Anda di halaman 1dari 22

Oleh:

BUDIMAN, S.H.
Kepala Biro Hukum Kemnaker

Disampaikan pada acara


Rakornas Pengawas Ketenagakerjaan Tahun 2017

Bandung, 13 September 2017


LATAR BELAKANG PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2003

Perbaikan Iklim Investasi


• Inpres Nomor 3 Tahun 2006
• MP3EI (Master Plan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia) 01
Harmonisasi dengan PerUUan
yang lain (a.l. UU SJSN, UU BPJS,
UU PEMDA) 02

Mengakomodir perkembangan
ketenagakerjaan
03
KRONOLOGIS PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2003
Telah dilakukan diseminasi di
beberapa wilayah dengan
Telah dilakukan Kajian oleh:
stakeholder terkait (Apindo,
• Akademisi Independen
SP/SB, Dinas)
(2006);
• LIPI (2010-2011).

INPRES 3 Tahun 2006:


Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim
Investasi
mengamanatkan Beberapa kali
Perubahan UU 13/2003 diusulkan masuk dalam
Prolegnas RUU Tahun
2011, 2012, dan 2013
namun tidak berlanjut
MP3EI:
mengamanatkan
Perubahan UU
13/2003
MENGAPA PERUBAHAN UU NO 13/2003 KEMBALI DIBAHAS?

Hasil Ratas tersebut telah


Hasil Ratas ditindak lanjuti dengan
beberapa kali pertemuan di:
Presiden, bahwa a.Kemenko Bidang
UU 13/2003 perlu Perekonomian
dilakukan b.Pertemuan dengan Kantor
Staf Presiden (KSP)
perubahan. c.Pertemuan dengan
Sekretariat DPR
POSISI PERUBAHAN UU 13/2003

Menaker telah menetapkan


Saat ini Perubahan UU Kepmenaker Nomor 103 Tahun Saat ini sedang tahap
13/2003 masuk dalam 2017 tentang Tim Pembahasan penyusunan draft Naskah
daftar long list Perubahan UU No 13 Tahun Akademik (NA), termasuk
Prolegnas RUU 2014- 2003 tentang Ketenagakerjaan penyusunan NA bidang
dengan keanggotaan seluruh Pengawasan.
2019. eselon I dan II
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UU NOMOR 13/2003

4
Kabul
Seluruhnya
11
Permohonan
Dikabulkan
19
Permohonan 7
Telah diputus Kabul
Sebagian
8
2 Permohonan
Kabul Ditolak
22
Permohonan Penarikan
Kembali

1
Permohonan
(dalam proses)
11 PERMOHONAN YANG DIKABULKAN

• Nomor 37/PUU-IX/2011
KABUL
• Nomor 58/PUU-IX/2011
SELURUHNYA (4 • Nomor 100/PUU-X/2012
PERMOHONAN) • Nomor 7/PUU-XII/2014

• Nomor 12/PUU-I/2003
• Nomor 115/PUU-VII/2009
KABUL • Nomor 19/PUU-IX/2011
SEBAGIAN (7 • Nomor 27/PUU-IX/2011
PERMOHONAN) • Nomor 67/PUU-X/2012
• Nomor 72/PUU-XIII/2015
• Nomor 114/PUU-XIII/2015
KABUL SELURUHNYA (4 PERKARA)

1. Permohonan Nomor 37/PUU-IX/2011


Pasal 155 ayat (2)
“Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya.”
Frasa “belum ditetapkan” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap.

2. Permohonan Nomor 58/PUU-IX/2011


Pasal 169 ayat (1) huruf c
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;
Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
”Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal
pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar
upah secara tepat waktu sesudah itu.”
3. Permohonan Nomor 7/PUU-XIII/2014
Pasal 59 ayat (7): Syarat PKWT
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.”
Pasal 65 ayat (8): Penyerahan Sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain
“Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan a
yat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi
hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.”
Pasal 66 ayat (4): Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
“Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a,
huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi pekerjaan.”
Frasa “demi hukum” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai “pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas
ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan
syarat:
a. telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding; dan
b. telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Tindak Lanjut:
Permenaker Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan.
4. Permohonan Nomor 100/PUU-X/2012
Pasal 96
Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat
Pasal 96:
“Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala
pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya
hak.”

Tindak Lanjut:
SE Nomor 1/MEN/I/2015 tentang Putusan MK Nomor 100/PUU-
X/2012 Atas Pasal 96 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
KABUL SEBAGIAN (7 PERKARA)

1. Permohonan Nomor 12/PUU-I/2003


Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160 ayat (1), Pasal 170, Pasal 171
Menyatakan Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160 ayat (1) sepanjang
mengenai anak kalimat “ ... Bukan atas pengaduan pengusaha ...”,
Pasal 170 sepanjang anak kalimat “ ... kecuali Pasal 158 ayat (1) ...”,
Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “ ... Pasal 158 ayat (1)
...” dan Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “ ... Pasal 137
dan Pasal 138 ayat (1) ...” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Tindak Lanjut:
SE Menakertrans Nomor SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan
MK Atas Hak Uji Materil Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Terhadap UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
2. Permohonan Nomor 115/PUU-VII/2009
Pasal 120 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
- Ayat (1) dan ayat (2) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
- Ayat (3) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang:
i. Frasa ”dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka ... “, tidak dihapuskan, dan
ii. Ketentuan tersebut tidak dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan
terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat
pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan
perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah
maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat
pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10 %
(sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam
perusahaan.”
Tindak Lanjut:
Permenakertrans Nomor Per.16/Men/XI/2011 jo Permenaker Nomor 28 Tahun
2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan
Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
3.Permohonan Nomor 19/PUU-IX/2011
Pasal 164 ayat (3)
Frasa “perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk
sementara waktu”

4. Permohonan Nomor 27/PUU-IX/2011


Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b
Frasa “ ... perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “ ...
perjanjian kerja untuk waktu tertentu” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan
perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun
terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan
dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

Tindak Lanjut:
Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
5. Permohonan Nomor 67/PUU-XI/2013
Pasal 95 ayat (4)
Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang
didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur
separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang
dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh
lainnya didahulukan atas semua tagihan hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari
kreditur separatis.”

Tindak Lanjut:
SE Menakertrans Nomor 7/MEN/IX/2014 Putusan MK Nomor
67/PUU-XI/2013 Atas Pasal 95 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
6. Permohonan Nomor 72/PUU-XIII/2015
Penjelasan Pasal 90 ayat (2)
“Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak
mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan
melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu.
Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan
wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak
wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada
waktu diberikan penangguhan.”
Penjelasan Pasal 90 ayat (2) sepanjang frasa “tetapi tidak wajib membayar
pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu yang
diberikan penangguhan.” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tindak Lanjut:
Telah disampaikan kepada Presiden Ijin Prakarsa Nomor: B.183/MEN/SJ-
HK/XI/2016 tanggal 1 November 2016 terkait rencana perubahan atas
Kepmenakertrans Nomor KEP-231/MEN/2003 tentang Tata Cara
Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum
7. Permohonan Nomor 114/PUU-XIII/2015
Pasal 171
Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum
Pasal 171
“Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1),
Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja
tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling
lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan
kerjanya.”
USULAN PERUBAHAN BIDANG WASNAKER DAN K3
Hasil pembahasan NA bidang Pengawasan
(tgl 25-28 Juli 2017 di Bogor), antara lain:
a) Penajaman substansi Norma K3: b) Penajaman substansi perempuan anak:
▪ hak dan Kewajiban Pengusaha dan Pekerja; ▪ Pengaturan Hubungan Kerja terkait Fungsi
▪ upaya Peningkatan keselamatan dan Reproduksi;
kesehatan, pencegahan KK-PAK; ▪ Diskriminasi dan Kesetaraan Gender;
▪ penerapan sanksi pelanggaran norna K3; ▪ Syarat Kerja untuk Perlindungan Pekerja
▪ prosedur pencegahan potensi bahaya di Perempuan di Bidang IT.
tempat Kerja.

d) Penajaman substansi norma kerja


c) Penajaman substansi dalam dan jaminan sosial:
Penegakan Hukum:
▪ Norma WKWI dan Pengupahan terutama terkait
lembur;
▪ Pengaturan Tindak Pidana Ringan ▪ Kepastian Perlindungan Hak-Hak Berserikat bagi
pekerja;
(Tipiring) bidang ketenagakerjaan; ▪ Status hubungan kerja bagi yang boleh menjadi
▪ Diskresi Pengawas. anggota SP/SB;
▪ Kepastian SP/SB di dalam dan Luar perusahaan;
▪ Perlindungan Jamsos bagi pekerja melalui 5
program.
FORUM RAKORNAS ini dapat
dimanfaatkan secara efektif untuk
menggali ide-ide/gagasan dalam
rangka penyempurnaan UU
13/2003, khususnya terhadap
permasalahan dan implementasi
yang terjadi di lapangan serta
bagaimana merumuskan arah
perubahan ke depan.
KESIMPULAN

a.Naskah Akademik (NA) b. Naskah Akademik c. Terhadap usulan


merupakan suatu (NA) digunakan substansi baru perlu
persyaratan yang WAJIB sebagai acuan dalam dilakukan
dipenuhi dalam menyusun substansi kajian/telaahan yang
penyusunan RUU. RUU komprehensif sebelum
dirumuskan ke dalam
pasal-pasal
WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN

Saat ini Kemnaker sedang mempersiapkan Rancangan


Permenaker sebagai pengganti Permenaker Nomor 14 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan

Kedepan Wajib Lapor Ketenagakerjaan tidak lagi dilakukan


secara manual tetapi dengan menggunakan ONLINE SYSTEM
yang dibangun dan dipersiapkan oleh Kemnaker

Rakornas ini diharapkan dapat memberikan saran/masukan untuk


penyempurnaan Rancangan Permenaker dimaksud

Anda mungkin juga menyukai