mengevaluasi
design bangunan pabrik, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang yang dilakukan.

Kata Kunci:Indeks Suhu Basah dan Bola, heat stress, Perbaikan lingkungan kerja

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperature luar jika perubahan temperature
luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan normal
tubuh (Sedarmayanti, 2011). Menurut Grantham dalam (Tarwaka, Dkk : 2004) reaksi fisiologis akibat
paparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sederhana sampai dengan
terjadinya penyakit. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakannya melalui Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas)
Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Tapi pada kenyataannya masih banyak para pelaku usaha terutama
usaha menengah tidak terlalu memperhatikan hal ini. Penyebabnya mungkin karena kurangnya pengertian
tenaga kerja maupun pengelola industri terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja.
Survei awal yang dilakukan pada pekerja industri kerupuk di bagian penggorengan dan pengukusan,
diketahui bahwa pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan pada suhu yang cukup tinggi serta belum
dilakukan upaya pengendalian akibat tekanan panas (heat stress) tersebut. Pekerja berada di dalam satu
ruangan berukuran 8 meter x 6 meter, di mana terdapat 4 tungku pembakaran yang diletakkan di beberapa
titik dalam lingkungan pabrik secara memanjang. Akibat suhu panas, para pekerja di tempat tersebut
menghasilkan keringat yang cukup banyak, akibatnya para pekerja menjadi banyak minum untuk mengatasi
kelelahan. Jika hal ini diabaikan akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang akhirnya dapat
menurunkan produktivitas kerja. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah iklim kerja di
tempat tersebut sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah atau tidak, dan bagaimana
266
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

upaya pengendalian heat stress pada pekerja industri kerupuk Palembang Jaya yang berada di Desa Kampung
Guci Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung.
Salah satu parameter pengukuran suhu lingkungan panas adalah dengan Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB). Standar pengukuran iklim kerja panas dengan parameter indeks suhu basah dan bola mencakup
prinsip pengukuran, peralatan, prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan perhitungan yang terdiri dari
parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Standar pengukuran ini merupakan
cara pemantauan tempat kerja yang mempunyai potensi bahaya bagi tenaga kerja yang bersumber dari iklim
kerja panas.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah iklim kerja di industri kerupuk Palembang Jaya sudah sesuai dengan nilai ambang batas yang
ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Tansmigrasi dengan menggunakan parameter Indeks Suhu
Basah dan Bola (ISBB).
2. Bagaimana upaya pengendalian Heat Stress melalui evaluasi iklim lingkungan kerja panas melalui dan
perancangan lingkungan kerja yang mempertimbangkan kaitan antara manusia dengan lingkungan
kerjanya.

1.3 Batasan Masalah


Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Suhu panas yang diterapkan pada responden menggunakan nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu
Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER.
13/MEN/X/2011.
2. Penelitian dilakukan pada dua titik yaitu pada area penggorengan, dan area pengukusan. Meliputi
pengukuran suhu termometer bola, suhu basah alami, suhu kering dan sebagai pertimbangan lainnya
dilakukan pengukuran tingkat kelembaban diarea tersebut.
3. Kuisioner disebar pada pekerja yang sudah mengalami proses aklimatisasi, dimana pekerja yang baru di
lingkungan kerja panas butuh waktu untuk beraklimatisasi minimal 2 minggu kerja.
4. Kuisioner diberikan kepada semua pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan dengan jumlah 7
orang yang sudah memenuhi kriteria diatas.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi masalah-masalah ergonomi yang berkaitan dengan iklim di lingkungan kerja.
2. Mengetahui apakah iklim kerja diindustri kerupuk Palembang Jaya sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
3. Mencari alternatif pemecahan masalah dalam upaya mengurangi resiko akibat iklim dilingkungan kerja
panas.

2. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas
. Reaksi fisiologis yang belebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampi
dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu
lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagi berikut :
1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian
dan lain-lain.
2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu gejala kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik
oleh penggantian cairan tubuh yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan
cairan tubuh <1,5% gejalanya tidak Nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.
3. Heat rash, yakni keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit yang
selalu basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan
menggunakan bedak penghilang keringat.
4. Heat cramps merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum
terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
5. Heat syncope atau fainting , keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak culup karena
sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan
suhu tinggi.

267
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

6. Heat exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan
garam. Gejala mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya bayak dialami
oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

2.2 Penilaian Lingkungan Kerja Panas


Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai. Berikut, menurut
Suma’mur dalam (Hikmah Ridah :2008) :
1. Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja
enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan
suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu
Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil
metabolisme.
2. Indeks suhu basah bola (Wet Bulb Globe Temperature Index).
3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (=predicated-4-hour sweetrate disingkat P4SR), yaitu
banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan
gerakan udara serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-
pekerjaan.
4. Indeks Belding-Hatch, dihubungkan dengan kemampuan berkeringat dari orang standard. Untuk
menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran suhu kering dan basah, suhu globe
termometer, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan.
Salah satu parameter pengukuran suhu lingkungan panas adalah dengan menilai Indeks Suhu Basah dan
Bola (ISBB) yang terdiri dari parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Indeks
Suhu Bola Basah digunakan untuk mencegah kerumitan prosedur dalam menentukan Indeks Suhu Efektif
atau Effective Temperature Index (ET) yang merupakan indeks empiris yang berasal dari serangkaian
penelitian laboratorium sejak tahun 1920 yang menjadi metode yang diguakan untuk mengevaluasi heat
stress.
Dengan pertimbangan dari beberapa parameter yang ada, maka dipilih Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) atau Wet Bulb Globe Temprature (WBGT), adapaun pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai
Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja , yang mana NAB ini membatasi pemaparan
panas lingkungan kerja 8 jam per-hari terhadap tenaga kerja dengan mempertimbangkan katagori beban
kerja dan pembagian waktu kerja –istirahat .
b. Semua faktor yang mempengaruhi sudah diperhitungkan didalamnya termasuk (suhu udara, kelembaban,
kecepatan gerakan udara, radiasi dan tingkat metabolisme).
Perhitungan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) menggunakan rumus atau dengan membaca monogram
yang tersedia, namun kebanyakan para praktisi menggunakan rumus. Tekanan panas dipengaruhi oleh tingkat
radiasi, sehingga dalam perhitungan ada dua jenis rumus Indeks Suhu Basa dan Bola (ISBB) atau Wet Bulb
Globe Temprature (WBGT), yaitu :
a. Rumus yang di gunakan dalam outdoor, yaitu dengan memperhitungkan radiasi sinar matahari (outdoor),
umumnya pengukuran dilakukan diluar gedung, dengan rumus :

b. Rumus yang di gunakan dalam gedung (indoor) , rumusnya adalah sebagai berikut :

Keterangan :
ISBB : Indeks Suhu Basah Dan Bola, dalam °C (derajat Celcius)
: Suhu Basah Alami, dalam °C (derajat Celcius)
: Suhu Globe/Bola, dalam °C (derajat Celcius)
: Suhu Kering, dalam °C (derajat Celcius)
Adanya pekerja dimana, selama bekerja terpapar pada tingkat tekanan panas yang berbeda-beda, karena
harus berpindah lokasi kerja selama jam kerja. Maka ditetapkan tingkat tekanan panas rata-rata yang diterima
pekerja selama jam kerja (ISBB rata-rata), rumusnya sebagai berikut :

Keterangan :
: tingkat tekanan panas yang diterima rata-rata selama waktu tertentu 268
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

: tingkat tekanan panas pada lokasi-1


: tingkat tekanan panas pada lokasi-2
: tingkat tekanan panas pada lokasi-n
: lama waktu pemaparan pada lokasi-1
: lama waktu pemaparan pada lokasi-2
: lama waktu pemaparan pada lokasi-n

Sesuai dengan faktor-faktor yang memepengaruhi maka diperlukan suatu unit peralatan secara manual, yang
terdiri dari :
a. Termometer Basah Alami, adalah alat pengukur suhu basah alami yang terdiri dari termometer gelas yang
lambungnya dibalut dengan kantun yang bagian bawahnya selalu terendam air suling yang ditempatkan
didalam tabung yang mempunyai isi 125 ml. Cara penggunannya adalah, peralatan yang sudah dirangkai
dipaparkan pada lingkungan yang akan diukur selama 30 -60 menit, kemudian air raksa pada kolom
dibaca sebagai suhu basah alami (SBA)

Gambar 2.1 Welt Bulb Thermometer


b. Termometer Globe/Bola
Termometer Globe/Bola, adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu bola/globe, alat ini terdiri dari
bola berongga dengan diameter 15 cm dibuat dari tembaga serta termometer gelas yang dalam
rangkaiannya menempatkan lambung pada titik pusat bola tersebut. Cara penggunannya adalah, Alat yang
telah dirangkai, kemudian dipaparkan pada tempat kerja yang akan diukur pemaparan selama 20-30
menit, kemudian air raksa pada kolom thermometer dibaca selama suhu globe/bola.

Gambar 2.2 thermometer globe


c. Termometer suhu kering, digunakan untuk mengukur suhu kering, cara penggunaannya adalah Cara
penggunannya adalah, termometer dipaparkan pada lingkungan yang akan diukur selama 30-60 menit,
kemudian air raksa pada kolom dibaca sebagai suhu kering.

Gambar 2.3 dry bulb thermometer


Tabel 2.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang NAB (Nilai Ambang Batas)
Faktor Fisika dan Kimia dengan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB ͦC)
ISBB ( ͦC )
Pengaturan waktu kerja tiap jam
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
bekerja terus menerus(8 jam/hari) 30.0 26.7 25.0
75% kerja 25% istirahat 30.6 28.0 25.9
50% kerja 50% kerja 31.4 29.4 27.9
25% kerja 75% kerja 32.2 31.1 30.0

269
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode kuntitatif dan metode kualitatif.
Metode kuantitatif dilakukan dengan cara pengukurang suhu termal secara langsung kelapangan meliputi
pengukuran suhu basah alami, suhu globe (bola), suhu kering, dan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengukuran ini dilakukan perhitungan kelembaban udara di area pabrik tersebut.
Sedangkan metode kualitatif menggunakan kuesioner panas termal yang diberikan kepada pekerja yang
berada di area penggorengan dan pengukusan dengan instrument yang meliputi data pribadi pekerja dan
beberapa pertanyaan yang menyangkut panas termal di tempat kerja.

4. Hasil dan Pembahasan


Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan juga produktivitas

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rata-Rata ISBB dan Kelembaban


Area Pengukusan
Pengukuran NAB
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
ISBB °C 27.67 28.02 27.16 27.60 27.56 26.7 °C
Kelembaban % 86.91 94.76 91.09 97.18 93.05 40-60%
Area Penggorengan
Pengukuran NAB
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
ISBB °C 28.76 28.90 28.23 28.89 29.19 26.7 °C
Kelembaban % 89.54 91.50 89.21 87.80 77.40 40-60%

Dari tabel di atas menggambarkan kondisi paparan tekanan panas di bagian pengukusan tinggi yaitu 27,61 °C
dan hal yang sama juga terdapat pada area penggorengan yaitu 28,79 °C, dan kedua area ini telah melebihi
NAB, di mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja
secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 °C. Sedangkan untuk kelembaban di
area pengukusan dan penggorengan juga sudah melewati rentang Nilai Ambang Batas yakni rata-rata
kelembaban relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan 92,84 % dengan
Nilai Ambang Batas berada pada kisaran 40-60%.
Hasil penilaian kuesioner terhadap 7 orang pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan di industri
kerupuk Palembang Jaya dapat diketahui bahwa, persepsi yang dirasakan responden tentang tekanan panas
dilingkungan kerjanya adalah
Tabel 4.2 Persepsi Responden terhadap Tekanan Panas
Kondisi Ruangan ++ % + % - %
Suhu 3 42.86 4 57.14 0 0.00

aliran Udara 4 57.14 3 42.86 0 0.00

Keterangan :
++ : Sangat panas(suhu), Kurang (aliran udara)
+ : Panas (suhu), Cukup (aliran udara)
- : Nyaman
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang merasakan suhu ruangan sangat panas adalah
sebesar 42.86%, dan untuk suhu ruangan panas responden memilih sebayak 57.14 %. Sedangkan untuk
kondisi alarn udara responden yang memilih untuk jawaba kurang adalah sebesar 57,14% dan untuk jawaban
cukup sebesar 2,86%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan, sama dengan persepsi
yag responden rasakan bahwa kondisi ruangan kerja mereka kurang baik.
Berdasarkan hal tersebut secara keseluruhan responden merasa bahwa tekanan panas (heat stress) di tempat
kerja sangat mengganggu aktivitas pekerja, seprti yang terlihat tabel berikut :
Tabel 4.3 Keluhan Responden Terhadap Tekanan Panas
Keluhan ++ % + % - %
Kelelahan 2 28.57 5 71.43 0
Kebiasan Minum 2 28.57 5 71.43 0

Pengeluaran Keringat 2 28.57 5 71.43 0

Keterangan : 270
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

++ : ya (kelelahan), sangat banyak (Keringat,kebiasaan minum)


+ : kadang-kadang (kelelahan), banyak (Keringat,kebiasaan minum)
- : tidak (kelelahan), sedikit (Keringat,kebiasaan minum)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelelahan yang berlebihan oleh responden adalah sebesar
28,57% , kebiasaan minum yang sangat banyak sebesar 28,57% dan keringat yang sangat banyak oleh
responden adalah sebesar 28,57. Heat stress dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, keluar keringat yang
berlebihan, dan kehausan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pusat Hiperkes Depnaker dalam (Hikmah Rida :
2008) terhadap 35 perusahaan dengan tekanan panas lebih besar dari Nilai Ambang Batas, mencatat gejala
gangguan kesehatan yaitu : rasa haus 90%, cepat lelah 80%, kulit selalu basah 100%, rasa tidak nyaman
selama bekerja 80%, dan gatal-gatal pada kulit 1%, serta keluhan kaku/kram otot lengan atau tungkai 7,5%.
Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan panas dapat dijelaskan sebagi berikut
(Tarwaka,Dkk:2004) :
a. Evaluasi Terhadap Kebiasaan Pekerja
Melalui kuesioner termal yang telah diberikan, terdapat beberapa kebiasaan responden yang dapat
memperburuk kondisi mereka jika terjadi secara terus-menerus. berikut uraiannya :
1. Hanya sebanyak 28,57 % pekerja yang memilih jawaban sangat banyak untuk pertanyaan kebiasaan
minum saat bekerja. hal ini disebabkan karena pekerja belum membiasakan diri untuk minum air
secara teratur dan lebih kepada kebiasaan minum air hanya ketika pekerja merasa haus, ditambah lagi
tidak adanya sumber air minum yang tersedia di dalam ruangan pabrik. Untuk itu, dengan
menekankan pada pekerja untuk meminum air secara teratur, sangat membantu pekerja untuk
menggatikan keringat yang keluar secara berlebihan saat bekerja.
2. Selain itu, kebiasaan pekerja yang merokok saat bekerja juga berpengaruh terhadap kondisi ruangan
saat ini, untuk itu perlu diberikanan penekenan dan pembatasan bagi pekerja untuk tidak merokok
pada saat bekerja dan hanya merokok pada saat istirahat saja.
b. Mengurangi Beban Beban Panas Radian
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan
panas atau merelokasi proses kerja yang menghasilkan panas. Selain itu, langkah lain yang dapat
dilakukan adalah dengan cara mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui
penambahan ventilasi atau dengan menggunakan pendingin secara mekanik. Cara ini terbukti secara
dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan(Tarwaka,Dkk:2000).
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa, kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap design
dan redesign sebuah pabrik adalah sistem ventilasi yang memadai, untuk menjamin sirkulasi udara yang baik.
Pengendalian udara dalam lingkungan kerja industri diperlukan untuk menjaga agar kualitas udara memenuhi
standar kualitas yang ditetapkan bagi kesehatan pekerja, dan memenuhi syarat kondisi udara yang sesuai bagi
proses produksi. Disamping itu faktor pakaian dan pemberian air minum juga harus dipertimbangkan dalam
mengatasi masalah lingkungan. Berikut adalah redesign pabrik baru industri kerupuk Palembang Jaya untuk
mengevaluasi efek panas termal di tempat kerja.

Gambar 4.1 Usulan Perbaikan Fisik Pabrik

271
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Gambar 4.2 Usulan Perbaikan Layout Pabrik

Analisa perbandingan antara bangunan sekarang dengan usulan dilihat dari beberapa faktor, perbandingan
tersebut dapat diuraikan pada penjelasan berikut ini :
a. Bentuk Fisik Pabrik
1. Agar asap tidak terperangkap pada bagian atap pabrik, perbaikan yang diusulkan adalah dengan
memberi kawat berlobang seperti ventilasi pada bagian atap pabrik.
2. Menambah ventilasi pada bagian Barat dan Timur, karena pada siang hari angin berhembus dari
Timur ke Barat dan pada malam hari ke arah sebaliknya (Sulham Utama :2009). Selain itu, ventilasi
di letakan pada ketinggian 3 meter, satu setengah meter lebih tinggi dari sebelumnya untuk
memastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik.
3. Penambahan jalur material handling, agar proses produksi berjalan dengan baik
b. Layout Pabrik
1. Semua proses yang menghasilkan panas disusun pada satu area yang sama, agar kegiatannya tidak
terlalu mengganggu kegiatan produksi yang lain, dan akan member ruang lebih untuk aktivitas lain.
2. Memposisikan kegiatan yang lebih berat yang membutuhkan banyak energi jauh dari sumber panas
begitu sebaliknya.
3. Menyediakan area kusus untuk istirahat bagi pekerja dengan meletakkan sumber air mainum pada
area tersebut.
c. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas denga cara
1. ISBB rata-rata adalah 28,2 ° C dan diketahui beban kerja adalah sedang, maka diketahui bahwa
waktu kerja berada berada pada 75-100% dan waktu istirahat pada 0-25%. Dengan melakukan
interpolasi terhadap hasil pengukuran ISBB terhadap nilai yang diberikan Kementrian Tenaga
Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, maka dapat diketahui nilainya sebagai berikut :
0,7115
Maka diketahui waktu kerja seharusnya adalah 71.15% atau sekitar (5,69 6) jam dan waktu
istirahat adalah 28.85% atau sekitar 2 jam. Jika dibandingkan dengan jam kerja aktual di pabrik
adalah sekitar 8-11 jam sehari dengan waktu istirahat yang tidak teratur, maka dapat disimpulkan
bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan rekomedasi yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja
No.PER. 13/MEN/X/2011.
2. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari. Hal ini dapat dilakukan jika
industri kerupuk Palembang Jaya menyediakan stok kerupuk yang sudah dikeringkan bada hari
sebelumnya, sehingga pada proses penggorengan pada hari berikutnya, dapat dilkukan tanpa harus
menunggu kerupuk yang diproduksi hari ini kering dan hal ii tidak akan menggangu proses
produksi setiap hariya.
5. Kesimpulan dan Saran
1. Hasil pengukuran dari komponen iklim kerja dan kuesioner termal yang telah dikumpulkan pada industri
kerupuk Palembang Jaya adalah sebagai berikut :
a. Dari hasil pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola didapati bahwa kondisi paparan tekanan panas di
bagian pengukusan cukup tinggi yaitu 27,61 °C dan hal yang sama juga terdapat pada area
penggorengan yaitu 28,79 °C, dan kedua area ini telah melebihi NAB, di mana berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja secara terus-
menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 °C.
b. Untuk kelembaban di area pengukusan dan penggorengan sudah melewati Nilai Ambang Batas yakni
rata-rata kelembaban relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan
92,84 % dengan Nilai Ambang Batas berada pada kisaran 40-60%.
c. Hasil penilaian kuesioner terhadap 7 orang pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan di
industri kerupuk Palembang Jaya dapat diketahui bahwa, persepsi yang dirasakan responden tentang
tekanan panas dilingkungan kerjanya adalah sama dengan hasil pengukuran yang dilakukan, dimana
kondisi ruangan kerja mereka kurang baik.
2. Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan beberapa
evaluasi terhadap masalah tersebut diantaranya :
a. Evaluasi Terhadap Kebiasaan Pekerja
1. menekankan pada pekerja untuk meminum air secara teratur, sangat membantu pekerja untuk
menggatikan keringat yang keluar secara berlebihan saat bekerja.
2. Memberikanan penekenan dan pembatasan bagi pekerja untuk tidak merokok pada saat bekerja
dan hanya merokok pada saat istirahat saja.
272
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and
Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

b. Evaluasi Terhadap Bangunan Pabrik, Pengendalian udara dalam lingkungan kerja industri
diperlukan untuk menjaga agar kualitas udara memenuhi standar kualitas yang ditetapkan bagi
kesehatan pekerja, dan memenuhi syarat kondisi udara yang sesuai bagi proses produksi.
c. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas denga cara
1. Mengatur waktu kerja istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB. Diketahui
waktu kerja seharusnya adalah 71.15% atau sekitar (5,69 6) jam dan waktu istirahat adalah
28.85% atau sekitar 2 jam. Jika dibandingkan dengan jam kerja aktual di pabrik adalah sekitar 8-
11 jam sehari dengan waktu istirahat yang tidak teratur, maka dapat disimpulkan bahwa hal
tersebut tidak sesuai dengan rekomedasi yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja
No.PER. 13/MEN/X/2011.
2. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari. Hal ini dapat dilakukan jika
industri kerupuk Palembang Jaya menyediakan stok kerupuk yang sudah dikeringkan bada hari
sebelumnya, sehingga pada proses penggorengan pada hari berikutnya, dapat dilkukan tanpa
harus menunggu kerupuk yang diproduksi hari ini kering dan hal ii tidak akan menggangu
proses produksi setiap hariya.
Saran
1. Pelaku usaha perlu meningkatkan perhatian terhadap kondisi lingkungan kerja di industri mereka untuk
memperoleh kenyamanan timbal balik antara pelaku usaha dengan pekerjanya.
2. Penerapan lingkungan kerja yang baik sangat perlu diperhatikan untuk memberikan kenyaman dan
keamanan bagi pekerja
3. Pelaku usaha perlu menanamkan kesadaran kepada seluruh pekerja untuk dapat ikut serta dalam
peningkatan keamanan dan kenyaman bagi diri sendiri dan bagi pelaku usaha itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bambang Suhardi,Dkk.2014.Evaluasi Kenyamanan Termal Ruang Kelas Mahasiswa. Jurnal: FTI Unversitas Negeri
Surakarta.
[2] Imam Fadhilah Mukti,Dkk.2013.Desain Perbaikan lingungan Kerja Guna Mereduksi Paparan Panas Kerja Operator
Di Pt.XYZ.Jurnal :FTI Universitas Sumatera Utara.
[3] Megasari,Ashitra dan Anda iviana Juniati.2005.Penerapan Indek Suhu Basah dan Bola (ISBB)Sebagai Upaya
mencegah Terjadinya Heat Strain akibat Heat stress(Tinjauan Kesesuaian Standar Adopsi ACGIH). Jurnal :Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
[4] Nurul Huda, Listiani.2012.Kajian Termal Akibat Tekanan Panas dan Perbaikan Lingkungan Kerja. Jurnal : FTI
Universitas Sumatera Utara.
[5] Putri Handitia,Iftitah.2012.Analisis Pengaruh Suhu Tinggi Lingkungan dan Beban Kerja Terhadap Konsentrasi
Kerja. Depok :Universitas Indonesia.
[6] Ridha Siregar,Hikmah.2008.Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk
Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara. Skripsi.Medan: Univesitas Sumatera Utara.
[7] Sedarmayanti, M.Pd. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.
Siregar,Syofyan.2012.Statistika Deskriptif Untuk Penelitian.Jakarta :PT. Raja Grafinda Persada.
[8] Syukron, Amin dan M. Kholil. 2013. Pengantar Teknik Industri. Jakarta: Graha Ilmu.
[9] Tarwaka,Dkk.2009.Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press

Biodata Penulis
Mufrida Meri. Z, memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST), Program Studi Teknik Industri [UPI”YPTK” Padang], lulus
tahun 2005. Tahun 2011 memperoleh gelar Magister Komputer (M.Kom) dari Program Ilmu Komputer [UPI”YPTK”
Padang].. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Teknik Industri [UPI”YPTK” Padang].

273

Anda mungkin juga menyukai